Frankie dan Rose tertawa renyah, wajahnya begitu semringah melihat Hubert yang penuh percaya diri bisa melenyapkan Amelia.
“Lalu satunya lagi, siapa?” tanya Brandon di tengah-tengah tawa.
Rose menghentikan tawanya. Wajahnya mendadak dipenuhi aura dendam yang amat besar, mengingat pria bertopeng yang sudah menghancurkan hidupnya dalam sekejap.
“Pria bertopeng! Kau harus membunuhnya terlebih dahulu!” jawab Rose mempertebal ucapannya.
“Pria bertopeng? Siapa?” tanya Brandon memicingkan matanya. Ia menebak pria bertopeng itu sudah mengusik kehidupan Rose dan Frankie.
“Dia sangat berbahaya. Dia sudah membunuh ketiga orang kepercayaan kami. Dan yang terbaru dia sudah menyiksa Rose,” jawab Frankie dengan rahang mengeras dan tangan mengepal.
“Aku tidak tahu wajahnya. Tapi kau tak perlu khawatir, itu tugasku. Tugasmu hanya melenyapkannya” sambung Rose sambil mengepalkan tangannya dengan tatapan penuh dendam.
“Meskipun dia berbahaya, dia
Rose dan Frankie pergi menuju mansion di Washington untuk menyusun rencana menjebak pria bertopeng. Dan sebelum itu, mereka sudah menghubungi orang kepercayaannya untuk mengurus dokumen perpindahan pemilik peerusahaan industri kimia, baik yang asli maupun palsu. Namun orang kepercayaan mereka tidak bisa mengurus dokumen itu sebelum mengetahui nama pemilik barunya. “Bahkan kita belum tahu namanya.” Frankie gelisah. Ia takut pria bertopeng menghancurkan hidupnya karena dokumen perpindahan pemilik perusahaan lewat batas waktu yang ditentukan. Rose juga gelisah, tetapi bukan karena memikirkan nama pria bertopeng. Ia gelisah karena hingga saat ini pria bertopeng tidak menghubunginya. Ia takut musuhnya itu punya rencana kejutan yang merugikan dan membahayakan dirinya dan Papanya, karena bagaimanapun juga lawan yang satu ini sangat licik dan berbahaya. “Yang aku takutkan bukan itu. Kita tidak tahu keberadaannya dan apa yang sedang dia rencanakan hari ini,” ucap Rose
Amelia dan Pulisic seketika menghentikan tawanya dan menoleh ke arah Levon. Dilihat dari tatapannya, Sang Tuan sedang merencanakan sesuatu untuk memberikan pelajaran pada Rose dan Frankie. “Em apa yang pria bertopeng rencanakan untuk menghancurkan Para bedebah itu?” tanya Amelia menerbitkan senyuman kemenangan. “Sesuatu yang bisa membuat rambut terlepas dari kepalanya tanpa disentuh orang lain.” Levon mengulas senyum licik, Amelia dan Pulisic pun kembali tertawa. Levon menoleh ke arah Hubert yang berdiri di pinggir sofa. Dan pengawas pabrik itu pun langsung menunduk, “Ini juga berkat dirimu, Hubert. Aktingmu sangat bagus. Terima kasih kau sudah membantuku,” ucap Levon, Pulisic dan Amelia pun menoleh ke arah Hubert. Mereka sedikit melupakan kekecewaan pada Hubert karena sudah membongkar siapa saja anak buah Rose yang berkeliaran di perusahaan. “Saya yang seharusnya yang mengucapkan terima kasih pada Tuan. Dengan kejatahan yang pernah saya lakukan, Tuan
Pria bertopeng memutus sambungan sepihak, membuat emosi Rose dan Frankie meledak seketika. Mereka memukul dan menendang barang yang ada di sekitarnya. Bahkan Rose tidak sadar sudah melempar ponselnya ke lantai hingga layarnya retak.“Argh! Lama-lama aku bisa gila!” teriak Frankie sambil mengacak rambutnya. Lalu ia menendang kaki sofa. “Ahhh!” Frankie menjerit, kakinya kesakitan karena terlalu keras menendang kaki sofa.“Amelia! Pri bertopeng!” raung Rose sambil menghempaskan tubuhnya di sofa dan langsung memukul-mukul permukaan sofa dengan penuh emosi.Mereka terus meluapkan emosinya dengan caranya masing-masing, hingga akhirnya Rose lebih dulu bisa menenangkan dirinya.Rose tidak mau berlarut dalam emosi, sekarang seharusnya iabergerak cepat memikirkan ancaman dari pria bertopeng. Ia tidak mau musuhnya itu menyebarkan video rekaman kejahatannya kepada publik.“Papa, kita tidak bisa seperti ini. Kita
“Levon? Mengapa pria sampah sepertimu ada disini?” Fletcher terkejut melihat Levon berada di mansion milik Tuan Leo. Fletcher melupakan rasa takutnya saat melihat wajah orang yang sangat dibencinya.“Tuan Fletcher? Benarkah kau adalah Tuan Fletcher? Bukankah Tuan sekarang seharusnya ada di penjara?” tanya Levon berpura-pura terkejut, menampilkan wajah konyol yang biasa Fletcher lihat.Fletcher tersadar, wajahnya masih di make over agar orang tidak mengenal dirinya. Namun, ia tak peduli lagi. Ia sudah terlanjur emosi melihat orang yang telah membuat hidupnya menderita.“Hakim berubah pikiran. Seharusnya aku tidak menerima hukuman itu, jadi aku dibebaskan.” Fletcher berdusta. Ia mengeraskan rahang dan menggertakkan gigi menatap Levon dengan tatapan penuh kebencian. Ia mengingat segalanya. “Dan sekarang aku akan menghajarmu. Kau sudah membuat hidupku berantakan!”“Apakah Tuan berbohong?,” tany
Fletcher, Eric, dan Ethan spontan berdiri. Bola matanya hanya tertuju pada satu titik, yakni keluar masuknya ruangan. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat, bahkan terdengar cukup nyaring. Mereka menggigit bibir, tubuhnya bergetar drngan keringat yang semakin deras mengalir ketika mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.“Dia pasti Tuan Leo!”“Dia datang untuk menghukum kita!”“Kita sudah tamat!”Ethan, Eric, dan Fletcher bergantian berbicara sambil tetap menatap lurus ke depan dengan tatapan pasrah, hidupnya tak akan lama lagi. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya seperti mati rasa, dan jantungnya seperti ingin keluar dari tempatnya dan berlari menjauh sejauh mungkin.Sementara itu, Levon yang berdiri di belakang Fletcher cs,hanya bisa menutup mulut dengan tangan kanannya untuk menahan tawa.Levon menyingkirkan tangan dari mulutnya dan mengulas senyum licik, “Masih mendingan
Fletcher cs tubuhnya membeku ketika menoleh ke arah belakang. Bukan Levon konyol yang biasa mereka lihat, tapi auranya begitu kontras. Levon terlihat sangat berwibawa, sangat istimewa.“Ja-jadi Tu-tuan ada-lah Tuan Leo?” tanya Fletcher dengan suara gemetar. Mendadak dirinya menjadi orang gagap. Tubuhnya terguncang dengan bermandikan keringat.“Tu ...Tu ...” Hanya itu yang bisa dikeluarkan dari mulut Ethan. Napasnya berlarian, detak jantungnya berdetak hebat hingga ia merasakan sakit di dada. Ethan memegangi dadanya yang tak mampu menahan suara detakan dari dalam.“Ma-ma-maafkan saya, Tuan.” Setelah mengucapkan ini, tubuh Eric roboh meskipun tidak pingsan karena tak mampu menahan guncangan yang sangat hebat.Setelah memberikan kesempatan pada Fletcher cs berbicara, Amelia melangkah menghampiri Levon dan memutar tubuhnya kembali. “Apakah kalian tidak malu pada Tuan Leo? Dari awal dia sudah tahu kejahatan
Kota New York, di rumah Rose.Kurang 30 menit lagi, Rose dan yang lainnya masih menyusun strategi untuk menghadapi pria bertopeng. Mereka juga menempatkan anak buahnya di beberapa titik. Ada yang berpura-pura menjadi seorang pelayan, ada juga yang menyamar sebagai orang biasa dan berkeliaran di sekitar rumah.“Kau tenang saja, dia bahkan tidak akan bisa menginjak kaki ke dalam rumahmu. Begitu dia keluar dari mobilnya, aku langsung menembaknya dari atas gedung,” ucap Brandon dengan penuh keyakinan. Ia sendiri mengenakan pakaian badut dan akan menembak pria bertopeng di atas gedung yang cukup tinggi. Letaknya tidak terlalu jauh dan bisa mengarahkan peluru ke sekitar rumah Rose.“Sekarang pergilah ke tempatmu. Waktu semakin mendekat, aku takut pria bertopeng itu datang sebelum waktunya!” titah Rose dengan tatapan serius. Ia ingin rencananya berjalan sempurma, tidak ada kesalahan sedikitpun.“Baiklah,” balas Brandon dengan
Ketika Brandon ingin menarik pelatuknya, ia dikejutkan dengan tiga orang lain yang turun dari mobil, ketiga-tiganya juga memakai topeng. “Hah? Apa-apaan ini? Ada pria bertopeng lainnya yang keluar dari mobil. Mana yang asli?” Brandon mengurungkan niat menarik pelatuk senjata apinya. Ia bingung karena semuanya mengenakan topeng dan dan pakaian serba hitam yang sama, postur tubuhnya juga hampir mirip.Keterkejutan Brandon belum berhenti, banyak mobil lainnya datang menyusul. Dan semua orang yang turun dari mobil itu mengenakan topeng dan pakaian yang sama, meskipun postur tubuhnya berbeda-beda.“Hah sial!” teriak Brandon dengan wajah kesal sambil menggerakkan senjata memukul alas gedung. “Pantas saja Rose terlihat cemas, rupanya pria bertopeng itu memang sangat licik.”“Sekarang mana yang harus aku tembak?” tanya Brandon pada dirinya sendiri sambil mengarahkan senjatanya ke beberapa pria bertopeng