Share

Bab 5

last update Last Updated: 2022-05-01 16:50:07

Sesaat kemudian mulut Gendon ternganga dan kalau ada nyamuk memasuki mulut itu pasti tak disadarinya sebab kuda besar dan tegar berwarna merah sedang keluar sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Sekarang menari," ujar Mahesa Barak tersenyum kepada Turangga Rekta. Anehnya kuda itu lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti sedang menari dan suaranya mbengingeh.

"Rekta," bisik Mahesa Barak kemudian mendekati kudanya. "Mereka hendak berbuat jahat ke kalian berdua. Coba beri sedikit pelajaran, ya.”

Mendengar perintah tuannya, tiba-tiba kuda itu berdiri dengan dua kaki dan meloncat di tempat tapi kaki belakangnya menyepak tulang kering Demung selagi berdiri di belakangnya. Demung terkejut tapi terlambat. Kaki kirinya seperti ditebas sepotong besi.

"Waduh! Modar aku," teriaknya sambil membungkuk kesakitan. Dan sekali lagi kuda itu menyepak wajahnya sehingga tubuhnya terpelanting roboh.

Demung-pun pingsan. Melihat Demung tidak bergerak maka Gendon yang berperut besar tapi berhati kecil kontan gemetar dan tegang. Keringat dingin deras membasahi punggung dan keningnya.

"Betul apa kataku bukan?" tegur Mahesa Barak tertawa renyah. "Sekarang giliranmu disepak kaki kuda"

"Ampun. Tobat" desah Gendon menyembah. Mukanya pucat tidak berdarah. "Aku tidak akan mengganggu kuda setan itu."

"Apa kau bilang?!" tegur Mahesa Barak mendadak marah. "Jadi kau siap disepak?!"

"Ampun, salah ngomong." Gendon makin ketakutan dan menampar mulutnya sendiri

"Kenapa aku punya mulut latah begini.”

Mahesa Barak tersenyum. Kemudian perintahnya,"Sekarang cari tampar di kandang dan ikat tangan temanmu. Cepat!”

Gendon beringsut masuk kekandang. Mata nya berkeliling mencari seutas tampar yang biasanya tersangkut di tiang atau terselip di dinding tidak jauh dengan pelana kuda.

Ketika langkahnya tepat di belakang kuda berwarna putih dan sama besarnya maka dengan penuh bimbang badannya bergeser perlahan-lahan. Jantungnya tercekat saat tiba-tiba kuda itu mengeluarkan suara mbengingeh.

“Kuda setan,” umpatnya. Diliriknya tubuh kuda yang satu ini juga tegar dan lebih menakutkan. Tiba-tiba kuda itu mengibaskan lehernya dan sekali lagi mengeluarkan suara mbengingeh.

Gendon bergidik.

"Tentu dia tahu isi hati," desisnya menduga -duga.

"Ambil tampar yang panjang ,"terdengar Mahesa Barak berseru."Dan jangan terlalu lama!"

Gendon segera menarik seutas tampar paling panjang dan kembali harus lewat belakang kuda putih.

“Untung tidak terjadi apa-apa,” desisnya menarik nafas lega. Beberapa saat setelah tangan Demung diikat ke belakang, anak muda itupun menyuruh duduk saling membelakangi. Kali ini sisa tampar ada sekitar dua depa dipergunakan untuk mengikat tangannya sendiri. Ketika kedua orang itu sudah terikat beradu punggung, Mahesa Barak menekan leher Gendon dan berdesis.

"Kaupun tidur dulu sampai siang nanti, ya."

Seketika Gendon hilang kesadarannya dan jatuh berbarengan dengan tubuh Demung. Mahesa Barak segera memasukkan Turangga Rekta ke kandang dan menambah rumput-rumput di depan kuda-kuda itu.

Tidak lama setelah merasa yakin pencuri-pencuri kecil itu tertahan di dalam kandang, Mahesa Barak kembali tidur. Perhitungannya kalau dua tawanan itu bangun pasti agak siang kalau tidak segera ditolong teman-temannya.

Demikianlah sementara itu, ketika cahaya fajar sudah membayang di langit sebelah timur rumah Ki Buyut Claket ramai dengan para pelayat yang berasal dari segala jurusan bergegas mendatangi rumah kepala daerah itu. Dengan melupakan kesibukan sehari-hari dan bahkan para pedagang membatalkan niatnya berjual beli di pasar dan para petani membatalkan pergi ke sawah.

Pagi itu sesudah mendengar kentongan dengan nada titir di seluruh kabuyutan dan mengetahui tentang meninggalnya Ki Buyut, maka mereka sudah berdatangan kerumah duka. Sesudah jenazah ditempatkan di pendapa, banyak orang menangis mengingat kebaikan dan tanggung jawab Ki Buyut yang begitu besar terhadap kehidupan seluruh warga Wanua yang dirasakan semakin sejahtera di atas tanah di kaki Gunung Welirang itu.

Kedatangan Ki Tapa, salah satu tokoh kabuyutan yang sering pendapatnya menjadi keputusan bersama, membawa harapan terkuaknya misteri kematian Ki Buyut dari keterangan simpang siur dan belum ada kepastian. Apalagi mengingat ki Buyut meninggalnya belum terlalu tua.

Tidak lama setelah kain penutup jenazah dibuka oleh ki Tapa tampak wajah Ki Buyut bersih seperti ikhlas meninggalkan dunia. Tidak ada tanda-tanda kematian tidak wajar dan misteri yang sempat beredar di kerabat kabuyutan serta orang-orang di sekelilingnya.

Tatapan orang-orang di sekitarnya serentak ikut bersama merubungnya menginginkan penjelasan dari mulut Ki Tapa. Ki Tapa akhirnya ikut pasrah dan tidak berkata apa-apa karena sebenarnya, Ki Tapa tidak mempunyai kemampuan untuk menafsirkan hal-hal ghoib.

Namun tiba-tiba ada salah seorang yang menarik lengan orang tua itu untuk diajak ke halaman samping.

"Ada yang perlu kami sampaikan kepadamu, Ki,"desis orang itu.

Ki Tapa memandang Jamur Selodri seorang paruh baya berbadan kekar dan berkumis lebat . Di kabuyutan itu dia dikenal sebagai salah satu pembantu Ki Buyut terdekat dan terpercaya. Hampir setiap urusan jika Ki Buyut berhalangan, bisa ditanyakan kepadanya.

"Kami sedang menahan seorang asing dan dicurigai sebagai penyebab kematian ki Buyut," bisik Jamur Selodri dekat di wajah Ki Tapa sehingga bau mulutnya menyebar.

"Maksudnya orang asing apa?" tanya Ki Tapa agak menjauhkan hidungnya.

"Orang itu bukan penduduk kabuyutan ini," Jamur Selodri memberi penjelasan. “Menjelang kematian ki Buyut, dia berada dekat sekali bahkan berani memegang tubuh Ki Buyut seolah-olah sedang memberikan pertolongan. Tentu saja aku sebagai orang kepercayaan Ki Buyut curiga dan menduga pasti orang itu telah berhasil membuat celaka .

Saat ini kami sekap dia di bilik belakang dan harus dijaga beberapa orang takut melepaskan diri sambil menunggu selesainya upacara pembakaran jenazah."

Mendengar penjelasan Jamur Selodri yang dengan penuh kebanggaan itu Ki Tapa sedikitpun tidak pernah menduga bahwa yang dimaksud orang asing itu adalah Gesang Suci, pemuda yang menjadi perantara penyembuh sakitnya, dan sedang menginap di banjar tadi malam.

Persoalannya menjadi bersungguh-sungguh ketika Ki Tambak Ambu, seorang terpandang karena kekayaannya, datang bergabung dan berkata lantang,"Misteri ini harus bisa diusut tuntas.

Aparat kabuyutan harus menemukan siapa pelaku kejahatannya. Dengan kematian ini, menurut keterangan istrinya masa sih ada darah keluar di daerah jantung tanpa ada luka. Aneh bukan?"

Mereka terdiam menimbang-nimbang.

"Kasihan istri Ki Buyut masih muda dan cantik," ujar orang kaya itu menelan ludah. "Kini sudah menjadi janda."

Ucapan Ki Tambak Ambu yang kurang mapan ini sontak membuat mereka termangu-mangu. Apalagi laki-laki dan perempuan yang sedang duduk di kursi panjang di dekat mereka saling berbisik merasa kasihan.

"Juga pekan lalu saat malam sukro, lengan kiri dan kanan Ki Buyut mengeluarkan darah tapi tanpa luka. Seolah disiksa dulu sebelum dibunuh. Memang sih ki Buyut mempunyai banyak kekurangan tapi seharusnya kita bisa memaafkan."

Mendengar keterangan Ki Tambak Ambu yang seolah mengandung berbagai penafsian menjurus penyebaran ketidaksenangan ini, wajah Ki Tapa makin berkeringat. Tiba-tiba saja pagi berudara dingin itu rasanya menjadi panas oleh berbagai masalah.

Kabuyutan Claket yang kata orang tenang ini sebenarnya terbagi kebeberapa kelompok orang yang berbeda-beda kepentingan.

Sementara itu, sinar matahari sudah mulai naik mengeringkan pohon dan tanah basah sebab semalam diguyur hujan hampir semalaman. Beberapa kubangan air masih tersisa meskipun tidak lama kemudian terserap oleh bumi. Suara burung semakin ramai berebut bunyi paling keras di atas pohon tanjung di arah kepala masih belum berhenti.

Ki Tapa mengusap wajahnya yang berpeluh dan agak pucat dengan lengan kirinya. Dipandangnya beberapa orang masih saja berdatangan naik ke pendapa memanjatkan doa.

Orang tua itu kemudian ingin segera menjauh dari Ki Tambak Ambu dengan menarik lengan Jamur Selodri kembali naik ke pendapa. Desisnya, " Di mana kau menyekap orang asing itu "

"Di bilik paling belakang, Ki," jawab Jamur Selodri. "Sebaiknya bagaimana menurut ki Tapa?"

"Kita kumpulkan data dan fakta sambil menungggu Bapak Pendeta datang memimpin upacara," sahut Ki Tapa. "Sementara jangan mengambil kesimpulan apa-apa dulu apalagi mendengar ada orang menjelek-jelekkan seolah sengaja mengail di air keruh."

Related chapters

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 6

    "Tapi, ini orang yang berada di dekat Ki Buyut perlu diselidiki. Sebab, aku sendiri menyaksikan sebelum Ki Buyut meninggal, ia mendorong tubuh Ki Buyut,” sambung Jamur Selodri. "Dugaanku kuat dia sudah mencelakai Ki Buyut.”Ki Tapa tidak menanggapi dan menarik lagi lengan Jamur Selodri pergi ke pringgitan dan langsung ke bilik paling belakang di mana 3 laki-laki sedang menjaga dengan senjata di tangan."Seperti akan perang," desis Ki Tapa.Tiga orang segera memberi jalan ketika Jamur Selodri menuju pintu kayu tebal yang kokoh dan mengurai sebuah rantai penjang sebagai alat kunci dengan ikatan ganda. Mereka segera bersiap di kiri kanan begitu pintu dibuka.Sesaat sinar matahari menerobos masuk keruangan gelap dan menerangi sebuah wajah tampan sedang tenang-tenang duduk di bibir amben. Kulitnya putih kuning serasi benar dengan balutan kain putih polos menutupi separuh dadanya layaknya seorang pendeta.“Angger Gesang Suci? Kenapa ada di sini?" Seru ki Tapa mengejutkan setiap orang. Apala

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 7

    Beliau adalah Ki Patih Narotama.Sejenak Ki Patih-pun tertegun melihat suasana duka di halaman kabuyutan yang luas itu, kini penuh dengan rakyat yang sedang tepekur tengah memanjatkan doa. Panggraita-nya yang amat tajam melebihi orang kebanyakan itu segera menyimpulkan Ki Buyut baru meninggal. Apalagi ketika tidak dilihatnya pemimpin kabuyutan di antara para tetua kabuyutan itu yang biasanya akan segera sedang takjim menyambutnya. Mereka serentak menjatuhkan diri dengan sikap menyembah kepada Ki Patih.Tampak kemudian di tengah pendapa, jenazah Ki Buyut masih menunggu untuk diselenggarakan sebagaimana mestinya."Ki Buyut-kah yang meninggal?" tanya Ki Patih mencari kepastian."Hamba Ki Patih," jawab salah seorang tetua menyembah. "Beliau sakit beberapa lama dan tabib sudah berusaha.”Ki Patih menyingkap kain penutup kepala Ki Buyut almarhum. Wajah yang pucat namun bersih menunjukkan keikhlasan roh Ki Buyut sedang dalam perjalanan menghadap kepada Sang Hyang Agung, pencipta jagad raya s

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 8

    "Tidak kusangka banyak pengalaman lahir dan bathin selama berada di negeri yang berbeda adat istiadat, bahasa dan juga makanannya," Putri Sanggramawijaya atau Mahesa Barak berceritera . "Baik ketika beberapa lama di kerajaan Sunda Galuh maupun ketika menyeberang selat Sunda ke Swarnadwipa kekerajaan Sriwijaya. Aku merasakan kalau di Kotaraja dan di pusat kerajaan masih mempunyai banyak kesamaan. Tapi, Kangmas Gesang Suci mengajakku lebih banyak bergaul dengan masyarakat kecil di desa, di pantai, para petani dan nelayan.Tampak ki Patih mengangguk-anggukakan kepala. Terbayang tadi siang pangeran Gesang Suci berkulit tubuh putih kuning menjadi paling mudah dibedakan berada di kerumunan rakyat kabuyutan Claket yang semuanya berkulit sawo matang atau bahkan beberapa berkulit kehitaman terbakar sinar matahari. Ki Patih lalu tersenyum dan bertanya, "Adakah nama dari anak muda itu memang asli. Maksud pamanda adakah nama lain dari anak muda itu?""Aku rasa bukan, pamanda. Dia pasti memiliki n

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 9

    Sementara, pada malam hari itu juga di Pendapa sebuah Rumah Joglo milik Ki Buyut almarhum di Kabuyutan Claket, tampak Ki Patih Narotama dihadap oleh beberapa tetua kabuyutan, dua senopati prajurit, beberapa prajurit pengawal, Pendeta Sung Tulodo dan di sebelah kanan adalah Mahesa Barak dan Gesang Suci.Semua orang terutama yang belum pernah mengenal keluarga Raja Airlangga sekali lagi diperkenalkan bahwa Mahesa Barak adalah putra Mahkota kerajaan Kahuripan yang baru pulang dari lawatannya ke Kerajaan Sunda Galuh.Dan Gesang Suci adalah kakak seperguruannya dari Bukit Buthak, sebuah padepokan di seberang Hutan Gembolo.Pendeta Sung Tulodo dan semua tetua Kabuyutan ketika melihat Mahesa Barak sekali-kali mencuri pandang tapi tidak satupun berani menyatakan sesuatu. Namun, agaknya ada sesuatu yang mereka sepakati bersama dan akhirnya hanya tersimpan dalam hati. Karena apabila dinyatakan, maka akan dianggapnya deksura."Mohon maaf, Gusti Rakyan Hino, hamba segera memulai," sembah kipatih h

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 10

    "Baiklah, anakmas. Pamanda sangat senang mendengar angger membantu kesembuhan prajurit itu,” ki Patih mengangguk hormat. "Selanjutnya, ijinkan pamanda pergi dengan gusti Rakyan Hino.”"Silahkan gusti patih,” Gesang Suci ganti membalasnya tidak kalah hormatnya."Tapi Kangmas, tidurnya jangan terlalu malam," sambung Mahesa Barak tiba-tiba. "Besuk pagi-pagi kita pergi melanjutkan perjalanan untuk segera bertemu dengan guru di padepokan."Gesang Suci termangu-mangu. Rencana ini-pun baru disampaikan adik seperguruannya itu. Tapi memang tujuan semula adalah pulang ke Bukit Buthak, Padepokan gurunya. Agaknya Ki Patih-pun sudah menyetujui untuk menunggu sehari dua hari di Kabuyutan itu sebelum mereka ke Kota Raja Kahuripan."Kaupun jangan terlalu banyak pamer tenaga," Gesang Suci menjawab acuh. "Segala yang pernah dilatih, dipertontonkan sampai lupa waktu."Mahesa Barak-pun tak kuasa untuk tertawa berderai layaknya tawa seorang laki-laki. Untung ki Patih segera menggamitnya. Demikianlah ketik

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 11

    Pada saat itu, lamat-lamat dari kabuyutan terdengar ramai ayam berkokok untuk yang terakhir kali di bawah Gunung Pundhak menandakan sebentar lagi fajar akan datang. Dinginnya hawa pagi membantu mengeringkan keringat di tubuh keduanya. "Luar biasa gusti putri sekarang," Ki Patih Narotama mengangguk hormat. "Selayak nya saat ini ganti pamanda yang berguru."Mahesa Barak tertawa. Meskipun seolah tidak setuju tetapi dalam hati sebenarnya bangga. Apalagi yang memuji seorang paman yang pertama kali mengajari satu dua jurus langkah awal pengenalan ilmu kanuragan."Bukan kemampuaku semata paman. Tapi, sekedar pinjaman dari dewata," jawab Mahesa Barak tiba-tiba timbul senyum kemanjaannya. "Kalau aku kemudian menyimpang dari jalan benar maka sebaiknya dicabut saja pinjaman ini""Benar sekali apa kata gusti putri," sambung ki Patih."Hampir pamanda juga hendak mengatakan bahwa apa yang menjadi kekuatan ilmu kita sebenarnya sekedar pinjaman. Kita tidak boleh mengaku bahwa dengan kemampuan itu menj

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 12

    "Maksudku, Kangmas Gesang Suci harus tahu titipan bekal yang besar dari ibundanya itu.""Tentu," sahut ki Patih Narotama. "Hal itu harus segera disampaikan kepada Pangeran muda itu. Biarkan dia bebas menentukan buat apa saja bekal uang dari ibundanya itu. Kita tidak wenang mencampurinya."Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka memasuki kabuyutan ketika fajar menyingsing. Angin pagi terasa segar sesudah memeras tenaga dan justru ingin segera bertemu air untuk segera mandi. Ketika kaki mereka sampai di gapura rumah Ki Buyut tiba-tiba langkah mereka merandek . Telinga mereka yang tajam masih mendengar percakapan antara Pendeta Sung Tulodo dan Gesang Suci di pringgitan. Ki Patih berbisik ditelinga Mahesa Barak. "Kita langsung ke rumah kidul saja biar tidak mengganggu penghuni lainnya."Rumah kidul artinya rumah milik Ki Buyut yang sekarang seolah dipakai markas yang berada di sebelah utara. Mahesa Barak mengangangguk setuju."Tetapi aku ingin ganti baju," ujar Mahesa Barak tiba-tiba "

    Last Updated : 2022-05-01
  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan    Bab 1

    Ketika warna merah kekuningan di senja hari itu masih tersangkut di pucuk-pucuk pepohonan dan tersisa di puncak Gunung Welirang, kedua anak muda itu menatapnya hampir bersamaan. Gunung berwarna kebiruan menjulang tinggi di depan mereka itu masih tampak begitu megah seperti saat kepergian mereka merantau ke Negeri Barat satu setengah tahun yang lalu.“Jika Hyang Widhi memperkenankan, kita baru besok sampai di padepokan, Kangmas," ujar salah seorang anak muda yang menunggangi kuda berwarna merah. Wajahnya cerah dengan mata bersinar tajam menandakan kekuatan bathinnya yang tinggi. Ketika untuk kedua kalinya menegakkan badannya yang terasa pegal tampak tubuhnya tinggi langsing namun terlihat padat berisi."Adimas Mahesa Barak sudah rindu kepada bapa Pendeta, ya?" tanya pemuda berperilaku lembut berkuda putih di sebelahnya sambil tersenyum menggoda. Matanya sesaat tidak lepas menatap lesung pipit adik seperguruannya itu.Anak muda yang bernama Mahesa Barak langsung menyahut dengan senyuman

    Last Updated : 2022-05-01

Latest chapter

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 12

    "Maksudku, Kangmas Gesang Suci harus tahu titipan bekal yang besar dari ibundanya itu.""Tentu," sahut ki Patih Narotama. "Hal itu harus segera disampaikan kepada Pangeran muda itu. Biarkan dia bebas menentukan buat apa saja bekal uang dari ibundanya itu. Kita tidak wenang mencampurinya."Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka memasuki kabuyutan ketika fajar menyingsing. Angin pagi terasa segar sesudah memeras tenaga dan justru ingin segera bertemu air untuk segera mandi. Ketika kaki mereka sampai di gapura rumah Ki Buyut tiba-tiba langkah mereka merandek . Telinga mereka yang tajam masih mendengar percakapan antara Pendeta Sung Tulodo dan Gesang Suci di pringgitan. Ki Patih berbisik ditelinga Mahesa Barak. "Kita langsung ke rumah kidul saja biar tidak mengganggu penghuni lainnya."Rumah kidul artinya rumah milik Ki Buyut yang sekarang seolah dipakai markas yang berada di sebelah utara. Mahesa Barak mengangangguk setuju."Tetapi aku ingin ganti baju," ujar Mahesa Barak tiba-tiba "

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 11

    Pada saat itu, lamat-lamat dari kabuyutan terdengar ramai ayam berkokok untuk yang terakhir kali di bawah Gunung Pundhak menandakan sebentar lagi fajar akan datang. Dinginnya hawa pagi membantu mengeringkan keringat di tubuh keduanya. "Luar biasa gusti putri sekarang," Ki Patih Narotama mengangguk hormat. "Selayak nya saat ini ganti pamanda yang berguru."Mahesa Barak tertawa. Meskipun seolah tidak setuju tetapi dalam hati sebenarnya bangga. Apalagi yang memuji seorang paman yang pertama kali mengajari satu dua jurus langkah awal pengenalan ilmu kanuragan."Bukan kemampuaku semata paman. Tapi, sekedar pinjaman dari dewata," jawab Mahesa Barak tiba-tiba timbul senyum kemanjaannya. "Kalau aku kemudian menyimpang dari jalan benar maka sebaiknya dicabut saja pinjaman ini""Benar sekali apa kata gusti putri," sambung ki Patih."Hampir pamanda juga hendak mengatakan bahwa apa yang menjadi kekuatan ilmu kita sebenarnya sekedar pinjaman. Kita tidak boleh mengaku bahwa dengan kemampuan itu menj

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 10

    "Baiklah, anakmas. Pamanda sangat senang mendengar angger membantu kesembuhan prajurit itu,” ki Patih mengangguk hormat. "Selanjutnya, ijinkan pamanda pergi dengan gusti Rakyan Hino.”"Silahkan gusti patih,” Gesang Suci ganti membalasnya tidak kalah hormatnya."Tapi Kangmas, tidurnya jangan terlalu malam," sambung Mahesa Barak tiba-tiba. "Besuk pagi-pagi kita pergi melanjutkan perjalanan untuk segera bertemu dengan guru di padepokan."Gesang Suci termangu-mangu. Rencana ini-pun baru disampaikan adik seperguruannya itu. Tapi memang tujuan semula adalah pulang ke Bukit Buthak, Padepokan gurunya. Agaknya Ki Patih-pun sudah menyetujui untuk menunggu sehari dua hari di Kabuyutan itu sebelum mereka ke Kota Raja Kahuripan."Kaupun jangan terlalu banyak pamer tenaga," Gesang Suci menjawab acuh. "Segala yang pernah dilatih, dipertontonkan sampai lupa waktu."Mahesa Barak-pun tak kuasa untuk tertawa berderai layaknya tawa seorang laki-laki. Untung ki Patih segera menggamitnya. Demikianlah ketik

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 9

    Sementara, pada malam hari itu juga di Pendapa sebuah Rumah Joglo milik Ki Buyut almarhum di Kabuyutan Claket, tampak Ki Patih Narotama dihadap oleh beberapa tetua kabuyutan, dua senopati prajurit, beberapa prajurit pengawal, Pendeta Sung Tulodo dan di sebelah kanan adalah Mahesa Barak dan Gesang Suci.Semua orang terutama yang belum pernah mengenal keluarga Raja Airlangga sekali lagi diperkenalkan bahwa Mahesa Barak adalah putra Mahkota kerajaan Kahuripan yang baru pulang dari lawatannya ke Kerajaan Sunda Galuh.Dan Gesang Suci adalah kakak seperguruannya dari Bukit Buthak, sebuah padepokan di seberang Hutan Gembolo.Pendeta Sung Tulodo dan semua tetua Kabuyutan ketika melihat Mahesa Barak sekali-kali mencuri pandang tapi tidak satupun berani menyatakan sesuatu. Namun, agaknya ada sesuatu yang mereka sepakati bersama dan akhirnya hanya tersimpan dalam hati. Karena apabila dinyatakan, maka akan dianggapnya deksura."Mohon maaf, Gusti Rakyan Hino, hamba segera memulai," sembah kipatih h

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 8

    "Tidak kusangka banyak pengalaman lahir dan bathin selama berada di negeri yang berbeda adat istiadat, bahasa dan juga makanannya," Putri Sanggramawijaya atau Mahesa Barak berceritera . "Baik ketika beberapa lama di kerajaan Sunda Galuh maupun ketika menyeberang selat Sunda ke Swarnadwipa kekerajaan Sriwijaya. Aku merasakan kalau di Kotaraja dan di pusat kerajaan masih mempunyai banyak kesamaan. Tapi, Kangmas Gesang Suci mengajakku lebih banyak bergaul dengan masyarakat kecil di desa, di pantai, para petani dan nelayan.Tampak ki Patih mengangguk-anggukakan kepala. Terbayang tadi siang pangeran Gesang Suci berkulit tubuh putih kuning menjadi paling mudah dibedakan berada di kerumunan rakyat kabuyutan Claket yang semuanya berkulit sawo matang atau bahkan beberapa berkulit kehitaman terbakar sinar matahari. Ki Patih lalu tersenyum dan bertanya, "Adakah nama dari anak muda itu memang asli. Maksud pamanda adakah nama lain dari anak muda itu?""Aku rasa bukan, pamanda. Dia pasti memiliki n

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 7

    Beliau adalah Ki Patih Narotama.Sejenak Ki Patih-pun tertegun melihat suasana duka di halaman kabuyutan yang luas itu, kini penuh dengan rakyat yang sedang tepekur tengah memanjatkan doa. Panggraita-nya yang amat tajam melebihi orang kebanyakan itu segera menyimpulkan Ki Buyut baru meninggal. Apalagi ketika tidak dilihatnya pemimpin kabuyutan di antara para tetua kabuyutan itu yang biasanya akan segera sedang takjim menyambutnya. Mereka serentak menjatuhkan diri dengan sikap menyembah kepada Ki Patih.Tampak kemudian di tengah pendapa, jenazah Ki Buyut masih menunggu untuk diselenggarakan sebagaimana mestinya."Ki Buyut-kah yang meninggal?" tanya Ki Patih mencari kepastian."Hamba Ki Patih," jawab salah seorang tetua menyembah. "Beliau sakit beberapa lama dan tabib sudah berusaha.”Ki Patih menyingkap kain penutup kepala Ki Buyut almarhum. Wajah yang pucat namun bersih menunjukkan keikhlasan roh Ki Buyut sedang dalam perjalanan menghadap kepada Sang Hyang Agung, pencipta jagad raya s

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 6

    "Tapi, ini orang yang berada di dekat Ki Buyut perlu diselidiki. Sebab, aku sendiri menyaksikan sebelum Ki Buyut meninggal, ia mendorong tubuh Ki Buyut,” sambung Jamur Selodri. "Dugaanku kuat dia sudah mencelakai Ki Buyut.”Ki Tapa tidak menanggapi dan menarik lagi lengan Jamur Selodri pergi ke pringgitan dan langsung ke bilik paling belakang di mana 3 laki-laki sedang menjaga dengan senjata di tangan."Seperti akan perang," desis Ki Tapa.Tiga orang segera memberi jalan ketika Jamur Selodri menuju pintu kayu tebal yang kokoh dan mengurai sebuah rantai penjang sebagai alat kunci dengan ikatan ganda. Mereka segera bersiap di kiri kanan begitu pintu dibuka.Sesaat sinar matahari menerobos masuk keruangan gelap dan menerangi sebuah wajah tampan sedang tenang-tenang duduk di bibir amben. Kulitnya putih kuning serasi benar dengan balutan kain putih polos menutupi separuh dadanya layaknya seorang pendeta.“Angger Gesang Suci? Kenapa ada di sini?" Seru ki Tapa mengejutkan setiap orang. Apala

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan   Bab 5

    Sesaat kemudian mulut Gendon ternganga dan kalau ada nyamuk memasuki mulut itu pasti tak disadarinya sebab kuda besar dan tegar berwarna merah sedang keluar sambil mengangguk-anggukan kepalanya."Sekarang menari," ujar Mahesa Barak tersenyum kepada Turangga Rekta. Anehnya kuda itu lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti sedang menari dan suaranya mbengingeh."Rekta," bisik Mahesa Barak kemudian mendekati kudanya. "Mereka hendak berbuat jahat ke kalian berdua. Coba beri sedikit pelajaran, ya.”Mendengar perintah tuannya, tiba-tiba kuda itu berdiri dengan dua kaki dan meloncat di tempat tapi kaki belakangnya menyepak tulang kering Demung selagi berdiri di belakangnya. Demung terkejut tapi terlambat. Kaki kirinya seperti ditebas sepotong besi."Waduh! Modar aku," teriaknya sambil membungkuk kesakitan. Dan sekali lagi kuda itu menyepak wajahnya sehingga tubuhnya terpelanting roboh.Demung-pun pingsan. Melihat Demung tidak bergerak maka Gendon yang berperut besar tapi berhati kecil kont

  • Sang Gula Kelapa di Langit Kahuripan    Bab 4

    "Maaf kangmas aku mau meneruskan mimpi," sambung Mahesa Barak cepat-cepat dengan wajah cemberut . "Selamat malam "Gesang Suci ingin menjawab bahwa tadi itu kasihan melihat adiknya sudah tidur dan apalagi tidak berani membangunkan. Namun ketika dilihatnya Mahesa Barak sudah membelakanginya lagi sambil memeluk kedua tangannya seperti tadi, maka Gesang Suci hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Yang tidak diketahuinya adalah adiknya itu tersenyum simpul. Ternyata kakak seperguruannya itu masih menyimpan rasa segan kepadanya dan mereka masih saling menghormati. Juga makin saling mengasihi.Hujan di luar terdengar mulai reda. Suara air yang sedang memukul genting semakin jarang namun angin yang masih berhembus rasanya bertambah dingin. Biasanya ada giliran ronda yang dimulai dari banjar. Entah karena mereka ketiduran atau kabuyutan yang aman tidak pernah terjadi tindak kejahatan sehingga dianggap tidak masalah jika lowong satu malam saja.Namun tiba-tiba terdengar suara tangis bayi dari

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status