"I ... ikan bakar ...."Daisha hendak berbicara tetapi berhenti."Daisha, kalau ada yang ingin kau katakan, katakan saja.""Tuan, ikan bakar yang kamu masak memang enak, tapi kalau menjualnya ... belum tentu lalu. Seandainya laku, harganya juga tidak tinggi."Daisha menjaga kata-katanya serendah mungkin, takut menyinggung Arjuna.Mereka selalu makan sayur-sayuran liar sehingga menyukai ikan."Jangan khawatir, aku sudah memikirkan cara yang lebih baik untuk memanggang ikan."Ketika Arjuna kembali, seluruh tubuhnya basah kuyup, jadi dia tidak mencabut rumput pentium.Ngomong-ngomong, orang di tempat ini menyebut rumput pentium sebagai rumput cincau.Karena Arjuna berada di tempat mereka, dia akan ikut menyebutnya rumput cincau.Arjuna menyuruh Daisha untuk mencabut rumput cincau. Meskipun rumput cincau di musim dingin tidak sebagus di musim panas, itu tidak buruk.Rumput cincau bisa ditemukan di mana-mana. Daisha tidak perlu pergi terlalu jauh, ada di pegunungan belakang desa.Pegunungan
Setelah meninggalkan toko besi, Arjuna pergi ke toko kayu bakar untuk membeli sekantong arang.Lalu dia pergi ke toko obat membeli dua ons jintan dan dua ons lada. Dia meminta penjaga toko obat untuk menggiling jintan dan lada menjadi bubuk. Sayangnya, pada zaman ini tidak ada paprika.Harga barang-barang ini sembilan puluh sen.Sekalipun dia menjual semua ikan hari ini, dikurangi modal, Arjuna tidak akan menghasilkan banyak uang. Akan tetapi, hari pertama berbisnis, jika dia tidak merugi artinya sudah untung. Palingan, dia tidak perlu membeli tongkat besi lagi.Dari sembilan puluh sen uang yang dihabiskan, tujuh puluh sennya adalah untuk dua batang besi.Setelah kembali ke pasar, hari sudah gelap.Jika seseorang datang memungut biaya kios. Kios seperti Arjuna harus membayar dua sen.Sulit bagi orang lemah untuk melawan orang kuat. Pada hari pertama jualan, Arjuna tidak ingin menimbulkan masalah jadi dia memberikannya.Pasar pun mulai ramai, Arjuna membawa Disa dan Daisha pergi membuka
Kulit ikan yang ada di atas panggangan sudah mulai berwarna coklat, jadi Arjuna mengoleskan sedikit minyak pada ikan.Tak perlu banyak-banyak, ikan sendiri sudah ada minyak, terutama bagian perut.Aroma ikan bakar mulai menyebar.Para penonton tidak bisa menahan diri untuk tidak mengendus setelah mencium aromanya.Ekspresi mengejek para penonton perlahan berubah.Ada bingung, ada juga terkejut."Ikan yang dimasaknya berbeda dari yang kubayangkan. Sepertinya cukup harum.""Aku juga merasa harum. Entah bagaimana caranya menghilangkan bau amisnya.""Tidak ada bau amis sama sekali, baunya juga enak. Hanya saja entah bagaimana rasanya?"Begitu bahas soal rasa, orang-orang langsung terbangun dari mabuk akan wanginya ikan."Aku sudah pernah makan ikan, rasanya tidak enak.""Aku juga pernah memakannya. Bukan hanya tidak enak, tapi juga banyak duri.""Ngomong-ngomong soal duri, aku pernah tersedak tulang, itu menyakitiku selama beberapa hari.""Aku juga pernah mengalami hal ini. Meskipun diberi
"Enak sekali, coba kalian cicipi juga.""Semuanya dicoba.""Kalau tidak enak, aku akan mengubah namaku."Seperti kata pepatah, perlakuan baik akan dibalas dengan kebaikan.Terlebih lagi, ikan bakar Arjuna enak sekali. Doni promosi lebih heboh daripada Arjuna seolah ini adalah bisnisnya."Hei, Doni, apakah kamu orangnya anak itu? Apakah kalian berkomplotan?"Melihat orang-orang mulai heboh dan ingin mencoba ikan bakar Arjuna, si penjual kue, Jono, pun berkata dengan lantang.Orang-orang ragu lagi, Jono segera menambahkan, "Bagaimanapun cara masaknya, itu tetap ikan. Kita semua mengalami masa-masa sulit, siapa yang tidak terpaksa makan ikan? Hanya ditambah beberapa tetes minyak dan beberapa bahan, itu menjadi makanan dewa?""Kamu pikir kami ini bocah?""Jono!"Tak mau kalah, Doni memindahkan tubuh gemuknya ke hadapan Jono."Jangan mengira kamu dan Daka yang menjaga tempat ini berasal dari desa yang sama, kamu bisa merajalela di pasar ini. Aku tidak takut padamu."Meskipun Doni dan Jono b
"Seekor tiga sen, kena ...."Sebelum Arjuna selesai berbicara, Jono mengembalikan empat sen yang baru saja diberikan Arjuna kepadanya. Arjuna secara naluriah mengulurkan tangan untuk mengambilnya."Aku mau satu, tidak usah kembali.""Baik. Terima kasih, Kak Jono."Tidak perlu kembali, ya sudah. Orang seperti Jono pasti akan tersinggung kalau Arjuna memberikan uang kembali."Daisha, kenapa kamu masih diam? Berikan satu ekor ikan kepada Kak Jono."Arjuna juga tidak menyangka bisnis pertamanya akan sukses dengan cara ini. Orang pertama yang membeli ikannya adalah Jono yang ingin mengusirnya."Dik." Doni mengeluarkan tiga sen dari sakunya. "Aku tidak bisa mengambil ikanmu secara gratis. Uang untukmu."Arjuna melambaikan tangannya berulang kali. "Ikannya untukmu, Kak Doni."Ketika Doni mendengarnya, dia merasa tidak senang. "Apa yang kamu bicarakan? Aku ini bukan orang yang suka mengambil keuntungan dari orang lain. Ambil, tiga sen tidak berarti apa-apa bagiku."Jono saja sudah membayar, ba
Teknologi pengelasan pada zaman ini belum ada, jadi oven modern pasti tidak bisa dibuat, tetapi Arjuna bisa membuat jaring besi yang tidak terlalu tipis.Arjuna bertanya apakah dia boleh membayar deposit sepuluh sen terlebih dahulu.Uang yang dia peroleh hari ini jelas tidak cukup untuk membeli sepotong jaring besi. Selain itu, dia belum melihat produk jadinya. Seandainya cukup, Arjuna tidak mau langsung melunasinya.Zaman itu belum ada konsep deposit, tetapi si bos langsung setuju.Mereka sama-sama berbisnis. Ikan bakar Arjuna terjual habis di pasar, bos ini sudah mengetahuinya.Selain itu, dia juga pergi membelinya. Ikan bakar Arjuna memang enak dan Arjuna terlihat tulus. Dia tidak takut Arjuna mengutang tanpa membayar.Ketika Arjuna kembali dari toko besi, dia menemukan bahwa kedua istrinya telah berkemas dan sedang berbisik-bisik.Ketika melihat Arjuna kembali, mereka segera berhenti dan berdiri untuk menyambut Arjuna."Tuan, kamu kembali!""Ya, aku melihat kalian mengobrol dengan
Hanya sedikit hal yang bisa dilakukan pada musim dingin. Pahan saja sudah menganggur, apalagi Shaka yang merupakan wakil.Dari kemarin hingga awal musim semi, Pahan menyuruh Shaka untuk tidak masuk lagi. Katanya, fokus bersekolah saja untuk mempersiapkan ujian anak setelah musim semi.Hanya setelah lulus ujian anak baru dapat mengikuti ujian sarjana. Tidak ada batasan usia untuk ujian anak.Sebenarnya, Shaka belum terlalu tua.Orang-orang zaman dahulu menikah lebih awal. Shaka dan Arjuna lahir di tahun yang sama. Mereka berdua baru berusia 19 tahun pada tahun ini.Hari ini, Shaka sudah gajian. Pahan sendiri yang mengantar gaji dan hadiah untuk kelahiran putra Shaka ke Desa Embun. Pahan disindir oleh istrinya ketika hendak keluar. "Apakah kamu tidak malu mengantarkan gaji dan hadiah untuk wakilmu?"Pahan langsung marah, "Kamu seorang wanita, tahu apa? Bukankah kamu biasanya suka keluar dan mendengar gosip setiap hari? Apakah kamu tidak mendengar apa yang dikatakan begawan di Kuil Yamuna
Daisha menundukkan kepalanya dengan rendah diri.Arjuna yang melihatnya pun merasakan kemarahan muncul di hatinya.Siapa wanita ini? Mengapa dia datang ke rumahnya dan berteriak-teriak?"Tuan, kamu pulang!"Melihat Arjuna mendorong pintu hingga terbuka, Daisha berlari ke arah Arjuna seolah-olah dia telah diselamatkan.Wanita sombong itu juga berjalan mendekat.Ketika Arjuna hendak bertanya siapa wanita itu, Disa berbicara lebih dulu."Tante Praya!""Hm!" Praya mendengus pelan, mengangkat dagunya tinggi-tinggi.Karena tidak melahirkan anak laki-laki, Praya telah lama ditindas oleh Naura. Setelah ditindas, Praya suka melampiaskan amarahnya pada Daisha dan Disa.Karena Arjuna yang dulu terlalu tidak berguna dan memiliki status yang sangat rendah di Keluarga Kusumo. Meskipun Praya dan Naura telah menindas Alsava bersaudari, Arjuna yang dulu juga berpura-pura tidak menyadarinya.Jika Alsava bersaudari mengeluh dan mengucapkan beberapa kata kebencian, Arjuna bahkan akan memukuli mereka dan m
"Gadis-gadis, berhenti menggali!" teriak Arjuna.Jaraknya masih kurang sedikit, tetapi dengan kekuatan lengan gadis-gadis itu, tidak masalah.Sejak memasuki terowongan, Arjuna terus mengawasi pergerakan di Kampung Seruni.Ketika suara tawa dari atas berhenti, dia tahu bahwa yang keluar pasti Sang Ahli Strategi Berwajah Anggun.Dia muncul berarti Kampung Seruni akan menyerang mereka.Sekarang arah angin telah berubah, sangat tidak menguntungkan mereka. Terowongan ini dapat menahan lemparan batu dan anak panah, tetapi tidak dapat menahan api."Saudara-saudara, cepat lengkapi gadis-gadis itu dengan senjata!""Siap!"Dipimpin oleh Magano dan Ravin, belasan pemuda dengan cepat memindahkan semua kotak kayu ke bawah kaki gadis-gadis itu."Gadis-gadis, siap-siap untuk menyerang!""Plak!""Plak, plak!"Gadis-gadis itu membuka kotak kayu yang ada di bawah kaki mereka.Para prajurit yang berdiri di samping menjulurkan leher, sangat penasaran dengan senjata misterius yang ada di dalam kotak-kotak
Mereka penasaran sekali dengan wanita-wanita itu.Banyak bandit diam-diam mengintip lagi.Galih menatap para bandit yang tak kuasa menahan diri untuk menjulurkan kepala lagi. Kemudian dia mengangkat kepalanya, menatap anak panah di udara yang berkurang hampir setengahnya.Tampaknya yang tidak fokus bukan hanya mereka, para perwira dan prajurit yang ada di bawah benteng juga sama.Ekspresi Galih menjadi muram. Jangan-jangan ini konspirasi Arjuna?Berpikir demikian, Galih bergegas mendekat untuk melihat.Di bawah benteng, tidak ada manusia yang terlihat, hanya lumpur yang beterbangan dari koridor.Sesekali ada satu atau dua kepala yang muncul, mereka dapat diidentifikasi sebagai wanita. Omongan bahwa beberapa di antara mereka memiliki tubuh yang bagus hanyalah tebakan para bandit yang tergila-gila pada wanita.Lumpur yang beterbangan di koridor bawah desa pegunungan makin dekat ke arah mereka. Galih memperkirakan bahwa wanita-wanita itu berjarak sekitar dua puluh lima meter dari Kampung
Ketika para prajurit menemukan para wanita, ekspresi mereka bahkan lebih berlebihan daripada ekspresi prajurit terluka yang tadi turun gunung.Semua orang tercengang.Syok, bingung.Wanita?Apa yang mereka lakukan di sini?Membantu mereka menggali jalur pemisah?Mereka begitu banyak pria mana membutuhkan bantuan wanita?Ketika para prajurit mendengar bahwa gadis-gadis itu bukan datang untuk membantu, melainkan untuk menyerang markas bandit, mereka makin tercengang. Banyak pemanah bahkan lupa menembakkan anak panah mereka.Para bandit di Kampung Seruni juga menemukan ada yang tidak beres.Tiba-tiba, jumlah anak panah di udara berkurang.Prajurit pejabat berhenti menyerang?Banyak bandit menjulurkan kepala untuk melihat ke bawah.Di koridor yang tak jauh dari gerbang desa, banyak tanah berlubang."Apa yang sedang dilakukan para prajurit itu? Mereka tampak seperti sedang menggali terowongan.""Apakah mereka menggali terowongan untuk naik menyerang kita?""Haha!" Rajo tertawa. "Kalau begit
Saat gadis-gadis itu melewati para prajurit terluka yang sedang menuruni gunung, para prajurit menyeka mata mereka.Mata mereka pasti sudah rusak akibat asap.Kenapa wanita muncul di tempat seperti ini, di saat seperti ini?Ketika mereka mengetahui bahwa gadis-gadis itu akan menyerang Kampung Seruni, ekspresi mereka menjadi makin heran.Asap api tidak hanya merusak mata mereka, tetapi juga telinga mereka?Di bawah perlindungan sejumlah besar kembang api dan tentara yang bertarung dengan para bandit, Disa memimpin gadis-gadis itu dengan tenang ke medan perang.Gadis-gadis itu terus melangkah maju hingga mereka berada sekitar lima puluh meter dari Kampung Seruni barulah berhenti.Setelah berhenti, mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya fokus menggali terowongan.Pengawal Danis dan Andi berlari ke atas gunung satu demi satu.Mereka semua diperintahkan untuk mencari tahu apa yang dilakukan gadis-gadis itu."Menggali terowongan?"Danis dan Andi bertanya dengan serempak ketika mereka mendeng
Andi tidak melarang Firhan. Dia ingin Danis mendengarnya. Betapa konyolnya Danis menggunakan Arjuna.Danis berdiri dengan tenang tanpa ekspresi, dia tidak senang maupun marah. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana suasana hatinya saat ini.Akan tetapi, bohong jika mengatakan bahwa dia tidak khawatir."Yang Mulia, suruh para prajurit mundur ke depan perkemahan pemanah, bagi mereka menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama gunakan perisai untuk melindungi para pemanah, suruh para pemanah terus menembak. Kelompok kedua gunakan pedang untuk menggali zona isolasi di tempat.""Zona isolasi yang aku tandai di meja pasir. Lebarnya sekitar dua setengah meter."Arjuna memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menandai lebarnya di atas meja pasir karena dia tidak menyangka Firhan akan datang membawa pasukan."Kelompok terakhir, bawa orang yang terluka turun dengan tertib."Mendengar suara Arjuna yang mendesak, tetapi tenang, ekspresi Danis yang awalnya tidak menunjukkan emosi pun, menunjukkan
Danis melambaikan tangannya. "Bercanda atau bukan, aku bisa tentukan sendiri."Ketika Danis melihat Arjuna memimpin sekelompok wanita, dia juga merasa gelisah.Namun, jangan mempekerjakan orang yang kamu ragukan, jangan meragukan orang yang kamu pekerjakan. Itu adalah prinsipnya.Arjuna mengangkat tangannya.Melihat gerakan Arjuna, Disa yang memimpin tim pun berteriak, "Semuanya, berhenti!"Gadis-gadis itu segera berhenti bergerak maju, mereka berdiri tegak dalam lima baris.Meskipun mereka semua perempuan, Eshan merasa jauh lebih nyaman melihat mereka daripada tiga ribu prajurit pria yang dipimpin oleh Firhan.Selama beberapa hari terakhir, Arjuna meminta gadis-gadis itu untuk melakukan tiga hal: menggali lubang, berbaris, serta melempar karung pasir.Danis juga merasa sangat tertarik.Memimpin sekelompok wanita saja sudah cukup aneh, perintah formasinya juga aneh.Namun biarpun anehnya, formasi dan perintahnya membuat seluruh tim terlihat sangat energik.Jika wanita saja bisa begitu
"Oke." Danis menyerahkan lencananya kepada Arjuna. "Mulai sekarang, prajurit penjaga Kota Perai berada di bawah komandomu!"Mata Andi dan Firhan membelalak. Melihat lencana itu bagaikan melihat Danis sendiri.Dengan adanya lencana tersebut, Arjuna tidak hanya dapat memimpin prajurit penjaga Kota Perai, tetapi juga Pasukan Serigala yang melindungi Bratajaya."Yang Mulia, aku tidak membutuhkan lencanamu. Tidak butuh prajurit penjaga Kota Perai untuk menyerang bandit."Arjuna berkata sambil berlari menuruni gunung. "Disa!"Setelah Andi menyerahkan tugas menumpas bandit kepada Firhan, Arjuna meminta Disa untuk membawa seratusan gadis tersebut untuk beristirahat di kaki gunung."Arjuna!"Melihat Arjuna yang berlari menjauh, Eshan begitu cemas hingga ingin menghentakkan kakinya.Anak bodoh, lencana Marsekal Agung adalah benda yang agung. Biarpun lain kali harus dikembalikan, setidaknya Arjuna pernah memegang lencana Marsekal Agung dan memimpin tiga ribu prajurit penjaga Kota Perai. Dia bisa
"Arjuna? Dia hanya seorang pelajar, bagaimana mungkin dia punya ide? Apa idenya? Menggunakan kendi-kendi anggurnya?"Firhan berlidah tajam. Jangankan ketika dia tidak percaya bahwa Arjuna punya ide, seandainya Arjuna benar-benar bisa menangani situasi ini, Firhan tidak mungkin membiarkan Arjuna melakukannya.Dia, seorang kapten yang membawa tiga ribu prajurit, membiarkan seorang pelajar membantunya. Bukankah hal itu akan menjadi lelucon?Selain itu ....Firhan merasa sedikit gelisah.Walaupun Arjuna tidak mungkin bisa menangani situasi ini, anak itu sangat licik.Firhan sudah menyaksikannya sendiri ketika dia dan Fauzi pergi ke Desa Embun untuk menangkap Arjuna.Arjuna jelas-jelas baru belajar selama dua bulan, tetapi dia menduduki peringkat teratas. Arjuna jelas-jelas masih muda, tetapi dia telah membaca lebih banyak buku daripada Bima. Arjuna jelas-jelas seorang pelajar yang lemah, tetapi dia dapat menghindari penangkapan para polisi.Bila hal ajaib terjadi pada anak itu lagi. Bila A
Ratusan prajurit yang sekujur tubuhnya terbakar berguling-guling, berlarian kesakitan. Sedangkan prajurit yang tidak terbakar berlarian kembali.Di tengah kekacauan, banyak prajurit yang berlarian terjatuh sehingga terinjak.Mayoritas orang bukan mati terbakar atau tertembak panah dari bandit, tetapi mati terinjak oleh rekannya sendiri."Saudara-saudara yang tidak terluka, cepat berdiri, bunuh bajingan-bajingan itu!"Di Kampung Seruni, Naga Bermata Satu berteriak dengan keras."Bunuh bajingan-bajingan itu.""Lepaskan anak panah!"Anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan dari benteng gunung."Dorong batu!"Satu demi satu batu besar berguling turun dari kampung.Anak panah yang tadi ditembakkan oleh para prajurit kini menjadi sumber anak panah bagi para bandit.Batu-batu tembok kampung yang runtuh berubah menjadi batu-batu yang tak habis digunakan."Saudara-saudara, ikut aku!" teriak Rajo, lalu mendorong kereta bola api untuk mendobrak gerbang desa yang telah terbakar hingga m