“Saya menduga kejadian ini semua, ada hubungannya dengan Pak Hendi, Pak Bernard. Adapun soal wanita lain yang dekat dengan Aldi, saya masih belum melihat hubungannya dengan masalah saya Pak Bernard. Sepertinya hal itu disengaja dilakukan, untuk merenggangkan hubungan kita Pak Bernard,” ucap Wahyu, mengemukakan dugaannya. Pak Bernard terdiam, logikanya berusaha menganalisa rangkaian kejadian yang akhir-akhir ini juga membingungkannya. Putranya Aldi memang jadi sering keluar malam pulang pagi, atau sebaliknya keluar pagi pulang malam belakangan ini. Dan dia juga sempat berkenalan dengan wanita itu. Saat wanita itu menjemput Aldi suatu pagi, dan dia berada di teras rumah. Namanya ‘Desi’ kalau dia tak salah ingat. Dan Bernard sendiri, yang memanggilkan Aldi saat itu. “Ahh. ! Video itu Pak Bernard..! Siapakah orang yang mengirimkan video saat kejadian Aldi itu Pak Bernard..?” tanya Wahyu, yang selalu penasaran dan bertanya-tanya tentang pengirim video itu. “Ahh, benar Pak Wahyu. Co
“Mas Elang. Masuk saja ke dalam yuk. Ayah menunggu Mas Elang, untuk makan bersama,” ajak Frisca. Sejujurnya mereka berdua memang belum terlalu lapar. Karena mereka telah makan beberapa kue donat tadi di cafe. Namun Elang merasa tak enak, jika menolak ajakan dari pak Wahyu. Maka ia pun beranjak masuk ke dalam kamar. Tampak Ratna juga baru terbangun dari tidur siangnya, “Ehh, Ayah sudah pulang tho,” ucap istrinya. “Iya bu, kita makan bersama dulu yuk Bu,” ajak suaminya. “Hayuk Yah, kebetulan ibu sudah lapar,” sahut istrinya. “Ayo Elang, sini kita makan bareng,” ajak pak Wahyu, sambil menepuk karpet lantai di sebelahnya. “Iya Elang sini, jangan sungkan,” ucap bu Ratna. “Iya Pak, Bu, makasih,” ucap Elang sambil duduk di sebelah pak Wahyu. Siang itu mereka makan paket ayam crispy bersama. Suasana terasa hangat di sela obrolan santai mereka. Seolah masalah berat yang menghimpit mereka tak dirasakan saat itu. Usai makan Wahyu mengajak Elang berbicara di balkon kamar, “Elang, ber
“Amm..punn Pak Wahyu..! Saya akan bicara..! S-saya bicara..!!” ucap Rohim cepat, gugup, dan ketakutan. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya. “Saya disuruh Pak Hendi untuk menghadang dan menghabisi Pak Wahyu..! Saya hanya orang suruhan Pak..! Ampuni kami Pak Wahyu..! Ampuunn..!” ucap Rohim memelas, seraya mengakui niat perbuatannya. Sementara tampak genangan air di lantai posko. Rupanya Barto terkencing di celana, saat melihat adegan menegangkan di depan matanya. 'To..Barto..! Orang yang mau di gunting, malah dia yang ngompol..! Hihihi..! Badan doang gede, nyali capung..!' bathin Rustam geli. “Sejak kapan kalian mengintai rumahku..?!” tanya pak wahyu. “Sudah beberapa hari ini Pak Wahyu,” sahut Rohim cepat. Setelah mendapat info hingga terang benderang. Sandi ponsel mereka berdua pun, tak lewat dari pertanyaan pak Wahyu. Bahkan Rohim mengaku tahu, kalau tuannya Hendi menggunakan jasa paranormal dari Sukabumi, bernama Ki Pragola. Kesemua pengakuan Rohim dan Barto terekam jela
Sraath..! Sosok Elang melesat cepat mengelilingi rumah pak Wahyu, dengan kecepatan yang sukar di ikuti oleh mata telanjang. Pak Wahyu dan lainnya yang berada dekat Elang, mereka hanya melihat tubuh Elang tiba-tiba lenyap. Taph..! Lalu dalam sekejapan saja, Elang sudah terlihat kembali di tempatnya. “Selesai. Kini rumah Pak Wahyu sudah aman, dari serangan mistis sekuat apapun,” ucap Elang. “Terimakasih Elang. Tanpa bantuanmu, kami pasti tak berdaya apa pun melawan kiriman orang jahat itu,” ucap pak Wahyu. “Sudahlah Pak Wahyu, saya hanya perantau yang kebetulan lewat, dan punya sedikit kemampuan untuk membantu,” ucap Elang sopan. Tinn..! Tinn..! Brrmm..! Blazer milik pak Bernard tiba di depan pintu gerbang rumah pak Wahyu, dan memberi tanda dengqn klaksonnya.“Pak Rustam, tolong bukakan pintu gerbangnya,” perintah pak Wahyu pada securitynya itu. Bergegas pak Rustam membukakan pintu gerbang, Blazer pak Bernard pun melaju masuk ke halaman rumah Wahyu. Klek.!Bernard turun dari
"Elang. Mulai saat ini, anggaplah aku adalah ayahmu Elang,” bisik pak Bernard serak, ‘Sukanta sobatku, putramu sudah kutemukan. Dia adalah putra yang gagah Sukanta. Tenanglah kau di sisi-Nya bersama Wulandari di sana’, bathin pak Bernard dengan tulus. “Ehem. Maaf, ada apa ya Pak Bernard, Elang..?” terdengar suara Wahyu, yang baru saja kembali dan merasa heran. Karena melihat Bernard dan Elang saling berangkulan. “Ohh, tak ada apa-apa Pak Wahyu. Saya hanya berterimakasih atas bantuan Elang, untuk putra saya,” sahut pak Bernard. Ya, Bernard merasa tak berhak membuka rahasia hidup Elang. 'Biarlah Elang yang bercerita sendiri, jika memang dirasa itu perlu', pikirnya. “Ohh. Kalau begitu mari kita makan malam dulu Pak Bernard, Elang. Saya membeli beberapa porsi sop iga sapi dan bakwan jagung, di warung makan depan hotel,” ucap pak Wahyu, sambil beranjak ke dapur rumah. Wahyu berinisiatif menyiapkan peralatan makan mereka malam ini. Akhirnya mereka pun makan malam bersama dengan nikm
Splash..! Sukma Elang kini berdiri berhadapan dengan sukma Ki Pragola, di tengah-tengah halaman rumah Wahyu. Wahyu, Rustam, dan Bernard hanya bisa melihat tubuh Elang yang sedang bersila, di halaman seolah tak bernafas. Hati mereka merasa sangat cemas terhadap Elang. Namun mereka tak mau gegabah bertindak dan kesalahan tangan. “Kau benar-benar cari mati pemuda keparat..!” teriak sukma Ki Pragola murka. “Mati nggak usah dicari juga datang sendiri Pak Tua,” sahut sukma Elang kalem. Karuan sukma Ki Pragola tambah meledak, mendengar ucapan Elang yang dianggapnya meremehkan dirinya. “Keparat kau pemuda bau kunyit..! Sebentar lagi sukmamu akan terkoyak dengan aji macan silumanku ini..!” Ki Pragola berseru murka, sambil menerapkan aji macan siluman yang dimilikinya. Sukmanya tiba-tiba berubah menjadi macan hitam yang besar, dengan cakar dan gigi taring yang panjangnya melebihi leak Bali. Elang diam-diam menerapkan aji Lindu Sukma tingkat ke 4, dari 7 tingkatan pamungkas ilmu itu. S
“Baiklah Elang. Bapak tak bisa memaksamu. Biarlah nanti bapak, yang akan coba mengurusnya untuk kamu. O iya Elang, nama panti asuhan kamu apa namanya..? Bapak mungkin akan pergi ke sana, dan bicara dengan pengelola panti asuhan tersebut,” tanya pak Bernard. “Panti asuhan ‘Harapan Bangsa’ namanya Pak Bernard, dan nama pengelolanya adalah Bu Nunik,” sahut Elang. Bernard mencatat baik-baik nama panti asuhan dan juga nama pengelolanya itu, dalam memo ponselnya. “O iya Elang. Dalam prosesnya nanti, mungkin bapak memerlukan nomor KTP dan juga nomor rekening bank kamu. Bisakah kau memberikannya pada bapak..?” tanya pak Bernard, dalam hatinya dia merencanakan sesuatu. “Bisa Pak Bernard,” sahut Elang, lalu ia menyebutkan data yang diminta oleh pak Bernard. Bernard pun lalu kembali mencatat data yang di sebutkan oleh Elang itu.Karena malam sudah terlalu larut, akhirnya Bernard memutuskan untuk pulang dan beristirahat di rumahnya. Sementara Elang tetap di rumah pak Wahyu, dan memilih ke
“Asyik..! Terimakasih Mas Elang. Mas tunggu di sini ya. Biar Frisca ambil mobil dulu,” ucap Frisca riang. Mobil yaris berwarna merah meluncur keluar dari garasi, dan langsung menjemput Elang yang menunggu di posko satpam. Mereka pun langsung meluncur menuju ke daerah Petogogan, yang masih berada di wilayah Jakarta Selatan. Tak sampai 30 menit kemudian. Mobil Frisca masuk ke halaman parkir sebuah cafe, bernama ‘Kopi Kalyan’ di jalan Cikajang. Suasana cafe tak begitu ramai, saat Frisca dan Elang masuk ke dalamnya. Mereka mengambil meja yang berada di sudut ruang. Elang memesan kopi kalyan rasa pisang, sedangkan Frisca memesan Cafe latte, roti bakar, dan spaghetti carbonara, untuk mereka berdua. “Mas Elang. Apakah menurut Mas Elang hubungan Frisca dan Aldi bisa di teruskan..? Sejak semalam, Aldi terus menghubungi dan menchat Frisca. Dia merasa sangat menyesal dan meminta maaf pada Frisca,” tanya Frisca memulai percakapan. “Frisca, pertanyaanmu sudah masuk dalam ranah yang paling
Agak lama suasana paseban pertemuan itu menjadi sunyi. Semua penasehat yang berjumlah 5 orang itu termenung, dan berpikir keras mencari cara terbaik. Untuk menghadapi 'puncak kemelut' yang sudah diramalkan Resi Salopa akan terjadi, pada 7 tahun mendatang dari sekarang. "Ampun Kanda Prabu. Bukankah Resi Salopa dulu juga meramalkan, akan adanya 'gerbang dimensi' yang terbuka. Pada saat 'kemelut puncak' itu terjadi. Gerbang dimensi yang diramalkan Resi Salopa, akan mendatangkan sosok dari peradaban di masa mendatang dan masuk ke negeri ini. Apakah putra angkatku Srenggana Maruthi perlu kutempatkan bertapa di sana. Untuk menjaga gerbang dimensi, agar tidak dimasuki orang yang salah Kanda Prabu..? Karena kita tidak tahu, apakah 'orang dari peradaban masa depan' itu akan menjadi lawan atau kawan, bagi negeri Kalpataru ini Kanda Prabu. Kita harus memastikannya dulu Kanda Prabu," ucap Ki Jagadnata, seorang penasehat yang mumpuni di bidang kanuragan dan kesaktian. Dia jugalah yang menja
Awalnya, setelah mendengar kisah Permadi. Seruni merasa sangat shock dan marah pada Permadi. Namun setelah Seruni bèrpikir kembali. Awal kisah percintaannya dengan Permadi, juga bukanlah berawal dari sesuatu yang baik. Perlahan Seruni pun bisa menerima cerita itu, dan segera mengajak Permadi untuk menengok rumahnya di Surabaya. 'Biarlah ini menjadi hukuman dan pencucian atas dosa-dosa kami Ya Allah. Ijinkan kami membenahi ini semua Ya Rabb', rintih bathin Seruni. Dan betapa terkejutnya mereka, saat tiba di kediaman Permadi. Mereka mendapati kondisi Shara, yang lemah terbaring tanpa daya di pembaringan. Tubuh Shara yang dulu nampak sekal dan aduhai, kini berganti kurus tanpa gairah hidup. Bahkan sepertinya jika mereka terlambat datang 3 hari kemudian, Shara mungkin hanya tinggal nama saja. Nampak mata Shara berbinar gembira, walau tubuhnya tak mampu bergerak saking lemahnya. Bi Sutri yang menjaganya siang malam, saat itu hanya bisa terisak sedih. Menangisi kepedihan dan keputus
"Hahaha..! Baiklah Nak Permadi, kamu sudah dengar sendiri jawaban dari Seruni. Kini tinggal menentukan hari baik untuk pernikahan kalian. Dan sebaiknya kau mencari orang yang bisa kau percaya, sebagai teman pendamping untuk pernikahanmu Nak Permadi. Karena bagi laki-laki, tak ada wali pun pernikahan kalian sesungguhnya akan tetap syah," ujar Pak Jatmiko menjelaskan. "Baik Ayah, Ibu. Kalau begitu Permadi mohon diri dulu," ucap Permadi yang sudah mulai berkeringat, walau hawa ruang tamu cukup sejuk berAc. Namun Permadi langsung mendapat isyarat kedipan mata, sambil menggelengkan kepala dari Seruni. Karena langsung pulang setelah melamar, itu tidak sopan menurut Seruni. Karuan Permadi yang baru setengah berdiri, dia langsung duduk kembali di kursinya. Hehe. "Ahh, Nak Permadi jangan buru-buru pulang dulu. Ibu sudah menyiapkan makan malam bersama untuk kita. Kita makan bersama dulu ya. Hihihi," ucap Riyanti sang ibu, seraya terkikik kecil, melihat kekikukkan Permadi. Ya, Riyanti se
"Bimo. Om Elang bangga pada ketegaran Bimo, saat dulu kamu hidup di jalan seorang diri. Om tahu, sekarang kamu pasti sedang kangen sama Ibu dan Kakakmu di Madiun sana. Tapi Om juga kesal sama Bimo," ucap Elang pelan. "Om Elang kesal kenapa sama Bimo, Om..? Bimo minta maaf kalau sudah mengecewakan Om Elang," Bimo berkata penuh ketakutan. Ya, hal yang ditakuti oleh Bimo memang hanya satu. Yaitu mengecewakan Elang, orang terbaik yang selalu ada di hatinya dan menjadi teladannya itu. "Om kesal, karena Bimo tak pernah memberitahu pada Om, kalau makam ayah Bimo tidak dikubur di tempat yang layak. Sekarang katakan pada Om. Di mana tempat ayah Bimo dikubur..?" tanya Elang serius pada Bimo. "Bimo dan tukang rokok menguburkan Ayah di lahan kosong milik orang Om Elang. Lokasinya di pinggir jalan Tentara pelajar. Tapi sekarang tanah itu sedang dijual Om," sahut Bimo akhirnya terus terang. 'Bimo, tak kusangka kehidupan masa lalumu begitu pedih. Seusia kau menguburkan jenasah Ayahmu hanya b
"Tidak, Mas Elang tidak salah dengar. Itu memang murni keinginan Nadya, Mas. Tsk, tskk..!" sahut Nadya terisak. 'Andai Mas Elang menolak menikahi Nanako, maka aku juga tak akan menikah seumur hidupku..', desah bathin Nadya. Dan, itu semua 'terdengar jelas' oleh 'Wisik Sukma' Elang. "Hhhh. Nadya, sebenarnya seberapa dekat kau dengan Nanako..? Mas memang simpati padanya, tapi itu bukan berarti Mas cinta atau ingin menjadikannya istri, Nadya. Mas hanya mencintaimu Nadya, bukan yang lain. Soal Nanako memilih tak menikah seumur hidupnya, itu adalah pilihan jalan hidupnya. Takdir berada di atas semua itu. Jika Nanako ditakdirkan bersuami nantinya, maka pasti dia akan menikah juga, Nadya. Dan lagi, kamu juga belum bicara tentang hal ini pada kedua orangtuamu Nadya, pikirkanlah baik-baik. Biar bagaimana pun juga, orangtuamu harus tahu tentang 'keinginan anehmu' ini Nadya," Elang akhirnya berkata menjelaskan pada Nadya dengan tenang. Walau sebenarnya Elang agak kesal juga, dengan pola
"Katakanlah ini nyata, Mas Elang.." lirih sekali kata itu terucap dari Nadya, seraya tetap memandang wajah Elang. Ya, Nadya seolah takut wajah itu kembali menghilang, saat dia berkedip. Tanpa menjawab, perlahan Elang menundukkan wajahnya dan mengecup kening Nadya, lalu mengecup pula sejenak bibir Nadya. "Apakah kau masih merasa kecupanku hanya mimpi Nadya..?" ucap Elang lembut, di telinga Nadya. "Owhs..! Mas Elang..! Tsk, tskk.." kembali Nadya memeluk erat tubuh Elang, sambil terisak penuh kebahagiaan. 'Ternyata ini nyata. Terimakasih Tuhan', bisik hati Nadya, merasa bahagia dan bersyukur. "Nadya, kini sudah menjelang malam. Baiknya kita pulang dulu yuk. Tapi kita mampir dulu ke warung makan pinggir jalan ya," ajak Elang pada Nadya, yang langsung tersadar dengan keadaan saat itu. Kriyuukk..! Perut Elang berdemo, tepat saat dia selesai berkata. "Hihihii..! Mas Elang lapar rupanya ya. Hayuk kita makan sop sapi dulu kesukaan Mas Elang," Nadya terkikik geli, mendengar suara perut
"Biar aku saja yang memindahkan motor itu, Bu Guru cantik," suara seorang pria terdengar menawarkan bantuannya. "Terimakasih. Hahhh...?!" reflek Seruni mengucapkan terimakasih tanpa menoleh. Namun seketika itu pula hatinya bergetar kencang, Seruni pun berseru kaget tertahan. Brugh..! Sepasang mata Seruni terbelalak, tas tangan dan beberapa map yang dibawanya pun terjatuh. Itu semua terjadi, saat dirinya belum lagi menoleh ke arah sosok pemilik suara itu. Ya, baginya suara itu sudah mewakili gambaran penuh sosok pemiliknya, Permadi.!'Tapi benarkah ini nyata..?' bisik bathin Seruni meragu. "Seruni, apakah kau akan terus diam di situ hingga malam tiba..?" tanya suara itu lagi. "A-apakah aku tengah bermimpi M-mas..Permadi..?" terbata Seruni bertanya, dadanya terasa sesak. Perlahan dia memutar tubuhnya, dan diapun tersentak tak bisa mengendalikan tubuhnya, Seruni hampir saja terjatuh saking terkejut dan tak percaya, pada apa yang dilihatnya. Ya, sosok gagah itu kini berdiri terse
"Mas Permadi. Lebih baik Sisca juga 'tiada', jika harus hidup tanpamu', desah bathin Sisca, yang kini tengah berbaring lemah di ranjang kamarnya. Berkali Mbok Sutri mengetuk pintu kamarnya untuk makan, maka berkali pula jawaban 'nanti saja' terdengar dari Sisca di dalam kamarnya. Mbok Sutri sampai kehilangan akal dan ikut menjadi prihatin, terhadap kondisi majikan puterinya itu. Ada pun dilema menghantui diri Yudha Satria dan Ahmad Syauban di kepolisian. Mereka bahkan sudah menyimpulkan, jika 'sosok hijau' dalam pertarungan dahsyat di selat Naruto itu adalah Elang. Namun tentu saja mereka memendam rahasia itu dalam hati mereka. Bahkan Yudha Satria berani pula menyimpulkan. Bahwa sosok bercahaya biru dalam video itu, adalah penjahat berhelm. Penjahat yang statusnya 'sangat dicari' oleh pihak kepolisian, hidup atau mati.!Dan hal itu terbukti, dengan 'senyapnya' aksi-aksi para penjahat berhelm, setelah insiden pertarungan dahsyat itu. Dengan kata lain, kasus tentang penjahat bert
'Hahh..! Sudah lewat waktu ashar..!' seru bathinnya. Bergegas dia meninggalkan tempat itu, dan kembali menuju hotelnya. Malam harinya Seruni keluar dari kamarnya, dia berniat dinner di resto hotel. Saat dia tiba di restoran, nampak beberapa tamu juga telah berada di sana. Suasana restoran tak begitu ramai malam itu, sekilas dia melirik seorang gadis yang sepertinya juga tengah menatapnya. Saat tatapan mata mereka bertemu, wajah gadis itu tersenyum ramah padanya. Seruni pun membalas senyum gadis itu. Nampak gadis itu melambaikan tangan ke arahnya. Seolah mengundang Seruni, untuk ikut duduk di mejanya. Seruni pun melangkah menghampiri meja gadis itu, yang nampaknya juga pendatang sepertinya. Karena wajahnya nampak seperti serumpun dengan dirinya. "Duduk di sini saja Mbak. Mbak orang Indonesia kan..?" tanya gadis itu, yang ternyata Nadya adanya. Nadya merasa senang mendapati orang senegaranya berada di tempat itu. Hal yang nampak jelas, dari wajah dan kerudung yang dikenakan Serun