Resti dan Revina kini juga langsung menuju ke vila, jika hendak bertemu dengan kekasih mereka. Bahkan saat ini pun mereka tengah dalam perjalanan menuju ke vila, yang menjadi markas baru Bara cs. Jujur saja mereka kini merasa lebih nyaman, dengan kepindahan markas kekasih mereka. Karena sudah tak ada rasa was-was lagi, akan di datangi oleh pihak Graito cs. Dan tentu saja suasana puncak yang sejuk dan hijau, sangat membuat mereka betah berlama-lama di sana. Mereka berdua mendapat tugas membawakan suplai logistik makanan, dan juga keperluan vila setiap minggunya.Tentu saja Dimas memberi mereka anggaran yang cukup untuk itu. Dengan mengendarai Fortuner milik Resti yang bagian belakangnya penuh dengan logistik, mereka melaju dan hampir sampai di markas. Disamping hal tersebut, Marsha juga telah menghubungi pak Nala dan bi Tarni, untuk menanyakan kesediaan pak Nala dan bi Tarni bekerja menjadi supir dan asisten di markas baru Bara cs. Keduanya langsung menjawab bersedia, mengingat k
"Sebuah helikopter David. Namun kerugian yang di derita Graito, akan bernilai ratusan helikopter lebih David. Ditambah lagi dengan tekanan bagi mental dan emosi mereka. Karena target 'kejutan' kita adalah gudang senjata mereka..!" ucap Drajat mantap. Dia mengetahui persis di mana letak gudang-gudang senjata di markas Graito. Dan sepertinya Graito belum terpikir, untuk memindahkan lokasi gudang-gudang senjatanya itu. Senjata dan amunisi memang disimpan dalam gudang yang terpisah. Dan Drajat lebih memilih menargetkan gudang senjata, di banding gudang amunisi. Karena tentu saja nilai harganya lebih tinggi senjata dibanding amunisinya. Hingga kerugian yqng akan di derita Graito pun lebih besar! "Kenapa harus mengorbankan helikopter Paman..?" tanya Sandi tak mengerti. "Karena Graito pasti meneropong arah larinya helikopter kita setelah penyerangan. Dan pastinya juga akan ada pengejaran dari pihak mereka Sandi. Kita tentunya tak ingin markas kita diketahui oleh mereka," sahut Draj
"Hmm. Jika demikian halnya, sulit bagi kita menekan mereka lagi Pandu. Saat ini gelang khusus yang mereka kenakan, sepertinya juga sudah tak berfungsi, atau sudah diganti. Tinggal satu saja 'gertakkan' yang bisa kita lakukan pada mereka. Yaitu, menarik jaminan atas diri mereka, dan menjadikan mereka buronan yang kabur dari penjara. Namun itu juga berarti resiko bagi kita, jika mereka nekat 'mengungkap' soal 'kompetisi gelap' yang kita selenggarakan di persidangan. Karena kita tak tahu sikap petinggi kepolisian yang sekarang menjabat. Apakah sama dengan petinggi sebelumnya yang bisa kita lobi atau berbeda. Keparat kau Bara..!! Seharusnya kumusnahkan saja kau sejak dulu sebelum tumbuh sayap seperti sekarang..!" seru sang Jendral naik darah, seraya memaki Bara.Ya, Graito kini berada dalam dilema, yang membuatnya sangat bingung, emosi, dan juga frustasi!Sementara sebuah helikopter muncul di keremangan senja. Tepat di atas kediaman sang Jendral. Nampak Dika seorang anggota Pasukan
Usai kerahkan auman 'Senggoro Macan'nya. Sang Jendral pun jatuh bersimpuh, dengan kedua dengkul menyentuh tanah. Dirinya merasa sangat lemas dan kehilangan, atas hancur luluhnya ratusan senjata-senjata yang berada di gudangnya. Nilai triliunan..? Itu sudah pasti beberapa triliun. Hanya saja bukan nilai harganya, yang membuatnya lemas dan seperti orang frustasi begitu. Tetapi karena banyak di antara senjata-senjata dalam gudang itu adalah senjata yang 'limited'. Alias senjata yang merupakan hasil pencarian dan pencapaiannya selama beberapa tahun, untuk mendapatkannya. Setelah hampir 10 menit bagai orang yang ditinggal mati kekasihnya. Akhirnya sang Jendral kembali bangkit. Matanya menyala-nyala penuh amarah dan dendam kesumat. 'Kalian harus membayar semua ini dengan lunas..! Bajingan kalian semua..! Akan kusebar Pasukan Harimau Besiku untuk mencari kalian..!' seru murka bathin Graito. Dia merasa sangat kecolongan dan dipermalukan saat itu oleh Bara cs. Tiada yang bisa menghibur
Drajat juga meminta Dimas, untuk menggembleng fisik dan mental para anggota Pasukan Super Levelnya itu. Sungguh kesebelas anggota pasukan itu lebih ngeri pada Dimas, dibandingkan pada Drajat. Entah karena pengaruh suasana hatinya yang tengah dingin, atau memang karena sifat gemblengan mantan anggota Kopassus itu, yang sangat keras dan menciutkan nyali. Hingga kesebelas anggota Pasukan Super Level itu, dibuat benar-benar di ambang batas daya tahan kemanusiaannya. Saat Dimas yang menggembleng mereka. Karena Dimas bagai berubah menjadi manusia tanpa ampun, jika sudah masuk menggembleng kesebelas anggota Pasukan Super Level itu. Seminggu di bawah gemblengan Dimas, serasa setahun lamanya bagi kesebelas anggota pasukkan itu. Sungguh berat dan mematikan, beruntung kesebelas anggota Pasukan Super Level itu adalah orang-orang pilihan. Karena mereka semua benar-benar berasal dari bibit unggulan. Latihan demi latihan berat itu pun akhirnya mampu mereka jalani, dengan tubuh serasa mati.
"Baik Dewi. Aku percaya padamu, tapi untuk apa mereka mengawasi rumahku ya..?" tanya Dimas seolah pada diri sendiri. "Dewi mana tahu Mas Dimas. Hihihi," sahut Dewi tertawa geli, mendengar nada bingung Dimas. "Ohh..! Baik Dewi terimakasih infonya ya." Klik.! Dimas seperti tersadar dan buru-buru menutup panggilan. "Paman Drajat, sebaiknya Dimas bersiap pulang dulu sekarang," pamit Dimas pada Drajat, yang masih mengawasi latihan pasukannya. "Baik Dimas, terimakasih atas pelatihannya selama seminggu ini ya," ujar Drajat tersenyum gembira. Dimas beranjak menuju ke teras vila, di mana dilihatnya para sahabat sedang berkumpul di sana. "Apakah aku ketinggalan sesuatu..?" tanya Dimas tersenyum. "Mas Dimas, sudah selesaikah latihan khusus darimu buat pasukan kita..?" tanya Bara tersenyum. "Baru saja selesai subuh tadi Mas Bara. Tapi sepertinya aku harus pulang dulu siang ini ke Depok," sahut Dimas, seraya memberitahu rencana kepulangannya. Wah kebetulan Mas Dimas..! Kami juga hendak
"Baik Pak ... eh Mas David," Dewi berkata gugup dan tersenyum jengah, lalu keluar dari ruangan David. "Cantik juga bawaan Mas Dimas itu ya David," celetuk Gatot. "Hushh..! Dia sepertinya ada hati sama Dimas, Gatot," sergah David. "Semoga saja mereka jadian. Kasihan Mas Dimas ..." ujar Gatot, tak meneruskan ucapannya. "Semoga saja Gatot," sahut David cepat. Dia memaklumi ucapan Gatot. Karena dia juga sudah tahu tentang kisah Dimas dan Marsha. "Gatot, sebaiknya kita keluar saja dari kantor sekarang. Karena tentunya pengintai itu akan mengikuti kita. Nanti kita akan berhenti di tempat agak sepi, dan membereskan mereka. Karena cafe itu terlalu ramai dan mencolok mata," ujar David mengungkapkan rencananya. "Benar David! kita akan kejutkan mereka nanti..!" sambut Gatot setuju. "Gan. Sepertinya target kita sudah berada di dalam kantornya saat ini," ucap seorang pengunjung Cafe Tosca siang itu. "Benar Do, sekarang kita tinggal menunggu dia keluar dan mengikutinya," sahut temannya.
"Ahh, Dimas. Akhirnya kau pulang Nak," sambut sang ibu, seraya memeluk Dimas. Retno terlihat kangen dengan putranya, yang telah seminggu berada di vila itu. Sesungguhnya Retno sangat cemas melihat kondisi tubuh Dimas, yang terlihat bertambah kurus belakangan ini. Dia juga pernah memergoki putranya itu kembali merokok di kamarnya. Hal yang semakin menguatkan dugaannya, bahwa ada sebuah masalah dan keresahan dalam jiwa putra tersayangnya itu. "Dimas baik-baik saja Ibu," ucap Dimas. Dan memang selalu kata itu yang kerap diucapkan Dimas pada ibunya. Karena Dimas juga tahu, jika sang ibu mencemaskan perubahan dirinya saat ini. "Salam Ibu," sapa Brian, seraya mencium tangan Retno. "Nah, kebetulan ada Brian. Langsung saja kalian makan bersama ya. Ibu sudah masakkan sop iga sapi kesukaanmu. Tadi Dewi mengabarkan pada ibu soal kepulanganmu Dimas," ujar sang ibu setengah memaksa. 'Ahh, pantas saja', bathin Dimas. Rupanya Dewi telah bertindak cepat, mengabarkan hal ini pada ibunya. Dan
Taph..! Tak salah memang Bara menjuluki Brian sebagai sahabat tercepat setelah dirinya, dalam hal ilmu meringankan tubuh. Bara pun terselamatkan dan langsung di bawa oleh Brian, ke tempat agak jauh dari arena pertarungan. Para sahabat pun berlesatan cepat menghampiri Brian, untuk melihat kondisi Bara yang masih tak sadarkan diri. Gatot langsung menotok beberapa titik di tubuh Bara. Untuk mempercepat dan memperlancar sirkulasi darah dan energi di tubuh Bara. Akhirnya, para sahabat memutuskan untuk meninggalkan area pertarungan final malam itu. Mereka pun berniat kembali ke kediaman Joseph, yang saat itu masih setia menanti mereka. Tampak wajah Joseph pucat pasi dilanda ketakutan, akibat merasakan kondisi alam yang tadi bagaikan hendak kiamat. Namun rasa cemasnya atas keselamatan Bara cs, membuatnya tetap bertahan menanti di posisinya. Sungguh orang yang tabah dan setia kawan si Joseph ini. Dimas dan Leonard memutuskan ikut ke rumah Joseph, setelah mereka melihat kond
Lengkap sudah tiga elemen langit, es, dan bumi menyatu..! Dalam satu badai gelombang power raksasa di sekitar Bara.Semua orang yang berada di sekitar arena pertarungan itu, mereka langsung bergerak secepat mungkin. Untuk menjauh dari lokasi pertarungan, yang bagaikan sedang dilanda kiamat itu. Bahkan dua helikopter yang tersisa di udara, mereka hanya bisa mengambil gambar itu dari jarak yang sangat jauh. Tentu saja mereka bergidik ngeri, setelah melihat dua helikopter rekan mereka yang sudah menjadi bangkai. Tanpa ada satu pun penumpangnya yang bisa selamat. Dengan saling menguatkan tekat. Keempat sosok lawan Bara secara bersamaan bergerak, menyerang dan menerjang..! "Hiyaahh...!! Haaurmmsh.!! Hiyaathh..!! Huuppsh..!!" Keempat sosok itu serentak melesatkan pukulan andalan mereka ke arah Bara. BLANNGGGKSHHZTT...!!!! Sebuah gelombang besar bak bola energi raksasa pun melesat deras ke arah Bara. Gelombang energi yang tercipta dari 4 serangan lawannya tersebut, terdiri atas berb
"Tembak..!" seru Dimas, saat dia melihat para sniper penyelenggara mulai menarget ke arah Bara. Splazth..! Splatsh..! ... Splatzh..! Dengan serentak para sniper Pasukan Super Level segera melesatkan pelurunya. Clakh..! Clakhs..! Clapsh..! Claksh..! ... Clakgssh..! Dan seluruh sniper pihak penyelenggara pun terhentak tewas, dengan kepala berlubang.! Karena memang mereka sudah dalam target para sniper Pasukan Super Level sejak tadi. Seth..! Sethh..! Sethh..! Sang Jendral, Freedy, dan Pandu, yang melihat Hong Chen sudah bergerak menyerang Bara. Akhirnya mereka semua pun ikut melesat, hendak menyerang Bara. Para sahabat yang melesat juga telah bersiap dengan ilmu pamungkas mereka masing-masing. Ajian 'Sayap Pembelah Langit' disiapkan oleh Brian, ajian 'Tendangan Halilintar Semesta' disiapkan Sandi, Gatot siagakan 'Jari Singa Neraka'nya, dan David juga telah menyiapkan ilmu 'Tapak Budha Mengguncang Langit' miliknya. Seth..! Sett..! Dimas dan Leonard juga tak mau ketinggalan, mere
Langit bagai terbelah, saat menyambar sebuah kilatan halilintar bercahaya keemasan ke arah tangan Chen Sang yang teracung. Dan nampaklah kini, betapa tangan kanan Chen Sang di selimuti cahaya keemasan yang berkeredepan menyilaukan. Sebuah cambuk dengan 3 lidah petir berkilat-kilat, dengan mengeluarkan bunyi tegangan listrik yang mengerikkan di udara. Krrtzzh...! Krttzzkh..!! Krrttzzsk..!!Bara melirik ke arah timer, yang menunjukkan pertarungan sudah berada di menit ke 21. 'Hmm. Apa boleh buat, ini terpaksa', bathin Bara resah. "KALIAN SEMUA YANG DI BAWAH..! MENYINGKIRLAH LEBIH JAUH..!!" seru Bara memperingatkan, dengan lambaran tenaga dalamnya, pada semua orang yang berada di sekitar arena. Seketika semua orang di bawah pun bergerak menjauhi garis batas arena. Hati mereka semua sama berdebar. Ya, mereka semua sangat sadar, kiranya puncak pertarungan final telah tiba. Dan 'Pukulan Dua Naga' pamungkas Bara pun di siapkan tanpa ragu lagi. "Hyaarrghks...!!" Blaatzhs..!! Blaatzks
"Terimalah ini bedebah.!" Byaarshk..!! Chen Sang berseru keras, seraya kembali meledakkan energi dalam dirinya. Kini nampak sosoknya berubah di selubungi cahaya hitam pekat kemerahan. Inilah ilmu gabungan, antara power Naga Bumi dan ilmu 'Badai Bumi Neraka'..! Byaarshk..!!Bara juga meledakkan 'power' dalam dirinya. Seketika sosoknya berubah menjadi dua warna yang berbeda. Nampak sebagian sisik tubuhnya berwarna emas di kanannya, dan sisik putih cemerlang kebiruan di sebelah kirinya. Kedua matanya mencorong, dengan warna merah menyala dan biru berkilau. 'Ahh..! Penyelarasan dua Mustika Naga..!' seru bathin Chen Sang terkejut. Walau dia sudah mendengar dari gurunya, soal pemuda yang sanggup menyelaraskan dua power Mustika Naga ini. Namun tetap saja hatinya merasa tergetar. Melihat keindahan sekaligus kengerian 'power', di balik sosok Bara itu. Namun tentu saja Chen Sang juga sangat yakin, dengan 'power'nya sendiri. Segera Chen Sang menerapkan ilmu 'Badai Neraka Naga Bumi'nya.
Slaph..! Slaph..! Hampir bersamaan dan dengan kecepatan yang setara, Bara dan Chen Sang kini telah saling berhadapan di tengah arena pertarungan yang luas itu. Keduanya masih dalam posisi melayang tak menyentuh tanah. Keduanya nampak saling tatap dengan pandangan tajam, dalam jarak sekitar 15 meter. "Apakah kau yang membunuh kedua adik seperguruanku..?!" seru tajam Chen Sang. "Maaf, adik seperguruanmu yang mana..?" Bara balik bertanya tenang. Karena dia memang tak tahu, jika Cin Hai dan Han Jian adalah adik seperguruan dari Chen Sang. "Si Kipas Neraka dan si Naga Terbang..!" seru Chen sang geram bukan main, melihat ketenangan Bara. 'Seolah tak bersalah saja kau bangsat..!' seru hati Chen Sang murka. Nampak 4 buah helikopter dari pihak channel khusus telah terbang mengudara, di empat titik mereka dalam bentuk 'plus' di empat sisi arena. "Ohh..! Si Tukang Kipas dan si Pendek Kekar itu. Iya aku membunuhnya, karena mereka berbuat onar di negeriku," sahut Bara tersen
"Hmm. Sepertinya ini akan memakan waktu agak lama. David, konfirmasikan saja waktu pasang pertaruhan khusus pada menit ke 25 pada para rekanan kita. Pada menit tersebut akan bisa ditentukan, aku atau Chen Sang yang akan tewas," ucap Bara. Sepasang mata Bara pun langsung terpejam, bathinnya berusaha membaca alur pertarungan yang akan terjadi nanti malam. "Baraa..! Kau harus memenangkan pertarungan nanti malam, sobatku!" seru Sandi terkejut waswas, mendengar ucapan terakhir Bara. "Kau pasti menang Bara..! Jangan ragu untuk menghabisi lawanmu nanti malam!" seru Gatot yakin. 'Andai sampai kau kalah, maka aku juga akan turun arena dan menghabisi Graito..! Dialah biang kerok dari semuanya ini!' bathin Gatot bertekad."Mas Bara.! Kau harus memenangkan pertarungan nanti..!" seru Brian serak, dia sangat terkejut mendengar ucapan terakhir Bara yang sangat dikaguminya itu."Baik akan ku infokan waktu pasang taruhan itu pada seluruh rekan kita. Aku percaya padamu Bara..!" seru David mantap.
"Bara! Sebentar lagi aku landing di bandara A.A. Bere Tallo." "Ahh..! Kau merepotkan diri untuk datang Leonard. Kali ini sepertinya akan berbahaya Leonard. Apakah Marsha kau bawa serta..?" "Tidak ada alasan bagiku untuk tak berada di sisimu, saat kalian menghadapi bahaya. Tidak Bara, Marsha tak kuijinkan ikut, walaupun dia memaksa," sahut Leonard mantap. "Syukurlah Marsha tak ikut serta. Baiklah Leonard. Kau sudah datang, maka Brian akan menemuimu. Brian akan menunjukkan hotel, di mana Mas Dimas dan Pasukkan Super Level akan menginap. Untuk sementara kau bisa menempatinya, sambil menunggu Mas Dimas datang tak lama lagi," ujar Bara lega, mendengar Marsha tak ikut serta. Bara pun memberi arahan pada Leonard. "Baik Bara, aku mengerti." Klik.! "Brian kau berangkatlah sekarang juga ke pintu keluar Bandara. Untuk menyambut Leonard. Antarkan dia ke hotel tempat Mas Dimas dan Pasukkan Super Level akan bermalam. Dan temani dia hingga Mas Dimas datang, lalu kau kembalilah ke sini," uj
"Wah..! Mantap Norman..! Kau memang pandai menangkap angin surga rupanya! Hahaa..!" David merasa senang atas pasrtisipasi Norman, dalam rencana Bara cs menghabisi 'bisnis' sang Jendral. "Hahaaa..! Baik David, sementara itu dulu yang bisa kupertaruhkan saat ini. Jika ada rejeki mendadak, maka pasti akan kutambahkan taruhanku." Klik.!"Semuanya. Norman telah menyiapkan dana 9 triliun untuk bertaruh besok," ujar David, dengan wajah berseri. "Wah..! Sepertinya Graito akan nangis darah bila mengetahui hal ini. Hehe," Dimas menimpali. "Bukan hanya nangis darah Mas Dimas. Tapi nangis sambil bugil dia, kayak ODGJ baru..! Hahaha..!" timpal Gatot tergelak. "Mantap David..! Hehehe..!" seru Bara senang, seraya terkekeh mendengar celotehan para sahabatnya. Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.! Ponsel Bara kembali berdering. Klik.! "Ya Andrei." "Bara, aku mendengar dari Tuan Winston, kalau dia ikut bertaruh atas kemenanganmu di kompetisi internasional itu. Apakah aku boleh ikut bertaruh atas keme