Share

Bab 7

last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-01 16:50:18

Beliau adalah Ki Patih Narotama.

Sejenak Ki Patih-pun tertegun melihat suasana duka di halaman kabuyutan yang luas itu, kini penuh dengan rakyat yang sedang tepekur tengah memanjatkan doa. Panggraita-nya yang amat tajam melebihi orang kebanyakan itu segera menyimpulkan Ki Buyut baru meninggal. Apalagi ketika tidak dilihatnya pemimpin kabuyutan di antara para tetua kabuyutan itu yang biasanya akan segera sedang takjim menyambutnya. Mereka serentak menjatuhkan diri dengan sikap menyembah kepada Ki Patih.

Tampak kemudian di tengah pendapa, jenazah Ki Buyut masih menunggu untuk diselenggarakan sebagaimana mestinya.

"Ki Buyut-kah yang meninggal?" tanya Ki Patih mencari kepastian.

"Hamba Ki Patih," jawab salah seorang tetua menyembah. "Beliau sakit beberapa lama dan tabib sudah berusaha.”

Ki Patih menyingkap kain penutup kepala Ki Buyut almarhum. Wajah yang pucat namun bersih menunjukkan keikhlasan roh Ki Buyut sedang dalam perjalanan menghadap kepada Sang Hyang Agung, pencipta jagad raya s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 8

    "Tidak kusangka banyak pengalaman lahir dan bathin selama berada di negeri yang berbeda adat istiadat, bahasa dan juga makanannya," Putri Sanggramawijaya atau Mahesa Barak berceritera . "Baik ketika beberapa lama di kerajaan Sunda Galuh maupun ketika menyeberang selat Sunda ke Swarnadwipa kekerajaan Sriwijaya. Aku merasakan kalau di Kotaraja dan di pusat kerajaan masih mempunyai banyak kesamaan. Tapi, Kangmas Gesang Suci mengajakku lebih banyak bergaul dengan masyarakat kecil di desa, di pantai, para petani dan nelayan.Tampak ki Patih mengangguk-anggukakan kepala. Terbayang tadi siang pangeran Gesang Suci berkulit tubuh putih kuning menjadi paling mudah dibedakan berada di kerumunan rakyat kabuyutan Claket yang semuanya berkulit sawo matang atau bahkan beberapa berkulit kehitaman terbakar sinar matahari. Ki Patih lalu tersenyum dan bertanya, "Adakah nama dari anak muda itu memang asli. Maksud pamanda adakah nama lain dari anak muda itu?""Aku rasa bukan, pamanda. Dia pasti memiliki n

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 9

    Sementara, pada malam hari itu juga di Pendapa sebuah Rumah Joglo milik Ki Buyut almarhum di Kabuyutan Claket, tampak Ki Patih Narotama dihadap oleh beberapa tetua kabuyutan, dua senopati prajurit, beberapa prajurit pengawal, Pendeta Sung Tulodo dan di sebelah kanan adalah Mahesa Barak dan Gesang Suci.Semua orang terutama yang belum pernah mengenal keluarga Raja Airlangga sekali lagi diperkenalkan bahwa Mahesa Barak adalah putra Mahkota kerajaan Kahuripan yang baru pulang dari lawatannya ke Kerajaan Sunda Galuh.Dan Gesang Suci adalah kakak seperguruannya dari Bukit Buthak, sebuah padepokan di seberang Hutan Gembolo.Pendeta Sung Tulodo dan semua tetua Kabuyutan ketika melihat Mahesa Barak sekali-kali mencuri pandang tapi tidak satupun berani menyatakan sesuatu. Namun, agaknya ada sesuatu yang mereka sepakati bersama dan akhirnya hanya tersimpan dalam hati. Karena apabila dinyatakan, maka akan dianggapnya deksura."Mohon maaf, Gusti Rakyan Hino, hamba segera memulai," sembah kipatih h

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 10

    "Baiklah, anakmas. Pamanda sangat senang mendengar angger membantu kesembuhan prajurit itu,” ki Patih mengangguk hormat. "Selanjutnya, ijinkan pamanda pergi dengan gusti Rakyan Hino.”"Silahkan gusti patih,” Gesang Suci ganti membalasnya tidak kalah hormatnya."Tapi Kangmas, tidurnya jangan terlalu malam," sambung Mahesa Barak tiba-tiba. "Besuk pagi-pagi kita pergi melanjutkan perjalanan untuk segera bertemu dengan guru di padepokan."Gesang Suci termangu-mangu. Rencana ini-pun baru disampaikan adik seperguruannya itu. Tapi memang tujuan semula adalah pulang ke Bukit Buthak, Padepokan gurunya. Agaknya Ki Patih-pun sudah menyetujui untuk menunggu sehari dua hari di Kabuyutan itu sebelum mereka ke Kota Raja Kahuripan."Kaupun jangan terlalu banyak pamer tenaga," Gesang Suci menjawab acuh. "Segala yang pernah dilatih, dipertontonkan sampai lupa waktu."Mahesa Barak-pun tak kuasa untuk tertawa berderai layaknya tawa seorang laki-laki. Untung ki Patih segera menggamitnya. Demikianlah ketik

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 11

    Pada saat itu, lamat-lamat dari kabuyutan terdengar ramai ayam berkokok untuk yang terakhir kali di bawah Gunung Pundhak menandakan sebentar lagi fajar akan datang. Dinginnya hawa pagi membantu mengeringkan keringat di tubuh keduanya. "Luar biasa gusti putri sekarang," Ki Patih Narotama mengangguk hormat. "Selayak nya saat ini ganti pamanda yang berguru."Mahesa Barak tertawa. Meskipun seolah tidak setuju tetapi dalam hati sebenarnya bangga. Apalagi yang memuji seorang paman yang pertama kali mengajari satu dua jurus langkah awal pengenalan ilmu kanuragan."Bukan kemampuaku semata paman. Tapi, sekedar pinjaman dari dewata," jawab Mahesa Barak tiba-tiba timbul senyum kemanjaannya. "Kalau aku kemudian menyimpang dari jalan benar maka sebaiknya dicabut saja pinjaman ini""Benar sekali apa kata gusti putri," sambung ki Patih."Hampir pamanda juga hendak mengatakan bahwa apa yang menjadi kekuatan ilmu kita sebenarnya sekedar pinjaman. Kita tidak boleh mengaku bahwa dengan kemampuan itu menj

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 12

    "Maksudku, Kangmas Gesang Suci harus tahu titipan bekal yang besar dari ibundanya itu.""Tentu," sahut ki Patih Narotama. "Hal itu harus segera disampaikan kepada Pangeran muda itu. Biarkan dia bebas menentukan buat apa saja bekal uang dari ibundanya itu. Kita tidak wenang mencampurinya."Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka memasuki kabuyutan ketika fajar menyingsing. Angin pagi terasa segar sesudah memeras tenaga dan justru ingin segera bertemu air untuk segera mandi. Ketika kaki mereka sampai di gapura rumah Ki Buyut tiba-tiba langkah mereka merandek . Telinga mereka yang tajam masih mendengar percakapan antara Pendeta Sung Tulodo dan Gesang Suci di pringgitan. Ki Patih berbisik ditelinga Mahesa Barak. "Kita langsung ke rumah kidul saja biar tidak mengganggu penghuni lainnya."Rumah kidul artinya rumah milik Ki Buyut yang sekarang seolah dipakai markas yang berada di sebelah utara. Mahesa Barak mengangangguk setuju."Tetapi aku ingin ganti baju," ujar Mahesa Barak tiba-tiba "

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan    Bab 1

    Ketika warna merah kekuningan di senja hari itu masih tersangkut di pucuk-pucuk pepohonan dan tersisa di puncak Gunung Welirang, kedua anak muda itu menatapnya hampir bersamaan. Gunung berwarna kebiruan menjulang tinggi di depan mereka itu masih tampak begitu megah seperti saat kepergian mereka merantau ke Negeri Barat satu setengah tahun yang lalu.“Jika Hyang Widhi memperkenankan, kita baru besok sampai di padepokan, Kangmas," ujar salah seorang anak muda yang menunggangi kuda berwarna merah. Wajahnya cerah dengan mata bersinar tajam menandakan kekuatan bathinnya yang tinggi. Ketika untuk kedua kalinya menegakkan badannya yang terasa pegal tampak tubuhnya tinggi langsing namun terlihat padat berisi."Adimas Mahesa Barak sudah rindu kepada bapa Pendeta, ya?" tanya pemuda berperilaku lembut berkuda putih di sebelahnya sambil tersenyum menggoda. Matanya sesaat tidak lepas menatap lesung pipit adik seperguruannya itu.Anak muda yang bernama Mahesa Barak langsung menyahut dengan senyuman

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 2

    "Hari respati, malam sukro," desis Mahesa Barak sekali lagi sambil memandang pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat-rapat. Malam di mana konon roh para leluhur pulang menunggu doa dari sanak keluarga dan jika tidak ada satupun yang bangun untuk berdoa maka mereka akan bertangisan di kuburan. Namun juga malam di mana konon gendruwo, tetekan ,banaspati, kuntilanak sibuk bergentayangan mengganggu manusia yang kurang iman dan keyakinan.Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan Gapura Banjar. Ada satu pelita kecil tergantung di tengah pintu gapura dan sedang bergoyang maju mundur mulai terdorong angin kencang menjelang hujan turun. Seorang laki-laki tua menyambut salam kedua anak muda itu dengan suara lunak ketika mereka sudah memasuki halaman banjar sambil menuntun kuda-kudanya.Sejenak, penunggu banjar itu memandang pemuda pertama memakai pakaian panjang berwarna merah polos yang menutupi sebagian dadanya dengan di selempangkan layaknya seorang pendeta dengan rambut panjang

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan    Bab 3

    Seorang perempuan tua menyuguhkan satu ceret wedang sereh dan semangkok singkong rebus panas."Waduh jangan repot-repot nek," ucap Gesang mengangguk hormat. Ditatapnya nenek tua itu sejenak dan kemudian beralih ke singkong yang masih mengepul. "Terima kasih. Singkongnya tampak manis dan empuk”"Silahkan ngger," jawab orang tua itu. Sejenak dipandangnya pula dua anak muda di depannya bergantian. Keduanya bersih dan terlihat terpelajar. Betul kata suaminya, kedua tamunya hari ini berbudi bahasa sopan dan lembut. Namun mendadak orang tua itu sekali lagi menatap Mahesa Barak dan membenarkan pendapat suaminya bahwa raut wajah anak muda itu mirip istri seorang panutan di kabuyuran ini. Bahkan karena besar kemiripannya itulah hampir terucap pertanyaan yang sudah di ujung lidahnya."Maaf hanya panganan sederhana ini yang bisa kami suguhkan. Maklum desa ini terpencil dan sepi.” "Kami sudah sering lewat kabuyutan ini, Nek," ucap Mahesa Barak yang merasa selalu ditatap. “Tapi malam ini memang ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-01

Bab terbaru

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 12

    "Maksudku, Kangmas Gesang Suci harus tahu titipan bekal yang besar dari ibundanya itu.""Tentu," sahut ki Patih Narotama. "Hal itu harus segera disampaikan kepada Pangeran muda itu. Biarkan dia bebas menentukan buat apa saja bekal uang dari ibundanya itu. Kita tidak wenang mencampurinya."Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka memasuki kabuyutan ketika fajar menyingsing. Angin pagi terasa segar sesudah memeras tenaga dan justru ingin segera bertemu air untuk segera mandi. Ketika kaki mereka sampai di gapura rumah Ki Buyut tiba-tiba langkah mereka merandek . Telinga mereka yang tajam masih mendengar percakapan antara Pendeta Sung Tulodo dan Gesang Suci di pringgitan. Ki Patih berbisik ditelinga Mahesa Barak. "Kita langsung ke rumah kidul saja biar tidak mengganggu penghuni lainnya."Rumah kidul artinya rumah milik Ki Buyut yang sekarang seolah dipakai markas yang berada di sebelah utara. Mahesa Barak mengangangguk setuju."Tetapi aku ingin ganti baju," ujar Mahesa Barak tiba-tiba "

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 11

    Pada saat itu, lamat-lamat dari kabuyutan terdengar ramai ayam berkokok untuk yang terakhir kali di bawah Gunung Pundhak menandakan sebentar lagi fajar akan datang. Dinginnya hawa pagi membantu mengeringkan keringat di tubuh keduanya. "Luar biasa gusti putri sekarang," Ki Patih Narotama mengangguk hormat. "Selayak nya saat ini ganti pamanda yang berguru."Mahesa Barak tertawa. Meskipun seolah tidak setuju tetapi dalam hati sebenarnya bangga. Apalagi yang memuji seorang paman yang pertama kali mengajari satu dua jurus langkah awal pengenalan ilmu kanuragan."Bukan kemampuaku semata paman. Tapi, sekedar pinjaman dari dewata," jawab Mahesa Barak tiba-tiba timbul senyum kemanjaannya. "Kalau aku kemudian menyimpang dari jalan benar maka sebaiknya dicabut saja pinjaman ini""Benar sekali apa kata gusti putri," sambung ki Patih."Hampir pamanda juga hendak mengatakan bahwa apa yang menjadi kekuatan ilmu kita sebenarnya sekedar pinjaman. Kita tidak boleh mengaku bahwa dengan kemampuan itu menj

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 10

    "Baiklah, anakmas. Pamanda sangat senang mendengar angger membantu kesembuhan prajurit itu,” ki Patih mengangguk hormat. "Selanjutnya, ijinkan pamanda pergi dengan gusti Rakyan Hino.”"Silahkan gusti patih,” Gesang Suci ganti membalasnya tidak kalah hormatnya."Tapi Kangmas, tidurnya jangan terlalu malam," sambung Mahesa Barak tiba-tiba. "Besuk pagi-pagi kita pergi melanjutkan perjalanan untuk segera bertemu dengan guru di padepokan."Gesang Suci termangu-mangu. Rencana ini-pun baru disampaikan adik seperguruannya itu. Tapi memang tujuan semula adalah pulang ke Bukit Buthak, Padepokan gurunya. Agaknya Ki Patih-pun sudah menyetujui untuk menunggu sehari dua hari di Kabuyutan itu sebelum mereka ke Kota Raja Kahuripan."Kaupun jangan terlalu banyak pamer tenaga," Gesang Suci menjawab acuh. "Segala yang pernah dilatih, dipertontonkan sampai lupa waktu."Mahesa Barak-pun tak kuasa untuk tertawa berderai layaknya tawa seorang laki-laki. Untung ki Patih segera menggamitnya. Demikianlah ketik

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 9

    Sementara, pada malam hari itu juga di Pendapa sebuah Rumah Joglo milik Ki Buyut almarhum di Kabuyutan Claket, tampak Ki Patih Narotama dihadap oleh beberapa tetua kabuyutan, dua senopati prajurit, beberapa prajurit pengawal, Pendeta Sung Tulodo dan di sebelah kanan adalah Mahesa Barak dan Gesang Suci.Semua orang terutama yang belum pernah mengenal keluarga Raja Airlangga sekali lagi diperkenalkan bahwa Mahesa Barak adalah putra Mahkota kerajaan Kahuripan yang baru pulang dari lawatannya ke Kerajaan Sunda Galuh.Dan Gesang Suci adalah kakak seperguruannya dari Bukit Buthak, sebuah padepokan di seberang Hutan Gembolo.Pendeta Sung Tulodo dan semua tetua Kabuyutan ketika melihat Mahesa Barak sekali-kali mencuri pandang tapi tidak satupun berani menyatakan sesuatu. Namun, agaknya ada sesuatu yang mereka sepakati bersama dan akhirnya hanya tersimpan dalam hati. Karena apabila dinyatakan, maka akan dianggapnya deksura."Mohon maaf, Gusti Rakyan Hino, hamba segera memulai," sembah kipatih h

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 8

    "Tidak kusangka banyak pengalaman lahir dan bathin selama berada di negeri yang berbeda adat istiadat, bahasa dan juga makanannya," Putri Sanggramawijaya atau Mahesa Barak berceritera . "Baik ketika beberapa lama di kerajaan Sunda Galuh maupun ketika menyeberang selat Sunda ke Swarnadwipa kekerajaan Sriwijaya. Aku merasakan kalau di Kotaraja dan di pusat kerajaan masih mempunyai banyak kesamaan. Tapi, Kangmas Gesang Suci mengajakku lebih banyak bergaul dengan masyarakat kecil di desa, di pantai, para petani dan nelayan.Tampak ki Patih mengangguk-anggukakan kepala. Terbayang tadi siang pangeran Gesang Suci berkulit tubuh putih kuning menjadi paling mudah dibedakan berada di kerumunan rakyat kabuyutan Claket yang semuanya berkulit sawo matang atau bahkan beberapa berkulit kehitaman terbakar sinar matahari. Ki Patih lalu tersenyum dan bertanya, "Adakah nama dari anak muda itu memang asli. Maksud pamanda adakah nama lain dari anak muda itu?""Aku rasa bukan, pamanda. Dia pasti memiliki n

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 7

    Beliau adalah Ki Patih Narotama.Sejenak Ki Patih-pun tertegun melihat suasana duka di halaman kabuyutan yang luas itu, kini penuh dengan rakyat yang sedang tepekur tengah memanjatkan doa. Panggraita-nya yang amat tajam melebihi orang kebanyakan itu segera menyimpulkan Ki Buyut baru meninggal. Apalagi ketika tidak dilihatnya pemimpin kabuyutan di antara para tetua kabuyutan itu yang biasanya akan segera sedang takjim menyambutnya. Mereka serentak menjatuhkan diri dengan sikap menyembah kepada Ki Patih.Tampak kemudian di tengah pendapa, jenazah Ki Buyut masih menunggu untuk diselenggarakan sebagaimana mestinya."Ki Buyut-kah yang meninggal?" tanya Ki Patih mencari kepastian."Hamba Ki Patih," jawab salah seorang tetua menyembah. "Beliau sakit beberapa lama dan tabib sudah berusaha.”Ki Patih menyingkap kain penutup kepala Ki Buyut almarhum. Wajah yang pucat namun bersih menunjukkan keikhlasan roh Ki Buyut sedang dalam perjalanan menghadap kepada Sang Hyang Agung, pencipta jagad raya s

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 6

    "Tapi, ini orang yang berada di dekat Ki Buyut perlu diselidiki. Sebab, aku sendiri menyaksikan sebelum Ki Buyut meninggal, ia mendorong tubuh Ki Buyut,” sambung Jamur Selodri. "Dugaanku kuat dia sudah mencelakai Ki Buyut.”Ki Tapa tidak menanggapi dan menarik lagi lengan Jamur Selodri pergi ke pringgitan dan langsung ke bilik paling belakang di mana 3 laki-laki sedang menjaga dengan senjata di tangan."Seperti akan perang," desis Ki Tapa.Tiga orang segera memberi jalan ketika Jamur Selodri menuju pintu kayu tebal yang kokoh dan mengurai sebuah rantai penjang sebagai alat kunci dengan ikatan ganda. Mereka segera bersiap di kiri kanan begitu pintu dibuka.Sesaat sinar matahari menerobos masuk keruangan gelap dan menerangi sebuah wajah tampan sedang tenang-tenang duduk di bibir amben. Kulitnya putih kuning serasi benar dengan balutan kain putih polos menutupi separuh dadanya layaknya seorang pendeta.“Angger Gesang Suci? Kenapa ada di sini?" Seru ki Tapa mengejutkan setiap orang. Apala

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 5

    Sesaat kemudian mulut Gendon ternganga dan kalau ada nyamuk memasuki mulut itu pasti tak disadarinya sebab kuda besar dan tegar berwarna merah sedang keluar sambil mengangguk-anggukan kepalanya."Sekarang menari," ujar Mahesa Barak tersenyum kepada Turangga Rekta. Anehnya kuda itu lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti sedang menari dan suaranya mbengingeh."Rekta," bisik Mahesa Barak kemudian mendekati kudanya. "Mereka hendak berbuat jahat ke kalian berdua. Coba beri sedikit pelajaran, ya.”Mendengar perintah tuannya, tiba-tiba kuda itu berdiri dengan dua kaki dan meloncat di tempat tapi kaki belakangnya menyepak tulang kering Demung selagi berdiri di belakangnya. Demung terkejut tapi terlambat. Kaki kirinya seperti ditebas sepotong besi."Waduh! Modar aku," teriaknya sambil membungkuk kesakitan. Dan sekali lagi kuda itu menyepak wajahnya sehingga tubuhnya terpelanting roboh.Demung-pun pingsan. Melihat Demung tidak bergerak maka Gendon yang berperut besar tapi berhati kecil kont

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan    Bab 4

    "Maaf kangmas aku mau meneruskan mimpi," sambung Mahesa Barak cepat-cepat dengan wajah cemberut . "Selamat malam "Gesang Suci ingin menjawab bahwa tadi itu kasihan melihat adiknya sudah tidur dan apalagi tidak berani membangunkan. Namun ketika dilihatnya Mahesa Barak sudah membelakanginya lagi sambil memeluk kedua tangannya seperti tadi, maka Gesang Suci hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Yang tidak diketahuinya adalah adiknya itu tersenyum simpul. Ternyata kakak seperguruannya itu masih menyimpan rasa segan kepadanya dan mereka masih saling menghormati. Juga makin saling mengasihi.Hujan di luar terdengar mulai reda. Suara air yang sedang memukul genting semakin jarang namun angin yang masih berhembus rasanya bertambah dingin. Biasanya ada giliran ronda yang dimulai dari banjar. Entah karena mereka ketiduran atau kabuyutan yang aman tidak pernah terjadi tindak kejahatan sehingga dianggap tidak masalah jika lowong satu malam saja.Namun tiba-tiba terdengar suara tangis bayi dari

DMCA.com Protection Status