Beranda / Romansa / Sang Mantan Pelacur / 6. Persahabatan dan Kemanusiaan

Share

6. Persahabatan dan Kemanusiaan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-08 07:51:15

Happy Reading

*****

Sesampainya di rumah, Adilla mulai terpengaruh dengan curhatan sang sahabat. Terbayang bagaimana susahnya hidup dengan penghasilan pas-pasan sementara kebutuhan hidup terus melambung tinggi. Perempuan itu sudah pernah berada pada fase yang dialami Danang.

Reflek tangannya meraih ponsel dan menghubungi Eric. Beberapa kali memanggil, tetapi belum diangkat oleh si daddy. Adilla melirik jam di meja rias, masih pukul sembilan malam.

Nggak mungkin Daddy tidur jam segini. Apa dia lagi seneng-seneng sama anak-anak, ya.

Adilla menghempaskan diri ke ranjang. Pikirannya terpecah antara membantu Danang atau membiarkan sang sahabat seperti itu seterusnya. Rasa khawatir jika suatu hari nanti pekerjaan itu terbongkar pada keluarga menyelimuti perempuan dengan kulit kuning langsat itu. Namun, sisi kemanusiaannya lebih dominan.

Masih bergelut dengan pikirannya sendiri, suara ponsel Adilla berdering. Cepat-cepat perempuan itu mengangkat panggilan video dari orang yang ditunggu-tunggu sejak tadi. Sebelumnya, dia memastikan bahwa pintu kamar sudah terkunci, tak ingin keluarga tahu apa yang akan dibicarakan dengan si daddy.

"Hay, Dad. Apa kabar?" tanya Adilla manja.

Terlihat wajah Eric yang berkeringat dan tak mengenakan baju bagian atas. "Hay, Beib. Cepet pulang! Banyak yang nyariin kamu, aku nggak mau kehilangan pelanggan-pelanggan loyal." Saat berkata, mata si Daddy terlihat merem melek keenakan. Perkataannya tadi pun sedikit tersendat-sendat dengan desahan lirih yang dia keluarkan.

"Daddy lagi ngasah senjata? Sama siapa?"

"Kamu emang anak kesayangan. Peka banget tanpa dijelaskan. Ada anak baru, jadi harus di tes dulu, dong. Gimana servisnya." Di ujung perkataan, si Daddy mengeluarkan lenguhan panjang.

"Ya udah, deh. Lanjutin aja ngetes anak baru. Ntar aku telepon lagi kalau udah selesai." Adilla cepat menutup panggilan video dari Eric.

Semakin lama, mata Adilla makin meredup dan akhirnya terlelap dalam tidur. Bukan kebiasaan sang pemain hati memejamkan mata di jam sepuluh malam. Sudah cukup lama perempuan itu tidak menikmati tidurnya dengan tenang. Dunia malam seolah menenggelamkan semua keinginan itu.

Dering ponsel yang terus berbunyi nyaring membangunkan tidur Adilla. Tangan kirinya meraba-raba mencari benda pintar itu. Tanpa membuka mata, dia langsung menjawab panggilan.

"Halo," sapa Adilla dengan suara serak bangun tidur.

"Udah tidur, Beib?" tanya seseorang di seberang. "Tumben banget."

Adilla berusaha membuka mata. "Udah selesai, Dad?" tanyanya, "nggak tahu, nih. Kalau pulang kampung pasti ngantuk bawaaannya. Sepi sih di sini. Jam tujuh aja udah nggak ada orang lewat."

Lelaki yang dipanggil Dad itu tertawa keras. Setelah itu dia berkata, "Tadi mau ngomong apa?"

"Waktu ini Daddy kan nyari satpam di rumah baru. Udah dapet belum?"

"Kenapa? Ada orang yang mau kamu rekomen?"

"Ada temen kecilku. Dia lagi butuh kerjaan. Apa Daddy bisa bantu?"

"Oke. Aku lihat anaknya besok pagi, langsung."

Adilla memicingkan mata. "Daddy mau ke sini, gitu?"

"Iya. Ini lagi on the way. Tunggu aku besok pagi, Beib." Setelah mengatakan kalimat terakhir, terdengar suara ciuman darinya. Jempol lelaki itu sudah akan mengakhiri panggilan, tetapi suara Adilla menghentikan.

"Dad, ingat. Jangan dandan terlalu mencolok, biar orang kampung sini nggak curiga sama kita. Oke!" Adilla mewanti-wanti lelaki itu. Dia belum siap jika harus menjadi gunjingan para tetangga. Berdandan dan bersikap biasa aja, banyak dari mereka yang mempertanyakan pelerjaannya apalagi dandan seksi.

"Oke. Tenang aja, Beib. Aku juga nggak mau jadi pusat perhatian. Sampai ketemu besok, ya." Suara tawa Adilla mengakhiri panggilan mereka.

Ada kelegaan tersendiri dalam diri gadis itu ketika Eric menyetujui permintaannya. Satu ganjalan dalam hati berkurang sudah. Bagaimanapun tak ada yang tahu hidup ke depan akan seperti apa. Namun, prinsip Adilla bahwa ketika kita memudahkan jalan orang lain, maka jalan kita pun akan dipermudah. Adilla kembali menguap, rasa kantuk kembali menyerang perempuan itu.

*****

Pagi setelah sarapan Adilla mengajak Anwar ke dealer. Janji untuk membelikan motor sang adik bisa dipenuhi hari ini. Tadi pagi Eric mentranfer uang.

"Mbak, kita mau ke mana? Kenapa adik-adik ndak diajak," tanya Anwar di atas motor yang mereka tunggangi.

"Nanti juga kamu tahu, Dik." Adilla berkata sedikit keras.

"Ah. Mbak'e ono-ono wae." Anwar mengeraskan laju motor saat lampu merah di perempatan terlihat warna kuning. Namun, Adilla memukul bahunya. "Ono opo neh (ada apa lagi), Mbak?"

"Dik, pelan-pelan wae. Itu kayak Danang. Kalau bisa, berhenti dulu. Mbak mau ngomong sama dia."

Anwar menurunkan kecepatan motornya. Meminggirkan ketika jarak sudah dekat dengan Danang. Adilla tersenyum, si adik paham betul keinginannya tanpa bertanya terlebih dahulu.

"Hai, Nang," sapa Adilla ketika sudah turun dari motor.

Danang yang sedang menunggu pembeli di sebuah bangku pinggir jalan menoleh. "Erum?" ucapnya kaget.

"Iya, Nang," jawabnya, "aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Ada waktu, 'kan?"

"Tentu ada, buat seorang sahabat waktuku selalu tersedia. Ono opo, Rum?" Danang menatap Adilla, penasaran.

Di depan mereka, Anwar duduk di atas motor menunggu saudaranya berbincang. Pemuda itu memberikan banyak waktu agar Adilla lebih leluasa berbincang dengan sahabatnya. Tanpa berniat bertanya tentang apa itu.

"Misal kamu ikut aku kerja di luar kota mau nggak?" tanya Adilla.

"Kerja apa, Rum?"

"Kerja jagain rumah bosku yang baru. Semalam pas bosku nelpon, dia bilang butuh satpam. Kamu 'kan pinter pencak silat." Adilla menatap sahabatnya.

Binar kebahagiaan langsung terpancar dari wajah Danang. "Aku mau, Rum," jawab lelaki dengan dua anak itu bersemangat.

"Nanti, kalau bosku datang tak ajak ketemuan, ya. Boleh minta nomor handpone-mu."

Danang mengeluarkan ponsel kuno miliknya yang cuma bisa dipakai menelepon. Setelah menyebutkan angka pada Adilla, dia berkata, "Istriku pasti seneng, Rum. Terima kasih sudah membantuku."

"Sama-sama. Semoga istrimu bisa menyetujui ini. Aku duluan, ya. Mau ngantar Anwar ke dealer. Ntar tak hubungi kalau bosku dah datang." Adilla berdiri dan meninggalkan Danang. Lelaki itupun ikut berdiri menghormati sang sahabat dan tersenyum ramah.

Anwar dan Adilla kembali melanjutkan perjalanannya hingga pada deretan pertokoan.

"Mbak mau ngapain kita ke sini?"

"Mbak, udah janji beliian kamu motor baru. Ayo masuk! Pilih sendiri sesuai seleramu. Jangan pikirin masalah harga."

Senyum ramah dari para pegawai dealer saat menyambut kedatangan keduanya membuat Anwar gugup. Pandangannya menyapu keseluruhan ruangan dealer yang dipenuhi motor-motor baru. Kini, matanya terhenti pada motor sport warna hitam yang iklannya sering muncul di televisi.

Adilla mengikuti arah pandang Anwar.  "Adik mau motor itu?" tanyanya.

"Ndak, Mbak. Pasti mahal hargane. Nyari yang biasa aja, wis. Motor matic juga boleh, biar bisa dipake Nita kalau udah gede."

Adilla memukul lengan Anwar pelan. "Ish, pikiranmu. Dia itu masih kecil. Nunggu dia dewasa motornya udah rusak, kali, Dik. Dah, tenang aja. Mbak, tanyakan sama pegawainya dulu berapa hargane."

Adilla memanggil dan bertanya pada karyawan dealer harga motor yang ditunjuk Anwar. Begitu disebutkan harganyanya, si Adik melotot sementara si sulung cuma tersenyum manis menanggapi. Melihat reaksi calon pembelinya, si karyawan langsung mengarahkan pada motor sport beda merk dengan harga di bawah motor pertama.

"Bagusan pilihan pertama, Dik," kata Adilla.

Anwar menatap tak percaya pada si sulung. "Mending beli mobil kalau sama yang pertama, Mbak. Tinggal nambahin dikit. Sayang uangnya."

"Kamu, Dik. Kebiasaan mikir harga," bisik Adilla.

"Ya, gimana. Harga motor pertama tujuh puluh juta sekian, terus yang ini 33 juta. Mending beli matic aja, Mbak. Sisanya bisa dipakai buat usaha." Lagi-lagi Anwar berkata masalah harga.

"Wis, pokok iki wae (udah pokoknya ini aja). Mbak,  juga pengen dibonceng pake motor keren gini."

Adilla segera meminta sang karyawan untuk mengurus surat-surat pembelian. Sementara Anwar terlihat manyun.

Bab terkait

  • Sang Mantan Pelacur   7. Asing

    Happy Reading*****Terik mentari terasa menyengat saat Adilla dan Anwar kembali ke rumah. Selesai dengan pembayaran dan segala macam administrasi, mereka meninggalkan dealer. Niat hati ingin membawakan buah tangan untuk keluarga di rumah, urung. Pasalnya, Eric sudah mengirimkan chat bahwa dia sudah ada di depan rumah mereka."Itu bosnya Mbak Rum, ya?" tanya Anwar, "ganteng banget, Mbak. Kelihatan kalau orang kaya."Adilla turun dari motor si Adik. "Ntar kamu juga bisa gitu, Dik. Sekolah yang rajin, ya. Buat Mbak dan keluarga bangga." Perempuan itu menepuk lengan adiknya."Aamiin. Insya Allah, Adik bakal banggain Mbak dan semuanya." Anwar me

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-08
  • Sang Mantan Pelacur   8. Prasangka

    Happy Reading*****Kian hari, pertanyaan Danang kian menggunung. Vila yang dia jaga tak pernah sepi tiap malam, tetapi saat pagi hari keramaian itu lenyap tak berbekas. Bagaimana keadaan Adilla pun lelaki itu tak mengetahuinya karena hampir sebulan bekerja tak sekalipun bertemu dengan sahabatnya. Hari ini, sang sahabat ada pekerjaan ke vila, demikian info yang didapat tadi pagi.Awan bergerak mengikuti arus angin, cuaca yang semula panas kini berubah mendung. Danang menatap layar ponsel di mana ada foto istri dan anak-anak yang terpasang sebagai walpaper-nya. Ah, rindu ternyata tak tahu tempat. Hadir seenaknya tanpa tahu kondisi saat ini yang tengah bekerja berjuang mencari uang untuk menafkahi keluarga.Senyum-

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-12
  • Sang Mantan Pelacur   9. Embusan Kabar Miring

    Happy Reading*****Suasana riuh pasar traditional membuat Sumaiyah bingung. Perempuan sepuh itu celingak-celinguk mencari sayur dan bumbu masakan lainnya. Memasuki bulan Rabiul Awal kalender hijriah, di daerah Banyuwangi memanglah sangat ramai. Bulan itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di mana pada setiap harinya akan ada perayaan untuk hari kelahiran Nabi, puncaknya tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal.Banyak masyarakat berbelanja lebih untuk memeriahkan selamatan hari kelahiran Nabi. Demikian juga dengan Sumaiyah, setelah kemarin mendapat kiriman uang dari putrinya. Pagi ini, dia pergi ke pasar untuk berbelanja segala macam kebutuhan dapur termasuk bunga Maulud (penyebutan perayaan hari lahir Nabi Muhammad). Bunga yang terbuat dari kertas dan karton dengan tangkai dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-12
  • Sang Mantan Pelacur   10. Bahagia di Atas Derita

    Happy Reading*****Dentuman musik keras semakin membuat Adilla lincah meliuk-liukkan tubuh. Remasan dan sentuhan pada bagian-bagian tubuh dari para lelaki penyewa jasanya tak lagi dipedulikan. Perempuan itu berusaha sebaik mungkin melakonkan pekerjaan. Semakin baik dia memberikan servis pada pelanggan, semakin banyak pundi-pundi rupiah dikumpulkan.Terhitung lima orang yang sudah memakai jasanya hari ini. Dari lelaki biasa saja yang ingin menikmati sensasi jajan di luar selain dengan istri hingga lelaki maniak haus kenikmatan. Letih, tentu saja perempuan itu merasakannya.Namun, mau bagaimana lagi. Dia terlanjur terjun ke dunia semacam ini. Saat selera bercintanya mengendur karena sang pelanggan tak sesuai harapan. Sigap dia membayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-12
  • Sang Mantan Pelacur   11. Kabar Angin

    Happy Reading*****Sepeninggal orang tua Bila, Rian menelepon Anwar. Mengabarkan jika ibunya pingsan. Pemuda yang masih menempuh mata kuliah di kelasnya itu, panik. Dia memutuskan minta ijin pada dosen untuk mengakhiri kelas.Mengendari motor dengan kecepatan di atas rata-rata, Anwar tak memedulikan keselamatannya. Kesehatan Sumaiyah jauh lebih penting dari nyawanya saat ini. Jarak tempuh sepuluh menit saja, dia sudah sampai di rumah. Tanpa mencopot helm yang dikenakan, dia berteriak memanggil Rian."Mas, gimana itu? Sampai sekarang Ibu belum sadar," kata Rian."Kenapa bisa gitu, Dik? Udah manggil dokter?" tanya Anwar beruntun.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Sang Mantan Pelacur   12. Teman Baru

    Happy Reading*****Hari ini Adilla mengosongkan semua jadwal kerjanya. Ada kesakitan yang dirasakan mendengar desas-desus tentang pekerjaan yang dilakonkan saat ini. Dia menyesap wine merah di balkon kamar. Ditemani semilir angin dan cuaca panas, perempuan itu merenungi nasibnya."Aku nggak mau hidup begini, tapi takdir membawa dan memaksaku melakukannya. Bukan aku yang salah!" teriak Adilla sekencang mungkin. Dia meracau sendiri di temani rokok dan botol-botol minuman keras.Seseorang di luar kamar, mendengar teriakan Adilla. Sayup-sayup sebenarnya, tak jelas juga apa yang diteriakkan. Namun, rasa penasarannya kian tinggi karena orang yang ada di dalam kamar itu adalah Adilla. Bintang dan penyumbang terbesar pendapatan Eric sel

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-17
  • Sang Mantan Pelacur   13. Order Fantastis

    Happy Reading*****Perut keroncongan membuat Adilla turun dan melangkah ke arah dapur. Mencari-cari bahan yang bisa dia masak. Malas memasak, perempuan itu mengambil mi instan. Tangannya mulai menghidupkan kompor merebus air kemudian memasukkan mi."Lagi masak apa, Beib?" tanya Eric yang langsung meletakkan kepala di ceruk leher Adillla."Daddy kapan datang? Mau aku buatkan mi juga?" Dari aroma parfumnya saja, Adilla sudah mengetahui siapa yaang memeluknya kini."Asyik tuh menikmati mimu ini." Tangan lelaki itu meraba bagian vital Adilla. Si pemilik mendesah keenakan."Jangan sekarang, Dad. Aku laper, dari kemarin belum keiisi

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Sang Mantan Pelacur   14. Liburan dan Taruhan

    Happy Reading*****Di tempat berbeda, empat orang lelaki mendatangi kantor salah satu sahabatnya yang terkenal paling dingin dan sedang dilanda kesedihan. Pasalnya, lelaki itu baru saja diminta oleh sang Bunda untuk menikah. Namun, bagaimana bisa dia melakukan jika mendiang istrinya masih bersemayan indah di hati dan kepergiannya baru dua bulan lalu."Nggak asyik lah, Yud. Masak kamu nggak ikut. Billy udah siapin hadiah buat kita, lho," kata salah satu dari mereka yang bernama Hasbi."Aku beneran enggak bisa. Putriku lagi butuh banget kasih sayang. Kalian tahu sendirilah gimana keadaanku sekarang." Lelaki yang bernama Angga Yuda itu menutup map di depannya, bersiap-siap meninggalkan para sahabat yang sejak tadi merecoki pekerjaan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-19

Bab terbaru

  • Sang Mantan Pelacur   31. Dua Hati Menyatu (2)

    Para tamu undangan mulai berdatangan. Sang mempelai lelaki juga siap di depan meja yang telah disediakan untuk pengucapan akad. Di depan Angga, ada suami Ustazah Almira yang akan menuntunnya mengucap taklik pernikahan dengan Adilla.Anwar sebagai wali dari pernikahan saudara tertuanya, mewakilkan pada Ustaz Ahmad untuk menjabat tangan Angga. Diperlukan waktu kurang satu menit saja untuk mengucap ikrar suci pernikahan. Setelahnya, Angga dan Adilla sah menjadi suami istri.Tangis haru dan bahagia dari kedua orang tua yang mendampingi sang mempelai perempuan menjadi saksi pergantian status Adilla. Saat tirai yang memisahkan tempat duduk mereka terbuka, Angga melihat dengan jelas kecantikan istrinya.Lelaki itu mendekati istrinya setelah mencium telapak tangan Sumaiyah dan juga Muawiyah sebagai rasa bakti kepada dua perempuan itu. Angga melirik sebentar sang istri sebelum mengarahkan tangan kanannya. Dia kemudian mencium kening Adilla dan membacakan doa yang diaminkan oleh seluruh keluarga

  • Sang Mantan Pelacur   30. Dua Hati Menyatu (1)

    Angga meminta Muawiyah memajukan tanggal pernikahannya. Tak sabar rasanya ingin bersanding dengan sang pujaan. Semakin hari, lelaki itu dibuat gemas dengan sikap Adilla yang malu-malu tiap kali mereka bertemu. Terkadang, lelaki itu diabaikan dan lebih asyik bermain dengan Safika atau berbincang bersama sang bunda.Seperti saat ini, ketika Angga bertamu ke rumah membahas pernikahan. Si calon malah sibuk dengan menyiapkan minuman. Setelah itu Adilla malah tak menemaninya berbincang. Perempuan itu masuk dengan membawa Safika bersamanya."Sabar, Ngga. Tinggal seminggu lagi. Masak udah nggak tahan?" goda Muawiyah.Angga menarik garis bibirnya. Semakin lama, peresaannya pada Adilla semakin besar. Dia sungguh merasa bahagia ketika dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik seperti keinginannya dulu. Mendengar tawa Safika dan calon istrinya, lelaki itu berpamitan untuk menghampiri mereka."Sayang, dipanggil Uthi," kata Angga pada putrinya."Kenapa, Pi?""Nggak tahu." Sambil mengangka

  • Sang Mantan Pelacur   29. Cinta Itu

    Happy Reading*****Waktu terus berlalu terhitung seminggu sudah terlewati, Muawiyah mulai sibuk mempersiapkan acara pertunangan. Bagaimanapun juga, pertunangan putranya harus dirayakan dengan meriah walau bukan yang pertama. Hari ini, dia ada janji ketemuan dengan sang calon menantu di butik untuk mengambil gamis yang akan dipakai pada acara tersebut."Bunda aja yang masuk, aku tunggu di sini," kata Angga. Mereka sudah ada diparkiran butik, tetapi lagi-lagi lelaki itu ragu untuk menemui calon yang dipilih bundanya walau dia sendiri yang memutuskan menerima."Ya, udah kalau gitu," tanya Muawiyah, "Sayang kamu ikut Uthi turun nggak?" Bertanya pada Safika."Enggak, Thi. Aku di sini aja sama Papi." Bocah kecil itu memainkan boneka setelah uthinya keluar.Beberapa puluh menit menunggu ternyata membuat Angga jenuh. "Sayang, gimana kalau kita ke Uthi?"Safika menggerak-gerakkan bola mata. "Ayo!" ucapnya kemudian.Mereka berdua turun dan masuk ke butik. Suara Safika memanggil-manggil uthinya

  • Sang Mantan Pelacur   28. Duhai Hati

    Happy Reading*****Lebih dari dua minggu Angga belum memberi jawaban pada sang Bunda. Sementara hubungan Muawiyah dengan calon yang dipilih makin dekat saja. Sejak perempuan itu pulang ke rumahnya seminggu lalu, Safika sering minta di antar main ke sana.Cucu perempuannya itu sudah mengenal seluruh keluarga calon istri Angga. Hari ini Muawiyah mengajak sang putra untuk bertemu dengan calonnya. Sejak pagi, papinya Safika sudah diwanti-wanti pulang lebih awal dari jadwal kerja biasanya.Patuh, lelaki dengan kemeja hitam dan celana biru dongker itu menuruti permintaan bundanya. Angga memang tidak berniat ke kantor hari ini, dia akan menemui Anwar sekali lagi. Memastikan bahwa Adilla tidak sedang di kota ini dan memastikan peresaannya.Tegap langkah kakinya memasuki toko yang semakin hari semakin banyak pengunjung datang. Kaca mata hitam dengan tangan kanan masuk ke kantong, penampilan Angga mampu membuat para pembeli perempuan di toko itu melirik. Bisik-bisik pun terjadi, tetapi lelaki

  • Sang Mantan Pelacur   27. Lamaran

    Happy Reading*****Sekali lagi Ustazah Almira menajamkan pendengaran. "Njenengan beneran mau jadiin Erum mantu, Bu?""Insya Allah, Ust. Cucu saya itu jarang sekali tertawa atau dekat dengan orang yang baru dikenal, tapi saya lihat tadi Erum dekat dengannya. Safika itu sudah ditinggal ibunya sejak dia lahir dan anak saya belum mau berumah tangga lagi. Katanya sih nunggu perempuan yang cocok." Muawiyah tertawa.Almira terdiam, memajamkan mata sebentar. Ragu menyelimuti hatinya, apakah akan menceritakan masa lalu Adilla atau tetap bungkam dan membiarkan Muawiyah menikahkan dengan sang putra."Erum memang perempuan telaten dan penyayang selain parasnya yang cantik, tapi saya mau menyampaikan sesuatu berkaitan dengan masa lalunya. Sebenarnya saya mau menyembunyikan ini karena dia sudah berubah dan bertaubat." Lagi-lagi Almira mengembuskan napas panjang."Maksudnya kenapa, Ust?" Muawiyah menyipitkan mata. Di halaman masjid terlihat kedekatan antara cucunya dengan Adilla."Bukan maksud saya

  • Sang Mantan Pelacur   26. Hijrah

    Happy Reading*****Terkadang seseorang itu harus dipukul mundur oleh keadaan untuk bisa kembali pada Sang Pencipta. Adilla menangis di rumah Hendra setelah pulang dari tempat pesta yang memperok-porandakan harga diri. Lelaki yang sudah menganggapnya sebagai anak itu dengan sabar mendengarkan keluh kesahnya."Lalu, apa rencana masa depanmu?" tanya Herman saat tangis Adilla mulai mereda."Bawa aku pergi jauh yang nggak ada seorang pun mengenal," ucap Adilla sesenggukan."Oke. Bilang keluargamu. Aku akan bawa kamu ke tempat di mana nggak akan ada orang jahat atau lelaki yang akan mengenalmu. Apa kamu sanggup?"Adilla mengangguk setuju. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung menghubungi keluarga dan menceritakan semua kejadian yang dialami. Meminta pengertian mereka agar memahami posisinya saat ini. Beruntung, Ibu dan adik-adiknya mengerti walau dia sendiri belum tahu ke mana Herman membawanya.Pagi buta, Herman mengajak Adilla ke tempat baru. Agak jauh dari rumah yang ditinggalinya,

  • Sang Mantan Pelacur   25. Mundur Alon-alon

    Happy Reading*****Melalui bimbingan Herman, Adilla tekun mempelajari segala hal yang berkaitan dengan usaha perhiasan. Terkadang, iseng dia membuat desain perhiasan untuk dipakai sendiri. Perempuan itu juga memposting hasil desainnya melalui apalikasi sosial media yang dimiliki oleh sang Adik dengan model dirinya sendiri.Hari ini, pembukaan bazar yang direncanakan Angga di mulai. Berbekal ilmu yang diberikan oleh Herman dan juga partner kerjanya, Adilla memberanikan diri terjun langsung ke tempat bazar. Parasnya yang memang terbilang cantik sangat mendukung jika dijadikan ambasador produknya sendiri.Penampilan perempuan itu makin terlihat elegan dengan busana dan perhiasan yang dikenakan. Gaun terusan berbentuk A line dengan potongan leher bentuk V, tetapi tak terlalu pendek dengan kalung yang dipakai sungguh sedap di pandang. Secara nyata, Angga mengaggumi segala yang melekat dalam diri perempuan itu."Ngeliatin apa, sih?" Adilla melirik sinis Angga yang sedari tadi terlihat aneh

  • Sang Mantan Pelacur   24. Kehidupan Baru

    Happy Reading*****Waktu yang diberikan Herman, benar-benar dimanfaatkan oleh Adilla untuk mengurus segala keperluan perpindahan mereka. Dari surat pindah sekolah adik-adiknya hingga pelimpahan kuasa pada Danang atas usaha milik bersama. Adilla sepenuhnya menyerahkan pada sang sahabat, masalah modal yang sudah digelontorkan untuk membuka usaha. Perempuan itu sudah tak ambil pusing. Adilla yakin teman masa kecilnya tidak akan berbuat curang tentang pembagian laba yang didapat.Tentang istri Danang, Dewi. Dia sudah mengakui semua kesalahannya. Menceritakan apa yang menjadi kecurigaan sang suami saat itu kepada para tetangga. Saat suaminya mengatakan semua kebenaran dan kebaikan Adilla, hatinya luluh. Danang mengajak dirinya berpikir seandainya Dewi yang ada di posisi sahabatnya. Apa yang akan dilakukan. Oleh karena itu, perempuan dua anak yang sudah lama membina keluarga bersama, meminta maaf pada Adilla.Adilla pun dengan hati terbuka memaafkan kesalahan Dewi. Bukan musuh yang dicari

  • Sang Mantan Pelacur   23. Kabar Duka dan Bahagia

    Happy Reading*****Bau menyengat dari minyak kayu putih menusuk indera penciuman Adilla. Bola matanya mulai bergerak-gerak menyesuaikan cahaya. Ketika terbuka dengan sempurna, dia melihat Sumaiyah menangis bersama Nitami."Mbak udah sadar?" kata Rian yang diangguki oleh si sulung.Ibunya menyeka air mata. Susah payah orang tua itu menghentikan isakan. Menatap pada si sulung penuh kesedihan. Terbayang pengorbanan putrinya demi mencukupi kebutuhan keluarga setelah kepergian sang suami."Ndak perlu mikir omongan wong-wong kui. Kita keluargamu yang tahu piye pekerjaan sesungguhnya," kata Sumaiyah.

DMCA.com Protection Status