Beranda / Urban / Sang Pengaman / Nasib Perkuliahanku

Share

Sang Pengaman
Sang Pengaman
Penulis: Wasji

Nasib Perkuliahanku

"Gosooong!"

"Kebakaran!"

Duaaar!

Sebuah teriakan tiba-tiba terdengar seakan mengguncang seluruh perkampungan.

Sehingga pada akhirnya, nampaklah para penghuni kontrakan mulai berlarian membawa ember, kemudian mereka menyiramkan air ke arah api yang berasal dari ledakan kompor sumbu.

Namun kepanikan yang saat ini tengah terjadi, seakan tidak berlaku untuk seorang lelaki yang sudah menjadi senior di tempat itu. Lelaki itu bernama Ato, si pria berparas tampan yang saat ini sedang tertidur.

Tidurnya itu seolah-olah hanya sandiwara saja, mungkin ia tidak ingin mengetahui sesuatu yang saat ini sedang terjadi di luar kamar Kontrakannya.

Ato merupakan Mahasiswa Fakultas Ekonomi pada salah satu perguruan tinggi ternama, daerah Kota Bandung.

Kedatangannya dari Brebes, tidak lain hanyalah untuk menjemput sebuah mimpi besar kedua orang tuanya, yaitu menjadi orang yang bergelar sarjana.

Ato merupakan anak bungsu dan berasal dari salah satu keluarga terpandang di daerahnya.

Keluarga Ato, adalah pemilik perusahaan yang bergerak pada bidang penjualan telor asin, selain itu mereka juga memiliki usaha sembako, pertanian, dan perikanan.

Terlepas dari latar belakang Ato, kehidupannya di perkotaan seakan telah melupakan berbagai kebiasaan di perkampungannya, bagaikan kacang yang lupa kulitnya. Ato sudah empat tahun belum mengunjungi tempat kelahirannya itu.

Di saat suasana luar Kontrakan bertambah ricuh. 

Untuk menjawab rasa penasarannya, Ato hendak memastikannya. Apa yang tengah terjadi?

Akhirnya lelaki itu, mengintip dari balik jendela agar dapat melihat situasi di luar kamarnya.

"Hmmp, berisik sekali mereka!" ucap Ato, seakan kesal dengan keramayan orang-orang di sekitaran Kontrakannya itu.

Setelah api dari Dapur Umum mulai bisa teratasi, akhirnya semua orang langsung di kumpulkan oleh Ibu Asih, Ibu Asih merupakan sang pemilik sekaligus menjabat sebagai sesepuh di tempat itu.

"Siapa diantara kalian yang lupa mematikan kompor?" tanya Ibu Asih, dengan tatapan yang sangat tajam lalu mengedarkan bola matanya dengan perlahan menatap semua orang yang ada di hadapannya, dirinya seakan terasuki oleh lelembutan atau arwah penasaran.

Ternyata, bukan hanya kali ini saja Ibu Asih mendapatkan musibah buatan yang berupa kebakaran lokal itu, tapi ia pernah mendapati hal yang sama pada bulan lalu.

Sebenarnya, Bu Asih sudah mengetahui siapakah pelaku dari peristiwa yang selalu menggegerkan tempatnya itu, karena ia sering mendapatkan informasi dari para mahasiswa lain yang mengontrak ditempatnya.

Hanya saja, Bu Asih belum pernah melihat sang pelaku dengan mata kepalanya sendiri.

Di saat yang lain sedang berkumpul, tiba-tiba terdengar suara daun pintu yang bergerak, ternyata suara itu berasal dari tempat Ato.

Senyuman dan lesung pipi, langsung Ato sodorkan untuk orang-orang yang tengah menatapnya.

"Waduh! rame sekali nih, ada apa yah?" ucap Ato dengan mimik wajah tanpa dosa. Hanya kepala saja yang Ato keluarkan dari balik pintu kamarnya, sedangkan bagian tubuh lainnya masih tertinggal di belakang pintu.

Karena tidak ada yang menjawab pertanyaan Ato. Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk berjalan menghampiri orang-orang yang sedang berkerumun.

"Oh, lagi pada ngerumpi yah! youwis kalau gitu, saya permisi dulu! udah kesiangan nih, mau ke kampus, bye!"

Setelah melihat tatapan sinis dari semua penghuni Kontrakan, Ato langsung pergi dan menghilang dari pandangan. Mungkin dia bergerak cepat karena merasa salah tingkah.

'Lagian salah sendiri masih pake kompor sumbu, kenapa gak pake gas aja. Haha, maafkan aku ibu tua, anggap saja itu prostes dari konsumenmu!' batin Ato menggerutu, sambil berjalan dengan cepat.

Kejadian serupa memang sering terjadi di Kontrakan tempat Ato menyewa.

Dan semua itu tidak lain adalah karena ulahnya, Ato mempunyai sifat yang agak menggemaskan kepalan tangan. Dia sering buat kegaduhan di tempat Kontrakannya.

Selain kebakaran di dapur, terkadang Ato menghasilkan sebuah karya berupa bau yang begitu menyengat, bau itu berasal dari setrikaan yang menempel terlalu lama pada kain lap miliknya.

Memang kurang kerjaan si Ato! kain lap aja disetrika, apalagi bajunya!

Namun anehnya! pakaian Ato tak ada yang disetrika, karena Ato suka memakai jasa pencuci baju untuk membersihkan dan merapihkan pakaiannya.

Kemudian, beberapa masalah harian  lain juga seakan sudah jadi kebiasaan lelaki itu. Ato sering mandi dalam waktu yang cukup lama, mungkin keadaan fasilitas di lingkungan Kontrakan juga, yang menyebabkan gaya mandi Ato jadi bermasalah.

Sebab, Kontrakan yang di huni oleh dua puluh orang Mahasiswa dan tiga orang pedagang itu, hanya memiliki jamban dua saja. 

Gak kebayang tuh! bagaimana berbarisnya para penghuni Kontrakan? terutama saat hendak berangkat kuliah atau memulai aktivitasnya.

Mungkin pemandangan seperti antrian di Bank saat pencairan bantuan, akan tampak terlihat disana! dan pemandangan itu seakan sudah jadi hal yang lazim mewarnai situasi kehidupan di tempat Bu Asih.

"Woi ... ini tempat umum, bukan rumah pribadi!" 

"Dasar tak tahu diri, se-enaknya aja! memangnya ini tempat nenek moyang lu!" 

Begitulah cibiran yang sering terdengar, ketika Ato melakukan aksinya. Tapi pria itu, seakan tidak pernah mempedulikan semua perkataan yang mengkritik sikapnya.

Mungkin Ato telah memasang benteng baja pada urat malunya, sehingga ia terlihat biasa saja, tanpa merasa terbebani atau bersalah sedikit pun.

Namun keadaan menjadi berubah tiga ratus derajat dari sebelumnya. Perbedaan itu, terlihat saat Ato di Kontrakan dan saat Ato berada di Kampus.

Jika di Kontrakannya Ato kurang dihargai. Maka, lain halnya dengan Ato yang sangat berharga ketika ia berada di Kampusnya.

Pria berwajah sangar plus imut itu, seakan mempunyai sihir pemikat pada bagian matanya, bagi teman wanitanya Ato dinilai sebagai pria yang mempunyai tatapan setajam elang.

Setiap pandangan perempuan yang beradu dengan mata Ato, seakan hanyut dalam fantasi yang begitu liar.

Apalagi, di kala Ato berjalan sambil menggendong tas ransel. Dengan gaya khas Ato yang suka menggendong salah satu ikat talinya, dan membiarkan satu tali lagi terbengkalai. Jika gerakannya di slow motionkan, maka akan nampak pria gagah dengan paras tampan.

Keadaan fisiknya yang tegak dan dihiasi oleh dada yang membusung, menjadikan Ato bagaikan Dewa Laut Nethuns yang sedang berpose.

Setiap gerak-gerik Ato, sering menjadi perhatian para Mahasiswi yang telah mengenalnya, bahkan tak jarang wanita yang baru bertemu dengannya, disulap menjadi terkaku dan tak berdaya. pandangannya seakan dipaksa untuk berpusat pada wajah Ato.

Salah satu korban ketampanan Ato adalah Rena, ia merupakan ketua Geng yang beranggotakan kaum perempuan.

Geng itu di beri nama Briksmar.

Nama tersebut merupakan pemberian langsung dari Ato, kemudian di terima dengan baik oleh Rena dan komplotannya. 'Briksmar' adalah kepanjangan dari Ngabring Kesana Kemari. Dalam bahasa daerah 'ngabring' mempunyai arti beberapa orang yang sedang berjalan dengan secara bersamaan.

Ternyata setelah bertahun-tahun Kuliah. Bahasa sehari-hari Ato sudah bercampur aduk dengan bahasa asli di tempat Kampusnya berada.

Tujuh tahun? 

Itukan waktu yang lumayan lama!

Memang itu bukan hal aneh untuk pelajar Mahasiswa, Jika ia adalah pelajar di tingkat Pasca Sarjana atau Tier-3.

Namun bukan hal yang lumrah untuk Mahasiswa yang sedang menyelesaikan studinya di tingkat Strata-1, yang umumnya akan selesai setelah empat tahun masa perkuliahan.

Entahlah, bagi Ato hal itu seakan tidak menjadi beban dan pertimbangan. Yang dia pikirkan hanyalah uang mengalir dari kedua orang tuanya. 

Berbagai teguran, telah Ato dapatkan dari para pemangku kebijakan di Kampusnya, tapi pria itu seakan berdarah dingin, ia tetap berkeliaran di sekitaran Kampusnya, sehingga pada akhirnya surat Drop Out di dapati Ato tanpa toleransi sedikitpun.

***

"Bro, ngopi yuk! dari pada diam di sini, nunggu apa sih?" sapa Keni, yang melihat Ato sedang jongkok di trotoar.

"Eh kamu Ken, ngagetin aja! kirain siapa ...."

"Heh, tumben mukanya kaya Ayam tetelo! kenapa Loh?" seloroh Keni dengan senyum khasnya ala Simpanse.

"Gak ada apa-apa Kok! cuma, gini Ken ...."

"Stop! entar aja deh, ceritanya ...." sela Keni yang memotong pembicaraan dan membiarkan mulut Ato tetap ternganga.

"Mendingan kita ke Kostan dulu yuk! biar enak ngobrolnya, disana!" lanjut Keni.

"Hmmmp!" lalu Ato menggeram sembari menutup mulutnya. Kepala Ato bergerak mengangguk beberapa kali, sebagai isyarat bahwa Ato menyetujui ajakan Keni.

Ato pun, akhirnya bergegas menuju Kostan Keni, yang memang berada tak jauh dari Kampusnya.

Setelah beberapa waktu di habiskan dengan berjalan kaki, mereka pun tiba ditujuan. Warna dinding abu-abu, seakan menghiasi kostan tempat Keni menyewa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status