Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 057. TAHAN EMOSI DAN PERSIAPAN

Share

Bab 057. TAHAN EMOSI DAN PERSIAPAN

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-16 13:43:59

“Ahh, itu siasat yang bagus sekali kang Barja. Benar kata teman Kang Barja, jalankan saja rencana itu Kang Barja,” ucap Elang.

“Baik Elang, akan kujalankan rencana itu. Kalau begitu saya pamit dulu,” ucap Barja.

Usai berpamitan, Barja pun lalu beranjak menaiki mobilnya, untuk kembali ke rumahnya.

***

Marini telah sampai di rumah, beberapa saat setelah Barja pergi ke rumah ibu Sekar.

Dia benar-benar tak sadar, kalau Barja telah pulang ke rumah sebelumnya.

Tiin.. Tiin..!

Barja membunyikan klaksonnya di halaman rumah. Tak lama kemudian pintu rumahnya pun terbuka.

Nampak Marini muncul dan tersenyum manis ke arahnya di depan pintu.

‘Huhh..! Senyummu palsu Marini..!’, maki kesal Barja, dalam hatinya.

Barja turun dari mobilnya dan dia pun bersandiwara dengan membalas senyum Marini padanya.

Barja membiarkan tangannya dicium oleh Marini, saat dia mau masuk ke dalam rumahnya.

“Capek ya Kang Barja..?” tanya basa basi Marini, dia bermaksud mengetes reaksi Barja padanya.

Ki Suwita ta
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 058. DATANG DAN HARAPAN

    "Tak ada yang berlebihan, untuk nilai persaudaraan kita dan juga buatmu Elang. Uang 2 miliar masih terlalu sedikit, dibanding nilai persahabatan dan bantuanmu pada Paman, Elang. Terimalah dan pergunakan sebaik-baiknya dalam perantauanmu Elang,” ucap pak Bernard. “Baik Paman. Terimakasih,” ucap Elang terharu. “Baiklah Elang. Jagalah dirimu baik-baik di perantauan anakku. Dan cepatlah kembali jika sudah menemukan apa yang kau cari. Paman selalu berdo’a untukmu,” ucap Bernard. Klik.!Elang termenung sesaat, setelah menerima telepon dari pak Bernard, yang kini sudah dianggap Paman olehnya. Elang juga terpikir untuk mentranfer dana ke pantinya. Sebagai bukti rasa sayang dan terimakasih dirinya pada orang-orang panti, setelah urusannya di desa Gunungsari ini selesai. Elang sangat ingin, agar adik-adiknya bisa mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Dan tidak seperti dirinya, yang hanya tamatan SMA. ‘Akan kumasukkan uang 10 miliar rupiah pada rekening panti besok’, janji hat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 059. MAUT DI PANTAI KARANGSONG

    Blarrgk..!!Dari bawah tubuh Elang melesat hawa pukulan jarak jauh. Hal yang membuat pasir pantai, yang tadi dipijak Elang terbongkar ke atas. Terkuak lubang seukuran tubuh manusia dewasa. Pasir pantai muncrat deras ke atas, lalu jatuh berhamburan. Taphh..! "Hahahaa..! Boleh juga kau anak muda..! Tapi jangan sebut Ki Suwita, jika kau bisa pergi dari sini hidup-hidup..!” seru Ki Suwita, yang mendarat mantap di tepi pantai. “Hahaa..! Apa keahlian lainmu selain membokong Pak Tua..?!” seru Elang sambil tertawa. “Hmm. Bocah sombong..!” dengus Ki Suwita marah. Seth..! Sosok Ki Suwita langsung melesat cepat ke arah Elang, sambil mengeluarkan jurus ‘Walet Merah Menyambar’ warisan ayahnya. Wesh.! ... Wersh.!! Tiga buah serangan langsung mengarah ke bagian mata, jantung, dan alat vital Elang. Dua tangan Ki Suwita membentuk seperti paruh burung, tangan kiri menyerang mata, tangan kanannya mengarah jantung, dan kaki kirinya menendang ke arah pangkal paha Elang. Cepat dan ganas sekali s

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 060. MALAM TERAKHIR

    "Kang Elang masih akan menginap di sini besok kan..?” tanya Sekar. “Maaf, Mbak Sekar. Saya harus melanjutkan perantauan saya besok,” sahut Elang. “Kalau begitu, ini adalah malam terakhir kita Kang Elang sayang,” ucap Sekar sedih, sambil menarik lepas celana pendek dan celana dalam Elang dengan cekatan. “Akhs..! Mbak Sekar nakal,” lenguh Elang nikmat. Saat merasakan sesuatu yang kesat, hangat, dan basah, menyapu dan melumat ‘milik’nya dengan lembut. Pada akhirnya Elang harus kembali melayani Sekar, yang bagai kuda binal lepas dari kandangnya malam itu. Berkali-kali Sekar mengejang dan berdesah keras tertahan, karena takut terdengar oleh ibunya. “Akhs..! Kang E..lang, kenapa makin lama makin e..nakss..oughh..!” erang terbata Sekar. Saat kembali tubuh Sekar yang berada di atas Elang bergoyang kencang. Beberapa bulir keringat nampak bergulir di dahinya. Terlihat seksi, saat Sekar sedang berusaha menahan rasa nikmat, yang seolah hendak jebol dari dalam bagian bawah tubuhnya. “Akkh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 061. ON THE ROAD

    "Sekar jangan begitu. Jangan memaksakan kehendakmu pada Barja, jika kau akan kembali padanya. Ibu sungguh tak apa-apa tinggal sendiri, asalkan kalian baik-baik saja. Dan ingat, jangan sampai peristiwa seperti kemarin terulang lagi,” ucap sang ibu, dia tak ingin Barja menerimanya karena terpaksa. “Saya rasa hari ini semua masalah dalam rumah tangga Mbak Sekar akan terpecahkan. Dan saya merasa ikut gembira karenanya. Namun perantauan saya masih jauh dan panjang. Untuk itu saya mohon pamit pada Ibu dan juga Mbak Sekar. Saya akan melanjutkan perjalanan saya kembali,” ucap Elang dengan sopan. Sang ibu dan Sekar sontak terdiam, sesungguhnya dalam hati mereka merasa berat melepaskan Elang pergi. Setelah banyak jasa dan kebaikkan Elang, yang telah ditanam untuk mereka berdua. Namun mereka berdua sadar, setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. “Baiklah jika memang itu keinginanmu Elang. Ibu tak bisa menahanmu. Terimakasih atas segala bantuan dan pertolonganmu pada kami Elang. Yang past

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 062. DUA ANAK TERLANTAR

    Seorang lelaki kecil usia belasan, nampak tengah menggendong seorang anak perempuan di tepi jalan raya. Usia anak perempuan yang digendong itu sekitar 5 tahunan. Wajah anak lelaki itu terlihat sangat lelah dan penat, di terpa matahari senja di kota Gombong. Keringat juga tercetak di bajunya yang lusuh. Kakinya pun menapak tanpa alas di trotoar jalan, yang masih terasa hangat akibat terik di siang hari tadi. “Kita mau ke mana lagi Mas?” tanya Dila, sang adik yang digendongnya. “Mas sendiri nggak tahu Dek. Kita jalan saja mencari warung makan ya,” sahut sang kakak, dengan wajah agak bingung. Ya, sudah hampir 3 hari ini mereka berdua berjalan. Meninggalkan gubuk yang selama ini mereka tempati bersama ibu mereka, di wilayah Purworejo. Setelah ibu mereka meninggal 4 hari yang lalu, akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Maka mereka berdua benar-benar bagai anak ayam kehilangan induk. Bapak mereka bahkan telah mendahului meninggal dunia, tiga tahun yang lalu. Kini mereka adala

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 063. REJEKI TUKANG SATE

    “Mas turunin Dila. Dila sudah kuat jalan lagi kok,” ucap sang adik. “Ohh, nama adik cantik Dila ya, kalau Masnya siapa?” tanya Elang, sambil menuntun motornya, menyamai langkah kedua bocah kecil itu. “Saya Supandi, Om, di panggilnya Pandi,” sahut si bocah laki-laki. “Ok, Pandi, Dila. Kita sudah sampai. Kalian cuci tangan dulu di kran situ ya,” ucap Elang sambil menunjuk kran, tempat si tukang sate mencuci alat makannya. “Pak, saya pesan sate ayamnya 3 porsi dan 3 gelas es teh manis ya,” ucap Elang pada pedagang sate itu. “Baik Mas, silahkan tunggu sebentar ya,” ucap pedagang sate, sambil menyiapkan pesanan Elang. Mereka pun menunggu sambil berbincang hangat, wajah Pandi dan Dila terlihat sangat ceria malam itu. “Pandi sudah sekolah belum?” tanya Elang. “Belum Om. Ibu nggak punya uang buat masukkin sekolah Pandi,” sahut Pandi. Teringat sesuatu Elang segera mengangkat ponselnya, dicarinya sebuah nomor, Tuttt...Tuttt..!Klik.! "Halo Elang, di mana kamu Nak?” sahut Bu Nunik di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 064. ADA PENGKHIANAT

    "Mas Elang ya?” ucapnya ramah, setelah membuka gembok pagar. “Iya Ibu, salam,” ucap Elang sopan. Dia langsung berpikir, tentu bu Nunik telah mengabarkan pada pengelola panti ini. Tentang dirinya yang akan datang malam ini, bersama 2 anak yatim piatu terlantar. Mari silahkan masuk Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita itu ramah, sambil mendahului berjalan masuk ke dalam rumah panti. Elang mengamati ruangan dalam rumah itu, yang hampir serupa dengan pantinya dulu. ‘Semoga keadaan di pantiku dulu lebih nyaman dari sebelumnya’, harap bathin Elang. “Silahkan duduk dulu Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita paruh baya itu. “Terimakasih Bu,” jawab Elang sopan, sambil mencium tangan wanita agak paruh baya itu. “Terimakasih ibu,” ucap si Pandi, sambil menirukan Elang mencium tangan si ibu. Sementara Dila adiknya masih terdiam menunduk. Dia masih merasa asing dengan keadaan itu. Tak lama muncul seorang anak perempuan berusia belasan seusia Pandi. Dia mengantarkan nampan berisi minuman dan c

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 065. NADYA PRAMESWARI

    'Siapakah orangnya yang telah berkhianat dalam perusahaanku..?!’ tanya bathin Bambang marah, dan merasa sangat penasaran.Bambang bergegas naik ke mobilnya, dan memerintahkan sang sopir untuk cepat pulang kerumahnya. Ya, sudah puluhan tahun Bambang membangun kerajaan bisnisnya dari bawah. Hingga produk-produk hasil karyanya harum di pasaran internasional. Bambang mendirikan usaha pembuatan karya seni, dari kayu-kayu limbah dan kayu-kayu setengah jadi. Untuk kemudian di buat Woodcarving dan Woodpanel, yang bernilai seni dan di gemari di dunia internasional. Relasi-relasi dan pelanggannya juga tersebar seperti dari Spanyol, Belanda, Australia, Jepang, dan beberapa negara lainnya. Bambang bahkan sampai mendirikan dua kantor cabang di bawah PT. Jogja Berkarya, guna memenuhi order-order yang terus membanjir baik di dalam dan di luar negeri. Omset totalnya perbulan bahkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah, dengan persentase profit dan benefit yang menggiurkan.Orang-orang awam menjul

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 095.

    Padahal dahulunya, Bimo adalah putra dari orang berkecukupan di kota Jogja. Hingga akhirnya kedua orangtuanya sering cekcok dan bercerai, lantaran ayah si Bimo yang mulai senang berjudi. Ayah Bimo yang tadinya adalah seorang pegawai swasta, di sebuah perusahaan bonafide. Tiba-tiba saja dia dipecat dari perusahaannya. Karena ayah Bimo terlibat dalam menggelapkan uang perusahaan, demi memuaskan kegemarannya berjudi. Bimo baru berusia 9 tahun dan masih duduk di kelas 3 SD saat itu. Sedangkan kakaknya Nina, berusia 11 tahun dan duduk di kelas 5 SD. Akibat perceraian kedua orangtua mereka, maka Bimo dan Nina pun terpisah. Bimo ikut sang ayah, sedangkan Nina ikut ibunya kembali ke rumah neneknya di Madiun. Kegemaran berjudi sang ayah tidak berhenti sampai di situ. Sejak perceraiannya dengan sang Ibu. Maka kegemaran berjudi sang Ayah malah semakin menggila.! Ayahnya menjual semua harta berharga yang ada di rumah, untuk melanjutkan hobinya berjudi. Bimolah yang akhirnya harus mengal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 094. BUBAR DAN SISI LAIN KOTA

    "Kejarr..! Bangsat kowe..! Asu..!!” seru Projo, pemimpin gank Streets Bat, pada rombongan motor ganknya yang turun malam itu. Bagai serombongan ‘nyamuk gila’, maka ke-14 motor gank Streets Bat mengejar motor Elang, yang telah agak jauh di depan mereka. Mobil dan motor yang melalui jalan Parang Tritis saat itu, serentak mereka menepikan kendaraannya. Mereka merasa lebih baik mengalah, daripada jadi bulan-bulanan gank Streets Bat yang terkenal ganas itu. Di sebuah pertigaan agak besar, Elang melihat ada jalur kekiri (Tegalsari-Donotirto). Jalur yang merupakan area persawahan dan perkebunan, yang masih asri dan agak gelap. Elang menghentikan motornya, di tengah jalan yang belum sepenuhnya di aspal itu, “Keina, tetaplah di dalam lingkaran yang saya buat ya. Tenanglah kamu akan aman di dalamnya,” ucap Elang sambil, menerapkan aji ‘Perisai Sukma’ miliknya. Perlahan sosok Elang di selimuti cahaya kehijauan. Lalu Elang berkelebat memutari Keina dan motornya, sebanyak 7 kali putaran. Na

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 093. BARA DENDAM JALANAN

    "Jujur saja Mas Elang. Kalau Keina bukanlah tipe Mas Elang. Keina mengerti dengan kondisi Mas Elang, bahkan Keina lebih suka hidup seperti Mas Elang. Berkelana bertemu banyak orang dan tempat, yang pastinya lebih menarik daripada berdiam di satu tempat. Bosan rasanya, menjalani kehidupan yang itu-itu saja dari hari ke hari, bahkan hingga bertahun-tahun. Andai saja Mas Elang mengatakan bersedia hidup bersama Keina, Keina pasti tak pikir panjang, untuk melepas semua yang Keina miliki saat ini. Untuk mengikuti ke mana saja Mas Elang pergi,” Keina mengungkapkan perasaan terdalam di hatinya saat itu pada Elang. Elang pun terdiam kehabisan kata, menghadapi wanita cantik dan ‘smart’ yang satu ini. “Entahlah Keina. Saat ini saya sendiri masih bingung, dengan jalan hidup yang saya tempuh. Biarlah kita nikmati saja hal yang masih bisa kita nikmati, dan mensyukurinya,” kata Elang pada akhirnya. “Ayahku memiliki banyak pengawal Mas Elang. Bahkan beberapa yakuza dan ninja bayaran pun selalu

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 092. SUNSET DI PARANGTRITIS

    "Wah! Nenek jadi tambah cantik!” seru Wiwik senang, dia melihat keanggunan dan kharisma sang nenek lebih memancar terang. Ya, wajar saja begitu, karena dulunya Setyowati memang wanita berkelas pada jamannya.“Ibu dari dulu memang cantik kok. Terimakasih Nadya atas hadiahnya buat Ibu,” Sumiati memuji mertuanya, dan berterimakasih pada Nadya. “Ahh Bibi. Kebetulan saja Nadya menemukannya di kotak perhiasan, dan sudah lama tak terpakai. Jadi lebih baik Nadya berikan pada nenek. O iya, Nadya masih membawa sebuah gelang buat Wiwik. Coba di pakai ya Wiwik,” Nadya berkata sambil membuka sling bagnya. Dikeluarkannya sebentuk gelang emas putih yang cukup unik dan lucu, berbentuk ‘tiga kuntum bunga sedang’ yang bertaut pada kepala gelang itu. Itu adalah gelang kesayangan Nadya, pada saat dia masih bersekolah dulu. “Wahh..! Asikk..! Terimakasih tante Nadya. Gelangnya bagus banget!” seru Wiwik senang sekali, sambil mencium tangan Nadya. Agak lama mereka berbincang di rumah sang Nenek. Hing

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 091. HADIAH NADYA BUAT NENEK

    "Wah, sudah pulang kuliahnya Nadya.?" tanya Elang tersenyum. “Nadya sudah tak ada kuliah kok Mas Elang. Hanya konsultasi seputar penyelesaian skripsi saja.” “Semoga cepat selesai skripsinya ya Nadya.” “Aamiin, makasih doanya Mas Elang. Masuk yuk Mas. Bi Yuli dan Nadya sedang masak rendang dan sop iga sapi Mas Elang,” ajak Nadya. “Kedengarannya sedap nih, hehe,” Elang terkekeh senang, sambil mengikuti Nadya ke dalam rumah. “Elang, kamu sudah kembali tho,” sapa Sundari tersenyum, dia tengah duduk menonton TV di ruang tengah. “Iya Bu, di suruh pulang makan dulu sama Nadya. Hehe,” Elang terkekeh bercanda, sambil mendekati Sundari dan mencium tangannya. “Huhh, kalian ini ada-ada saja. Hihi,” Sundari tersenyum geli. “Biarin, habisnya Mas Elang suka jajan makanan di jalan sembarangan sih,” balas Nadya, sambil menjebikan bibir merahnya yang menggemaskan itu. Usai makan siang bersama, Elang dan Nadya pergi mengunjungi rumah baru sang nenek di Sedayu. Nampak Nadya kini sudah bisa melu

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 090. JATIDIRI DAN JANJI

    "Barusan Ayah Keina menelpon ya?” tanya Elang, yang baru keluar dari kamar mandi. Kini tubuhnya terasa sangat segar. “Iya Mas Elang. Mas Elang alamatnya di mana ya?” tanya Keina. “Saya tak punya tempat tinggal tetap Keina. Saya cuma seorang perantau,” sahut Elang apa adanya. “Wah, Enaknya bebas lepas Mas Elang. Keina jadi iri.” “Untuk apa iri Keina. Kehidupanmu sudah nyaman kelihatannya.” “Yang terlihat dari luar, kadang tak seperti yang dirasakan oleh hati, Mas Elang,” ucap Keina dengan wajah agak muram. “Nampaknya memang begitu Keina,” Elang membenarkan ucapan Keina. Dan diam-diam Elang mulai menerapkan aji wisik sukmanya, untuk menyelami isi hati Keina. Elang pun mulai menatap Keina. ‘Andai kau tahu Mas Elang, kehidupanku sangatlah membosankan. Ayah dan Ibuku adalah orang-orang pekerja keras. Waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup untuk mereka. Bahkan bisa makan bersama dalam satu meja saja, adalah hal yang ‘aneh’ jika bisa terjadi. Kami serumah, tapi hati kami masing-masi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 089. YOSHIDA CORPORATION

    "Maksudnya sih baik, tapi sayang dia bertemu dengan orang yang salah’, bathin Elang, agak menyesal juga tadi dia mengerjai Keina. Sementara itu ‘burung’nya masih menancap kokoh di liang basah milik Keina. Elang mendiamkan saja kondisi itu, sambil perlahan mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya. Di ciumnya bibir merah Keina yang membalas dengan lumatan hangat, lambat laun lumatan itu pun kem,bali menjadi panas kembali. “Mmfhh...mas El..langg..Keina enak lagihh..uhhss!” seru Keina sambil mulai menggoyangkan kembali pinggulnya, mengimbangi goyangan pinggul Elang di bawahnya. Elang berdiri sambil kedua tangannya mengangkat bokong Keina yang bergayut erat di belakang leher Elang. Elang membawa tubuh Keina ke atas ranjang hotel. Direbahkannya tubuh putih mulus dan kencang milik Keina di ranjang. Elang mulai menyusuri tubuh Keina dengan bibir dan lidahnya. Disedotnya kuat-kuat puncak gunung kembar Keina bergantian. Dan desahan Keina pun terdengar, dengan tubuh tersentak-sentak menahan

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 088. MAKSUD BAIK TAPI SALAH ORANG

    Slekh..! “Wahh..! Indah sekali cincin ini,” Keina berseru takjub, melihat kilau biru dan merah pada mata cincin yang dikenakan Elang. Sejenak pandangannya terpaku menatap cincin Elang, lalu perlahan matanya pun menjadi sayu. Cepat sekali reaksi kutukkan Naga Asmara merasuk pada diri Keina. Karena Keina langsung merasakan sesuatu yang geli dan menghangat, di bagian bawah tubuhnya. Buah dadanya pun perlahan mengeras dan mencuat kencang ke atas. Wajah cantik Keina pun nampak semakin segar, dengan bibir merah merekah, serta lesung pipit samar yang menghias kedua pipinya. Dengan rambut basah yang sedikit berombak terurai sebatas bahu. Rona pipinya juga sedikit memerah, menandakan ada bagian tubuhnya yang memanas. Hmm, Keina semakin tampak menggairahkan malam itu.Sebagai putri kesayangan dari Hiroshi Yoshida, pemilik ‘Yoshida Corporation’. Perusahaan yang termasuk 5 perusahaan terbesar di Jepang. Tentulah biaya perawatan kondisi tubuh dan kulit Keina, bukanlah soal besar baginya. K

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 087. KEINA YOSHIDA

    Elang mengambil tiga buah kerikil seukuran kelereng. Dialirkannya seperempat saja tenaga dalamnya, ke arah jari tangan kanannya. Dan saat Elang merasa ke tiga motor itu, sudah berada dalam jarak lentingan tenaga dalamnya. Maka... Sethh..! Slekh..! Seeth..!Tiga butir kerikil agak tajam melesat cepat bagai cahaya. Lalu menghantam keras ketiga helm, pengendara motor anggota gank ‘Streets Bat’ itu. Praghh..! Pragh..! Pragk..!Ketiga kaca helm visor transitions, yang dikenakan ketiga pengendara itu pun langsung berlubang. Nampak retakkan menjalar disertai rona merah darah, di sekitar lubang masuknya kerikil. Braaghks..!! Sraaghkks....! Sraakg..ghs..!!“Arrghkss..!! Aaarkhhs..!! Addaawwhsk..!!” Motor ketiga berandalan itu jatuh terseret deras di aspal, bersama pengendara dan yang memboncengnya. Akibat ketiga pengendaranya lepas kendali. Karena tangan mereka reflek memegangi bagian wajah mereka, yang terasa sangat perih, pedih, dan berlumuran dengan darah. Kejadian itu berlangsung

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status