"SalaM Paman Tedjo. Lama tak bertemu," sapa Marini tersenyum haru. Dia mengenal orang kepercayaan mendiang ayahnya ini dengan sangat baik.Marini sendiri juga bisa merasakan ketulusan dan kesetiaanTedjo pada ayahnya sejak dulu, saat dia masih tinggal di rumah ini."Baik Marini. Silahkan masuklah dulu ke dalam. Pastinya kau lelah," ucap Tedjo tersenyum sambil mempersilahkan Marini berjalan ke arah pintu rumah. Di ambil alihnya tas agak besar Marini untuk dibawakannya.Sesampainya mereka di depan pintu, Tedjo segera mengeluarkan sebuah gantungan kunci dengan beberapa anak kunci di dalamnya."Marini. Terimalah hakmu ini. Sudah lama Paman menunggumu dan anakmu kembali ke rumah ini. Masuklah, Paman ada di rumah depan itu ya," ucap Tedjo sambil menyerahkan kunci itu."Terimakasih Paman Tedjo," Marini berkata dengan penuh rasa terimakasih.Klek..! Marini membuka pintu rumah itu. Beribu kenangan pun berlintasan di benaknya, saat dia mulai masuk ke dalamnya, sambil memandangi sudut demi sudut
"Baik," sahut Bara sambil beranjak berdiri, lalu melangkah menuju ke ruang kunjungan mengikuti sang petugas."Silahkan itu tamunya," ucap sang petugas, sambil menunjuk seorang pria paruh baya perlente yang berada di dalam ruang kunjungan.'Degh..!''Pak Rudi! ada apa dia mengunjungiku..?' bathin Bara terkejut dan bertanya-tanya."Siang pak Rudi," ucap Bara sopan.Rudi Handoko tak menjawab sapaan Bara, matanya tajam menatap sinis bercampur jijik pada Bara."Bara..! Aku tak banyak waktu untuk bicara denganmu. Katakan saja apa kau mengetahui keberadaan Resti..?!" seru Rudi ketus dan langsung ke point maksud kedatangannya."Lho..! Memangnya ada apa dengan Resti Pak..?" seru Bara kaget.Dia sama sekali tak mengerti kenapa ayah Resti bertanya seperti itu padanya. Namun hatinya menyimpulkan bahwa Resti telah minggat dari rumahnya.Rudi menatap tajam menyelidik pada ekspresi Bara,'Huhh..! Sepertinya pemuda brengsek ini juga tak tahu', sungut bathinnya kesal, namun dia juga diliputi kebingung
"Serius bos..?!" seru Jarot bersemangat.Bara kembali hanya tersenyum saja menatap Jarot. Mereka bertiga akhirnya makan bersama dengan suasana gembira, walau dengan porsi yang terbatas karena jatah Bara yang di bagi tiga. *** Seorang wanita cantik nampak turun dari sebuah mini cooper cabrio merah.Nampak dia langsung di sambut dan dikawal oleh dua orang petugas lapas yang telah menantinya. Wanita dengan lekuk tubuh sempurna, dengan rambut riap tergerai yang di cat blonde kemerahan itu pun tersenyum pada kedua petugas itu."Silahkan ikuti kami Nona," ucap sang petugas itu sopan.'Cakep amat sih nih cewek..!' Glek! Bathin kedua petugas itu sambil menelan jakun mereka."Baik," suara renyah wanita itu terdengar. Menambah fantasi nakal kedua petugas itu makin melenting tinggi.Mereka pun beranjak melangkah menuju ke sebuah pondok yang tak terlalu luas. Namun kesan mewah langsung terasa, saat mereka semakin dekat dengan pondok itu.Pondok itu terletak agak tersembunyi di bagian tengah are
"Baik bos. Terimakasih," ucap Jarot, seraya berjalan ke sel Paul cs dan memberikan lima bungkus nasi padang pada mereka."Paul ini dari si Bos buat kalian," ucap Jarot."Wah, mantap nian Bos kita Rot..!" seru Paul sambil menatap punggung Bara, yang telah berlalu menuju sel khususnya dengan rasa kagum dan terimakasih.Baru kali ini dia melihat penguasa gang yang baik hati dan tak semena-mena seperti Bara. Karena sepengetahuannya semua penguasa gang di Blok D adalah penindas pada napi di bawahnya. Termasuk dirinya dulu.Keesokkan harinya, semua napi di Gang 5 secara kolektif sudah mengumpulkan seluruh uang yang mereka miliki. Mereka semua sepakat untuk bertaruh atas kemenangan Bara, pada pertandingan nanti malam melawan Rojak penguasa Gang 2.Terkumpul dana taruhan yang cukup besar dari Gang 5, yang separuhnya berasal dari David. Ya, diam-diam dia membawa uang tunai cukup besar yang di selipkan di ranselnya.Sementara di kubu Gang 2 tentu saja bertaruh atas nama penguasa mereka Rojak, w
"Siap Jenderal!!" sahut ketiga orang itu tegas."Berangkatlah, semoga kalian menemukannya. Aku juga akan mencari dengan caraku sendiri," ucap sang Jenderal yang tak lain adalah Tedjo.Ya, pangkat terakhir saat Tedjo mengundurkan diri adalah seorang Letnan Jenderal, kharismanya sangat merasuk ke sanubari anak buahnya. Hingga saat ini pun sebutan Jenderal masih disebut oleh mantan anak buahnya itu.Ketiga orang itu serentak berdiri memberi hormat, lalu beranjak meninggalkan rumah megah sang Jenderal dengan tegak. Adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka mendapat misi dari sang Jendral.Terlebih mereka juga mengetahui, sosok yang paling dihormati sang Jenderal dalam hidupnya. Siapa yang tak kenal dan tertunduk segan dengan rasa gentar, jika mendengar Panglima Naga Emas yang legendaris itu disebut.Sebuah nama julukan yang harum menyebar dari mulut ke mulut dalam kemiliteran di negeri ini. Ditambah lagi yang mereka cari adalah cucu langsung dari sang Panglima legendaris itu.Maka mu
'Gilaa.!! Ternyata masih ada ilmu meringankan tubuh selangka itu..!' bathin Braja terkejut bukan kepalang.Sementara David menyimpan keterkejutannya dalam hati,'Pantas saja dia bisa keluar masuk penjara dengan mudahnya. Sungguh level meringankan tubuh yang sangat sempurna', bathin David kagum.Penonton sekelas Nero, Woro dan Bora saja bisa terkecoh! Apalagi penonton yang lainnya, yang notabene hanya berkemampuan tarung biasa saja."Kenapa Mas Braja..? Sepertinya Mas agak terkejut," tanya Marsha. Mata jernihnya yang awas melihat ekspresi Braja yang nampak terkejut, saat melihat peserta kompetisi bernama Bara memasuki arena."Pemuda itu bukan orang biasa Marsha," sahut Braja nampak serius, tanpa menoleh pada Marsha.Tatapan mata Braja terus mengikuti gerak-gerik Bara di dalam arena itu yang nampak tenang. Tak nampak ketegangan atau ambisi meluap. Bahkan terlihat Bara sama sekali tak terpengaruh, oleh sorak sorai penonton yang mengejeknya.'Hmm. Pengendalian diri tingkat tinggi', bathin
"Baiklah semuanya!! Pemenang dari pertarungan perdana ini, adalah Bara Satria..! Penguasa Gang Lima!!" teriak wasit mengumumkan pemenang pertarungan malam itu.Nampak masuk empat orang ke dalam ring arena, mereka mengangkat sosok Rojak keluar dari ring arena pertarungan.Ya, sepertinya akan sulit bagi Rojak untuk mempertahankan gelarnya sebagai penguasa Gang 2, dengan kondisi sepuluh jarinya yang patah itu. 'Luar biasa coolnya pemuda bernama Bara itu', bisik hati Marsha kagum.Entah mengapa mata Marsha seolah tak bisa lepas memandang sosok Bara, yang masih berada di dalam arena itu. Sama sekali dia tak merasa sedang memandang seorang napi saat itu. Karena yang nampak di matanya adalah seorang pemuda gagah dengan tubuh sedang, namun nampak menyimpan kekuatan yang besar dalam dirinya.Bara juga sempat menoleh ke arah Marsha sekejap tadi, mungkin dia heran melihat ada seorang wanita cantik yang ikut menyaksikan pertarungannya di dalam penjara.'Degh!' Tatapan tajam namun hangat dari Bar
"Gue Dodo..!" Brian berseru tegas.Sepasang matanya yang biasanya lembut dan tenang kini menatap tajam bagaikan mata elang, pada orang yang memegang pisau lipat itu."Brian.." desah Katrin berbisik mencemaskan keselamatan Brian.Sementara di wajah Dodo kini malah terukir senyum kelegaan, bagai terdakwa yang lolos dari vonis mati. Hal yang sama terlihat pula di wajah teman-teman tongkrongannya.Brian maju mendekati Katrin sambil melepas kemeja panjangnya, di balik kemeja panjangnya ternyata dia memakai kaos hitam polos berlengan pendek."Katrin, pakailah," ucap Brian memberikan kemeja panjangnya, sambil meletakkan tas ranselnya di dekat Katrin dan Nina berdiri."Terimakasih, tapi sebaiknya jangan lakukan ini Brian," Katrin berbisik pelan, sambil menerima kemeja Brian."Tenanglah Katrin," bisik Brian tersenyum."Heii..hei..heii!! Punya nyali juga rupanya kau..!" seru pemimpin penyerbuan itu, seraya memainkan pisau lipatnya dengan sangat terampil."Ini mau main keroyokkan apa kita by one
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p
Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!"Hahh..! Marsha..?!" seru Dimas terkejut bukan main, saat dilihatnya nomor Marsha tertera di layar ponselnya. Saat itu dia masih berada di halaman vila markas yang baru saja dibelinya. Klik.! "Ya Marsha ...?! " sahut Dimas, penuh rasa rindu dan kecemasan. "Mas Dimas, Marsha saat ini berada di kediaman Leonard di Washington. Marsha baik-baik saja disini Mas Dimas," ucap Marsha serak. Dia tahu Dimas sangat mencemaskan dirinya. "Syukurlah Marsha. Tenanglah, sesegera mungkin aku akan menjemputmu pulang ke Indonesia. Aku sedang mempersiapkan visa untuk ke sana bersama Mas Bara," ucap Dimas, ingin menenangkan Marsha disana. "Maaf Mas Dimas, sepertinya itu tak perlu Mas lakukan. Karena Marsha disini sudah berkomitmen dengan Leonard. Hal ini benar-benar diluar dugaan Marsha Mas Dimas," ucap Marsha penuh rasa sesal. Karena mau tak mau, dia harus mengatakan hal yang pasti menyakitkan hati Dimas. "Apa maksudmu Marsha..?! Komitmen dengan Leonard..?" Dimas ber
Wajah wanita itu agak oval, dengan bibir penuh merekah dan hidung setengah mancung. Kulitnya pun kuning langsat, dengan bulu mata lentik menaungi kedua bola mata beningnya yang lembut dan hangat.Senyumnya sungguh menawan, dengan dua lesung pipit terbentuk. Namun ada kesan sedikit judes, jika dia menarik bibirnya. Hmm, pria mana yang tahan, untuk melewatkan kesempatan melirik sosok wanita jelita itu..? Jika memang ada pria melewatkannya, maka pastilah pria itu sedang kelilipan cobek, atau sedang diawasi oleh pacar atau istrinya. Dan bagi yang sudah melirik sekali pasti akan keterusan, hingga tak sadar lupa bernafas dengan mata berputar liar. Dan terparah lagi adalah 'ngiler' di tempat. Tak lama kemudian, nampak wanita cantik itu menyudahi senam uniknya. Kini dia menghela nafas panjang dan dalam beberapa kali, lalu menghembuskannya perlahan secara berulang. Hingga akhirnya pernafasan serta tubuhnya kembali relaks. Lalu masuklah dia kembali ke dalam rumahnya, untuk minum air puti