"Hai Bang Nero, kemarilah," panggil si pria perlente itu seraya tersenyum ramah.Nero tak merasa kenal dengan pria perlente setengah baya itu, namun dia beranjak mendekatinya dan langsung duduk semeja dengannya."Siapa kau..?" tanya Nero dingin."Aku Donny, Nero. Kau memang tak mengenalku, namun aku sangat mengenalmu dan keluargamu," sahut Donny tersenyum."Nero. Apakah kau tak ingin memberikan kebahagiaan pada putramu yang kini diasuh oleh orangtuamu..?" tanya Donny berbisik."K-kau.. ! Dari mana kau tahu soal anakku?!" seru Nero berbisik mengancam Donny.Ya, pasca perceraiannya dengan istrinya, anaknya memang memilih tinggal bersama kedua orangtuanya. Namun kedua orangtuanya menganggap Nero sudah mati. Mereka bersedia dan senang hati mengurus cucunya itu. Tapi tidak dengan Nero..!Karena kasus Nero adalah 'membunuh' semua keluarga pamannya sendiri yang berjumlah 5 orang, tanpa berkedip dan rasa penyesalan sedikitpun di hatinya. Demi memperoleh bagian dari warisan tanah dan rumah alm
"Kau tak apa-apa David..?!" seru Didin yang kebetulan sedang berada di sekitar tempat itu, dia pun sempat melihat duel satu babak antara David dan Nero.Mata Didin terbelalak kaget dan kagum, saat melihat David bisa mengimbangi duel dengan Nero penguasa Gang Kakap.'Ahh..! Gang Teri sepertinya sekarang sudah berubah jadi Gang Hiu..!' seru bathinnya bersorak gembira."Aku tak apa-apa Din, ikut aku ke taman yuk. Bara dan Jarot di sana," sahut David sambil mengajak Didin ikut serta.Akhirnya mereka pun berjalan bersama menuju taman, diiringi pandangan beberapa napi yang kini nampak jerih pada David.Ya, mulai tertanam sudah di benak para napi di Gang Tengah maupun Gang Kakap, bahwa mereka kini sudah 'tak bisa' lagi semena-mena pada para napi dari Gang Teri. Pamor Gang Teri pun mulai menanjak tinggi di mata mereka,'Baru napi biasa saja sudah bisa mengimbangi Nero. Bagaimana dengan penguasa Gang Terinya..? Mengerikkan..!' bathin mereka gentar.Sesampainya mereka di taman, nampak Bara dan
Tuttt ... tuttt ... tuttt!Klikh!"Pagi Resti." "Kau sudah siap Vina..?" tanya Resti, hatinya sedikit berdebar karena ini adalah hari pergerakkan mereka berdua minggat dari rumah."Ok Resti, aku siap. Siapkan saja semua yang perlu kaubawa Resti.""Beres Vin. Kita akan langsung ke Bank menarik tunai 40% dari limit kartu kredit kita, mengucapkan pesan pada orangtua via chat, lalu langsung reset ponsel dan ganti nomor."Resti mengatakan kembali detail rencana mereka berdua."Ok. Selanjutnya kita akan mengontrak sebuah apartemen di daerah Bintaro saja Resti."Ujar Revina menambahkan."Baik Vina, kita bertemu di Bank satu jam lagi ya.""Ok Resti. Klik."Revina memandang ranselnya yang cukup penuh kali ini. Semua berkas penting, perhiasannya, dan beberapa stel pakaian telah termuat rapih di dalamnya.Mereka sepakat meninggalkan mobil mereka, dan menggunakan grab menuju bank tempat pertemuan mereka. Karena kebetulan kartu kredit precious mereka dari bank yang sama.'Maafkan Vina Mah, Pah. K
"SalaM Paman Tedjo. Lama tak bertemu," sapa Marini tersenyum haru. Dia mengenal orang kepercayaan mendiang ayahnya ini dengan sangat baik.Marini sendiri juga bisa merasakan ketulusan dan kesetiaanTedjo pada ayahnya sejak dulu, saat dia masih tinggal di rumah ini."Baik Marini. Silahkan masuklah dulu ke dalam. Pastinya kau lelah," ucap Tedjo tersenyum sambil mempersilahkan Marini berjalan ke arah pintu rumah. Di ambil alihnya tas agak besar Marini untuk dibawakannya.Sesampainya mereka di depan pintu, Tedjo segera mengeluarkan sebuah gantungan kunci dengan beberapa anak kunci di dalamnya."Marini. Terimalah hakmu ini. Sudah lama Paman menunggumu dan anakmu kembali ke rumah ini. Masuklah, Paman ada di rumah depan itu ya," ucap Tedjo sambil menyerahkan kunci itu."Terimakasih Paman Tedjo," Marini berkata dengan penuh rasa terimakasih.Klek..! Marini membuka pintu rumah itu. Beribu kenangan pun berlintasan di benaknya, saat dia mulai masuk ke dalamnya, sambil memandangi sudut demi sudut
"Baik," sahut Bara sambil beranjak berdiri, lalu melangkah menuju ke ruang kunjungan mengikuti sang petugas."Silahkan itu tamunya," ucap sang petugas, sambil menunjuk seorang pria paruh baya perlente yang berada di dalam ruang kunjungan.'Degh..!''Pak Rudi! ada apa dia mengunjungiku..?' bathin Bara terkejut dan bertanya-tanya."Siang pak Rudi," ucap Bara sopan.Rudi Handoko tak menjawab sapaan Bara, matanya tajam menatap sinis bercampur jijik pada Bara."Bara..! Aku tak banyak waktu untuk bicara denganmu. Katakan saja apa kau mengetahui keberadaan Resti..?!" seru Rudi ketus dan langsung ke point maksud kedatangannya."Lho..! Memangnya ada apa dengan Resti Pak..?" seru Bara kaget.Dia sama sekali tak mengerti kenapa ayah Resti bertanya seperti itu padanya. Namun hatinya menyimpulkan bahwa Resti telah minggat dari rumahnya.Rudi menatap tajam menyelidik pada ekspresi Bara,'Huhh..! Sepertinya pemuda brengsek ini juga tak tahu', sungut bathinnya kesal, namun dia juga diliputi kebingung
"Serius bos..?!" seru Jarot bersemangat.Bara kembali hanya tersenyum saja menatap Jarot. Mereka bertiga akhirnya makan bersama dengan suasana gembira, walau dengan porsi yang terbatas karena jatah Bara yang di bagi tiga. *** Seorang wanita cantik nampak turun dari sebuah mini cooper cabrio merah.Nampak dia langsung di sambut dan dikawal oleh dua orang petugas lapas yang telah menantinya. Wanita dengan lekuk tubuh sempurna, dengan rambut riap tergerai yang di cat blonde kemerahan itu pun tersenyum pada kedua petugas itu."Silahkan ikuti kami Nona," ucap sang petugas itu sopan.'Cakep amat sih nih cewek..!' Glek! Bathin kedua petugas itu sambil menelan jakun mereka."Baik," suara renyah wanita itu terdengar. Menambah fantasi nakal kedua petugas itu makin melenting tinggi.Mereka pun beranjak melangkah menuju ke sebuah pondok yang tak terlalu luas. Namun kesan mewah langsung terasa, saat mereka semakin dekat dengan pondok itu.Pondok itu terletak agak tersembunyi di bagian tengah are
"Baik bos. Terimakasih," ucap Jarot, seraya berjalan ke sel Paul cs dan memberikan lima bungkus nasi padang pada mereka."Paul ini dari si Bos buat kalian," ucap Jarot."Wah, mantap nian Bos kita Rot..!" seru Paul sambil menatap punggung Bara, yang telah berlalu menuju sel khususnya dengan rasa kagum dan terimakasih.Baru kali ini dia melihat penguasa gang yang baik hati dan tak semena-mena seperti Bara. Karena sepengetahuannya semua penguasa gang di Blok D adalah penindas pada napi di bawahnya. Termasuk dirinya dulu.Keesokkan harinya, semua napi di Gang 5 secara kolektif sudah mengumpulkan seluruh uang yang mereka miliki. Mereka semua sepakat untuk bertaruh atas kemenangan Bara, pada pertandingan nanti malam melawan Rojak penguasa Gang 2.Terkumpul dana taruhan yang cukup besar dari Gang 5, yang separuhnya berasal dari David. Ya, diam-diam dia membawa uang tunai cukup besar yang di selipkan di ranselnya.Sementara di kubu Gang 2 tentu saja bertaruh atas nama penguasa mereka Rojak, w
"Siap Jenderal!!" sahut ketiga orang itu tegas."Berangkatlah, semoga kalian menemukannya. Aku juga akan mencari dengan caraku sendiri," ucap sang Jenderal yang tak lain adalah Tedjo.Ya, pangkat terakhir saat Tedjo mengundurkan diri adalah seorang Letnan Jenderal, kharismanya sangat merasuk ke sanubari anak buahnya. Hingga saat ini pun sebutan Jenderal masih disebut oleh mantan anak buahnya itu.Ketiga orang itu serentak berdiri memberi hormat, lalu beranjak meninggalkan rumah megah sang Jenderal dengan tegak. Adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka mendapat misi dari sang Jendral.Terlebih mereka juga mengetahui, sosok yang paling dihormati sang Jenderal dalam hidupnya. Siapa yang tak kenal dan tertunduk segan dengan rasa gentar, jika mendengar Panglima Naga Emas yang legendaris itu disebut.Sebuah nama julukan yang harum menyebar dari mulut ke mulut dalam kemiliteran di negeri ini. Ditambah lagi yang mereka cari adalah cucu langsung dari sang Panglima legendaris itu.Maka mu