Siapa sangaka, sosok gadis bangawasa yang berada di dalam kereta ternyata mirip sekali dengan Kelenting Sari, wanita cantik yang telah menjadi istri Lintang di kehidupan masa lalunya.Hal itu tentu membuat jiwa rapuh Lintang bergunjang, hatinya berdebar tidak kuasa menahan kerinduan, tubuh LIntang bergetar menitikan air mata kesedihan.Dunia seakan menciut menjadi kecil, pandangan meremang menjadi kosong dipenuhi kegepan sebelum pada akhirnya, Lintang terkulai tidak sadarkan diri.“Ku-kusha!” Balada berteriak panik, dia segera melesat meraih tubuh Lintang, menyangganya agar Lintang tidak menghantam tanah.Balangbang, Wiruna, Jaka, Bagas, dan para gadis mengaga tidak habis pikir.Sementara Nindhi jatuh berlutut tidak kuasa menahan kesedihan, dia ingin sekali membunuh si gadis bangsawan untuk membalaskan perbuatannya kepada Lintang.Namun Nindhi sadar, Balada pasti tidak akan mengijinkannya membuat gadis itu hanya bisa menitikan air mata memendam amarah.Ki Larang di depan Balada meleba
Setelah semalaman penuh terbaring lemas, Lintang akhirnya kembali membuka mata tepat ketika mentari akan terbit di ufuk timur. Hal itu membuat Nindhi dan Balada sangat senang. Mereka telah menyiapkan banyak daging rusa bakar untuk menghibur Lintang. Tapi Lintang tidak mau menyentuhnya, sikap pemuda itu entah mengapa tiba-tiba berubah murung membuat Balada dan Nindhi kembali menjadi bersedih. Wajah putri Widuri sungguh bencana bagi Lintang, kedahirannya akan terus mengingatkan dia pada rasa sakit yang selama ini berusaha dirinya pendam. “Kakak barangkatlah lebih dulu, tidak jauh dari sini kakak akan tiba di kota raja kerajaan Sangga,” tutur Lintang sembari memberikan secarik kulit lusuh yang berisi peta. Itu adalah peta menuju kerajaan Manggala yang sempat diberikan sesepuh Wirusanala sesaat sebelum dia berangkat. “Ambil jalan ke arah tenggara untuk menghindari wilayah rawan, karena di daerah timur terdapat sarang bandit yang sangat berbahaya,” sambung Lintang. “Kau sendiri mau
Batang-batang kayu runcing tersusun melingkar menjadi sebuah benteng setinggi 4 meter mengelilingi wilayah markas besar penyamun Singa Barong.Sementara di dalamnya terdapat banyak bangunan tempat tinggal para penyamun.Selain bangunan gubuk rumah, ada pula aula besar berhalaman luas yang di bekangnya berdiri kurungan besi amat besar tempat para siluman anjing bersemayam.Tinggi siluman itu hampir 2 meter, berwujud menyeramkan dengan moncong lebar bertaring tajam yang tidak pernah berhenti mengucurkan liur.Sekitar 100 pendekar kuat menjaga kurungan tersebut, sementara sebagian pendekar sedang berlalu lalang melakukan patroli memastikan keamanan markas.Ada pula pendekar yang sedang bermabuk-mabukan, berjudi, serta tidur di gubuknya masing-masing.Namun kebanyakan dari mereka tengah berkumpul di dalam aula bersama sang pemimpin yang merupakan pendekar paling sakti dari semua penyamun.Dia bernama Zull, pria tinggi kekar berkumis tebal pengguna senjata gada yang terkenal sangat kejam.
Uhuk! Lintang kembali memuntahkan darah, tapi kali ini darahnya berwarna hitam pertanda serangan lawan mengandung racun yang amat kuat.“Hahahaha, bocah ingusan! Kau telah membunuh ribuan anak buahku, maka tidak ada lagi kesempatan hidup buatmu,” Zull tertawa terbahak-bahak.Dia sangat geram karena mendapati banyak dari anak buahnya telah binasa. Tapi Zull juga senang di mana musuh yang menyerang markasnya akan segera mati.“Sial! Aku terlalu terbawa perasaan,” umpat Lintang memegangi dadanya.Beruntung tadi masih ada seruling Surga yang melindunginya. Andai tidak, maka tubuh Lintang pasti telah hancur menjadi serpihan daging.Lintang berlutut di atas permukaan tanah, dia ingin bangkit tapi tubuhnya terlalu lemas akibat serangan racun dan benturan energi.“Siapa kau sialan? Apa masalahmu hingga berani mengusik markasku?” Zull berteriak menanyakan identitas Lintang.Dia bisa saja membunuh Lintang waktu itu, namun Zull tidak melakukannya.Pemuda berbadan biru tersebut telah membunuh ri
Selepas mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Lintang pun seketika menghentikan serulingnya, membuat semua siluman anjing tiba-tiba menjerit kesakitan sebelum kemudian terkulai meregang nyawa.Mereka tidak sadar entah siapa yang membunuhnya, yang jelas para siluman tersebut tahu bahwa inti energi mereka telah ada yang mencurinya.Zull dan para penyamun lain hanya dapat mematung tanpa mampu berbuata apa-apa. Mereka tidak sanggup menghentikan Lintang karena terlalu ketakutan akan kesaktian seruling-nya.Bagaimana tidak, 300 siluman kuat yang seharusnya mampu membunuh prajurit satu kadipaten saja tidak berkutik oleh seruling itu. Lantas apalagi dengan mereka yang jumlahnya hanya tinggal beberapa puluh orang lagi.Lutut Zull bergetar hebat seakan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya, sementara para penyamun sudah berlutut sedari tadi.Zull memegang gada dengan tangan gemetaran, sedangkan wajahnya pucat dipenuhi keringat dingin.“Hari ini aku sedang tidak enak hati, jadi kalianlah pel
Mentari pagi begitu tenang di cakrawala. Sementara di atas daratan, keadaan sedikit agak kacau akibat adanya Lintang.Bagaimana tidak, selepas melanjutkan perjalanan. Lintang kembali berbuat ulah dengan mendekati Kitri, Yamuna, dan Gendis.Bocah biru itu menghasut ketiganya agar tidak menyerah dalam merayu Balada, dia mengatakan bahwa Balada sejatinya adalah pemuda kesepian yang sangat membutuhkan teman.Namun karena terlalu kaku, Balada kerap menyembunyikan keinginannya tersebut dengan cara bersikap dingin.“Kakakku adalah orang yang lembut dan penyayang,” tutur Lintang membuat ketiga gadis yang bersamanya berbinar.“Benarkah? Benarkah?” tanya Gendis bersemangat.“Hmmm,” angguk Lintang sembari menyembunyikan senyum jahilnya.Setelah mendengar itu, Kitri, Yamuna dan Gendis pun sangat bahagia seakan menemukan harapan baru.Sehingga tanpa bertanya lagi, kegitanya langsung berlesatan menghampiri Balada membuat pemuda itu seketika menjadi kikuk.Waktu itu Balada sedang menjadi kusir keret
Aaaaaaa!Putri Widuri berteriak panik, meronta berusaha melepaskan diri, tapi cengkraman bayangan hitam yang membawanya begitu sangat kuat. Membuat gadis itu menangis histeris di ketinggian.Sementara para pendekar di bawah terkejut bukan buatan, terlebih 2 pendekar yang sedang berada di tengah sungai.“A-a—apa yang terjadi? Di-di mana gadis itu?” salah satu pendekar di tengah sungai terbata.“A-a—aku juga tidak tahu, bu-bukankan tadi dia tepat di depan kita?” ujar pendekar lain ikut terbata.“Bangsat! Ada yang ingin ikut campur pada urusan kita,” maki sang pemimpin mengepalkan tangan. Dia menengadah jauh ke atas langit memastikan siapa yang berani lancang mencampuri urusannya.Bagi orang lain mungkin akan sulit melihat pergerakan sosok bayangan hitam. Tapi bagi sang pemimpin, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa yang membawa putri Widuri.Sang pemimpin sangat yakin bahwa pendekar tersebut pasti merupakan pendekar tingkat ruh atau pendekar tingkat awan tahap awal.Tidak banya
Hampir 2 jam para pendekar perpakaian hitam menunggu Lintang di atas daratan.Mereka belum berani beranjak karena tahu bahwa Lintang dan putri Widuri masih ada di sana.Namun menunggu membuat para pendekar itu bosan sehingga pada akhirnya sang pemimpin memutuskan untuk memeriksanya ke atas langit.“Kalian siaga di sini, nanti jika pendekar itu turun, baru serang secara bersamaan,” sang pemimpin memberi perintah.“Kami mengerti,” angguk semua pendekar.Tanpa berbicara lagi, sang pemimpin segera naik ke atas langit. Dia melesat sangat cepat menuju gumpalan awan tempat terakhir Lintang bersembunyi.Namun alangkah terkejutnya pria itu ketika mendapati Lintang tidak ada di sana. Dia mengumpat panjang pendek memaki dirinya sendiri karena tidak melakukan ini sedari tadi.“Bangsat! Ke mana dia?” sang pemimpin mengepalkan tangan.Dia heran karena tidak pernah melihat pergerakan dari Lintang sedari awal. Padahal dari sejak tadi, sang pemimpin terus memantau ke atas langit.Karena mengira diriny