Happy Reading
*****Kian hari, pertanyaan Danang kian menggunung. Vila yang dia jaga tak pernah sepi tiap malam, tetapi saat pagi hari keramaian itu lenyap tak berbekas. Bagaimana keadaan Adilla pun lelaki itu tak mengetahuinya karena hampir sebulan bekerja tak sekalipun bertemu dengan sahabatnya. Hari ini, sang sahabat ada pekerjaan ke vila, demikian info yang didapat tadi pagi.
Awan bergerak mengikuti arus angin, cuaca yang semula panas kini berubah mendung. Danang menatap layar ponsel di mana ada foto istri dan anak-anak yang terpasang sebagai walpaper-nya. Ah, rindu ternyata tak tahu tempat. Hadir seenaknya tanpa tahu kondisi saat ini yang tengah bekerja berjuang mencari uang untuk menafkahi keluarga.
Senyum-senyum sendiri bak orang gila, Danang membayangkan kebahagiaan istri dan anak-anak ketika nanti gaji dikirimkan. Lelaki itu berniat menitipkan uang untuk keperluan rumah tangganya pada Adilla. Dia sengaja meminta si bos untuk memberinya uang tunai karena sebagian akan digunakan untuk keperluan dirinya sendiri satu bulan ke depan. Sisanya barulah akan ditransfer pada sang istri.
Klakson mobil berbunyi dengan keras saat Danang tengah asyik melamun. Mendongak kepala dan terlihatlah senyum Adilla bersama seorang lelaki tak dikenal di mobil. Gegas dia membukakan pintu pagar. Tak biasa melihat sahabatnya dengan pakaian yang begitu seksi, matanya menyipit.
"Lagi ngelamun, ya, Nang. Sampai nggak tahu ada mobil masuk." Adilla menyapa sahabatnya terlebih dulu, sadar akan tatapan curiga darinya.
"Iya, Rum. Maaf, ya." Lelaki itu kembali ke pos penjagaan setelah mobil yang ditumpangi Adilla masuk.
Lelaki yang bersama Adilla memarkirkan mobil. Mengajak Perempuan itu turun untuk segera memenuhi hasratnya. Satu remasan pada squisi hidup diberikan agar Adilla tidak berlama-lama ngobrol dengan satpam tadi.
"Tenang! Aku cuma mau minta nomer rekening, dia nitip transfer ke istrinya di kampung," kata Adilla.
"Oke, Honey." Lelaki itu memegang tangan Adilla dan mengarahkan pada gundukan diantara pahanya. "Aku udah nahan lama ini."
Adilla tertawa keras. Selalu saja para tamunya seperti itu. Tak sabar mencicipi serabi miliknya yang terkenal sangat legit. "Jangan khawatir. Aku pasti kasih servis paling memuaskan yang nggak pernah kamu bayangkan sebelumnya."
Dari cara Adilla turun sampai pakaian seksi yang digunakan, Danang menatap intens. Penampilan sahabatnya itu jauh dari keseharian yang selama ini dilihat ketika pulang kampung. Semakin dekat sang sahabat, lelaki itu makin menyipitkan mata.
"Rum, ojo make baju kayak gitu, malu. Mosok baju kurang bahan kamu pakai," ucap Danang.
"Oalah, iya. Aku lupa, Nang. Tadi terburu-buru diajak sama temene Pak Eric. Aku lupa ganti." Alasan yang dibuat-buat oleh Adilla untuk menutupi pekerjaan yang sesungguhnya.
"Pake ini!" Danang menyerahkan jaketnya. "Oh, ya. Ini uang yang mau aku transfer sekalian nomer rekening istriku. Aku udah nunggu kamu dari pagi tadi, lho."
Adilla menyambut jaket yang diberikan oleh sahabatnya. Sekalipun enggan memakai, tetapi perempuan itu berusaha menghargai. "Aku masuk dulu, ya. Ntar kalau udah transfer tak kabari. Nggak enak ninggalin sahabatnya Pak bos sendirian. Aku juga harus bersih-bersih ruangan yang mau dia sewa."
"Ya, silakan aja," kata Danang, "Rum, hati-hati. Kelihatannya lelaki itu berniat nggak baik sama kamu, apalagi pakaianmu itu."
Adilla mengangguk, dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang sudah berbohong. Danang memang belum mengerti bagaimana dan apa pekerjaannya selama ini. Sekali lagi, Adilla menatap si sahabat karib, mengembuskan napas panjang sebelum melangkah masuk vila.
Maafkan aku, Nang. Belum saatnya kamu tahu pekerjaanku. Aku harap saat itu tiba, kamu masih mau berteman.
Perempuan sahabatnya itu sudah masuk ke vila. Setelah tak terlihat lagi, Danang menelepon istrinya, memberi tahu bahwa uang belanja akan segera ditransfer oleh Adilla. Selain mengabarkan tentang transfer uang, dia juga bercerita tentang keanehan yang dilihatnya hari ini dan hari-hari sebelumnya selama bekerja.
"Mas, pekerjaanmu halal, 'kan?" tanya istri Danang, Dewi Safitri.
"Halal, Dik. Mas kerja sebagai penjaga vila yang disewakan sama Pak Eric."
"Terus kerjaan Adilla apa? Kenapa dia sampai berpakaian seperti perempuan penjaja cinta?" Terlanjur kata penjaja cinta keluar dari mulut Dewi. Rasa penasaran kian besar di hatinya.
"Hust jangan sembarangan kalau ngomong. Sahabatku nggak mungkin ngelakuin itu. Dia perempuan baik-baik, lagian kita punya hutang budi sama dia."
"Ya, siapa tahu, Mas." Dewi mengakhiri panggilannya saat sang suami sedikit berkata keras setelah dugaan itu muncul.
Sementara di dalam vila, Adilla tengah bekerja memuaskan pelanggannya. Waktu yang sudah disepakati ternyata diperpanjang oleh lelaki hidung belang itu. Servis memuaskan dari sang pemain membuatnya ketagihan.
Adilla bahagia saja. Perpanjangan waktu dari lelaki itu akan mempertebal pendapatannya. Sebelum perpanjangan waktu di mulai, perempuan itu minta untuk istirahat. Dia keluar dengan pakaian minim ke dapur, mencoba membuat sesuatu untuk meningkatkan stamina permainannya nanti.
Sambil membuat minuman, Adilla bermain gawai. Mentransfer uang titipan Danang untuk sang istri dan juga pada ibunya. Kebahagiaan tersendiri bisa menafkahi keluarga walau dirinya harus bekerja seperti ini.
Suara derap langkah terdengar, Adilla menoleh. Ternyata lelaki hidung belang itu, dia langsung memeluk dengan segala hasrat. Tanpa diketahui keduanya, Danang masuk dari pintu belakang hendak membuat kopi. Kakinya mendadak seperti ada lem yang menempel kuat.
Ya Allah. Jangan biarkan prasangka buruk ini ada di hatiku. Erum adalah perempuan yang baik. Nggak mungkin dia bekerja seperti itu.
Menjelang malam, Adilla masih belum keluar dari vila. Danang makin khawatir saja. Dia kembali menelepon sang istri, bertanya apa uang yang dititipkan sudah masuk rekening.
"Mas, kamu nggak ada hubungan apa-apa sama Erum, 'kan?" tanya Dewi.
"Ya enggak, lah. Dia itu sahabatku dari kecil. Jangan aneh-aneh mikirnya."
"Masalahnya tadi siang kamu cerita pakaian dia seksi banget. Aku jadi khawatir."
"Jaga anak-anak aja. Nggak perlu mikir macam-macam. Aku niat kerja buat masa depan kalian bukan mau nakal dan sebagainya. Aku tutup dulu, ya. Mobil Erum sama tamunya Pak Eric udah keluar." Danang keluar dari pos penjagaan dan membuka gerbang untuk mereka.
Adilla membuka kaca mobil, lalu berkata, "Nang, uang untuk istrimu udah aku transfer siang tadi. Maaf, yo, baru ngabari."
"Iya, Rum. Aku udah tanya istriku tadi, kok. Makasih, ya."
Di mobil, lelaki yang bersama Adilla mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah. Menyerahkannya pada Adilla untuk Danang.
"Nang, ini hadiah dari tamunya Pak Eric sebagai ucapan terima kasih," kata Adilla. Mobil yang ditumpanginya segera melaju tanpa sempat Danang mengucap terima kasih.
Kalian begitu baik. Semoga prasangku tadi siang semuanya salah.
Happy Reading*****Suasana riuh pasar traditional membuat Sumaiyah bingung. Perempuan sepuh itu celingak-celinguk mencari sayur dan bumbu masakan lainnya. Memasuki bulan Rabiul Awal kalender hijriah, di daerah Banyuwangi memanglah sangat ramai. Bulan itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di mana pada setiap harinya akan ada perayaan untuk hari kelahiran Nabi, puncaknya tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal.Banyak masyarakat berbelanja lebih untuk memeriahkan selamatan hari kelahiran Nabi. Demikian juga dengan Sumaiyah, setelah kemarin mendapat kiriman uang dari putrinya. Pagi ini, dia pergi ke pasar untuk berbelanja segala macam kebutuhan dapur termasuk bunga Maulud (penyebutan perayaan hari lahir Nabi Muhammad). Bunga yang terbuat dari kertas dan karton dengan tangkai dari
Happy Reading*****Dentuman musik keras semakin membuat Adilla lincah meliuk-liukkan tubuh. Remasan dan sentuhan pada bagian-bagian tubuh dari para lelaki penyewa jasanya tak lagi dipedulikan. Perempuan itu berusaha sebaik mungkin melakonkan pekerjaan. Semakin baik dia memberikan servis pada pelanggan, semakin banyak pundi-pundi rupiah dikumpulkan.Terhitung lima orang yang sudah memakai jasanya hari ini. Dari lelaki biasa saja yang ingin menikmati sensasi jajan di luar selain dengan istri hingga lelaki maniak haus kenikmatan. Letih, tentu saja perempuan itu merasakannya.Namun, mau bagaimana lagi. Dia terlanjur terjun ke dunia semacam ini. Saat selera bercintanya mengendur karena sang pelanggan tak sesuai harapan. Sigap dia membayangkan
Happy Reading*****Sepeninggal orang tua Bila, Rian menelepon Anwar. Mengabarkan jika ibunya pingsan. Pemuda yang masih menempuh mata kuliah di kelasnya itu, panik. Dia memutuskan minta ijin pada dosen untuk mengakhiri kelas.Mengendari motor dengan kecepatan di atas rata-rata, Anwar tak memedulikan keselamatannya. Kesehatan Sumaiyah jauh lebih penting dari nyawanya saat ini. Jarak tempuh sepuluh menit saja, dia sudah sampai di rumah. Tanpa mencopot helm yang dikenakan, dia berteriak memanggil Rian."Mas, gimana itu? Sampai sekarang Ibu belum sadar," kata Rian."Kenapa bisa gitu, Dik? Udah manggil dokter?" tanya Anwar beruntun.
Happy Reading*****Hari ini Adilla mengosongkan semua jadwal kerjanya. Ada kesakitan yang dirasakan mendengar desas-desus tentang pekerjaan yang dilakonkan saat ini. Dia menyesap wine merah di balkon kamar. Ditemani semilir angin dan cuaca panas, perempuan itu merenungi nasibnya."Aku nggak mau hidup begini, tapi takdir membawa dan memaksaku melakukannya. Bukan aku yang salah!" teriak Adilla sekencang mungkin. Dia meracau sendiri di temani rokok dan botol-botol minuman keras.Seseorang di luar kamar, mendengar teriakan Adilla. Sayup-sayup sebenarnya, tak jelas juga apa yang diteriakkan. Namun, rasa penasarannya kian tinggi karena orang yang ada di dalam kamar itu adalah Adilla. Bintang dan penyumbang terbesar pendapatan Eric sel
Happy Reading*****Perut keroncongan membuat Adilla turun dan melangkah ke arah dapur. Mencari-cari bahan yang bisa dia masak. Malas memasak, perempuan itu mengambil mi instan. Tangannya mulai menghidupkan kompor merebus air kemudian memasukkan mi."Lagi masak apa, Beib?" tanya Eric yang langsung meletakkan kepala di ceruk leher Adillla."Daddy kapan datang? Mau aku buatkan mi juga?" Dari aroma parfumnya saja, Adilla sudah mengetahui siapa yaang memeluknya kini."Asyik tuh menikmati mimu ini." Tangan lelaki itu meraba bagian vital Adilla. Si pemilik mendesah keenakan."Jangan sekarang, Dad. Aku laper, dari kemarin belum keiisi
Happy Reading*****Di tempat berbeda, empat orang lelaki mendatangi kantor salah satu sahabatnya yang terkenal paling dingin dan sedang dilanda kesedihan. Pasalnya, lelaki itu baru saja diminta oleh sang Bunda untuk menikah. Namun, bagaimana bisa dia melakukan jika mendiang istrinya masih bersemayan indah di hati dan kepergiannya baru dua bulan lalu."Nggak asyik lah, Yud. Masak kamu nggak ikut. Billy udah siapin hadiah buat kita, lho," kata salah satu dari mereka yang bernama Hasbi."Aku beneran enggak bisa. Putriku lagi butuh banget kasih sayang. Kalian tahu sendirilah gimana keadaanku sekarang." Lelaki yang bernama Angga Yuda itu menutup map di depannya, bersiap-siap meninggalkan para sahabat yang sejak tadi merecoki pekerjaan.
Happy Reading*****Selesai mandi, mereka semua keluar kamar. Demikian juga Adilla, dia bersiap di meja makan. Sebelum keluar, perempuan itu sempat menghubungi Billy. Menanyakan makan malam untuk mereka semua."Hai, Beib. Kamu udah siap di sini ternyata. Boleh dong buatin kami sesuatu yang manis terlebih dahulu, kopi atau teh, misalnya," kata Billy yang wajahnya sudah terlihat segar."Aku nggak usah, mau bikin sendiri aja. Perempuan sepertimu mana tahu seleraku." Angga berkata sinis dengan melirik Adilla. Melangkah pergi melewati perempuan secantik dirinya begitu saja.Gila ni laki, nggak kegoda sedikit pun sama aku. Awas aja nanti. Adilla menggerutu dalam hati.
Happy Reading*****Selepas dari kamar mandi, Adilla keluar hendak mengambil minum. Kebiasaannya, jika tidur harus tersedia air putih karena sewaktu-waktu terbangun perempuan itu selalu merasa haus. Dia mengambil air dingin di kulkas, matanya mencari-cari air lemon yang dibuat Angga tadi.Nihil, air lemon itu lenyap tak berbekas. Adilla menyipitkan mata, lalu berkata sendiri, "Pantas, tiap kali dia minta ijin ke belakang. Ternyata minun air lemon buat netralkan efek hangover. Licik, sih, tapi biarlah."Ketika masuk kamar, Angga tengah berdiri di depan jendela. Dia menatap foto pada ponselnya, tak jelas siapa. Sama sekali tak terganggu walau Adilla batuk-batuk agar kedatangannya di ketahui.