Jam menunjukkan pukul 13:00 siang, semua siswa dan siswi SMA keluar dari kelas masing-masing karena sudah waktunya pulang. Tidak beda dengan Rindu dan kedua sahagatnya, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing karena tak mau membuat keluarga khawatir.
“Rindu, gimana kalau kita berumpul di rumah aku dulu? Kemarin kan kamu gak ikut,” ujar Bintang pada Rindu.
“Gimana ya, Bintang. Soalnya di rumah aku banyak kerjaan, jadi kayaknya gak sempat untuk singgah di rumah kamu,” balas Rindu pada sahabatnya.
“Tumben kamu sibuk, Rindu. Biasanya kan kamu selalu ada waktu buat kita,” timpal Bulan.
Rindu mencoba berpikir keras alasan apa yang harus ia berikan pada kedua sahabatnya itu. sebenarnya gadis cantik itu tidak memilki kesibukan apa pun, akan tetapi ia masih enggan untuk keluar dari rumahnya, Rindu lebih nyaman dengan kesendiriannya.
“Jadi gini, beberapa hari ini ibuku kurang sehat. Jadi aku gak mungkin ninggalin dia,” Rindu mencoba membuat alasan yang logis lagi menarik simpati dari kedua sahabatnya.
“Kok kamu gak bilang kalau tante Linda sakit? Kalau gitu kita ke rumah kamu aja, aku mau nengok gimana keadaan ibumu,” tukas Bintang bersemangat.
Rindu menghela napas panjang, ia tidak menduga jika Bintang akan antusias seperti itu pada keluarganya. Gadis cantik itu tidak bisa menghindar lagi dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulalng ke rumah Rindu.
Tiga gadis cantik itu menggunakan bus yang biasa Rindu tumpangi untuk pulang. Di dalam bus, hampir tidak ada percakapan di antara mereka bertiga. Rindu enggan membuka perbincangan apalagi Bulan yang duduk dekat jendela bus, gadis cantik itu lebih menikmati pemandangan yang ada di jalanan.
Sementara Bintang asyik mendengarkan musik melalui earphone yang ia pasang di telinganya. Hingga mereka sampai di depan gerbang rumah Rindu.
***
Di kediaman Rindu, terlihat seorang wanita yang sedang adu mulut dengan laki-laki yang tengah bersamanya. Suasana tegang dan sedikit kacau menyelimuti ruang tamu rumah itu, Linda sekiat mungkin berusaha mempertahankan apa yang jadi miliknya.
“Kamu harus keluar dari rumah ini, Linda! Aku akan tinggal dengan Lilis di sini,” ujar Jordi pada Linda.
“Aku gak mau, Mas. Seharusnya wanita itu yang kamu usir! Lalu bagaimana nasib anak-anak kita?” sanggah Linda pada Jordi yang masih menyandang status sebagai suaminya.
“Mereka bisa tinggal denganku, aku akan menafkahi mereka selayak mungkin dan membuat mereka bahagia, tidak sepertimu. Mulai saat ini, kamu angkat kaki dari rumah ini!” ucapan Jordi semakin meninggi.
Hanya buliran hangat yang keluar dari kelopak mata Linda, ia tak sanggup menerima perlakuan sang suami yang sangat kejam menurutnya. Akan tetapi ia tidak mungkin pergi dari rumah itu, karena bangunan itu adalah peninggalan orangtuanya dahulu.
“Ibu tidak akan pergi dari sini, kalian yang harus pergi!” ujar Rindu yang baru masuk ke dalam rumah.
Dari luar rumah, Rindu telah mendengar perdebatan antara ibu dan ayahnya. Begitu juga dengan kedua sahabatnya, akan tetapi Bulan dan Bintang hanya diam tanpa komentar apa pun. Mereka yakin, setiap permasalahan pasti ada solusinya.
“Maksud kamu apa, Rindu? Kenapa kami yang harus keluar?” tanya Jordi pada putri bungsunya.
“Memang benar, kalau sudah termakan kotoran dari sampah yang menjijikkan, maka pikiranpun akan kotor dan tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah,” tukas Rindu pada ayahnya.
“Rindu, kamu jangan khawatir, Nak. Kamu dan Rinjani akan tinggal di rumah ini, ayah tidak akan mengusir kalian. Akan tetapi ibumu harus pergi dari sini,” ucap Jordi lembut pada Rindu.
Lilis yang memperhatikan sekeliling ruangan, merasa takjub. Istri baru Jordi itu menginginkan hal lebih dari suaminya, yaitu rumah. Selama ini mereka tinggal di hotel murah, karena tidak memilki tempat tinggal untuk dihuni. Ternyata tidak dapat bertahan lama, uang semakin habis sehingga tidak bisa tinggal di hotel lagi, dan mereka memutuskan untuk mendatangi rumah Linda.
Rindu mendekat pada Lilis yang sedang asyik memperhatikan benda-benda yang ada di dalam rumah itu. Lilis sedikit terkejut melihat Rindu menatap tajam pada dirinya, istri baru Jordi itu menelan salivanya.
“Aku tahu alasan kalian ingin tinggal di sini, karena gak sanggup hidup di jalanan lagi kan? Kasihan banget sih, apalagi kalau kita seorang wanita tentu saja tidak nyaman dengan kemiskinan,” ucap Rindu santai di depan Lilis.
“Maksud kamu apa, Rindu? Kami gak berniat untuk merebut rumah ini, hanya saja kami ingin menumpang sementara di sini,” ujar Lilis pada gadis cantiki itu.
Seketika tamparan mendarat di kiri dan kanan wajah Lilis oleh Rindu. Gadis cantiki itu sudah berhari-hari menahan amarahnya karena permasalahan yang ada dalam keluarganya. Hari ini adalah kesempatan untuk dirinya untuk meluapkan emosi yang selama ini ia tahan.
“Numpang? Gak ada niat untuk rebut rumah ini? Itu adalah nyanyian lama, udah basi! Mending kalian pergi dari rumah ini, karena tidak ada yang berhak atas rumah ini kecuali ibu. Satu lagi, untuk anda tuan Jordi, segera ceraikan ibu saya!” tukas Rindu dengan tegas.
Bintang dan Bulan saling berpandanga, mereka tidak menyangka jika Rindu yang selama ini sopan, baik, dan ceria ternyata memiliki sisi yang menakutkan. Akan tetapi, Bintang dan Bulan merasa bangga kepada sahabatnya karena telah mampu menyelesaikan masalah yang cukup besar dalam keluarganya sendiri.
Mendengar pernyataan putri bungsunya, Jordi tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia menarik tangan Lilis dan keluar dari rumah secara tidak terhormat. Rindu mengalihkan pandangannya, ia tidak menghiraukan kepergian sang ayah, walaupun terasa begitu menyakitkan.
Tanpa aba-aba, tubuh gadis cantik itu jatuh di atas lantai. Tangis Rindu pecah di sana, ia tidak sanggup lagi untuk membendung air matanya agar tidak keluar, karena sebagai seorang wanita yang masih terbilang belia, ia tidak mampu menghadapi hal seperti ini.
Linda segera memeluk Rindu, wanita paruh baya itu juga ikut menangis. Ia sangat terharu dengan perjuangan sang putri atas dirinya. Linda tidak menduga, di balik sikap dingin Rindu padanya tersimpan kasih sayang yang begitu besar.
“Ibu, aku sudah menjadi putri yang durhaka. Aku takut menjadi anak durhaka, Bu,” isak Rindu pada ibunya.
“Kamu anak yang baik, Rindu. Ini semua sudah kehendak yang maha kuasa, Nak. Kita hanya mampu berserah diri pada-Nya, kamu putri ibu yang sangat baik,” balas Linda pada putrinya.
Bintang dan Bulan yang melihat hal itu tak kuasa membendung buliran hangat yang akan keluar drai matanya. Bintang memeluk Bulan dengan erat, seolah ia juga merasakan hal yang sama dengan Rindu. Ia tidak menyangka, Rindu akan merahasiakan masalah sebesar ini pada dirinya dan mampu mengahadapinya seorang diri.
“Udahlah, Bintang. Kita gak usah nangis kayak gini, nanti Rindu malah sedih lagi. Mending kita samperin dia, terus hibur dia,” ujar Bulan sambil menghapus air matanya.
Bulan dan Bintang menghampiri Rindu yang masih berada dalam dekapan Linda. Wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya setelah melihat kehadiran sahabat dari putri bungsunya.
“Nak, Bulan dan Bintang ada di sini. kamu gak mau jumpa sama mereka,” ucap Linda lembut pada Rindu.
Rindu menghapus air mata yang masih membasahi wajahnya, kemudian berdiri dan menunduk di depan kedua sahabatnya. Gadis cantik itu merasa bersalah karena telah berbohong perihal keluarganya, ia sengaja menyembunyikan hal itu.
“Rindu, jangan nunduk gitu dong! Kita nyata ada di sini,” ujar Bintang langsung memeluk tubh sahabatnya itu.
Tangis Rindu pecah di pelukan Bintang begitu pula sebaliknya. Bintang tidak mau berpura-pura tegar di depan sahabatnya, mereka berdua menangis. Bulan mendekat pada kedua sahabatnya, ia juga memeluk tubuh kedua gadis yang masih menikmati tangisannya itu.
“Udahlah, kalian bukan anak kecil lagi yang harus berhenti nangis jika di kasih lollipop,” ujar Bulan pada kedua sahabatnya.
Rindu dan Bintang seketika berhenti menangis, mereka juga merasa tangisannya sudah berlebihan. Linda menuntun tiga gadis cantik itu duduk di sofa, wanita paruh baya itu juga menyuguhkan minuman segar untuk mereka.
“Makasih tante, seharusnya kami yang ambil sendiri,” ucap Bintang sopan pada Linda.
“Nggak apa-apa, kalian udah tante anggap kayak anak sendiri. Jadi jangan sungkan kalau minta apa pun,” balas Linda.
Bintang dan Bulan berabjak dari tempat duduknya, mereka pamit pulang kepada Rindu dan Linda. Kedua sahabat Rindu sudah merasa lega dengan kondisi gadis cantik itu, mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.“Rindu, kita pulang dulu ya! takutnya nanti orangtua aku khawatir lagi,” ucap Bintang lembut pada gadis cantik yang menemani sahabatnya itu keluar rumah.“Iya, Bintang dan Bulan. Makasih ya, kalian udah ada saat aku terpuruk begini,” balas Rindu pada kedua sahabatnya.“Hei, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Kita akan selalu ada buat kamu,” timpal Bulan pada gadis cantik itu.Bulan dan Bintang keluar dari perumahan Rindu. Mereka berdua menuju rumah masing-masing yang tidak jauh dari tempat tinggal Rindu. Sementara itu, Rindu masuk ke dalam rumahnya dan bergegas menuju kamar. Gadis cantik itu merebahkan tubuhnya yang sebenarnya tidak begitu lelah, tetapi batinnya yang sedikit kacau.“Kamu sudah melakukan
Rindu dan kedua sahabatnya pergi ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Sesampainya di dalam toilet, tiga gadis cantik itu mengganti pakaian mereka dan sangat cepat selesai. Rindu menunggu bulan dan Bintang, ia berdiri di depan pintu masuk.“Hai, kamu Rindu kan? Kenalin namaku Dio, jurusan IPS. Kita satu angkatan lho,” ujar lelaki yang bernama Dio pada Rindu.“Terus, memangnya kenapa kalau kita satu angkatan? Kamu mau apa?” tanya Rindu pada Dio.“Aku hanya ingin kenalan sama kamu, Rindu. Memangnya gak boleh ya!” jawab Dio sopan pada gadis cantik itu.“Namaku Rindu, aku kelas dua belas jurusan IPA. Makanan kesukaanku, coklat, mie goreng, ayam goreng, terus hobi rebahan aja. Untuk saat ini aku menutup pintu hati buat lelaki mana saja,” jelas Rindu panjang lebar.Dio melongo melihat tingkah gadis cantik itu padanya, ia tidak menduga masih ada gadis yang seperti itu zaman sekarang. Biasanya para wanita han
Mobil Prasetyo terus melaju, dan setelah satu jam perjalanan mobil berhenti di depan bangunan mewah yang disebut sebagai hotel berbintang lima di kota itu. Prasetyo keluar dari dalam mobil diiringi oleh Linda. Wanita paruh baya itu tidak memikirkan hal apa pun saat ini, ia hanya mengikuti langkah lelaki yang ada jauh di depannya dengan tenang.Linda membiarkan Prasetyo mengurus administrasi terlebih dahulu, ia memilih duduk di kursi tunggu yang ada di sana. Prasetyo menghampiri Linda yang masih memperhatikan lingkungan sekitar, lelaki itu tersenyum tipis melihat tingkah wanita yang ada dihadapannya.“Kamu belum pernah ke sini? kok kayak orang bingung gitu?” tanya Prasetyo pada wanita dua anak itu.“Iya, Mas. Saya belum pernah ke sini sbeelumnya, lagian buat apa saya ke sini,” jawab Linda jujur pada lelaki yang menahan tawanya.Prasetyo meraih tangan lembut Linda dan merangkul pinggul wanita paruh baya itu. Kedua manusia itu masuk k
Rindu masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi tanpa siapa pun. Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa dan memandangi langit-langit rumah itu. Sesekali gadis cantik itu menghembuskan nafasnya dan mencoba menutup mata untuk beristirahat sejenak.Pintu terbuka lebar dengan kedatangan sosok wanita cantik yang tersenyum melihat Rindu yang tengah tertidur. Ia mengamati wajah gadis cantik itu dengan seksama tanpa ada keinginan untuk mengganggunya.Rinjani melangkah ke dapur untuk mempersiapkan sesuatu yang dapat mengganjal perutnya, mahasiswi cantik itu memang sudah biasa dengan hal seperti itu. Tidak lama kemudian, nasi goreng telah siap dihidangkan, aroma makanan tersebut membuat Rindu membuka matanya secara perlahan.Rindu menghampiri Rinjani yang tengah duduk menikmati nasi goreng buatannya, gadis cantik itu ikut duduk dan mengambil bagian untuk dirinya. Rinjani hanya tersenyum tipis melihat tingkah Rindu yang semaunya saja.“Kakak udah lama pulang? kok a
Linda menyuguhkan secangkir teh hangat untuk Tina, meskipun ia ingin segera beristirahat tetapi ia bertahan demi menghormati tamunya yang datang. Wanita paruh baya itu sangat menghoramti setiap tamu yang berkunjung ke rumahnya, akan tetapi ia tidak menerima sembarang orang untuk masuk ke dalam rumah, ia takut bisik-bisik tetangga yang lebih tajam dari pedang.“Besok mbak bekerja lagi ya? aku ikut dong mbak, dari pada nganggur,” ujar Tina pada Linda.“Mas Prasetyo ajak aku ke luar kota sih, Tina. Tapi aku bingung buat alasan apa sama anak-anak aku,” balas Linda pada Tina.“Itu urusan yang sangat mudah banget, Mbak. Pasti mas Prasetyo punya cara tersendiri untuk menyelesaikan hal ini,” Tina meyeruput minumannya yang hampir dingin.Malam pun tiba setelah pagi dan siang berkelanana di bumi manusia. Rindu bangkit dari sofa dan membawa buku bacaannya menuju kamar, gadis cantik itu tidak kuat menahan kantuk akibat dari kegiata
Rindu masuk ke dalam lingkungan sekolah dengan ekspresi datar. Gadis cantik itu tidak terlalu ramah pada siswa dan siswi lainnya, ia memilih untuk mencari keberadaan Bulan dan Bintang. Langkahnya terhenti oleh seseorang yang ada di hadapannya saat ini dan tersenyum manis pada gadis cantik itu.“Pagi, Rindu! Apa kabarmu? Apa tidurmu nyeyak?” tanya orang itu yang tak lain adalah Deren, guru muda di sekolah itu.“Apa urusanmu dengan tidurku? Minggir! kehadiranmu membuat hariku tambah buruk,” ketus Rindu pada Deren.“Bisa gak sih, kalau kamu sopan dikit sama orang yang lebih tua. Kamu harus sadar posisi kamu, Rindu,” balas Deren tidak terima dengan sikap Rindu padanya.“Seharusnya kata itu untuk diri kamu, bukan untuk aku. Kamu juga harus tahu batasanmu sebagai seorang guru terhadap murid,” Rindu melewati Deren yang masih berdiri di tempat.Deren mengusap rambutnya dengan kasar, ia merasa sedikit kesal de
Prasetyo dan dua wanita yang tengah bersamanya masuk ke dalam taxi yang tersedia di luar bandara. Di dalam taxi, tidak ada percakapan khusus antara mereka bertiga. Linda memilih diam, ia juga bingung harus membahas apa, begitu juga dengan Prasetyo, ia merasa terhalang oleh kehadiran Tina antara mereka.“Mbak, kenapa dari tadi diam aja? apa kalian malu dengan keberadaanku di sini?” tanya Tina pada Linda dan Prasetyo.“Tidak, Tina. Aku hanya tidak tahu harus bahas apa dengan mas Prasetyo, makanya aku diam aja,” jawab Linda sopan.“Berhenti di sini, Pak. Kami sampai sini saja,” ujar Prasetyo pada supir taxi.Taxi berhenti di depan sebuah mobil yang parkir di tepi jalan raya. Prasetyo keluar dari taxi setelah membayar biaya tumpangannya dan dua wanita yang ia bawa. Lelaki itu membawa beberapa barang dan meletakkannya di dekat mobil yang parkir di sana.“Mas, ini mobil siapa? Kamu sembarang letakin barang aja, k
“Mas, ouh … ah … ah masukkan juniormu pada sangkarku. Aku mohon!” Tina memelas pada Jaya.Jaya yang sudah puas bermain di sana dengan mulutnya, kemudian mengeluarkan senjata pamungkasnya dan langsung memasukkan ke dalam sarang Tina. Wanita itu tidak berhenti mendesah, ia kesakitan sekaligus merasakan kenikmatan. Jaya terus saja bermain di sana dengan lembut, karena ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada Tina.“Sayang, punyamu sangat sempit. Rasanya kamu masih gadis ting-ting,” puji Jaya pada Tina.“Aku selalu menjaga dan merawatnya, Mas. Agar dapat kamu nikmati,” balas Tina pada lelaki yang sedang berada di atas tubuhnya.Kedua manusia itu saling berpelukan setelah satu jam lebih melakukan kegiatan panas. Jaya segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu di susul oleh Tina setelah lelaki itu selesai melakukan ritual mandi.Dua pasang manusi itu sama-sama keluar dari kamar dan menuju
Rindu dan kedua sahabatnya mengikuti pelajaran dengan baik. Mereka juga terlihat aktif di dalam kelas, sehingga guru senang masuk di dalam kelas itu. Waktu terus saja berjalan sehingga masa sekolah hari ini selesai. Rindu dan kedua sahabatnya keluar dari sekolah, mereka berdiri di depan bangunan itu untuk menunggu bus yang akan mengantar mereka pada rumah masing-masing.“Aku pulang sama kalian aja ya! soalnya mama aku ada halangan,” ujar Bintang pada Rindu dan Bulan.“Boleh, asal jangan ngeluh aja dengan suasana dalam bus. Kadang sempit, bising, dan segala macamlah,” balas Bulan pada sahabatnya.“Udah biasa kali! Hal itu gak masalah bagiku, yang penting aku hadapinnya sama kalian,” Bintang tersenyum manis pada kedua sahabatnya.Tiga gadis cantik itu tidak butuh waktu lama untuk menunggu bus. Rindu dan kedua sahabatnya masuk ke dalam bus dan duduk berdekatan. Mereka asyik memandangi beberapa pasangan muda yang saling ber
Linda masih asyik dengan permainan yang ia buat sendiri, sehingga membuat Prasetyo kewalahan dan menginginkan hal lebih. Akan tetapi, ia tidak mungkin melanjutkan hal itu karena mereka akan pulang ke rumah masing-masing.Wanita paruh baya itu menyelesaikan kegiatannya lebih kurang setengah jam. Ia tersenyum manis pada Prasetyo yang terlihat lesu karena baru saja mengeluarkan sesuatu yang membuat dirinya lega. Lelaki itu menciun kening Linda dengan penuh kasih sayang, seolah ia tidak ingin kehilangan wanita yang sudah beberapa hari masuk ke dalam hidupnya.“Sayang, apa kamu mau menikah denganku?” tanya Prasetyo setelah melepas kecupannya.“Itu gak mungkin, Mas. Kamu sudah punya keluarga dan aku tidak ingin menjadi nenalu dalam keluargamu,” tolak Linda secara halus.“Tapi aku gak bahagia hidup sama dia, Sayang. Aku ingin bahagia bersamamu,” ujar Prasetyo memohon pada Linda.Prasetyo memeluk wanita itu dan menyandar
Bulan selesai membersihkan dirinya dan menatap sendu pada Rindu serta Bintang. Gadis itu masih diam dan enggan untuk membuka mulutnya, sebagai seorang sahabat Rindu dan Bintang juga tidak terlalu ingin tahu apa yang terjadi pada Bulan, biarlah gadis itu yang mengatakannya.“Ayo pergi dari sini! kita mungkin akan dapat hukuman jika terlalu lama meninggalkan kelas,” ajak Rindu pada kedua sahabatnya.Tiga gadis cantik itu keluar dari toilet menuju kelasnya. Di dalam kelas, telah berdiri seorang guru muda dan guru wanita tengah berbincang serius mengenai permasalahan yang Bulan alami. Rindu memutar malas matanya, ia sangat tidak suka jika kejadian ini diperpanjang.“Kalian bertiga! Ikut saya ke kantor, ada sesuatu yang harus kita bahas,” ucap Deren pada Rindu dan kedua sahabatnya.Rindu dan kedua sahabatnya hanya menunduk dan mengikuti langkah Deren menuju kantor guru. Rindu masuk pertama kali dan duduk dengan baik di atas sofa yang te
“Sayang, ayo kita tidur! Karena besok kita akan pulang,” ajak Prasetyo pada Linda.Wanita paruh baya itu beranjak dari tempat duduknya dan menggandeng tangan Prasetyo dengan mesra. Linda bergelayut manja pada lelaki itu seperti istri sah dari pemilik perusahaan terbesar seasia.“Apa yang harus kita lakukan, Tina? Apakah kita juga akan tidur?” tanya Jaya pada Tina.“Aku sih terserah kamu aja, Mas. Kalau mau tidur juga gak apa-apa,” jawab Tina tanpa masalah.Jaya dan Tina melangkah menuju kamarnya, mereka berdua masuk ke dalam kamar yang terlihat begitu luas dan sangat nyaman di sana. Tina merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dan disusul oleh Jaya. Mereka tidak melakukan apa pun kecuai hanya saling berpelukan.Di kamar sebelah, Prasetyo dan Linda juga tidak melakukan apa pun, kecuali sekedar pelukan hangat yang sama-sama mereka berikan sebagai bentuk kasih sayang satu sama lain. Linda terus saja menatap lel
“Kalian tidak perlu heran dengan sikapku saat ini, cukup simpan saja sebagai pertanyaan selamanya,” ujar Rinjani pada sahabat Rindu.“Gimana kami gak heran, Kak. Seorang Rinjani yangterkenal dingin dan sekarang dapat tersenyum manis seperti itu,” balas Bintang pada mahasiswi cantik itu.Rindu menepuk jidatnya, gadis cantik itu khawatir jika Rinjani akan marah dengan kalimat yang diucapkan Bintang. Akan tetapi, mahasiswi cantik itu tidak berbuat apa pun dan ia memilih untuk duduk dengan tenang sembari menikmati cemilan yang terletak di atas meja.“Baiklah, aku akan memaafkan kamu hari ini, Bintang. Aku tidak ingin merusak kebahagiaanku saat ini,” ucap Rinjani pada Bintang.Tiga gadis cantik itu saling beradu pandang, mereka benar-benar dibuat kebingungan oleh Rinjani. Berbeda dengan mahasiswi cantik itu, ia tidak perduli dengan pemikiran Rindu dan kedua sahabat sang adik. Kebahagiaan yang ia dapatkan hari ini tidak ingin
Di kampus, Rinjani tengah serius mendengarkan penjelasan dosen yang sedang menjabarkan materi panjang lebar dalam ruangan itu. Sehingga tak jarang mahasiswi cantik itu menguap karena mengantuk mendengarkan penjelasan dosen yang tidak memilki rasa bosan.Tidak lama kemudian, bel berbunyi pertanda perkuliahan telah berakhir. Rinjani mengemas segala peralatannya dan memasukkan ke dalam tas lalu beranjak keluar dari kelas. Mahasiswi cantik itu langsung menuju keluar kampus dan memutuskan untuk pulang.“Rinjani, tunggu aku dulu! Kamu jalannya cepat banget sih,” teriak seorang wanita pada Rinjani.Mahasiswi cantik itu berhenti dan berbalik melihat siapa yang memanggil dirinya. Rinjani mengerutkan keningnya, ia tidak mengenal siapa wanita yang terlihat sok akrab padanya. wanita itu berhenti di depan Rinjani dengan nafas yang masih terdengar ngos-ngosan.“Maaf, kamu siapa ya? kenapa bisa tahu nama aku?” tanya Rinjani pada wanita itu.
Jam menunjukkan pukul 13:00. Saatnya Rindu dan lainnya pulang sekolah setelah menerima pelajaran dari guru mereka. Rindu dan kedua sahabatnya keluar dari kelas dengan langkah beriringan, tiga gadis cantik itu berhenti di depan gerbang untuk menunggu kendaraan yang dapat mengantar mereka pada tempat pusat perbelanjaan.“Hai, nona cantik! Kalian mau ke mana? boleh gak kalau aku ikut?” tanya Devan pada Rindu dan kedua sahabatnya.“Maaf, banget ya! ini khusus kami bertiga aja, dan tidak menerima orang lain,” jawab Bintang pada lelaki itu.“Kalau begitu baiklah, mungkin lain kali aja aku bergabung sama kalian,” Devan pergi dari tempat para gadis itu.Rindu menghentikan sebuah taxi yang berjalan di depan sekolah mereka. Tiga gadis cantik itu masuk ke dalam taxi dan meluncur menuju tempat yang telah mereka ketahui sebelumnya. Satu jam kemudian, Rindu dan kedua sahabatnya keluar dari taxi, lalu masuk ke pusat perbelanjaan.
“Mas, ouh … ah … ah masukkan juniormu pada sangkarku. Aku mohon!” Tina memelas pada Jaya.Jaya yang sudah puas bermain di sana dengan mulutnya, kemudian mengeluarkan senjata pamungkasnya dan langsung memasukkan ke dalam sarang Tina. Wanita itu tidak berhenti mendesah, ia kesakitan sekaligus merasakan kenikmatan. Jaya terus saja bermain di sana dengan lembut, karena ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada Tina.“Sayang, punyamu sangat sempit. Rasanya kamu masih gadis ting-ting,” puji Jaya pada Tina.“Aku selalu menjaga dan merawatnya, Mas. Agar dapat kamu nikmati,” balas Tina pada lelaki yang sedang berada di atas tubuhnya.Kedua manusia itu saling berpelukan setelah satu jam lebih melakukan kegiatan panas. Jaya segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu di susul oleh Tina setelah lelaki itu selesai melakukan ritual mandi.Dua pasang manusi itu sama-sama keluar dari kamar dan menuju
Prasetyo dan dua wanita yang tengah bersamanya masuk ke dalam taxi yang tersedia di luar bandara. Di dalam taxi, tidak ada percakapan khusus antara mereka bertiga. Linda memilih diam, ia juga bingung harus membahas apa, begitu juga dengan Prasetyo, ia merasa terhalang oleh kehadiran Tina antara mereka.“Mbak, kenapa dari tadi diam aja? apa kalian malu dengan keberadaanku di sini?” tanya Tina pada Linda dan Prasetyo.“Tidak, Tina. Aku hanya tidak tahu harus bahas apa dengan mas Prasetyo, makanya aku diam aja,” jawab Linda sopan.“Berhenti di sini, Pak. Kami sampai sini saja,” ujar Prasetyo pada supir taxi.Taxi berhenti di depan sebuah mobil yang parkir di tepi jalan raya. Prasetyo keluar dari taxi setelah membayar biaya tumpangannya dan dua wanita yang ia bawa. Lelaki itu membawa beberapa barang dan meletakkannya di dekat mobil yang parkir di sana.“Mas, ini mobil siapa? Kamu sembarang letakin barang aja, k