Kekisruhan yang terjadi kepada keluarga Adi dan Sumi membuat sepasang suami istri itu, memegang teguh pendapatnya masing-masing. Adi menyalahkan Sumi karena lalai terhadap kandungannya, sehingga melahirkan anak tak sempurna, sedangkan Sumi yang merasa selau diabaikan, membuatnya pergi dari kehidupan Adi. Meninggalkan biduk rumah tangga.
"Sumi pergi dari rumah, Mas." Adi menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil mengadu kepada Mas Gondo.
"Bagaimana dia tidak pergi, Di. Kamu seminggu ini telah meninggalkannya, belum lagi tuduhanmu kepada Sumi yang tidak becus menjaga kandungan. Pasti istrimu itu sakit sekali." Mas Gondo terus berbicara, sedangkan Adi memeluk lutut. Sesekali menghisap rokoknya. Kepanikan melandanya, setelah dia balik ke rumah dalam keadaan kosong. Bagaimana pun, dia masih mencintai Sumi dan anak dilahirkan istrinya. Emosi sesaat membuat Adi salah langkah, malah meninggalkan rumah. Bukannya menghibu
Itulah yang terjadi pada pengabdi Sang Junjungan, bukan minta nyawa manusia saja, tetapi harus memenuhi nafsu birahinya. Terkadang hal tersebut membuat muak beberapa pengikut lamanya karena tahu yang mereka cumbu adalah iblis, terperangkap dalam jeratnya dan susah lepas.Sama seperti yang dirasakan Mas Gondo saat ini, akibat terjebak dalam rayuan Yudhis agar menjadi abdi iblis, dia harus banyak kehilangan. Terutama orang-orang dicintainya. Istri dan anak-anaknya.Mas Gondo menjambak rambutnya, lalu melanjutkan perjalanannya. Kali ini dia harus menemani supir baru untuk mencari tumbal pertama kalinya."Ayo, jalan, Pri!" Mas Gondo menyuruh supir baru yang bernama Supri menjalankan kendaraannya, truk tanah yang haus darah."Iya, Mas. Saya mau cerita. Ada yang aneh dengan truk ini. Apa pernah menabrak orang, ya?" tanya Supri dengan suara pelan.Mas Gondo terdiam sesaat, melirik ke sa
"Eh, kok, jadi bengong, sih, Sayang?" tanya Mas Gondo memandangi Tini. Wanita yang mampu mengisi hatinya kembali, bukan karena nafsu seperti hubungannya dengan Mbak Yuli, atau wanita di warung remang-remang tersebut, tetapi ketulusan hati. Apalagi wajah Tini mirip mendiang istri pertamanya yang sangat dia cintai."Eh, enggak Mas. Ya, sudah kita ke rumah sakit tempat Sumi melahirkan, ya! Kali saja dapat info di sana." Tini segera memasuki mobil dan duduk di samping Mas Gondo yang langsung menggenggam erat tangannya."Baik ratu hatiku."****Rasa kecewa harus diterima Tini, saat mendapat info bahwa alamat yang tertera di formulir pendataan Sumi di rumah sakit adalah rumah lama."Bagaimana, Mas? Aku tidak mendapatkan info tentang Sumi.""Nanti kita coba lagi, atau nanti aku tanyakan kepada Yudhis. Dia mempunyai kemampuan melihat keturunan para pengabdi San
Di ujung perkampungan tempat Sumi berdiam, Mas Gondo dicegat empat orang. Di tangan mereka masing-masing memegang cambuk terbuat dari bulu kuda."Hoi, turun!" perintah seorang pria yang lebih tua dari pria satunya. Sedangkan dua perempuan merupakan kawanan itu, memukul mobil Mas Gondo dengan cambuknya.Pecutan dari cambuk seketika menyambut Mas Gondo yang keluar dari mobil, tetapi bagi Mas Gondo hal tersebut tidak mampu membuat takut. Mulutnya komat-kamit dan dari balik baju, dia keluarkan keris kecil yang bersinar.Keris tersebut melayang mengikuti gerakan tangan Mas Gondo yang menyerang balik keempat penyerang tersebut. Tidak butuh lama, orang-orang itu terjatuh dengan luka bakar."Ampuni kami." Lirih suara pria yang terlihat lebih tua. Tampaknya dia pemimpin para penyerang Mas Gondo."Aku akan mengampuni kalian jika membantuku. Kalau tidak, aku akan membinasakan sampai ke anak cucu kalian!" Suara Mas Gondo yang berat dikeluarkannya d
Selesai memeriksakan kandungan Dita, Adi mengantarkan Bu Yayuk dan keponakannya itu balik pulang. Ketika mengembalikan kunci Bu Yayuk mengepalkan uang, tetapi Adi tegas menolaknya."Apaan ini, Bu?""Terima saja, Di. Hitung-hitung ucapan terima kasih."Adi merasa terhina diperlakukan seperti itu, jiwa arogannya kembali muncul karena rata-rata pengabdi Sang Junjungan mempunyai darah panas."Jangan menghina saya, Bu! Uang saya jika dibandingkan Ibu, jauh lebih banyak!" Adi berlalu meninggalkan Bu Yayuk yang tampak shock, tidak biasanya Adi bersikap seperti itu. Padahal rencananya dia ingin menjodohkan Adi dengan Dita, tetapi setelah peristiwa tadi dia memutuskan membatalkannya."Adi, sebegitu sedihnya dirimu ditinggalkan Sumi. Padahal Sumi cuma perempuan sederhana." Bu Yayuk berucap pelan, setidaknya sebagai orang yang lebih lama menjalani biduk rumah tangga pasti mengerti ada tak b
Persiapan operasi Rizky hampir 100 persen, dari berat badan yang sudah mencukupi hingga uang untuk pelaksanaannya. Tinggal Sumi menyiapkan mentalnya. Dia sedikit khawatir anaknya baru berusia enam bulan harus merasakan meja operasi."Teh, nanti kalau mau ke rumah sakit biar diantar Armand, ya?" Dewi menawarkan jasa. Awalnya Sumi menolak, selain khawatir menjadi bahan pergunjingan tetangga, Dia ada perasaan tidak nyaman terhadap keluarga Bu Astuti serta Pak Dodo karena mereka terlihat akrab dengan Mas Gondo dan Tini. Namun, akhirnya Sumi menerima tawaran tersebut karena melihat kondisi Rizky. Tidak tega jika anaknya itu harus turun naik angkot, padahal pisau bedah sudah menunggu.Senyum tak pernah lepas dari bibir Armand, dari menjemput Sumi hingga mengantarkannya ke rumah sakit."Dek Armand, kalau mau pulang silakan ... saya masih menunggu, bisa jadi menginap kalau Rizky hari ini jadi operasi," kata Sumi halus.&n
Di lain tempat, suara ketukan di pintu mengagetkan Adi yang sedang membuat kopi di dapur. Dia melongok jam dinding, waktu menunjukkan pukul sebelas malam."Siapakah yang bertamu malam-malam seperti ini?" Terbersit pertanyaan dalam hati Adi.Baru saja hendak membuka pintu, tiba-tiba angin bertiup kencang hingga pintu terbuka dengan sendirinya. Padahal seingat Adi, dia sudah menguncinya."Bang Adi ...." Suara lembut menyapa dari balik pintu yang terbuka lebar."Sum! Sayangku ...." Adi terkesiap melihat sosok yang muncul di hadapannya adalah orang yang sangat dia rindukan.Tampak Sumi menggendong sesuatu dalam kain jarik lusuh. Buru-buru Adi menghampiri, hati kecilnya sebagai ayah juga sangat merindukan anak yang belum pernah disentuhnya. Namun, semakin Adi mendekat, sosok Sumi seakan terbang tertiup angin. Jauh masuk ke dalam kegelapan malam. Adi berlari mengejar Sumi, tetapi hanya
Selesai mengantarkan barang, seperti biasa Adi melapor diri dulu ke bagian administrasi. Mas Gondo sudah sampai terlebih dahulu dan sudah menyelesaikan laporannya, duduk menunggu Adi di depan kasir."Di!" sapa Mas Gondo yang langsung menghampiri Adi. Adi menghentikan langkahnya."Ya, Mas." Kali ini Adi mulai melunak karena merasa tak enak hati Mas Gondo berusaha berdamai dengannya."Nanti senja, kita berangkat. Trukmu taruh saja di parkiran, kita akan melakukan ritual itu seminggu lamanya. Aku siapkan mobilku dulu," ujar Mas Gondo dengan suara pelan."Iya, Mas. Aku nunggu di kantin saja." Adi berkata singkat kemudian berlalu, sedangkan Mas Gondo mengeluarkan dan memanaskan mobil mewahnya yang sengaja diparkirkan di salah satu bangunan di pabrik tersebut."Di, Adi ... kamu masih saja keras hatimu. Pantas Sang Junjungan masih penasaran," gumam Mas Gondo sambil mengelap kaca m
Masing-masing beranjak dari posisinya, menggunakan jubah hitam serta menuju altar. Sesosok pria muda bertubuh tegap, berbaring serta tangannya terikat. Sama persis dengan keadaan Adi dulu.Orang-orang berjubah hitam termasuk Mas Gondo dan Adi mengelilingi pria tersebut yang tampak ketakutan.Tampak Pak Steven memanggil seorang wanita yang mempunyai kekerabatan dengan si pria untuk menggoreskan pisau ke lengannya hingga mengeluarkan darah. Si pria terpaksa meneguk darah yang di berikan kepadanya, walau beberapa dia hampir muntah."Aku mohon, lepaskan!" Isak tangis serta nada permohonan keluar dari bibir pria yang tak pantas diucapkannya, mengingat fisik si pria yang gagah."Sudah, masukkan dia ke dalam patung Sang Junjungan. Kita lihat apakah pantas menjadi generasi penerusmu, Rukmi!" Pak Steven berkata keras kepada wanita yang memberikan darahnya kepada si pria.Pria itu terus berteriak histeris, apa lagi saat tubuhnya dimasukkan ke peti yang
"Mana Sumi? Aku ingin bertemu dia juga anakku!" Adi menerobos masuk ke dalam rumah diikuti si wanita yang tak lain adalah Tini."Dia tidak ada di sini, Di! Cepat keluar dari rumahku!" Tini menarik tangan Adi yang tak menghiraukan perintahnya.Merasa kesal dengan perlakuan Tini, Adi menepis tangan dan mendorong tubuh perempuan cantik tersebut hingga terjatuh ke lantai, lalu bergegas membuka pintu kamar satu persatu dengan harapan bertemu Sumi. Namun, alangkah terkejutnya pria tersebut saat mendapati kamar kedua yang dibukanya terdapat patung menyerupai Sang Junjungan lengkap dengan altarnya."Gil*! Ternyata kau juga salah satu pemuja setan keparat itu, Tin?! Kau sengaja mendekati Sumi agar bisa ditumbalkan?" Adi berbalik mendekati Tini dengan tatapan tajam, kemarahannya sudah di ubun-ubun."Bukan begitu, Di ... malah sebaliknya, aku ingin melindungi Sumi, dia ...." Belum selesai ucapan Tin
Di tempat lain, Retno sedang bercakap-cakap dengan Adi. "Tidak salah lagi, Di. Kampung belakang komplek ini, Sumi berada. Aku bisa merasakan kehadirannya walau sosok istri dan anakmu tidak terlihat." "Jadi bagaimana, Bik?" Adi mendekatkan dirinya kepada Retno. "Menurutku, coba kau yang lihat ke sana. Aku yakin, perisai dibuat Gondo dan Yudhis hanya berlaku kepadaku." Retno menyakinkan Adi agar menuruti perintahnya, dia tidak mau tenaganya terus terkuras habis akibat menembus benteng yang dibuat rival-rivalnya itu. "Baiklah, Bik. Kebetulan besok aku libur, mudah-mudahan benar apa yang dikatakan Bibik." Meski ada rasa kecewa, Adi berusaha bertemu Sumi dan menyakinkan diri agar mereka bisa bersama lagi. **** Keesokan pagi dengan menyewa sepeda motor, Adi berangkat menuju kampung belakang komplek. Semilir angin sejuk menerpa wajah perseginya, membuat
Setelah dirasakan tenang, Dewi dan Armand pamit pulang dengan pikirannya masing-masing. Terutama Dewi yang berniat akan mengaku kepada Sumi tentang keadaan almarhum orang tuanya serta dirinya---para penyembah Sang Junjungan. Dia ingin bertaubat karena tak ingin kematian mengerikan menjemputnya. Namun, niat baiknya itu ternyata tak mampu terwujud. Keesokan hari, Dewi beserta suaminya mati ditemukan gantung diri di langit-langit ruang tamu."Ya Allah, bagaimana kejadiannya, Dek?" tanya Sumi setelah mendengar kematian Dewi dan Surya kepada Armand yang menangkupkan kedua tangan menutupi wajah lelahnya."Selepas salat Subuh di musala, saya mendengar suara tercekik dari dalam rumah, pintu keadaan setengah terbuka. Saya pikir tumben Teh Dewi dan Mas Surya sudah bangun. Ternyata yang saya temukan tubuh mereka tergantung, Mbak." Armand menahan tangis. Dalam hitungan hari, dia sudah kehilangan semua anggota keluarga, membuat hatinya bertanya-tan
"Mbak, saya juga mau pamit, ya." Setelah ikut merapikan ruangan, Armand beserta ibu-ibu lainnya pulang. Meninggalkan Sumi dan Rizky yang terbangun dari sebelum Magrib."Anak Ibu mau apa?" tanya Sumi kepada Rizky yang menatap ceria ke buah-buahan yang masih banyak tersaji. Rizky menunjuk ke arah jeruk Mandarin. Sumi dengan penuh kasih menyuapkan ke anaknya."Enak Sayang ...."Rizky membalas pertanyaan ibunya dengan tawa riang. Sumi gemas lalu menciuminya berulang kali.Siiir!Suara angin berdesir masuk kedalam jendela nako yang masih terbuka, Sumi lupa menutupnya. Aroma daging terbakar seketika menyeruak, pikir Sumi itu adalah bau asap dari penjual sate yang biasa mangkal di seberang jalan.Namun, terjadi keganjilan saat Sumi hendak menutup jendela. Tampak di depan rumahnya beberapa orang berdiri membelakangi. Dia melirik jam di dinding, ternyata sudah p
Sebelum ke rumah Bu Wid, Dewi bertandang ke rumah Sumi untuk memberitahukan tidak perlu menyiapkan apa-apa karena semua kebutuhan tahlilan dia yang akan mempersiapkannya. Namun, Sumi tidak tinggal diam. Saat Rizky bermain dengan mainannya, dia pun membersihkan rumah, agar terasa nyaman jika para tamu datang."Assalamualaikum ...." Suara salam diiringi riuh terdengar dari depan. Beberapa ibu-ibu tampak membawa penganan serta minuman."Waalaikumsallam, masuk Bu." Sumi menyambut ramah.Mereka menata makanan yang dibawa dengan sesekali menggoda Sumi."Aduh, sebentar lagi Rizky punya Bapak baru, nih.""Cocok, tahu, Mbak dengan Armand. Satunya ganteng, satunya lagi cantik."Panas sebenarnya telinga Sumi mendengarkan celotehan ibu-ibu tersebut, tetapi ditahannya di hati. Dia hanya diam, tidak banyak bicara menimpalinya dengan senyuman karena tahu panjang urusan jika
Tragis, mengerikan? Pasti. Siapa yang bersekutu dengan iblis dan akhir hidupnya belum bertaubat, ruhnya akan penasaran bahkan bisa terpenjara dalam lingkaran si iblis. **** Kampung tempat tinggal Pak Dodo dengan Bu Astuti heboh atas peristiwa terbakarnya rumah juragan kaya di wilayah tersebut. Bagaimana tidak, selain seluruh bangunan beserta harta benda lainnya terbakar habis. Para penghuninya pun tersisa jadi abu. Sepasang suami istri tersebut juga kedua anak serta mantunya juga dua pekerja rumah tewas terbakar, keluarga itu hanya tinggal Dewi serta suaminya dan Armand yang kebetulan berada di luar kota untuk keperluan pekerjaan. "Bapak! Ibu!" Teriakan histeris Dewi membahana, suaminya serta Armand berusaha menenangkan. "Sudah, Teh, tenang ... sekarang kita urus acara pemakaman mereka serta tahlilan." Armand berusaha agar Dewi tidak terus berteriak, benar saja Dewi terdiam. Namun, bukan kare
Semua usaha Retno dan Mas Gondo telah mereka lakukan sebisa mungkin walau dengan tujuan berbeda. Satu iblis yang sama dipuja menyebabkan mereka bagaikan dipermainkan dan Sang Iblis hanya tertawa melihat para pemujanya berebutan menarik perhatian apa pun bentuknya."Tin, aku ke rumah Yudhis dulu, mencari jawaban bagaimana cara membunuh Retno." Mas Gondo pamit kepada kekasihnya setelah merasa baikan. Tini mengangguk sebagai jawaban.Terik matahari tidak menghalangi Tini menuju rumah Sumi, sepeninggal Mas Gondo hatinya merasa tidak tenang. Khawatir terhadap anak serta cucunya.Di bawah naungan payung hitam, Tini mengintip dari balik pohon. Perasaannya lega melihat Sumi serta anaknya dalam kondisi baik-baik saja. Namun, ternyata bukan Sumi yang harus dikhawatirkan keadaannya, tetapi dirinya sendiri karena dua pasang mata menatap tajam ke arahnya yakni Pak Dodo dan Bu Astuti. Benar saja, ketika Tini hendak melangkah pulang, l
Setelah menyantap makanan yang disajikan Adi, Retno menuju kamar mandi, membersihkan diri lalu bersiap menjalankan misinya. Mencari keberadaan Sumi, dia dapat merasakan getaran bahwa orang yang dicarinya tidak jauh dari kontrakan Adi.Setelah menengok kiri kanan, Retno mulai menyusuri jalan menuju perkampungan-perkampungan yang berada di belakang komplek perumahan tempat tinggal Adi, tetapi ada yang aneh dengan penampilan Retno kali ini. Dia menyamar sebagai pengemis, berpakaian lusuh, wajah ditutupi jelaga serta memakai selendang di kepala agar dapat leluasa menjalankan aksinya. Sungguh luar biasa tekad perempuan itu, semua demi kejayaannya.Mulut Retno komat-kamit, matanya terus mencari, berharap apa yang dilihat dengan mata batinnya benar adanya. Bahwa Sumi beserta anaknya berada di sekitaran daerah itu, tetapi dari kampung-kampung sudah dijelajahinya sosok dicari belum ketemu jua. Tubuh Retno mulai terasa lelah hingga dia memutuskan beri
Hampir tengah malam saat Adi sampai di kontrakan dan mendapati Retno masih terbaring lemah di lantai."Bik, Bibik!" Adi berusaha membangunkan Retno. Namun, perempuan itu tidak bergeming. Sehingga Adi memutuskan ingin membawanya ke rumah sakit, tetapi saat tubuhnya hendak diangkat, mata Retno membuka."Ambilkan tas Bibik, Di ...." Adi bergegas mengambilkan tas kecil yang diletakkan Retno di kursi, sebelum dia mencoba menerawang tadi."Ini, Bik!" Adi memberikan tas Retno kepada pemiliknya. Perempuan itu langsung mengeluarkan botol kecil berisi cairan merah pekat yang langsung diteguknya habis. Mata Retno mengerjap, wajahnya pun tampak segar setelah meminum cairan tersebut."Ada apa, kok, Bibik pingsan?" tanya Adi."Aku tadi berusaha mencari tahu keberadaan Sumi karena merasakan getarannya, tetapi saat berusaha lebih jauh lagi, aku diserang. Sepertinya oleh Gondo dan Yudhis,"