Semua orang yang ada di dalam tertawa menggelegar menyaksikan keberhasilan mereka melumpuhkan Tuan Leo.
“Saya sudah tidak sabar memutilasinya,” ucap salah satunya di tengah tawa. Semua orang pun merespon dengan sikap bak seorang psikopat yang menatap mangsa.
“Saya rasa Tuan Elanga berlebihan. Tuan Leo tidak sehebat yang saya kira.” Orang yang ditolong Jack itu keheranan lebih ke arah meremehkan kekuatan dari Tuan Leo. Bahkan pemilik perusahaan LEO Group itu dengan mudah dikelabuhi.
“Buka topengnya! Saya ingin tahu wajah dari orang nomor satu di dunia ini.” Orang itu menyuruh teman-temannya sambil menatap buas pada Tuan Leo yang masih mengenakan pakaian bertopeng.
Tanpa menunggu lama, dua orang menghampiri Tuan Leo yang tergeletak di bawah dan melepas topengnya secara kasar. Kini terlihat jelas wajah Tuan Leo sudah tidak tertutupi topeng. Seketika itu pula, semua orang tertawa puas disertai dengan tatapan bak binatang buas. Namun, mereka tidak me
Dear Pembaca. Saya mengerti kalian pasti kecewa pada saya karena 2 bulan lebih cerita ini sempat terhenti. Sejujurnya buikan saya tak mau melanjutkan cerita ini lagi, tapi di kehidupan nyata saya harus menyelesaikan tugas akhir saya sebagai mahasiswa. Bukan hanya itu saja, saya terkena musibah yang tak bisa saya ceritakan. Sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Di lingkungan rumah penyekapan Jack, Levon memperhatikan setiap sudut yang ada di sana. Ia yakin tempat ini sudah dipersiapkan untuk menjebak dirinya. Ia juga melihat semua orang kepercayaannya diikat dan dijaga ketat musuh-musuhnya. Semua orang suruhan Elanga menyambut kedatangan Levon. Mereka sudah tahu bahwa mantan suami Rose itu sudah mengkhianati Tuan Leo. “Selamat malam, Levon. Apakah kau datang sendiri? Kemana anak buah Tuan Leo yang lainnya? Mengapa mereka tidak datang menyelamatkan Tuannya?” tanya salah satunya penasaran dan curiga. Hingga saat ini tidak ada tanda-tanda kemunculan orang-orang kepercayaan Tuan Leo di luar sana datang. “Mungkin ini siasat mereka,” jawab Levon berhenti sejenak seolah-olah memikirkan sesuatu. “atau jangan-jangan mereka sudah tahu kalau aku mengkhianati Tuan Leo? Jadi mereka mengirimku sendirian untuk menyelamatkan Tuan Leo?” Levon bersandiwara untuk mengelabuhi musuh-musuhnya agar mereka tidak curiga sediki
Elanga membuka pintu ruangan secara perlahan-lahan. Levon yang berdiri di belakangnya tampak biasa-biasa saja meskipun dalam hatinya mempunyai firasat buruk mengenai keselamatan Jack. Krek! Pintu semakin terbuka lebar, Levon berusaha tetap tersenyum meskipun keringat dingin mulai muncul di wajah tampannya. “Inilah kejutan besar untukmu,” ucap Elanga sambil tersenyum jahat bersamaan dengan pintu yang sudah terbuka dengan sempurna dan diperlihatkan keadaan Jack. Sangat memprihatinkan! Levon menangis dalam hati melihat Jack yang terikat di kursi listrik. Hatinya semakin menjerit ketika remot kontrol kursi listrik itu ditekan untuk menyadarkan Jack yang masih pingsan. Sungguh sangat kejam! “Akkhhh ...” Jack tersadar dari pingsan dan menjerit sekuat tenaga. Tubuhnya terguncang hebat disengat aliran listrik, untung saja remot kontrol itu segera dimatikan setelah mendapatkan aba-aba dari Elanga. Semua orang tertawa iblis menyaksikan penyiksaa
“Tuan, tunggu!” Levon berteriak untuk menghentikan Elanga.Elanga dan semua anak buahnya menoleh ke arah Levon.“Ada apa? Mengapa kau menghentikanku?” tanya Elanga penuh selidik pada Levon yang kini tepat berada di hadapannya.“Biarkan saya saja yang menekan tombol remot itu,” pinta Levon sambil menunjuk remot kontrol yang dipegang Elanga. Di detik berikutnya supervisor cleaning service itu menatap ke arah Jack dengan tatapan penuh amarah dan dendam. “Sejujurnya saya sudah lama ingin membunuh Tuan Leo. Saya ingin membalas kematian Rose dan mertuaku. Itulah sebabnya saya mau bergabung dengan Tuan Elanga.”“Pengkhianat!” Jack merespon dengan cepat agar semua musuh-musuhnya percaya bahwa semua ini bukan sandiwara belaka.Sementara itu, Elanga sangat senang melihat dan mendengar ucapan Levon yang menggebu-gebu dan dipenuhi amarah.“Itu yang aku harapkan darimu. Dan ini memang tuga
Levon dan Jack berhasil membunuh semua musuh-musuhnya dan hanya menyisakan Elanga seorang diri.Keadaan berubah 180 derajat dengan secepat kilat. Yang tadinya Elanga begitu semringah dan bersikap bak seorang pemenang, kini wajahnya tampak sangat pucat. Bahkan ia seperti orang yang mati dalam keadaan berdiri saat melihat darah menyembur ke berbagai arah.“Huffttt ....” Levon meniup moncong pistolnya sambil menatap puas pada mayat yang bergelimpangan di lantai. “Iblis memang harus dimusnahkan.”Levon dan Jack memutar badan dengan cepat saat mendengar suara langkah kaki berjalan ke arah pintu.“Mau kemana, Raja iblis?” tanya Jack mengulas senyuman miring, tapi justru Elanga semakin mempercepat langkahnya meraih pintu.Saat Elanga hampir berhasil membuka pintu, sebuah peluru terlebih dahulu menyapa tangan kanannya.“Arggghhhh ....” Elanga menjerit keras, memegangi tangan kanannya yang tertana
Di tempat berbeda, Pulisic dan orang kepercayaan Levon lainnya berhasil melacak seluruh keberadaan anak buah Elanga.Semua anak buah Elanga dapat dilumpuhkan dengan mudah, tidak ada perlawanan yang berarti.***Levon tertawa geli sambil menatap Elanga yang tampak semakin diselimuti rasa takut, “Kau pikir, kau sangat pintar? Kau pikir, kau bisa menghancurkan Tuan Leo? Bodoh! Kau ternyata sangat bodoh. Kau terperangkap dalam permainanmu sendiri. Kau sangat bodoh, Elanga. Ini semua sudah direncanakan dari awal untuk menangkapmu dan juga semua orang yang membantumu.”“Dan benda ini?” Levon mengambil kamera pengintai kecil di saku bajunya. “Kau menggunakan ini agar kau bisa mengawasi pergerakanku, bukan?. Dan dengan ini kau juga bisa mengetahui pergerakan Tuan Leo, benarkan Elanga?”Levon tersenyum miring melihat raut wajah Elanga yang tampak memerah dan penuh dengan keringat dingin, “Bodoh! Justru benda i
“Baiklah, Tuan. Saya pasti jujur. Silahkan tanyakan apa saja pada saya,” kata Elanga tampak berusaha tenang, meski gerakan tubuhnya berkata lain.“Hemmm bagus ... Mari kita mulai permainan ini,” respon Levon menatap penuh arti pada Elanga, sedangkan Jack ke luar ruangan itu dan menyuruh temannya untuk membawakan kursi ke dalam.Tak menunggu lama, dua orang masuk ke dalam membawa dua kursi dan di letakkan di depan Elanga.“Santailah, Elanga. Aku tidak akan membunuhmu jika kau berkata jujur,” ejek Levon terkekeh pelan melihat wajah Elanga yang penuh keringat di ruangan yang sangat dingin. Lalu Sang Penguasa pun mendaratkan tubuhnya di kursi menghadap musuhnya.“Tapi jika kau ingin mati, silahkan saja berbohong,” ucap Jack terkekeh pelan sambil mendarat tubuhnya di kursi samping Levon.“Sa-saya akan jujur. Sa-ya akan menjawab setiap pertanyaan dengan jujur. Jangan bunuh saya,” respon Elanga g
Permainan masih terus berlanjut, Levon mengembalikan kesadaran Elanga alias tidak membiarkannya pingsan. “Apa lagi yang Tuan akan lakukan pada saya? Saya sudah kesakitan Tuan, jangan siksa saya lagi. Saya mohon, saya akan menuruti semua permintaan Tuan. Lepaskan saya, Tuan. Saya akan memberitahu keberadaan mereka.” Elanga memelas sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, apalagi peluru yang masih tertanam di tangan kanannya semakin membuatnya tersiksa. “Aku punya hadiah untukmu, Elanga.” Levon memberika remot kontrol itu pada Jack, Lalu ia mengambil sebuah pistol yang tak jauh dari jangkauannya. “Jangan ... Jangan bunuh Saya.” Elanga panik melihat Levon memainkan pistolnya. “Siapa yang akan membunuhmu, Elanga? Aku tidak akan menembakmu, tapi ....” Levon meneruskan kalimatnya dengan memukulkan pistol itu ke tangan kiri Elanga. “Tidakkkk ...Sakit, sa-kittt ....” Elanga Menjerit kuat mendapat pukulan bertubi-tubi dari Levon. Tak sa
Angelina dan keluarganya menyambut hangat kedatangan pemilik perusahaan Leo Group itu.“Selamat datang di rumah kami yang sederhana ini, Tuan,” ucap Katerina menerbitkan senyuman terbaiknya.“Kami baru saja membeli rumah ini. Dan ini semua berkat Tuan Leo. Kami tidak akan melupakan jasa Tuan kepada keluarga kami. Tuan benar-benar manusia yang dikirim Tuhan untuk menolong kami.” Harry berucap dengan tatapan haru pada Levon. Bagaimana pun juga pria tampan di hadapnnya itu yang sudah mengambalikan perusahaan keluarganya kembali dari tangan Rose dan Frankie.“Benar, Tuan. Kami--” baru saja Enola berucap, Levon sudah menyelanya.“Hemm ya, ya, sama-sama ... Ow ya aku sangat menyukai rumah ini, tinggal direnovasi sedikit semakin cantik.” Levon mengalihkan perhatian dengan mengedarkan pandangan ke setiap sudut yang ada di rumah mereka. Ia tidak ingin mereka terlalu berlebihan menganggap dirinya seorang pahlawan.
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me