Drajat juga meminta Dimas, untuk menggembleng fisik dan mental para anggota Pasukan Super Levelnya itu. Sungguh kesebelas anggota pasukan itu lebih ngeri pada Dimas, dibandingkan pada Drajat. Entah karena pengaruh suasana hatinya yang tengah dingin, atau memang karena sifat gemblengan mantan anggota Kopassus itu, yang sangat keras dan menciutkan nyali. Hingga kesebelas anggota Pasukan Super Level itu, dibuat benar-benar di ambang batas daya tahan kemanusiaannya. Saat Dimas yang menggembleng mereka. Karena Dimas bagai berubah menjadi manusia tanpa ampun, jika sudah masuk menggembleng kesebelas anggota Pasukan Super Level itu. Seminggu di bawah gemblengan Dimas, serasa setahun lamanya bagi kesebelas anggota pasukkan itu. Sungguh berat dan mematikan, beruntung kesebelas anggota Pasukan Super Level itu adalah orang-orang pilihan. Karena mereka semua benar-benar berasal dari bibit unggulan. Latihan demi latihan berat itu pun akhirnya mampu mereka jalani, dengan tubuh serasa mati.
"Baik Dewi. Aku percaya padamu, tapi untuk apa mereka mengawasi rumahku ya..?" tanya Dimas seolah pada diri sendiri. "Dewi mana tahu Mas Dimas. Hihihi," sahut Dewi tertawa geli, mendengar nada bingung Dimas. "Ohh..! Baik Dewi terimakasih infonya ya." Klik.! Dimas seperti tersadar dan buru-buru menutup panggilan. "Paman Drajat, sebaiknya Dimas bersiap pulang dulu sekarang," pamit Dimas pada Drajat, yang masih mengawasi latihan pasukannya. "Baik Dimas, terimakasih atas pelatihannya selama seminggu ini ya," ujar Drajat tersenyum gembira. Dimas beranjak menuju ke teras vila, di mana dilihatnya para sahabat sedang berkumpul di sana. "Apakah aku ketinggalan sesuatu..?" tanya Dimas tersenyum. "Mas Dimas, sudah selesaikah latihan khusus darimu buat pasukan kita..?" tanya Bara tersenyum. "Baru saja selesai subuh tadi Mas Bara. Tapi sepertinya aku harus pulang dulu siang ini ke Depok," sahut Dimas, seraya memberitahu rencana kepulangannya. Wah kebetulan Mas Dimas..! Kami juga hendak
"Baik Pak ... eh Mas David," Dewi berkata gugup dan tersenyum jengah, lalu keluar dari ruangan David. "Cantik juga bawaan Mas Dimas itu ya David," celetuk Gatot. "Hushh..! Dia sepertinya ada hati sama Dimas, Gatot," sergah David. "Semoga saja mereka jadian. Kasihan Mas Dimas ..." ujar Gatot, tak meneruskan ucapannya. "Semoga saja Gatot," sahut David cepat. Dia memaklumi ucapan Gatot. Karena dia juga sudah tahu tentang kisah Dimas dan Marsha. "Gatot, sebaiknya kita keluar saja dari kantor sekarang. Karena tentunya pengintai itu akan mengikuti kita. Nanti kita akan berhenti di tempat agak sepi, dan membereskan mereka. Karena cafe itu terlalu ramai dan mencolok mata," ujar David mengungkapkan rencananya. "Benar David! kita akan kejutkan mereka nanti..!" sambut Gatot setuju. "Gan. Sepertinya target kita sudah berada di dalam kantornya saat ini," ucap seorang pengunjung Cafe Tosca siang itu. "Benar Do, sekarang kita tinggal menunggu dia keluar dan mengikutinya," sahut temannya.
"Ahh, Dimas. Akhirnya kau pulang Nak," sambut sang ibu, seraya memeluk Dimas. Retno terlihat kangen dengan putranya, yang telah seminggu berada di vila itu. Sesungguhnya Retno sangat cemas melihat kondisi tubuh Dimas, yang terlihat bertambah kurus belakangan ini. Dia juga pernah memergoki putranya itu kembali merokok di kamarnya. Hal yang semakin menguatkan dugaannya, bahwa ada sebuah masalah dan keresahan dalam jiwa putra tersayangnya itu. "Dimas baik-baik saja Ibu," ucap Dimas. Dan memang selalu kata itu yang kerap diucapkan Dimas pada ibunya. Karena Dimas juga tahu, jika sang ibu mencemaskan perubahan dirinya saat ini. "Salam Ibu," sapa Brian, seraya mencium tangan Retno. "Nah, kebetulan ada Brian. Langsung saja kalian makan bersama ya. Ibu sudah masakkan sop iga sapi kesukaanmu. Tadi Dewi mengabarkan pada ibu soal kepulanganmu Dimas," ujar sang ibu setengah memaksa. 'Ahh, pantas saja', bathin Dimas. Rupanya Dewi telah bertindak cepat, mengabarkan hal ini pada ibunya. Dan
"Tak perlu Dewi. Andai kau tak berjodoh dengan Dimas, maka simpan saja cincin itu untuk kenangan. Namun ibu yakin kalian berjodoh, jika kamu sabar dan yakin Dewi. Ibu akui saat ini Dimas sepertinya sedang tidak stabil dan down. Setengah dari semangat hidupnya seperti hilang Dewi. Ibu minta tolong padamu untuk menemaninya dengan sabar. Semoga bersamamu semangat hidupnya akan kembali utuh," ucap Retno lembut, penuh harapan. "Baik Bu, Dewi akan mencobanya," ucap Dewi berjanji. Tok .. tokk..! "Ibu, Dimas berangkat dulu ke rumah Mas Bara ya," ucap Dimas, seraya mengetuk pintu kamar ibunya. "Dimas..! Sebentar Nak," seru sang ibu dari dalam kamarnya. "Ya Bu," sahut Dimas, otomatis dia menanti di depan kamar sang ibu. Klek.! "Dimas biarkan Dewi ikut bersamamu. Ayo Dewi, kamu ikut Dimas bertemu dengan sahabat-sahabatnya," ucap sang ibu dengan tegas, dan terkesan tak boleh dibantah oleh Dimas. "Tapi Bu, motor Dewi..?" tanya Dewi bingung. "Dewi, motormu biar di antar Dimas besok pagi
"Resti, Revina, apakah semua sahabat Mas Dimas memiliki kemampuan seperti itu..?" tanya Dewi takjub. Resti dan Revina saling pandang sejenak, mereka juga bingung hendak menjawab bagaimana. Namun karena memandang Dewi adalah sahabat Dimas, akhirnya Resti pun berkata, "Mbak Dewi, semua sahabat Mas Dimas adalah putra-putra para petinggi militer di jamannya. Dan juga tak terkecuali David, mereka semua memang memiliki kemampuan di atas rata-rata Mbak," sahut Resti jujur. "Ohhh..! Luar biasa. Kukira hanya Mas Dimas dan Mas Bara saja yang memiliki kemampuan seperti itu," sahut Dewi merasa kagum, dengan lingkaran para sahabat Bara dan Dimas. Dewi sendiri juga memiliki kemampuan bela diri Karate dan Taekwondo. Namun setelah melihat rekannya Hari dan Dewo, yang notabene kemampuannya berada di atas dirinya saja tumbang. Hanya dengan sekali 'tamparan dahsyat' dari Dimas. Maka dirinya merasa kemampuannya bagaikan 'ikan Teri', di antara para 'ikan Paus'. 'Sungguh lingkaran para pria utama'
"Denta! Mulai sekarang kau berjaga langsung di gedung arena pertarungan untuk nanti malam. Misimu adalah mencari celah, untuk menghabisi Bara sebelum atau sesudah pertarungan berlangsung..! Pakailah cara halus Denta, jangan sampai membuat pengunjung merasa tidak nyaman atau ikut menjadi korban..! Mereka adalah aset kita di masa depan..! Ingat itu..!" sentak Graito mengingatkan. "Baik Jendral..!" seru Denta siap. "Sekarang kalian pergilah ke posisi masing-masing. Pandu bawa beberapa anggota Pasukan Harimau Besi, dan ikutlah bersama Denta menjaga gedung arena pertarungan. Bekerjasamalah kalian untuk menghabisi Bara, jika rencana peledakkan helikopter nanti malam gagal..!" seru sang Jendral tegas. "Baik Jendral..!" sahut mereka serentak. Mereka segera keluar dari ruang pribadi sang Jendral, untuk melaksanakan misi mereka. *** Pagi-pagi sekali Dimas telah menaiki scoppy milik Dewi, untuk mengantarkannya ke ke kontrakkan Dewi. Semalam mereka memang pulang agak larut, usai urusa
Tiin.. Tinn..! Nampak Jeep Cherokee putih milik Dimas masuk ke dalam vila markas.Dimas pun turun diikuti oleh Dewi di belakangnya. Sontak mata para sahabat pun tercengang, saat melihat sosok Dewi di belakang Dimas. Sepertinya pikiran dan pertanyaan serupa melintas di benak mereka, 'Sepercaya itukah Dimas membawa Dewi ke markas mereka..?' pikir mereka semua bingung. Sebaliknya, Dimas sudah membaca dan menduga kebingungan hati para sahabatnya itu. Karena Dimas melihat dari cara mereka memandang dirinya dan Dewi, saat mendekati mereka semua. "Dewi. Di depan para sahabatku. Kau katakanlah jati dirimu yang sebenarnya. Kau seorang polisi yang sedang menyamar bukan..?" bisik Dimas tajam, seraya terus berjalan ke arah para sahabatnya. "A-apa maksudmu Mas Dimas..?!" bisik Dewi terkejut bukan kepalang, saat mengetahui penyamarannya telah terbongkar oleh Dimas. "Sudahlah Dewi, mengaku sajalah agar semuanya menjadi mudah. Aku yakin tujuan misimu tak jauh dari misi kami. Kau ditugaskan u
"Bagus Pandu..! Kita tinggal tunggu saja, macam apa serangan mereka nanti. Hahaaa..!" sang Jendral terbahak puas, dengan sistem pertahanan di markasnya. Tentu saja dia mengenal kedahsyatan senapan mesin NSV, karena dia yang membelinya. Dia sekarang malah berharap Bara cs menyerang markasnya secepat mungkin. "Paman Jendral. Jika boleh, Pandu ingin memperdalam kemampuan dan berlatih di kediaman Freedy, hingga waktu kompetisi internasional tiba," ucap Pandu meminta ijin. "Hmm. Silahkan saja Pandu, aku tak keberatan," sahut sang Jendral. Dia memang merasakan butuh orang-orang berkemampuan di pihaknya. Karena setelah kematian Angga, otomatis orang kepercayaannya yang bisa diandalkan hanya Pandu dan Freedy. Namun diam-diam sang Jendral juga hendak menarik seseorang, yang telah menghubunginya beberapa hari yang lalu. Seorang pembelot yang kecewa dengan Tuannya. *** Sementara pagi harinya di markas Bara cs. Rembukkan siasat penyerangan balasan masih belum fix. Hingga rembukkan itu kr
"Mas Bara. Janganlah terus menyalahkan dirimu sendiri. Kita semua melihat, itu adalah kejadian yang memang diluar kuasa kita untuk mencegahnya," ucap Dimas saat dia melihat Bara, yang termenung di teras seorang diri malam itu. "Kita harus membalas semua ini Mas Dimas..! Meluap emosiku dan tak tega rasanya. Setiap aku melihat Gatot, yang masih tak sadarkan diri sampai sekarang. Aku ingin membalas, tapi aku tak mau melibatkan kalian," ucap Bara, dengan mata mencorong penuh amarah. Ya, Gatot memang masih terkapar tak sadarkan diri hingga saat itu. Ibu dan adiknya Rani pun telah datang, dengan dijemput helikopter oleh Bara. Mereka memilih tinggal sementara waktu di markas, untuk merawat Gatot. Bi Tarni juga sangat telaten membantu mereka merawat Gatot. Sementara seorang Dokter juga selalu rutin datang dua hari sekali. Untuk memeriksa kondisi Gatot. Ya, Gatot memang bisa dikatakan dalam kondisi koma. Sementara secara perlahan, proses penyelarasan energi Mustika Taring Singa dalam di
"Mulai ..!" Seth..! Seiring aba-aba yang diserukannya, Hong Chen melesat dengan tangan menyambar ke arah pusaka langit tersebut. Staaghs.! "Akhhs..!" Seth..! Tangan Hong Chen terasa bergetar dan tersetrum tegangan tinggi. Saat gagang cambuk berkilau keemasan itu terbentur oleh tangannya. Tangkapannya kurang tepat, cambuk terus berputar cepat sekali. Dia pun kembali melesat ke tepi cekungan, untuk mengatur tangkapannya kembali. "Hiahh..!" Swaappsh..!! Biksu Kian Long menghentakkan kedua tangannya, ke arah cambuk pusaka yang tengah berputar cepat itu. Seketika arus putaran cambuk pusaka bagai tertahan, oleh sebuah tenaga luar biasa yang tak kasat mata. Putaran cambuk pusaka itu menjadi lebih lambat, dan jelas sekali terlihat gagangnya. Dan saat sang biksu hendak melesat meraihnya, Seth..! Cepat sekali Chen Sang melesat ke arah cambuk yang nampak jelas itu. Melihat hal itu, biksu Kian Long melepaskan kembali energi penahan lesatan cambuk itu. Wrrrrrhhss...! Krrtz..! Krrtzzs
"Benar Guru. Sesuatu yang berharga pastilah banyak yang mengincarnya," sahut Chen Sang pelan. "Chen Sang, kita bermeditasi disini hingga 'pusaka' itu turun. Apapun yang akan terjadi nanti tetaplah bermeditasi, gunakan perisai tenaga dalammu saat badai datang. Hilangkan ambisi mendapatkan 'pusaka' itu, namun tetaplah berharap pada kemurahan-NYA," ujar sang Guru Tiga Aliran memberikan arahan terakhirnya pada Chen Sang. "Baik Guru..!" sahut Chen Sang patuh. "Dan ingat Chen Sang..! Saat badai mulai mereda, kita harus mengakhiri meditasi kita. Lalu berusahalah menggapai 'Pusaka Langit', yang telah melayang di atas pusat cekungan melingkar ini," sang Guru berbisik dengan suara pelan namun tajam. "Chen Sang paham Guru." Sosok guru dan murid itu akhirnya duduk bersila, lalu bermeditasi dengan posisi teratai. Selama 2 jam lebih sudah ke tiga sosok di tepian cekungan, yang berada di lembah pegunungan Kunlun itu bermeditasi. Hingga ... Scraattzz..! Jlegaarhhss..!! Sebuah kilatan besar
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa