"Sekar jangan begitu. Jangan memaksakan kehendakmu pada Barja, jika kau akan kembali padanya. Ibu sungguh tak apa-apa tinggal sendiri, asalkan kalian baik-baik saja. Dan ingat, jangan sampai peristiwa seperti kemarin terulang lagi,” ucap sang ibu, dia tak ingin Barja menerimanya karena terpaksa. “Saya rasa hari ini semua masalah dalam rumah tangga Mbak Sekar akan terpecahkan. Dan saya merasa ikut gembira karenanya. Namun perantauan saya masih jauh dan panjang. Untuk itu saya mohon pamit pada Ibu dan juga Mbak Sekar. Saya akan melanjutkan perjalanan saya kembali,” ucap Elang dengan sopan. Sang ibu dan Sekar sontak terdiam, sesungguhnya dalam hati mereka merasa berat melepaskan Elang pergi. Setelah banyak jasa dan kebaikkan Elang, yang telah ditanam untuk mereka berdua. Namun mereka berdua sadar, setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. “Baiklah jika memang itu keinginanmu Elang. Ibu tak bisa menahanmu. Terimakasih atas segala bantuan dan pertolonganmu pada kami Elang. Yang past
Seorang lelaki kecil usia belasan, nampak tengah menggendong seorang anak perempuan di tepi jalan raya. Usia anak perempuan yang digendong itu sekitar 5 tahunan. Wajah anak lelaki itu terlihat sangat lelah dan penat, di terpa matahari senja di kota Gombong. Keringat juga tercetak di bajunya yang lusuh. Kakinya pun menapak tanpa alas di trotoar jalan, yang masih terasa hangat akibat terik di siang hari tadi. “Kita mau ke mana lagi Mas?” tanya Dila, sang adik yang digendongnya. “Mas sendiri nggak tahu Dek. Kita jalan saja mencari warung makan ya,” sahut sang kakak, dengan wajah agak bingung. Ya, sudah hampir 3 hari ini mereka berdua berjalan. Meninggalkan gubuk yang selama ini mereka tempati bersama ibu mereka, di wilayah Purworejo. Setelah ibu mereka meninggal 4 hari yang lalu, akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Maka mereka berdua benar-benar bagai anak ayam kehilangan induk. Bapak mereka bahkan telah mendahului meninggal dunia, tiga tahun yang lalu. Kini mereka adala
“Mas turunin Dila. Dila sudah kuat jalan lagi kok,” ucap sang adik. “Ohh, nama adik cantik Dila ya, kalau Masnya siapa?” tanya Elang, sambil menuntun motornya, menyamai langkah kedua bocah kecil itu. “Saya Supandi, Om, di panggilnya Pandi,” sahut si bocah laki-laki. “Ok, Pandi, Dila. Kita sudah sampai. Kalian cuci tangan dulu di kran situ ya,” ucap Elang sambil menunjuk kran, tempat si tukang sate mencuci alat makannya. “Pak, saya pesan sate ayamnya 3 porsi dan 3 gelas es teh manis ya,” ucap Elang pada pedagang sate itu. “Baik Mas, silahkan tunggu sebentar ya,” ucap pedagang sate, sambil menyiapkan pesanan Elang. Mereka pun menunggu sambil berbincang hangat, wajah Pandi dan Dila terlihat sangat ceria malam itu. “Pandi sudah sekolah belum?” tanya Elang. “Belum Om. Ibu nggak punya uang buat masukkin sekolah Pandi,” sahut Pandi. Teringat sesuatu Elang segera mengangkat ponselnya, dicarinya sebuah nomor, Tuttt...Tuttt..!Klik.! "Halo Elang, di mana kamu Nak?” sahut Bu Nunik di
"Mas Elang ya?” ucapnya ramah, setelah membuka gembok pagar. “Iya Ibu, salam,” ucap Elang sopan. Dia langsung berpikir, tentu bu Nunik telah mengabarkan pada pengelola panti ini. Tentang dirinya yang akan datang malam ini, bersama 2 anak yatim piatu terlantar. Mari silahkan masuk Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita itu ramah, sambil mendahului berjalan masuk ke dalam rumah panti. Elang mengamati ruangan dalam rumah itu, yang hampir serupa dengan pantinya dulu. ‘Semoga keadaan di pantiku dulu lebih nyaman dari sebelumnya’, harap bathin Elang. “Silahkan duduk dulu Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita paruh baya itu. “Terimakasih Bu,” jawab Elang sopan, sambil mencium tangan wanita agak paruh baya itu. “Terimakasih ibu,” ucap si Pandi, sambil menirukan Elang mencium tangan si ibu. Sementara Dila adiknya masih terdiam menunduk. Dia masih merasa asing dengan keadaan itu. Tak lama muncul seorang anak perempuan berusia belasan seusia Pandi. Dia mengantarkan nampan berisi minuman dan c
'Siapakah orangnya yang telah berkhianat dalam perusahaanku..?!’ tanya bathin Bambang marah, dan merasa sangat penasaran.Bambang bergegas naik ke mobilnya, dan memerintahkan sang sopir untuk cepat pulang kerumahnya. Ya, sudah puluhan tahun Bambang membangun kerajaan bisnisnya dari bawah. Hingga produk-produk hasil karyanya harum di pasaran internasional. Bambang mendirikan usaha pembuatan karya seni, dari kayu-kayu limbah dan kayu-kayu setengah jadi. Untuk kemudian di buat Woodcarving dan Woodpanel, yang bernilai seni dan di gemari di dunia internasional. Relasi-relasi dan pelanggannya juga tersebar seperti dari Spanyol, Belanda, Australia, Jepang, dan beberapa negara lainnya. Bambang bahkan sampai mendirikan dua kantor cabang di bawah PT. Jogja Berkarya, guna memenuhi order-order yang terus membanjir baik di dalam dan di luar negeri. Omset totalnya perbulan bahkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah, dengan persentase profit dan benefit yang menggiurkan.Orang-orang awam menjul
"Halo Kang Elang. Di mana sekarang posisi Akang ?” tanya Sekar. “Saya di Jogja sekarang Mbak. Bagaimana kabarnya di sana ?” sahut Elang sambil balas bertanya. “Kang Elang. Marini dan Jaka sudah berhasil di tangkap polisi kemarin sore. Mereka berdua sedang menuju ke Desa Gunungsari, bersama orang bayarannya saat di tangkap. Marini mengalami keguguran, karena jatuh saat berusaha melarikan diri dari penangkapan polisi, Kang. Sedangkan Kang Barja sudah meminta Sekar kembali ke rumah. Bahkan dia sendiri yang mengajak Ibu, ikut tinggal bersama di rumahnya. Besok rencananya Sekar dan Ibu akan dijemput Kang Barja, dan akan mulai tinggal di rumahnya,” ucap Sekar, menceritakan kejadian yang dialaminya di sana. “Syukurlah Mbak Sekar. Saya ikut bahagia mendengarnya,” ucap Elang senang. “Kang Barja juga titip salam buat Kang Elang. Dia sangat kecewa, ketika tahu bahwa kang Elang sudah pergi,” ucap Sekar. “Baiklah. Salam kembali buat Kang Barja ya,” ucap Elang. “Kang Elang, Sekar kangen sa
“Tarjo! Beri dia peringatan..!!” seru sang pengemudi kesal. ‘AB 7375 N’ bathin Elang, menghapal nomor plat mobil yaris hitam itu. Dia terus mengekor yaris hitam tersebut. Tarjo membuka kaca jendela belakang mobil sebelah kiri. Kepalanya melongok keluar jendela, lalu tiba-tiba tangannya keluar dan mengarahkan sebuah pistol ke arah Elang. Elang yang berada sekitar 15 meter di belakang mereka agak terkejut, lalu dia langsung mengegoskan motornya ke kanan, bertepatan dengan...Dorr..!Pistol Tarjo menyalak namun meleset, Elang sudah lebih dulu bergeser ke sebelah kanan belakang mobil. ‘Hhh..! Mudah-mudahan ini tak membahayakan si gadis itu', bathin Elang, sambil diam-diam dia menerapkan aji Lindu Sukma tingkat 2 nya. Lalu Elqng memusatkan energi di kaki kirinya. Karena cukup berbahaya, jika dia membiarkan dirinya terus menjadi target tembak penumpang yaris hitam itu. “Bodoh kau Tarjo..! Menembak segitu dekat tak kena..!” seru Kelik, temannya yang duduk di ujung kanan. Tarjo dan Kel
Tuttt....Tuttt..! Ponsel Elang tiba-tiba berdering. “Sebentar ya Mbak Nadya,” ucap Elang, sambil mengambil ponsel di saku jaketnya. “Silahkan Mas Elang,” ucap Nadya sambil tersenyum.‘Bu Sastro memanggil’ tertera di layar ponsel Elang. Klikh.! "Iya Ibu,” sahut Elang sopan. “Mas Elang. Terimakasih ya, atas dana 2 miliar telah masuk ke rekening panti ....,” ucap bu Sastro di sana. 'Ups..!' bathin Elang kaget. Dia buru-buru menjauhkan beranjak menjauh dari Nadya. Agar pembicaraannya tak terdengar oleh gadis itu. Ya, karena buru-buru tadi, Elang jadi tak sengaja berada agak dekat dengan Nadya. Namun tentu saja Nadya sempat mendengar, ucapan dari wanita di ponsel Elang tadi. Seketika Nadya pun merasa kagum, pada pemuda bernama Elang itu. Nadya kini mulai memperhatikan dan menilai sosok Elang, secara lebih spesifik lagi. 'Hmm. Pemuda yang gagah, ganteng, dan baik hati', bathin Nadya. “Iya Ibu. Semoga bisa bermanfaat buat adik-adik saya di sana." Klikh.!Usai dengan pembicaraann
"Kejarr..! Bangsat kowe..! Asu..!!” seru Projo, pemimpin gank Streets Bat, pada rombongan motor ganknya yang turun malam itu. Bagai serombongan ‘nyamuk gila’, maka ke-14 motor gank Streets Bat mengejar motor Elang, yang telah agak jauh di depan mereka. Mobil dan motor yang melalui jalan Parang Tritis saat itu, serentak mereka menepikan kendaraannya. Mereka merasa lebih baik mengalah, daripada jadi bulan-bulanan gank Streets Bat yang terkenal ganas itu. Di sebuah pertigaan agak besar, Elang melihat ada jalur kekiri (Tegalsari-Donotirto). Jalur yang merupakan area persawahan dan perkebunan, yang masih asri dan agak gelap. Elang menghentikan motornya, di tengah jalan yang belum sepenuhnya di aspal itu, “Keina, tetaplah di dalam lingkaran yang saya buat ya. Tenanglah kamu akan aman di dalamnya,” ucap Elang sambil, menerapkan aji ‘Perisai Sukma’ miliknya. Perlahan sosok Elang di selimuti cahaya kehijauan. Lalu Elang berkelebat memutari Keina dan motornya, sebanyak 7 kali putaran. Na
"Jujur saja Mas Elang. Kalau Keina bukanlah tipe Mas Elang. Keina mengerti dengan kondisi Mas Elang, bahkan Keina lebih suka hidup seperti Mas Elang. Berkelana bertemu banyak orang dan tempat, yang pastinya lebih menarik daripada berdiam di satu tempat. Bosan rasanya, menjalani kehidupan yang itu-itu saja dari hari ke hari, bahkan hingga bertahun-tahun. Andai saja Mas Elang mengatakan bersedia hidup bersama Keina, Keina pasti tak pikir panjang, untuk melepas semua yang Keina miliki saat ini. Untuk mengikuti ke mana saja Mas Elang pergi,” Keina mengungkapkan perasaan terdalam di hatinya saat itu pada Elang. Elang pun terdiam kehabisan kata, menghadapi wanita cantik dan ‘smart’ yang satu ini. “Entahlah Keina. Saat ini saya sendiri masih bingung, dengan jalan hidup yang saya tempuh. Biarlah kita nikmati saja hal yang masih bisa kita nikmati, dan mensyukurinya,” kata Elang pada akhirnya. “Ayahku memiliki banyak pengawal Mas Elang. Bahkan beberapa yakuza dan ninja bayaran pun selalu
"Wah! Nenek jadi tambah cantik!” seru Wiwik senang, dia melihat keanggunan dan kharisma sang nenek lebih memancar terang. Ya, wajar saja begitu, karena dulunya Setyowati memang wanita berkelas pada jamannya.“Ibu dari dulu memang cantik kok. Terimakasih Nadya atas hadiahnya buat Ibu,” Sumiati memuji mertuanya, dan berterimakasih pada Nadya. “Ahh Bibi. Kebetulan saja Nadya menemukannya di kotak perhiasan, dan sudah lama tak terpakai. Jadi lebih baik Nadya berikan pada nenek. O iya, Nadya masih membawa sebuah gelang buat Wiwik. Coba di pakai ya Wiwik,” Nadya berkata sambil membuka sling bagnya. Dikeluarkannya sebentuk gelang emas putih yang cukup unik dan lucu, berbentuk ‘tiga kuntum bunga sedang’ yang bertaut pada kepala gelang itu. Itu adalah gelang kesayangan Nadya, pada saat dia masih bersekolah dulu. “Wahh..! Asikk..! Terimakasih tante Nadya. Gelangnya bagus banget!” seru Wiwik senang sekali, sambil mencium tangan Nadya. Agak lama mereka berbincang di rumah sang Nenek. Hing
"Wah, sudah pulang kuliahnya Nadya.?" tanya Elang tersenyum. “Nadya sudah tak ada kuliah kok Mas Elang. Hanya konsultasi seputar penyelesaian skripsi saja.” “Semoga cepat selesai skripsinya ya Nadya.” “Aamiin, makasih doanya Mas Elang. Masuk yuk Mas. Bi Yuli dan Nadya sedang masak rendang dan sop iga sapi Mas Elang,” ajak Nadya. “Kedengarannya sedap nih, hehe,” Elang terkekeh senang, sambil mengikuti Nadya ke dalam rumah. “Elang, kamu sudah kembali tho,” sapa Sundari tersenyum, dia tengah duduk menonton TV di ruang tengah. “Iya Bu, di suruh pulang makan dulu sama Nadya. Hehe,” Elang terkekeh bercanda, sambil mendekati Sundari dan mencium tangannya. “Huhh, kalian ini ada-ada saja. Hihi,” Sundari tersenyum geli. “Biarin, habisnya Mas Elang suka jajan makanan di jalan sembarangan sih,” balas Nadya, sambil menjebikan bibir merahnya yang menggemaskan itu. Usai makan siang bersama, Elang dan Nadya pergi mengunjungi rumah baru sang nenek di Sedayu. Nampak Nadya kini sudah bisa melu
"Barusan Ayah Keina menelpon ya?” tanya Elang, yang baru keluar dari kamar mandi. Kini tubuhnya terasa sangat segar. “Iya Mas Elang. Mas Elang alamatnya di mana ya?” tanya Keina. “Saya tak punya tempat tinggal tetap Keina. Saya cuma seorang perantau,” sahut Elang apa adanya. “Wah, Enaknya bebas lepas Mas Elang. Keina jadi iri.” “Untuk apa iri Keina. Kehidupanmu sudah nyaman kelihatannya.” “Yang terlihat dari luar, kadang tak seperti yang dirasakan oleh hati, Mas Elang,” ucap Keina dengan wajah agak muram. “Nampaknya memang begitu Keina,” Elang membenarkan ucapan Keina. Dan diam-diam Elang mulai menerapkan aji wisik sukmanya, untuk menyelami isi hati Keina. Elang pun mulai menatap Keina. ‘Andai kau tahu Mas Elang, kehidupanku sangatlah membosankan. Ayah dan Ibuku adalah orang-orang pekerja keras. Waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup untuk mereka. Bahkan bisa makan bersama dalam satu meja saja, adalah hal yang ‘aneh’ jika bisa terjadi. Kami serumah, tapi hati kami masing-masi
"Maksudnya sih baik, tapi sayang dia bertemu dengan orang yang salah’, bathin Elang, agak menyesal juga tadi dia mengerjai Keina. Sementara itu ‘burung’nya masih menancap kokoh di liang basah milik Keina. Elang mendiamkan saja kondisi itu, sambil perlahan mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya. Di ciumnya bibir merah Keina yang membalas dengan lumatan hangat, lambat laun lumatan itu pun kem,bali menjadi panas kembali. “Mmfhh...mas El..langg..Keina enak lagihh..uhhss!” seru Keina sambil mulai menggoyangkan kembali pinggulnya, mengimbangi goyangan pinggul Elang di bawahnya. Elang berdiri sambil kedua tangannya mengangkat bokong Keina yang bergayut erat di belakang leher Elang. Elang membawa tubuh Keina ke atas ranjang hotel. Direbahkannya tubuh putih mulus dan kencang milik Keina di ranjang. Elang mulai menyusuri tubuh Keina dengan bibir dan lidahnya. Disedotnya kuat-kuat puncak gunung kembar Keina bergantian. Dan desahan Keina pun terdengar, dengan tubuh tersentak-sentak menahan
Slekh..! “Wahh..! Indah sekali cincin ini,” Keina berseru takjub, melihat kilau biru dan merah pada mata cincin yang dikenakan Elang. Sejenak pandangannya terpaku menatap cincin Elang, lalu perlahan matanya pun menjadi sayu. Cepat sekali reaksi kutukkan Naga Asmara merasuk pada diri Keina. Karena Keina langsung merasakan sesuatu yang geli dan menghangat, di bagian bawah tubuhnya. Buah dadanya pun perlahan mengeras dan mencuat kencang ke atas. Wajah cantik Keina pun nampak semakin segar, dengan bibir merah merekah, serta lesung pipit samar yang menghias kedua pipinya. Dengan rambut basah yang sedikit berombak terurai sebatas bahu. Rona pipinya juga sedikit memerah, menandakan ada bagian tubuhnya yang memanas. Hmm, Keina semakin tampak menggairahkan malam itu.Sebagai putri kesayangan dari Hiroshi Yoshida, pemilik ‘Yoshida Corporation’. Perusahaan yang termasuk 5 perusahaan terbesar di Jepang. Tentulah biaya perawatan kondisi tubuh dan kulit Keina, bukanlah soal besar baginya. K
Elang mengambil tiga buah kerikil seukuran kelereng. Dialirkannya seperempat saja tenaga dalamnya, ke arah jari tangan kanannya. Dan saat Elang merasa ke tiga motor itu, sudah berada dalam jarak lentingan tenaga dalamnya. Maka... Sethh..! Slekh..! Seeth..!Tiga butir kerikil agak tajam melesat cepat bagai cahaya. Lalu menghantam keras ketiga helm, pengendara motor anggota gank ‘Streets Bat’ itu. Praghh..! Pragh..! Pragk..!Ketiga kaca helm visor transitions, yang dikenakan ketiga pengendara itu pun langsung berlubang. Nampak retakkan menjalar disertai rona merah darah, di sekitar lubang masuknya kerikil. Braaghks..!! Sraaghkks....! Sraakg..ghs..!!“Arrghkss..!! Aaarkhhs..!! Addaawwhsk..!!” Motor ketiga berandalan itu jatuh terseret deras di aspal, bersama pengendara dan yang memboncengnya. Akibat ketiga pengendaranya lepas kendali. Karena tangan mereka reflek memegangi bagian wajah mereka, yang terasa sangat perih, pedih, dan berlumuran dengan darah. Kejadian itu berlangsung
"Baiklah Nadya, semoga tidak merepotkan ya,” ucap Elang menyetujui usulan Nadya. “Ya nggaklah Mas Elang,” ucap Nadya tersenyum. *** Ke esokkan harinya, Elang, Nadya, Nenek, dan Darman serta Wiwik telah berada dalam mobil Nadya. Mereka meluncur ke bank yang telah disepakati dengan pemilik rumah. Setelah beberapa lama, transaksi senilai 860 juta rupiah pun berhasil di pindah rekeningkan, ke rekening pemilik rumah. SHM atas tanah dan bangunan serta kunci rumah pun langsung diserahkan pada Nenek. Dan selanjutnya mereka langsung ke tempat Notaris PPAT, yang letaknya tak jauh dari bank tersebut. Tak lama kemudian urusan pun selesai, rumah itu sudah syah menjadi milik Nenek. Kini mereka tinggal menunggu Akta Jual beli yang dibuat petugas PPAT selesai. Nenek dan Wiwik tampak akur dengan Nadya. Sementara hati Darman juga bertambah kagum, dengan Elang keponakkannya ini. ‘Elang, kamu memang gagah, ganteng, dan berkharisma seperti Ayahmu. Pantaslah jika banyak wanita