Lintang ternyata bukan bermaksud menyangkal, tapi dia sangat penasaran mengapa organisasi Campaka Raga tidak berkembang, bahkan Nyi Jayanti mengatakan bahwa anggota mereka sangat sedikit padahal Padepokan Campaka Raga sudah berdiri sejak lama bahkan lebih dari ratusan tahun.Pikiran Lintang tidak bisa memahami itu karena seharusnya, organisasi Campaka Raga sudah memiliki ribuan pendekar hebat yang tersebar di seluruh nagari.Bahkan kemungkinan sudah memiliki berbagai cabang di setiap wilayah. Namun mengapa bisa seperti itu? Ke mana murid-murid senior terdahulu? Bukankah seharunya Campaka Raga telah memiliki puluhan ribu murid senior? Dan mengapa ketua padepokan hanya 8 orang? Sementara gurunya hanya berjumlah 33 saja?Lintang baru sadar akan semua pertanyaan itu, membuat dia bingung akan apa yang terjadi pada padepokan di masa lalu.“Sudah kuduga kau akan menanyakannya, bocah. Sial!” sesepuh Wirusanala menarik napas berat.Sementara ketua lain serentak menggeleng tidak menyangka Linta
Sejarah pahit Padepokan Campaka Raga menjadi semangat baru bagi Lintang untuk segera menjadi lebih kuat.Tapi dibalik itu dia juga harus menyusun rencana agar Padepokan bisa tumbuh menjadi lebih besar untuk menjaga kemungkinan terburuk di masa depan.Sehingga pada pertemuan tertutup tempo hari, Lintang mengusulkan agar pihak padepokan turut melibatkan para murid inti.Usulan tersebut sempat mendapat penolakan dari beberapa ketua, bahkan oleh sesepuh Wirusanala sendiri.Namun Lintang berhasil meyakinkan mereka dengan mengatakan bahwa keterlibatan murid inti tidak hanya akan membuat mereka lebih dewasa, tapi juga akan membentuk mereka menjadi lebih kuat.Pengalaman bertarung menghadapi situasi sulit di dunia luar akan menempa jiwa para murid menjadi lebih tangguh. Dengan begitu, mereka akan bisa berkembang jauh lebih cepat dari pada hanya berlatih di Padepokan.Namun hal itu juga tentu penuh dengan resiko karena membiarkan pandekar pemula turun gunung sebelum waktunya sama saja dengan m
Rombongan bangsawan yang dikawal oleh Balada kini telah memasuki batas kerajaan.Selain oleh kelompok Balada, rombongan itu juga dikawal oleh 50 pendekar hebat.Balada tidak tahu entah mengapa seorang bangsawan harus dikawal seketat itu padahal dia hanya akan menghadiri pesta pernikahan.Selama diperjalanan, Balada tidak pernah berkomukasi dengan sang bangsawan selain dengan ketua pengawal mereka yang merupakan seorang pendekar sepuh.Untuk sementara, perjalanan mereka cukup tenang tanpa hambatan. Meski memang pernah dihadang oleh sekelompok penyamun, tapi para pendekar penjaga berhasil mengatasinya dengan sangat mudah.Setelah menginap satu malam di pinggir hutan, rombongan bangsawan itu pun kembali melanjutkan perjalanan.Rombongan bangsawan membawa dua kereta kuda, satu kereta di tempati oleh sang bangsawan. Sedangkan kereta lain digunakan untuk membawa barang hantaran.Batas antara dua kerajaan dipisahkan oleh sebuah aliran sungai besar yang cukup deras. Namun sungai itu bukan ba
Lintang berjalan seorang diri melewati pekatnya hutan menuju jembatan penghubung yang akan membawanya keluar dari wilayah kerajaan Suralaksa.Tapi jauh sebelum sampai pada jembatan yang dimaksud, telinga pemuda itu tiba-tiba mendengar suara pertarungan.“Dari arah barat? Bukankah itu jalur jalanan besar? Mungkinkah kak Balada?” gumam Lintang.Karena khawatir terhadap keselamatan kakaknya, Lintang segera membuka 2 gerbang energi tenaga dalamnya, membuat di kaki Lintang seketika muncul riak cahaya transparan.“Kilat putih!” seru Lintang.Wush!Tubuhnya tiba-tiba melesat sangat cepat membuat sosok pemuda itu tampak seperti menghilang.Slep! Tap!Lintang muncul tepat di depan sebuah kereta mewah, sementara tidak jauh dari kereta tersebut terdapat seorang pria tua yang sedang dikepung puluhan pendekar.“Kereta bangsawan, benar! Ini rombongan kakakku,” Lintang mulai mengepalkan tangan.Setelah itu, dia langsung melesat menggunakan langkah kilat, menusuk satu persatu jantung para pendekar ya
Di sisi Kelompok Badala Sendiri, mereka segera pergi mengejar kereta bangsawan sesaat setelah para anggotanya memulihkan diri.Dengan kemampuan ilmu meringankan tubuh yang mempuni, kelompok Balada pun akhirnya bisa mengejar kereta.“Lihat di sana ketua!” seru Wirusa amat senang.“Benar! Itu kereta bangsawan kita,” ujar Balangbang berbinar.Balangbang senang karena misinya tidak jadi gagal, di mana jika gagal, maka leher mereka akan dipenggal oleh pihak kerajaan.Melihat kereta yang dikejarnya berada di bawah tebing sedang menyusuri jalanan besar, Balada pun lantas melesat lebih dulu.Wush! Tap!Dia mendarat di atas atap kereta, memastikan ke dalam jendela bahwa bangsawan yang dijaganya masih ada.Dan benar saja, bangsawan itu masih ada di dalam kereta. Namun mata Balada tiba-tiba terbelalak lebar.Balada sungguh terkejut karena bangsawan yang dirinya jaga selama ini ternyata seorang gadis muda.Tidak hanya muda, tapi gadis itu juga memiliki paras yang sangat jelita, wajahnya begitu me
Sekitar 2 jam kelompok Balada beristirahat, mereka melakukan semedi memulihkan energi.Selama beristirahat, pikiran Balada selalu terganggu oleh sosok gadis asing di dalam kereta.Bukan terganggu karena kagum atau menyimpan perasaan terhadapnya, tapi lebih kepada penasaran akan siapa dia sebenarnya.Sejak awal Balada memang sempat curiga karena bangsawan yang dirinya jaga tidak pernah menunjukan diri.Segala keperluannya kerap disediakan oleh Ki Larang, dia selalu memerintahkan semua penjaga agar menjauh ketika dirinya ingin keluar.Mandi, buang air, atau semacamnya selalu dilakukan di saat malam membuat Balada dan semua anggota kelompok Campaka Raga tidak pernah bisa melihat sosoknya.Tidak disangka ternyata dia merupakan seorang gadis yang masih muda. Tapi mengapa? Balada sungguh tidak bisa menemukan jawaban.“Ketua, apakah bangsawan itu sungguh tidak boleh kita temui?” Balangbang kembali bertanya penasaran karena selama 2 jam, dia tidak pernah mendengar apa pun dari dalam kereta.“
Siapa sangaka, sosok gadis bangawasa yang berada di dalam kereta ternyata mirip sekali dengan Kelenting Sari, wanita cantik yang telah menjadi istri Lintang di kehidupan masa lalunya.Hal itu tentu membuat jiwa rapuh Lintang bergunjang, hatinya berdebar tidak kuasa menahan kerinduan, tubuh LIntang bergetar menitikan air mata kesedihan.Dunia seakan menciut menjadi kecil, pandangan meremang menjadi kosong dipenuhi kegepan sebelum pada akhirnya, Lintang terkulai tidak sadarkan diri.“Ku-kusha!” Balada berteriak panik, dia segera melesat meraih tubuh Lintang, menyangganya agar Lintang tidak menghantam tanah.Balangbang, Wiruna, Jaka, Bagas, dan para gadis mengaga tidak habis pikir.Sementara Nindhi jatuh berlutut tidak kuasa menahan kesedihan, dia ingin sekali membunuh si gadis bangsawan untuk membalaskan perbuatannya kepada Lintang.Namun Nindhi sadar, Balada pasti tidak akan mengijinkannya membuat gadis itu hanya bisa menitikan air mata memendam amarah.Ki Larang di depan Balada meleba
Setelah semalaman penuh terbaring lemas, Lintang akhirnya kembali membuka mata tepat ketika mentari akan terbit di ufuk timur. Hal itu membuat Nindhi dan Balada sangat senang. Mereka telah menyiapkan banyak daging rusa bakar untuk menghibur Lintang. Tapi Lintang tidak mau menyentuhnya, sikap pemuda itu entah mengapa tiba-tiba berubah murung membuat Balada dan Nindhi kembali menjadi bersedih. Wajah putri Widuri sungguh bencana bagi Lintang, kedahirannya akan terus mengingatkan dia pada rasa sakit yang selama ini berusaha dirinya pendam. “Kakak barangkatlah lebih dulu, tidak jauh dari sini kakak akan tiba di kota raja kerajaan Sangga,” tutur Lintang sembari memberikan secarik kulit lusuh yang berisi peta. Itu adalah peta menuju kerajaan Manggala yang sempat diberikan sesepuh Wirusanala sesaat sebelum dia berangkat. “Ambil jalan ke arah tenggara untuk menghindari wilayah rawan, karena di daerah timur terdapat sarang bandit yang sangat berbahaya,” sambung Lintang. “Kau sendiri mau
Namun Lintang lupa belum membayar makanan sehingga terpaksa harus kembali lagi.Dan ketika semua itu selesai, Lintang segera melesat lagi mengejar aura yang tadi sempat terasa. Tapi naas, Lintang kehilangan jejaknya, membuat dia mengumpat panjang pendek memaki rombongan Raden Dahlan, menyalahkan mereka karena telah membuang waktunya.“Sial!” umpatnya.“Garuda merajai langit!” seru Lintang melesat jauh ke cakrawala.“Ke mana dia? Aku sangat yakin dia tadi berada di kota ini,” Lintang mengedarkan pandangan berusaha kembali mencari.Waktu saat itu memang sudah mulai gelap membuat pandangan Lintang menjadi semakin terbatas.Tapi beberapa saat kemudian, telinganya mendengar suara dentingan senjata. “Pertarungan?” Lintang mengerutkan kening.Dia segera berbalik menyipitkan mata memandang ke arah batas kota.“Benar! Ini suara pertarungan, suaranya berasal dari hutan pinggiran kota,” gumam Lintang berbicara sendiri.“Hahaha, aku yakin itu pasti dia,” Lintang tertawa sebelum kemudian melesat
Lintang bersama teman-temannya tidak peduli akan kedatangan kelompok putra sang Adipati.Mereka tetap menyantap hidangan dengan sangat lahap sembari sesekali tertawa menertawakan Lintang.Padahal para pelayan dan pemilik rumah makan sudah sedari tadi gemetaran. Wajah mereka pucat ketakutan tapi tidak mampu melakukan apa-apa.“Hey, Jumu. Cepat bawakan kami makanan enak atau rumah makan ini akan kuratakan dengan tanah!” seru seorang pria muda berpakaian mewah.Dia memiliki tubuh tinggi tegap dengan wajah cukup tampan berusia sekitar 28 tahun.Pada bahunya terdapat sebuah kelat gelang dari emas menandakan bahwa dirinya seorang bangsawan.Namun perangai pemuda itu sungguh buruk, dia memperlakukan orang lain layaknya budak belian yang dapat dirinya perintah sesuka hati.“Ba-baik den,” Ki Jumu sang pemilik rumah makan terbata. Dia segera meminta 4 pelayannya untuk membawakan apa yang diminta putra sang adipati agar tidak menimbulkan masalah.“Duduk, di mana kita ketua?” tanya salah satu be
Ratusan nyawa pendekar berpakaian hitam melayang di tangan kelompok Balada. Hal itu tentu mengejutkan pemimpin mereka. Dia tidak mengira misi perburuannya akan berakhir dengan pembantaian.Begitu pula dengan 30 pendekar kuat yang dibawa sang pemimpin. Mereka sangat geram terhadap pemuda bertubuh biru di pihak musuh.“Ini pasti perbuatan pemuda itu, sial! Tubuhku sangat gatal sekali,” umpat salah satu dari ke 30 pendekar kuat.Tangannya terus menggaruk kesana-kemari membuat hampir seluruh tubuh pendekar itu menjadi lecet memerah.Bahkan sebagian wajah pendekar lain sampai ada yang telah mengucurkan darah akibat cakaran tangannya sendiri.Beruntung ke 30 pendekar itu memiliki tenaga dalam yang mempuni membuat mereka bisa sedikit menahan rasa gatal menggunakan energi.Kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk menghindar menjauhi tempat pembantaian agar dapat memulihkan diri.Tapi rasa gatal dari racun ulat bulu milik Lintang tetap saja menyiksa.Meski sudah ditahan menggunakan banyak
Malam semakin larut mengurung alam dengan kegelapan.Hewan-hewan siang terlelap tidur dipersembunyiannya masing-masing, sementara para nokturnal sedang berpesta dengan mangsa-mangsa mereka.Lintang, Balada, Balangbang, Wirusa, Jaka, Bagas, Ki Larang, Nindhi dan tiga pendekar gadis lain masih bersiaga menunggu buruan mereka datang.Sementara putri Widuri terlelap di dalam kereta yang Balada sembunyikan dibalik semak-semak.Sedangkan para kuda sengaja ditotok oleh Lintang agar tidak menimbulkan suara.Persiapan mereka sudah sangat matang, jebakan, siasat, formasi bertarung, bahkan sampai cara pelarian pun telah Lintang perhitungkan.Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, sebagian dari mereka akan langsung dapat melarikan diri bersama kereta.Lintang sangat yakin bahwa pihak musuh pasti masih memiliki para pendekar kuat. Membuat dia tidak bisa memastikan apa akan mampu menghabisi mereka atau tidak.Lintang belum tahu entah apa motif utama para pembunuh itu. Tapi yang jelas mer
Hampir 2 jam para pendekar perpakaian hitam menunggu Lintang di atas daratan.Mereka belum berani beranjak karena tahu bahwa Lintang dan putri Widuri masih ada di sana.Namun menunggu membuat para pendekar itu bosan sehingga pada akhirnya sang pemimpin memutuskan untuk memeriksanya ke atas langit.“Kalian siaga di sini, nanti jika pendekar itu turun, baru serang secara bersamaan,” sang pemimpin memberi perintah.“Kami mengerti,” angguk semua pendekar.Tanpa berbicara lagi, sang pemimpin segera naik ke atas langit. Dia melesat sangat cepat menuju gumpalan awan tempat terakhir Lintang bersembunyi.Namun alangkah terkejutnya pria itu ketika mendapati Lintang tidak ada di sana. Dia mengumpat panjang pendek memaki dirinya sendiri karena tidak melakukan ini sedari tadi.“Bangsat! Ke mana dia?” sang pemimpin mengepalkan tangan.Dia heran karena tidak pernah melihat pergerakan dari Lintang sedari awal. Padahal dari sejak tadi, sang pemimpin terus memantau ke atas langit.Karena mengira diriny
Aaaaaaa!Putri Widuri berteriak panik, meronta berusaha melepaskan diri, tapi cengkraman bayangan hitam yang membawanya begitu sangat kuat. Membuat gadis itu menangis histeris di ketinggian.Sementara para pendekar di bawah terkejut bukan buatan, terlebih 2 pendekar yang sedang berada di tengah sungai.“A-a—apa yang terjadi? Di-di mana gadis itu?” salah satu pendekar di tengah sungai terbata.“A-a—aku juga tidak tahu, bu-bukankan tadi dia tepat di depan kita?” ujar pendekar lain ikut terbata.“Bangsat! Ada yang ingin ikut campur pada urusan kita,” maki sang pemimpin mengepalkan tangan. Dia menengadah jauh ke atas langit memastikan siapa yang berani lancang mencampuri urusannya.Bagi orang lain mungkin akan sulit melihat pergerakan sosok bayangan hitam. Tapi bagi sang pemimpin, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa yang membawa putri Widuri.Sang pemimpin sangat yakin bahwa pendekar tersebut pasti merupakan pendekar tingkat ruh atau pendekar tingkat awan tahap awal.Tidak banya
Mentari pagi begitu tenang di cakrawala. Sementara di atas daratan, keadaan sedikit agak kacau akibat adanya Lintang.Bagaimana tidak, selepas melanjutkan perjalanan. Lintang kembali berbuat ulah dengan mendekati Kitri, Yamuna, dan Gendis.Bocah biru itu menghasut ketiganya agar tidak menyerah dalam merayu Balada, dia mengatakan bahwa Balada sejatinya adalah pemuda kesepian yang sangat membutuhkan teman.Namun karena terlalu kaku, Balada kerap menyembunyikan keinginannya tersebut dengan cara bersikap dingin.“Kakakku adalah orang yang lembut dan penyayang,” tutur Lintang membuat ketiga gadis yang bersamanya berbinar.“Benarkah? Benarkah?” tanya Gendis bersemangat.“Hmmm,” angguk Lintang sembari menyembunyikan senyum jahilnya.Setelah mendengar itu, Kitri, Yamuna dan Gendis pun sangat bahagia seakan menemukan harapan baru.Sehingga tanpa bertanya lagi, kegitanya langsung berlesatan menghampiri Balada membuat pemuda itu seketika menjadi kikuk.Waktu itu Balada sedang menjadi kusir keret
Selepas mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Lintang pun seketika menghentikan serulingnya, membuat semua siluman anjing tiba-tiba menjerit kesakitan sebelum kemudian terkulai meregang nyawa.Mereka tidak sadar entah siapa yang membunuhnya, yang jelas para siluman tersebut tahu bahwa inti energi mereka telah ada yang mencurinya.Zull dan para penyamun lain hanya dapat mematung tanpa mampu berbuata apa-apa. Mereka tidak sanggup menghentikan Lintang karena terlalu ketakutan akan kesaktian seruling-nya.Bagaimana tidak, 300 siluman kuat yang seharusnya mampu membunuh prajurit satu kadipaten saja tidak berkutik oleh seruling itu. Lantas apalagi dengan mereka yang jumlahnya hanya tinggal beberapa puluh orang lagi.Lutut Zull bergetar hebat seakan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya, sementara para penyamun sudah berlutut sedari tadi.Zull memegang gada dengan tangan gemetaran, sedangkan wajahnya pucat dipenuhi keringat dingin.“Hari ini aku sedang tidak enak hati, jadi kalianlah pel
Uhuk! Lintang kembali memuntahkan darah, tapi kali ini darahnya berwarna hitam pertanda serangan lawan mengandung racun yang amat kuat.“Hahahaha, bocah ingusan! Kau telah membunuh ribuan anak buahku, maka tidak ada lagi kesempatan hidup buatmu,” Zull tertawa terbahak-bahak.Dia sangat geram karena mendapati banyak dari anak buahnya telah binasa. Tapi Zull juga senang di mana musuh yang menyerang markasnya akan segera mati.“Sial! Aku terlalu terbawa perasaan,” umpat Lintang memegangi dadanya.Beruntung tadi masih ada seruling Surga yang melindunginya. Andai tidak, maka tubuh Lintang pasti telah hancur menjadi serpihan daging.Lintang berlutut di atas permukaan tanah, dia ingin bangkit tapi tubuhnya terlalu lemas akibat serangan racun dan benturan energi.“Siapa kau sialan? Apa masalahmu hingga berani mengusik markasku?” Zull berteriak menanyakan identitas Lintang.Dia bisa saja membunuh Lintang waktu itu, namun Zull tidak melakukannya.Pemuda berbadan biru tersebut telah membunuh ri