Elang segera beranjak turun dari ranjang, menuju kamar mandi. Air terasa cukup sejuk saat dia mandi di dalamnya. Tak lama kemudian Elang nampak sudah rapih dan berganti pakaian. Dia berniat untuk cari makan bebas di luaran sana, sekalian berjalan-jalan. Elang keluar dari kamarnya dengan meninggalkan kunci kamar di dalamnya. Agar AC kamar tetap menyala, dan Mila bebas keluar masuk kamar nantinya. Elang sedang ingin berjalan-jalan sendiri saat ini. Elang sedang berjalan menuju rumah makan tempat dia kemarin dia makan. Ada menu seafood di sana yang hendak dicobanya. Namun hatinya jadi merasa aneh dan penasaran. Saat dia melihat beberapa kerumunan orang tua muda, yang sedang asyik melihat ponsel mereka sambil duduk-duduk di tepi pantai. Mereka ada yang tertawa terbahak, senyum-senyum, bahkan berkomentar sendiri sambil melihat ponselnya. Merasa agak penasaran Elang berjalan pelan melewati mereka, sambil melirik ke arah layar ponsel mereka. ‘Ternyata yutube.! Tapi.?! Bukankah itu a
"O ya. Nama kalian siapa? Saya Elang,” tanya Elang, sambil mengulurkan tangannya pada salah satu dari mereka. “Saya Manto. Om Elang,” sambut si anak itu sambil mencium tangan Elang. “Saya Dani, Om,” sambut anak yang terlihat lebih muda, saat Elang juga mengulurkan tangan padanya. “Kalian kakak adik ya?” tanya Elang. “Iya Om, kami kakak beradik dari Surabaya,” jawab Manto yang lebih tua. “Wah dari seberang ya, kok kalian nggak sekolah?” tanya Elang. “Ayah tidak ada biaya Om. Ayah cuma tukang gali tanah. Di rumah masih ada adik perempuan,” sahut Manto, anak berusia 12 tahun, yang terlihat lebih dewasa dari umurnya. “Silahkan bakso dan tehnya Bli,” ucap sopan si pelayan, yang datang dengan tersenyum respek pada Elang. Kini pelayan itu tahu dengan maksud Elang, memesan porsi buat tiga orang. ‘Pemuda yang baik hati’, bisik bathin si pelayan. “Terimakasih ya,” Elang tersenyum. “Ayuk Manto, Dani, di makan dulu baksonya. Nanti kita ngobrol lagi ya,” ajak Elang. “Makasih Om Elang,
‘Cari sarapan, melihat candi Prambanan, lalu ganti plat motor sebelum melanjutkan perjalanan’, bathin Permadi. Permadi akhirnya sarapan di rumah makan ‘Sop Ayam Pak Min’, yang terletak tepat di seberang candi Prambanan. Permadi merasa puas makan di situ, karena rasanya sangat khas dan kaldu ayamnya kental dan nendang banget. Harganya juga standart dan terjangkau. Setelah selesai sarapan di sana, Permadi langsung menuju ke area parkir candi Prambanan. Setelah membayar tiket masuk, maka Permadi pun langsung masuk ke dalam area Candi Prambanan. Kompleks candi Prambanan terletak di kecamatan Prambanan Desa Bokoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya memang persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO. Candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping. Sesuai dengan arsitektur Hindu pada umum
Ternyata isinya adalah sebuah gelang unik. Gelang itu dipenuhi rangkaian liontin kecil-kecil dari resin, yang isinya aneka hewan-hewan laut kecil. Dan Elang malah menyukai gelang unik dari Devi ini, ketimbang cincin dari Mila. Namun wajarlah ketidak tahuan Elang ini. Andai dia tahu cincin pemberian Mila adalah cincin dengan nilai harga fantastis..! Batu merah di cincin itu adalah ‘Red Diamond’, yang segramnya saja bernilai 50 miliar lebih. Dan mata cincin itu senilai 5 gram lebih, sementara ringnya terbuat dari Platinum yang harganya jauh di atas emas. ‘Hmm. Nusa Penida, aku akan ke sana besok’, bathin Elang. Sejak awal kedatangannya ke pantai Sanur Elang memang sudah tertarik dengan fast boat, yang hilir mudik ke arah pulau kecil di tenggara pulau Bali itu. Akhirnya Elang kembali keluar dari kamarnya, untuk mencari makan malam yang sesuai dengan seleranya. Setelah makan malam dia berencana untuk tidur lebih awal malam itu, guna kembali memulihkan stamina dan energi di tubuhnya
“Baiklah Bapak, jika itu memang jalan terbaik yang harus diambil. Semoga Trika ‘tabah’ menjalani tanggung jawab ini. Karena Galang juga tak melihat jalan keluar lain dari masalah keluarga Bapak. Selain menerima tawaran itu. Galang hanya berharap Trika bahagia dan kuat menjalaninya. Galang mohon diri Bapak,” Galang mencium tangan Astika, dengan sepenuh-penuh rasa hormat. Dia ingin secepatnya meninggalkan rumah itu. Karena Galang merasakan ada sesuatu yang ingin ‘meledak’ di dadanya. “Maafkan bapak, Galang,” Astika berkata pelan. Dia merasa trenyuh sekaligus kagum, dengan ketabahan dan sikap Galang menerima kabar menyakitkan ini. ‘Kau memang pemuda luar biasa Galang. Sayang sekali..sayang sekali’, bathin Astika menyesali. Galang berjalan keluar dari rumah kekasihnya dengan tegak. Namun sesungguhnya dadanya mulai turun naik dan terasa sesak. Segera dia menaiki Win 100 nya dan melaju dengan kecepatan sedang, menuju ke suatu tempat favoritnya. Suatu tempat yang selalu menjadi pelip
“Masih belum puaskah Tuan Mudamu itu..?! Kekasihku sudah kurelakan di rebut olehnya..! Dan kini dia mau menghabisiku.?! Keparath..! Majulah kalian..!!” seru Galang sambil bersiaga dan waspada, terhadap keroyokkan kedua ‘cecunguk Danu’ ini. “Hahahaaa..! Itu sudah nasibmu, kasta sampah..!” si Pesek membentak. “Banyak bacot kau calon mayat..!!” si Pendek gempal menghardik. Si gempal ini langsung memulai serangan kakinya, dengan menyapu kaki Galang. Dia juga persiapkan serangan susulan, dengan sikut tangan ke arah dada Galang. Wukkh..!Namun Galang juga bukan anak kemaren sore. Dia cukup bisa bela diri, dengan arahan pamannya semasa kecil. Seth..! Galang mundurkan kaki kanannya ke belakang, menghindari sapuan kaki si Pendek. Lalu Galang langsung membalas dengan tendangan putar kaki kanannya, ke arah kepala si Pendek. Wukkh..! Daghh..!!Si Pendek memblok tendangan Galang, dengan double capper tangannya. Lalu secepat kilat dia main bawah kembali, dengan melakukan sapuan searah jarum
“Kalau begitu marilah kita duduk di sana, dan ceritakanlah masalah Mas Galang pada saya. Setidaknya itu bisa mengurangi sedikit beban Mas Galang,” Elang mengajak Galang duduk di tempat yang agak rindang. "Baiklah Mas Elang," ujar Galang.Karena matahari pagi menjelang siang cukup terik saat itu. Mereka pun akhirnya beranjak duduk di sana. Galang kemudian menceritakan masalah pelik, yang menimpanya dan kekasihnya dengan sangat jelas pada Elang. Elang menyimak baik-baik penjelasan Galang, bathinnya menangkap kejujuran dari kisah Galang itu dari awal hingga akhir. “Begitulah Mas Elang, kondisi ekonomi dan kemampuanku sangat jauh dari pinjaman itu. Aku hanya khawatir dengan kehidupan Trika setelah menikah dengan Danu. Semoga saja Danu bisa mengubah wataknya yang mata keranjang itu. Setelah dia menikah dengan Trika,” ujar Galang mengakhiri kisahnya. Elang ikut menghela nafasnya, setelah mendengar masalah yang dihadapi teman barunya ini. Dia sangat gemas dengan kebanyakkan sifat o
‘Ka Galang datang..!’ seru kaget bathin Trika, hatinya bagai terlonjak saking senangnya. Sejak semalam dia sudah merasa putus harapan, dan merasa tak akan bisa bertemu dan menatap kekasihnya lagi. Karenanya pemberitahuan ayahnya itu sangat ‘surprise’ bagi dirinya. Dengan segera dia berdandan sekedarnya, menutupi sembab matanya yang kerap menangis pedih dan terisak dalam kamarnya. Trika sedikit memberi pulasan tipis bedak di wajahnya, agar tak nampak terlalu pucat akibat kurang tidur. Sungguh membuat iba memang kondisi kembang Nusa Penida ini. Akibat ‘pemaksaan’ yang dilakukan Danu. Setelah merasa cukup pantas, Trika bergegas menuju ke dapur. Untuk membuatkan dua gelas minuman teh hangat manis kesukaan Galang. Sang ibu yang juga sedang berada di dapur hendak menyiapkan makan malam agak kaget, melihat Trika masuk ke dapur. Sang ibu belum mengetahui kedatangan Galang dan Elang. Karena jarak dapur dan ruang tamu memang agak jauh. Terlebih si ibu sedang memasak dan menyalakan kran
"Tak penting darimana aku tahu hal itu. Yang penting sekarang, cepatlah kau pergi tinggalkan negeri ini..! Keluargamu menanti di sana," ucap Elang tegas dan tenang. "Baik..! Terimakasih semuanya..!" Sethh...! Hong Li langsung melesat dengan 'ginkang'nya yang lumayan tinggi. Perlahan sosoknya lenyap di rerimbunan pohon. "Sekarang kalian..! Siapa nama kalian..?" seru Elang. "S-saya Dong Min.." "S-sya Gunadi..' "Kalian berdua harus mau menjadi saksi bagi kami di pengadilan. Katakan, bahwa kalian disuruh oleh Kairi dan Hitoshi, untuk mencelakai keluarga pak Yutaka..! Kami tak akan menuntut kalian. Kami hanya ingin dalang dari semua ini 'divonis bersalah dan dihukum'..! Namun jika kalian menolak. Maka kami jamin kalian akan kami tuntut dan ikut mendekam di penjara bersama Kairi..! Kalian mengerti..?!" sentak Elang tegas. "Ba..baikk..!! Kami mengerti..!" sahut mereka berdua hampir bersamaan. "Gunadi..! Untuk apa kau ikut-ikutan kelompok ini..? Kamu di mana di Indonesia..?" tanya E
"Ahhh..! Ampunnn...!! Saya mengaku kalah..!" seru Gomchen Yeshe, tak berani lagi menatap Elang. Nampak kepala Yeshe tertunduk malu dan lemah tanpa daya. Habis sudah kebanggaannya sebagai pertapa agung. Dia selama ini merasa tak ada lawan baginya, kecuali gurunya sendiri. Dia teringat pada gurunya, Gomchen Karpala. Gurunya pernah mengatakan padanya, bahwa ada beberapa pusaka semesta di bumi ini. Dan hanya orang-orang terpilihlah, yang mampu mewarisinya. Pusaka-pusaka itu berasal dari langit, laut, dan bumi.Splaasshhk..!! Elang melepas kembali aji Guntur Jagad tingkat ketujuh nya. Cambuk Tujuh Petir pun kembali melesat, dan lenyap di pusaran dahsyat awan hitam di langit. Dan perlahan pusaran awan hitam di atas langit itu pun lenyap. Cahaya rembulan kembali menerangi area itu. Dan sesungguhnya memang tiada maksud bagi Elang, untuk melenyapkan atau menggunakan cambuk 7 lidah petirnya. Dia hanya ingin mengintimidasi 'kesombong'an, yang bercokol di hati Gomchen Yeshe. Ya, menghad
"Baik..! Tapi jika kau keterlaluan dan tak sadar diri. Maka jangan salahkan saya menunjukkan kekuatan sejati saya..!" kali ini hampir habis kesabaran Elang, menghadapi pertapa bandel ini. Memang agak 'degil' si Yeshe ini. Sudah beberapa kali Elang mengingatkan dengan halus, bahwa tingkat kemampuan Yeshe masih 'dibawahnya'. Namun hal ini tak juga membuat Yeshe ini sadar diri, serta masih tak mau mengakui kekurangannya. Entah ini karena Yeshe penasaran, atau memang dia keras kepala, dan tak mau melihat kelebihan lawan. Agak tergetar juga hati Yeshe, saat melihat sekilas kilatan tajam merah dari mata Elang. Hal yang seolah memberi warning padanya. Gomchen Yeshe segera duduk bersila, perlahan tubuhnya melayang dalam keadaan bersila. Matanya tajam berkilat dan tampak memancarkan kekuatan magis. Matanya memandang ke arah dua buah pohon cemara, yang letaknya bersebelahan. Kragghh...!! Kraghh..!! Byarrrghhh..!! "A-apaa..?!" "Hahh..!!" "Ya Tuhan..!!" Seruan kaget, ngeri, dan cemas t
"Buktikan kemampuan itu.! Jika tidak ingin aku mencapmu cuma seorang 'pembohong'..!" teriak gomchen Yeshe murka. Ya, dia merasa seperti anak kecil yang sedang di bohongi oleh Elang. Elang langsung menerapkan aji 'Wisik Sukmanya' kembali, ditatapnya Gomchen Yeshe dengan tajam. 'Ilmu seperti itu sudah punah..! Mustahil orang yang sosoknya masih lebih muda dariku bisa menguasainya. Aku.. Yeshe..! Berpuluh tahun aku telah mengasah bathinku. Namun tetap saja masih jauh dari kemampuan itu..!' bathin Yeshe. "Hmm. Pak Tua, terkadang takdir melawan kenyataan. Kau bilang ilmu itu sudah punah..? Namun takdir membuat saya bisa mewarisi ilmu itu. Apakah takdir memilih usia muda ataupun tua, Pak Yeshe..?" perkataan Elang seolah menjawab bisikkan hati Gomchen Yeshe. Elang bahkan menegaskan lagi, dengan menyebut nama Yeshe. "A-apa.?! Amitabha.!" bagai di setrum listrik ribuan volt, Gomchen Yeshe berseru keras. Lalu dia langsung melintangkan telapak tangannya, dalam posisi berdiri di tengah da
"Nanako. Hadapi petarung wanita yang berambut panjang itu, sepertinya dia dari China. Jangan bunuh dia, lumpuhkan saja," bisik Elang pada Nanako di sebelahnya. "Pak Yutaka, hadapi saja Ninja Emas itu. Tatsuya hadapi yang di bawah," ucap Elang cepat. "Baik..!" seru ketiganya mantap. Ninja emas langsung melesat dari atap rumah ke arah mereka, sambil melesatkan 2 buah shuriken emasnya. Sethh..! Werrshh..!Yutaka cepat melesatkan juga 2 shurikennya, memapaki serangan shuriken dari Ninja Emas, Tinngg..!! Criingg..!! Dua buah shuriken yang dilepaskan Ninja Emas langsung terpental jauh, saat bentrok dengan shuriken yang dilepaskan Yutaka. Sementara shuriken Yutaka terus melesat cepat ke arah sosok Ninja Emas. "Hahh.?! Gila..!" Ninja Emas terkejut bukan kepalang, melihat shurikennya terpental jauh, oleh shuriken lawan. Sethh..! ... Taph..! Ninja Emas langsung melesat ke samping, dan menggulingkan dirinya ke tanah lalu berdiri kembali. Dari sini dia pun menyadari. Bahwa tenaga dala
"Baik Elang, terimakasih," sahut Yutaka, Tatsuya, dan Mayumi serentak. "Terimakasih Mas Elang," ucap Nanako, dengan mata beriak basah. Dia merasa sangat berhutang budi pada Elang, yang telah menyelamatkan keluarganya dari ancaman kematian. Rasa sayang dan respeknya terhadap Elang semakin menjadi. "Sudahlah Nanako. Mari saya buka beberapa simpul energimu," Elang mempersilahkan Nanako bersila. Tak lama kemudian, beberapa simpul energi Nanako pun berhasil di buka oleh Elang. Elang merasa energi Nanako kini bahkan paling bersinar dan paling kuat, di antara keluarganya. Karena pada dasarnya, Nanako memang memiliki bakat yang terbaik diantara keluarganya. Dan Elang tak merasa begitu cemas lagi, atas keselamatan Nanako nanti malam. Rupanya pelayan Yutaka di rumah itu cukup tanggap. Mengetahui keluarga Tuannya datang, mereka pun langsung memasak agak spesial siang itu. Maka siang itu mereka pun makan siang bersama, dengan suasana yang cukup hangat. Hati mereka tak lagi cemas seperti
"Baik kita bersiap ke sana sekarang juga. Untuk mengatur rencana bersama, ajaklah ibu dan Nanako serta pak Yutaka," ucap Elang, menyepakati tempat kepindahan sementara mereka. Agak kesulitan juga Yutaka dan Tatsuya, untuk mengajak Mayumi dan Nanako. Karena dua wanita ini masih terpengaruh, oleh serangan ghaib Aung Min. Namun setelah bantu dijelaskan oleh Elang , Nanako dan Mayumi pun tak bisa menolak lagi. Akhirnya dengan mengendarai dua buah mobil, mereka pun meluncur menuju ke Denenchofu. Denenchofu adalah sebuah perumahan elit, yang rata-rata rumahnya bergaya Eropa. Rumah ini adalah kediaman keluarga Yutaka, sebelum mereka pindah ke area Futako-Tamagawa. Yutaka dan Tatsuya sendiri yang bertindak sebagai driver. Yutaka semobil bersama Elang, sedangkan Nanako dan Mayumi bersama Tatsuya. Mereka membiarkan para pelayan dan para penjaga gerbang tetap di posnya. Agar tak menimbulkan kecurigaan bagi pihak lawan. Tak lama kemudian iringan dua buah mobil itu tiba, di area pemukiman
"Gomchen. Jika memang orang berpower luar biasa itu, adalah orang bayaran Yutaka. Seharusnya dia bisa membuyarkan atau memblok serangan saya saat ini. Saya yakin andai pun memang ada pemilik energi ghaib luar biasa itu. Dia tak ada hubungannya dengan keluarga Yutaka," sanggah Aung Min. "Hei..! Saya juga tadi merasakan power luar biasa sepintas lalu, saat saya kembali ke sini dari kediqman Yutaka. Namun saya tak melihat sosok apa pun. Mungkinkah power itu milik orang yang baru saja masuk ke kediaman nyonya..?" Ninja Emas berseru kaget. Dia teringat saat merasakan powee luar biasa yang hanya sekejap saja dirasakannya di jalan tadi. "Apakah sosok itu berjasad manusia Ninja Emas..?" tanya gomchen Yeshe. "Tidak Gomchen. Saya hanya merasakan getar powernya saja yang luar biasa. Saya sama sekali tak melihat sosok manusia di sekitar saya saat itu Gomchen," jelas Ninja Emas. "Persis.! Karena sosok yang saya lihat berupa sosok ghaib berenergi luar biasa. Dia bahkan bisa menembus dind
Slaphh...! 'Hmm. Orang sepuh ini adalah musuh paling berbahaya, bagi keluarga Yutaka besok. Power bathinnya mumpuni, dia bisa merasakan kehadiranku', bisik bathin Elang. Sukma Elang melesat cepat kembali ke raganya di sebuah gazebo milk tetangga jauh Hitoshi. Sementara di kamarnya, Gomchen Yeshe sangat terkejut. Dia merasakan dan melihat sebuah energi aneh yang luar biasa, melintas masuk ke kamarnya. Namun power luar biasa itu kembali melesat lenyap. Gomchen Yeshe pun sempat berkelebat keluar kamarnya melalui jendela. Namun kecepatan sukma Elang jangan dikatakan lagi. Bahkan aura energi Elang pun, seketika jadi tak terdeteksi sama sekali oleh gomchen Yeshe.'Energi luar biasa siapa itu..? Tidak ada energi seperti itu dalam diri rekan-rekanku. Apakah itu energi dari orang bayaran Yutaka..? Jika benar, maka serangan besok malam akan sulit. Tapi semoga saja bukan itu', bisik hati Gomchen Yeshe berharap. Ya, menjadi salah seorang dari pengawal Kairi, adalah sebuah keterpaksaan b