Sebuah pesta sedang berlangsung di rumah Elza Rose, direktur pemasaran di perusahaan LEO Group. Ia mengadakan pesta perayaan pindah ke rumah mewah baru miliknya. Ia mengundang semua staf kantor termasuk Levon si cleaning service.
Di dalam pesta itu, Levon berpakaian sederhana dengan balutan kemeja berwarna biru yang terkesan lusuh dibanding tamu lainnya. Brand-brand besar, bahkan dirancang khusus oleh desainer ternama, sudah bertengger nyaman di tubuh tamu pesta lainnya.
“Hei cleaning service! Ngapain sampah sepertimu datang kemari? Dirimu tidak pantas berada di pesta semewah ini!” cela Fletcher pada Levon yang baru datang. Fletcher sendiri menjabat sebagai direktur keuangan.
“Diam kau Fletcher, jangan merusak pestaku!” tegas Rose menatap Fletcher. Rose adalah seorang perempuan baik dan tercantik yang menjadi primadona di perusahaan tempat kerjanya. Ia menjadi rebutan para lelaki, termasuk si Fletcher lelaki buaya darat dan otak mesum.
“Ayolah Sayang, aku berbicara apa adanya. Tidak sepantasnya kamu mengundang orang yang akan mengotori pestamu ini,” ucap Fletcher sambil melirik Levon dengan ekspresi tatapan mata menghina.
Sementara itu, Levon tetap tenang. Ia sudah terbiasa dengan semua hinaan dan cacian yang ditujukan padanya.
“Dia itu pantasnya berada di tempat sampah dan berteman dengan tikus-tikus yang menjijikkan!” sambung Laura dengan sengiran ejekan. Ia sendiri menjabat divisi keuangan dibawah Fletcher.
“Melihatnya saja, aku jijik!” desis Hana dengan tatapan menghina pada Levon yang bergeming di tempatnya. Hana sendiri menjabat sebagai direktur produksi.
“Cepat pergi sampah! Tunggu apa lagi?” bentak Eric menatap Levon sambil menunjuk ke arah pintu. Ia menjabat sebagai direktur personalia.
“Baiklah, aku akan pergi.” Levon kali ini bersuara. Levon yang tadinya menunduk, kini terpaksa mendongak. Ia memutar bola matanya untuk menatap mata hina milik teman-temannya.
“Apa yang kamu katakan, Lev?” tanya Rose sambil menghampiri Levon dan menatap kecewa kepada tamu yang merendahkan Levon.
“Benar apa yang dikatakan Tuan Fletcher dan yang lainnya, Nona. Aku tidak pantas berada di pesta semewah ini. Lebih baik aku pergi agar tidak mengacaukan pestamu, Nona.”
“Bukan kamu yang merusak pestaku, Lev. Yang merusak pestaku justru mereka yang tidak tahu sopan santun dan suka merendahkan orang lain,” balas Rose tersenyum pada Levon setengah menyindir teman lainnya. Semua tamu pun keheranan dengan ucapan Rose. Mereka justru semakin kesal kepada Levon yang dianggap mencari muka agar Rose bersimpati padanya.
“Pesta ini terlalu mewah bagi diriku yang hanya bekerja sebagai cleaning service, Nona,” jelas Levon lembut menatap Rose.
“Jangan tatap Rose, sampah!” ucapan Fletcher berapi-api. Wajahnya merah padam, memandang geram ke arah Levon yang berani menatap pujaan hatinya. Levon pun menunduk menuruti perintah Fletcher.
“Fletcher! Pesta ini untuk semua orang. Kumohon jangan buat kegaduhan!” teriak Rose kesal menoleh ke arah Fletcher.
“Aku—” Fletcher tidak dapat meneruskan ucapannya. Rose mengangkat tangan sebagai tanda agar Fletcher lebih baik diam. Fletcher kesal, tapi kekesalannya bukan ditujukan kepada Rose, melainkan kepada Levon.
Di detik ini, Tuan Pulisic, CEO perusahaan baru tiba di pesta. Rose dan tamu pesta lainnya langsung menghampiri dan menyambut dengan penuh hormat, “Selamat datang, Tuan,”
“Selamat datang, Tuan Pulisic.” Fletcher menyambut dengan menampilkan wajah khas penjilat. “Saya yakin, Rose sangat senang dengan kehadiran Tuan.”
Tuan Pulisic menjawab datar sapaan dari para tamu pesta. Sementara itu, Levon bergerak ke arah dapur untuk membantu para pelayan membawa berbagai hidangan mewah ke ruang tamu.
Fletcher melihat Levon membantu para pelayan. Ia tersenyum jahat dan mempunyai niat buruk untuk mempermalukan Levon. Dengan santai, ia menghampiri Levon yang sedang membawa nampan dengan lima gelas tinggi di atasnya. Fletcher dengan sengaja menghadang langkah Levon dengan kakinya. Levon tersungkur ke depan dan memecahkan gelas-gelas yang dibawa.
“Astaga, Levon. Kenapa kamu begitu ceroboh sekali? Apakah kamu tahu harga satu gelas yang kamu pecahkan itu? Harganya itu lebih mahal dibanding harga dirimu!” hardik Fletcher tanpa ada rasa bersalah. Semua mata bergerak memandang tubuh Levon.
“Maafkan saya, Tuan. Tapi anda—” Levon berdiri dengan gemetar. Ia gelagapan mendapat dampratan Fletcher.
“Satu gelas itu harganya 500 dolar, sedangkan gajimu selama satu bulan hanya 290 dolar!” Levon benar-benar tak bisa berkutik. Fletcher menyela ucapannya dan tidak memberikan kesempatan pada dirinya untuk bicara.
“Dasar bodoh! Dia selalu saja melakukan kesalahan setiap bekerja”
“Dasar tidak berguna!”
“Dia perlu menjual anggota tubuhnya untuk mengganti gelas yang pecah.”
Semua hinaan mulai menyapa telinga Levon. Para tamu memandang hina dan rendah kepada Levon, sedangkan Rose tampak kasihan dan menghampiri Levon.
“Ma—mafkan saya, Nona. Tadi tidak sengaja,” kata Levon gelagapan. Dia tampak ketakutan meski bukan kesalahannya, tapi ia tak punya pilihan lain. Situasi saat ini, ia tak mampu mengalahkan kelicikan dari Fletcher.
“Dasar bodoh! Ucapan maaf tidak cukup untuk mengganti gelas-gelas yang kau pecahkan!” damprat Fletcher pada Levon yang tampak menyedihkan sekali di hadapan Rose.
“Tidak apa-apa, Lev. Aku yakin kamu tidak sengaja melakukannya.” Rose mengabaikan ucapan Fletcher, ia berkata lembut pada Levon.
Para tamu sudah tidak terkejut dengan ucapan Rose. Selain cantik, ia dikenal sebagai perempuan yang baik hatinya.
“Ayolah Sayang, kamu jangan tertipu dengan wajah polosnya. Si sampah ini memanfaatkan kebaikanmu,” tegur Fletcher pada Rose sambil menunjuk rendah pada Levon.
“Sebaiknya kau diam Fletcher!” tegas Rose pada Fletcher, lalu ia menatap Levon. “Jangan pikirkan itu, aku sudah memaafkanmu. Sekarang, lebih baik kita lanjutkan pesta ini bersama-sama. Biarkan pelayan yang membersihkan pecahan gelas ini.”
Levon tersenyum, “Terima kasih banyak, Nona.” Niat Fletcher yang ingin mempermalukan Levon, justru mendapat simpati dari Rose. Fletcher geram menatap benci pada Levon.
Pesta diberlangsungkan kembali dengan tarian salsa. Fletcher mengajak Rose untuk berdansa, tetapi Rose justru menarik tangan Levon untuk berdansa dengannya. Fletcher emosi dan marah pada Levon, tetapi ia tak bisa meluapkan amarahnya pada Levon.
Fletcher hanya bisa mengumpat dan berjanji memberikan perhitungan pada Levon, “Tunggu hari esok, Sampah!”
Dua jam kemudian, Levon berpamitan pulang pada Rose. Ia berjalan sejauh 200 meter dari rumah Rose dengan memperhatikan jalanan sekitarnya. Ia menghampiri mobil bugatti limited edition super mahal yang menjadi tontonan orang di pinggir jalan. Disamping mobil itu ada seorang berpakaian supir dan menunduk menyambut kedatangan Levon.
“Tuan?” sapa si supir itu dengan setengah membungkuk tanda hormat kepada Levon sambil membuka pintu mobil.
Semua orang sedikit terkejut melihat Levon masuk ke dalam mobil, “Apakah dia pemilik mobil super mewah itu?” Penampilan Levon memang tidak mencerminkan sebagai orang kaya.
“Langsung Pulang, Fred!” titah Levon begitu dingin sambil masuk ke dalam mobil. Aura wajahnya tidak seperti ada di pesta, ia terlihat berwibawa di hadapan Fred.
“Baik, Tuan.” Fred menutupkan pintu untuk Tuannya. ia masuk ke bagian depan dan melajukan mobil dengan kecepatan standar.
“Mereka akan berlutut dikakiku kalau tahu siapa diriku sebenarnya.” Levon bergumam dalam hati, mengingat kejadian di pesta barusan.
Mobil Bugatti limited edition super mahal itu berhenti di depan mansion termewah dan terbesar di Amerika. Disana sudah ada penjaga yang membukakan pintu pagar untuk Sang Tuan.
Di depan pintu utama, Levon disambut wanita cantik yang sudah setengah membungkuk tanda hormat. Namanya Josie, pembatu di mansion mewah milik Levon.“Tuan?” sapa Josie ramah.“Siapkan air hangat untukku, aku ingin mandi!” titah Levon begitu dingin melewati Josie tanpa menoleh ke arahnya dan menuju kamar lantai atas.“Baik, Tuan,” jawab Josie dan langsung bergegas pergi melaksanakan perintah Sang Tuan.Sementara itu, di kamar lantai atas, Levon merebahkan diri di kasur. Ia menyeringai menatap langit kamar, “Suatu saat kalian akan bersujud di kakiku. Sementara ini, aku akan menikmati penyamaranku sebagai cleaning service.”Bersamaan dengan itu, Josie datang dan berdiri setengah membungkuk di depan pintu yang dibiarkan terbuka oleh Levon, “Tuan, perlengkapan mandi sudah siap.”“Ya!” jawab datar Levon tanpa menoleh ke arah Josie.“Tuan! Apakah setelah mandi, Tua
“Si brengsek Fletcher dan Jackson mau bermain-main denganku.” Levon menyengir.“Apa? Lagi-lagi orang sialan itu. Berikan perintah padaku untuk memecatnya, Tuan.” Pulisic geram, tetapi Levon hanya tersenyum“Seandainya mereka tahu bahwa pemilik perusahaan ini adalah Tuan, pasti mereka menyesal. Aku tidak rela Tuan dipermainkan seperti ini. Sampai kapan Tuan akan menyembunyikan jati diri Tuan?” tanya Pulisic dengan mengayunkan tangan jempolnya pada Levon sebagai tanda hormat. Pulisic sedih, Tuannya selalu diperlakukan buruk oleh Fletcher dan teman-teman lainnya. Pulisic tidak sabar, Tuannya segera memberitahukan jati dirinya.“Levon menyengir, “Sampai tiba waktunya.”Levon adalah blasteran Turki-Amerika. LEO Group, perusahan minyak gas terbesar di dunia pertama kali didirikan di Turki. LEO diambil dari nama belakangnya, yakni Leonardo. Dua tahun yang lalu ia melebarkan sayap ke Amerika. Orang sudah tahu
“Iya, nanti malam kita akan berkencan,” balas cepat Rose dengan senyuman manis menatap Levon.Fletcher tersulut emosi. Bara apinya di dalam hati Sudah memuncak, tapi kemarahannya itu bukan ditujukan pada Rose, melainkan pada Levon.“Dia hanya cleaning service!” berang Fletcher berusaha mengingatkan posisi Levon.“Dia jauh lebih tampan dan baik daripada lelaki brengsek sepertimu!” seru Rose sambil lebih mempererat pegangannya pada tangan Levon. Ekspresi Levon terlihat tidak enak hati dipegang oleh Rose, tetapi batinnya tertawa.“Hey, sampah! Jika kamu berkencan dengan Rose, maka akan kubunuh dirimu!” cecar Fletcher menatap dengan tatapan iblis pada Levon.“Ampun, Tuan,” ucap Levon dengan terlihat tegang, lalu menoleh ke arah Rose. “Nona, sepertinya diriku tidak bisa berkencan dengan dirimu.” Levon ketakutan menatap dan memelas pada Rose. Fletcher tersenyum, ia yakin ancama
Berselang beberapa menit, Levon dan wanita itu sudah berada di ruangan VVIP dan menuntun Levon menuju kasur. Kurang beberapa langkah, Levon mendorong keras wanita itu sampai terpental ke atas kasur.“Hei pemuda tampan, bersabarlah dan jangan bermain kasar,” ketus wanita itu kesakitan.“Siapa namamu, wanita jal*ng?” tanya Levon mempertebal ucapannya.“Brenda.”“Oke, Brenda. Malam ini kamu milikku!” seru Levon dengan tatapan menyeramkan sambil berjalan menghampiri Brenda dan menjambak rambutnya.“Sakit, Tuan. Jangan bermain kasar!” pinta Brenda menahan sakit.“Bukankah kamu sudah dibayar oleh Fletcher? Jadi aku berhak atas dirimu dan sesuka hatiku melakukan apa saja.”“Anda sangat mabuk be—berat,” rintih Brenda karena Levon semakin menekan rambutnya.Levon membanting tubuh Brenda, “Mabuk ataupun tidak, itu bukan urusanmu!” seru L
“Aku membicarakanmu, bajingan!” kesal Rose pada Fletcher sambil mengeraskan suara speaker hp yang sedang memutar isi rekaman video. Lalu, Rose menyodorkan hp itu pada Fletcher.“Apa? Tidak mungkin.” Fletcher terkejut setengah menahan malu setelah tahu rekaman video itu bukan Levon dan wanita jal*ng, melainkan video p*rno. Semua pengunjung yang mendengar, menertawakan Fletcher.“Diam!” teriak Fletcher sambil mematikan hp itu. Fletcher menatap tajam Levon sambil menelepon seseorang.“Kau salah mengirim video, sialan!” umpat Fletcher pada sesorang yang diteleponnya.“Maaf Tuan, sepertinya ada yang menghack isi rekaman itu,” jawab seseorang yang ditelepon Fletcher.“Bangsat!” kesal Fletcher sambil mematikan teleponnya dan menghampiri Levon penuh amarah.“Siapa dibalik semua ini, Sampah? Siapa yang kau suruh untuk menghack isi rekaman video bejatmu bersama wanita
“Ya...?” Rose tidak mengedipkan mata menatap Levon. Ia tidak sabar menunggu jawaban dari Levon.“Saya hanya menebak saja sosok Tuan Leo, setengah memberikan sedikit ancaman kepada Tuan Ethan agar sikapnya tidak semena-mena... tapi mereka justru tertawa dan mengangap ucapanku sebagai lelucon. Saya memang bodoh, tidak pandai mengarang cerita,” jelas Levon menyengir sambil memiringkan kepala menyipitkan mata.Rose menghela napas dan beberapa detik kemudian, ia tertawa sambil menepuk paha Levon, “Rupanya kau sedikit berani juga, Lev. Kau harus belajar lagi untuk meyakinkan sesorang bahwa ucapanmu itu fakta.”“Hehehe”“Aku tahu, kau melakukannya karena dirimu merasa kesal dan—” Rose tiba-tiba berhenti berkata dan bagai mikir seharusnya ia tak mengatakan ini pada Levon.“Dan selalu dihina oleh orang lain ... saya sudah terbiasa dengan itu,” sambung Levon tersenyum menatap
“Kau ...?” Rose dan Levon terperangah melihat kehadiran Fletcher, tanpa disadari ia sudah ada di meja makan sebelah.“Dasar Sampah tidak berguna! Bisanya hanya mengkhayal ... Mana mungkin orang miskin sepertimu bisa datang ke ruangan bawah tanah? Alam mimpi pun tidak sudi menerima orang kotor sepertimu!” sindir Fletcher di tempat duduk meja makannya. Ia tertawa sinis pada Levon.“Mengapa kau mengikuti kami, bajingan?” Rose spontan berdiri dan melotot pada Fletcher. Hal itu membuat para pengunjung melirik ke arah mereka.Fletcher berdiri menghampiri mereka, “Duduklah sayang ... Aku mengikutimu karena ingin menjagamu dari niat tangan kotor itu,” pungkas Fletcher lembut sambil melirik Levon dengan mata menyempit.“Ayo kita pergi dari tempat ini, Lev,” kesal Rose pada Fletcher sambil menarik tangan Levon, tetapi Levon tidak berdiri menuruti kemauan Rose.“Nona, makanannya dihabiskan dulu
“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada. Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.” “Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala. “Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat. “Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat. “Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih men
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me