"Saat ini yang paling penting bagi kita adalah kita harus mendapatkan dua pin yang tersisa itu. Kehilangan dua pin saat ini tidak akan membawa dampak yang buruk," jelas Riley masuk akal.Alen mengedipkan mata, "Oh, iya. Benar juga. Jumlah pin yang telah diambil dari kita memang tidak ketahui, tapi ... aku masih yakin jumlah yang kita dapatkan jauh lebih besar.""Hm, masalah jumlah pin yang diambil musuh hanya akan mempengaruhi peringkat akhir kita kan? Tak ada hubungannya dengan kita bisa lolos atau tidak," ujar Dean.Warren yang sudah bisa berpikir jernih itu pun akhirnya berkata, "Kalau begitu, pergilah. Dapatkan pin yang tersisa! Kami akan coba mempertahankan pin yang masih kita miliki, tapi jika tidak bisa ....""Tak akan jadi masalah," lanjut Riley mencoba menenangkan Warren.Warren pun mengangguk dengan ekspresi agak canggung. Dan setelah kesepakatan itu, Riley meninggalkan tiga temannya itu di area dekat gudang makanan.Riley bergerak cepat dengan mata tajam selalu mengawasi se
"Riley Wood?" ucap seorang teman satu kelompoknya yang tergelak."Untuk apa kita harus lari? Dia hanya sendiri," kata pemilik pin yang kedua."Benar. Kita pasti bisa meringkusnya," sambung pemilik pin pertama terlihat yakin bisa mengalahkan Riley."Dasar bodoh! Ini Riley Wood. Memangnya kalian lupa apa yang dikatakan oleh kelompok ...."Si pemberi peringatan tak jadi melanjutkan perkataannya dan malah mendengus sebal. Dengan nada jengkel dia berkata, "Persetan dengan kalian!"Setelah mengumpat seperti itu, dia menjadi orang pertama yang berlari meninggalkan tempat itu. Sedangkan dua pemilik pin dan dua orang lainnya masih berdiri di sana seolah memang ingin bersiap menghadapi Riley."Dia benar-benar pengecut!" pemilik pin kedua berkata sinis ketika melihat temannya yang sungguh-sungguh berlari untuk menyelamatkan diri sendiri.Riley membuang napas kasar dan tanpa berkata apapun langsung menyerang mereka. Seperti biasanya, pemuda itu tak benar-benar melukai lawannya. Dia selalu berusa
Justin tidak tersinggung dan malah berkata, "Hm, kau benar. Aku akan menemuimu di istana."Usai mengatakan hal itu, Justin dan beberapa anggota kelompoknya meninggalkan area itu. Riley berjalan dengan langah ringan menuju pos utama di mana pesawatnya menunggu semua anggota kelompoknya untuk dibawa kembali ke istana. Dia bisa melihat banyak sekali calon prajurit yang sedang kebingungan mencari-cari pin demi membuat kelompoknya lolos. Ketika mereka melihat Riley, mereka hanya bisa menahan napas kecewa karena tak mendapatkan apapun. Salah satu aturan dari misi ketiga itu adalah kelompok yang lolos tidak boleh diganggu dan sudah tidak bisa lagi diambil pin-nya. Akan tetapi, meskipun begitu, Riley cukup penasaran dengan hasil akhir mengenai pin mereka yang hilang.Maka, ketika dia mencapai garis batas, setelah para staf mencatat dirinya yang keluar dari area hutan dengan mesin otomatis, dia langsung mencari monitor khusus di mana terdapat rincian tentang pin yang didapatkan dan yang hil
"Oh, dia benar-benar membuatku cemas, Riley," ucap Alen dengan penuh rasa cemas.Dia meremas-remas tangannya demi mengatasi rasa gelisahnya itu. Riley sendiri juga mulai khawatir tapi dia masih mencoba untuk tetap tenang, tidak seperti Alen yang semakin menjadi-jadi hingga berulang kali berjinjit untuk melihat ke arah daerah perbatasan hutan.Di saat tinggal tiga menit waktu yang diberikan kepada mereka, Alen berseru, "Itu dia! Brengsek!"Riley menangkap sesosok pria muda dengan wajah penuh berkeringat yang berlari dengan tergopoh-gopoh bersamaan dengan pengumuman bahwa kelompok Diego Greco juga telah menyelesaikan misi yang ketiga."Aku akan memberinya sebuah pukulan dulu karena sudah membuatku hampir terkena serangan jantung," kata Alen yang kemudian langsung berlari menuju ke arah Diego yang juga tengah berlari.Namun, rupanya Riley tidak melihat adegan di mana Alen memukul teman satu kamarnya itu, pemuda itu malah memeluk Diego seolah sudah lama tidak berjumpa. Riley pun tersenyum
Alen terbungkam seketika. Perkataan prajurit itu terlalu tajam hingga dia tak bisa membalasnya.Sang prajurit menghela napas panjang. Dia pun sesungguhnya tidak bisa menyalahkan keluhan calon prajurit itu. Tapi, dia harus bersikap keras demi membangun mental calon junior mereka itu menjadi lebih kuat.Dengan ekspresi serius, sang prajurit yang terlihat masih cukup muda itu berkata, "Ini hanya sebuah latihan. Tapi kau sudah mengeluh seperti ini. Aku beri saran, kalau kau memang merasa tidak sanggup menjalani hari-harimu sebagai calon prajurit di sini, lebih baik sekarang kau mengemasi barang-barangmu dan pergi dari istana." "Kau tahu, ada ribuan orang yang menginginkan posisi sebagai prajurit di negara ini. Dan kami saja mengirim pulang ratusan calon prajurit yang gagal menyelesaikan misi ketiga tadi," lanjut sang petugas yang bernama Daniel Moore itu.Daniel melihat name tag milik Alen dan berkata lagi, "Dan kau, Alen Smith. Kami tidak keberatan mengirim kau pulang jika kau memang su
Mary Kesley yang berdiri di belakang William Mackenzie dengan Vincent yang juga sedang mengawasi monitor itu tentu saja bisa melihat bagaimana kegelisahan sang jenderal. Akan tetapi, mereka masih terdiam, tidak memberi tanggapan.Tiba-tiba William bangkit dari kursi, "Vincent, kita pulang."Mata Mary melebar, "Jenderal?"William mendesah dan tersenyum samar pada gadis cantik yang terlihat kaget itu. "James tidak seperti Jody, Mary. Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Dan Riley ... pasti tahu apa yang sedang dilakukan, berikut dengan resikonya. Aku yakin dia sudah memikirkan banyak hal dan kurasa dia bisa mengatasinya sendiri.""Tapi, Jenderal. Tidakkah kedekatan mereka ini sangat berbahaya?" tanya Mary yang masih terlihat bingung itu.William mengelengkan kepala, "Itu benar, tapi apa yang aku lihat tadi sudah cukup menunjukkan bila ... dua anak itu sedang menjalin pertemanan. Itu berbeda dengan Jody dan aku di masa lalu."Vincent, sang pengawal pribadi William juga tak kalah b
William yang merasa tak memiliki pilihan lain itu pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, sebelumnya saya mohon maaf.""Pasti Anda sangat terkejut dengan kehadiran saya. Saya ... masuk ke dalam istana hanya ingin melihat keadaan putra saya yang sedang mengikuti seleksi penerimaan calon prajurit," lanjut William. Rowena mengerutkan kening, tapi masih belum berkomentar apapun."Pihak istana tidak mengizinkan para calon prajurit untuk menghubungi keluarga. Anda juga pasti tahu soal ponsel mereka yang disita. Tapi, Yang Mulia ... saya sebagai seorang ayah sangat mencemaskan keadaan putra saya, saya ingi melihat dia walaupun hanya sebentar untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja," jelas William panjang lebar.Rowena menatap pria paruh baya itu dan memperhatikan penampilannya. Penampilannya rapi dan tidak mencurigakan. Dia terlihat seperti orang yang cukup berkelas. Oh, mungkin dia seorang pengusaha. Rowena Wellington membatin."Lalu, bagaimana kau bisa masuk ke dalam istana? Penjagaan sanga
Dua bola mata cokelat terang William Mackenzie pun seketika membulat akibat terkejut, tidak menyangka perkataan itu terucap oleh seorang putri raja yang baru dia lihat secara langsung.Vincent, sang pengawal pribadi mantan jenderal perang terhebat itu juga terlihat kaget tapi dia masih bisa mengontrol emosinya.Sementara Rowena Wellington kini menatap sang legenda dengan tatapan yang tiba-tiba menjadi berbinar penuh kekaguman. Seolah gadis muda berusia delapan belas tahun itu baru saja bertemu dengan seorang bintang yang tengah digilai oleh anak-anak muda."Yang Mulia, Anda ... tahu tentang putra saya dan saya? Tapi, bagaimana mungkin?" ujar William dengan nada sulit percaya.Rowena yang semula terlihat terbengong-bengong itu segera menyadarkan dirinya dan berdeham kecil untuk mengembalikan wibawanya sebagai seorang anggota keluarga kerajaan, "Aku sebenarnya ... aku tahu secara tidak sengaja."Kedua alis tebal William pun menyatu dan dia menyipitkan mata menatap sang putri dengan penu
Diperlakukan seperti seorang anak kecil oleh Rowena, tentu saja Xylan tidak mau menerimanya. Dia itu seorang raja. Dia tidak ingin wibawanya jatuh di hadapan semua orang hanya karena masih dianggap seperti bocah oleh kakak perempuannya itu.Secara cepat dia menoleh ke arah sekelilingnya guna melihat apakah ada orang yang melihat sang kakak menyentuh rambut bagian kepala belakangnya. Akan tetapi, dia menghela napas lega ketika tidak ada yang melihatnya.Ah, aku sudah menjadi raja. Siapapun tidak akan berani melihat ke arahku jika aku tidak memberi mereka izin, Xylan berkata dalam hati. Pria muda itu menggelengkan kepala, merasa terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak terlalu penting.“Bukan. Bukan aku tidak percaya kepadamu, Rowena. Masalahnya adalah … itu ….”Oh, Xylan kehilangan kata-kata. Dia kesulitan merangkai kata-kata, takut bila perkataannya bisa menyinggung sang kakak.Tetapi, dia melihat Rowena terdiam, seolah memang menunggu lanjutan ucapannya sehingga dia pun berujar, “Beg
Lelah mendengar pertanyaan-pertanyaan Nick Collins, si pria cerewet itu, akhirnya Gary Davis menjawab, “Tidak ada. Aku hanya ingin tidur. Apakah kau keberatan jika aku memejamkan mata sekarang?”Nick Collins mengedipkan mata, terlihat tampak kecewa.Tapi, Gary tidak peduli dan menambahkan, “Aku sangat lelah. Hari ini penobatan Raja Xylan. Banyak sekali hal yang aku lakukan.”Gary menghela napas lelah dan memasang ekspresi wajah memelas sehingga Nick menjadi kasihan.Dia pun langsung menanggapi, “Oh, maafkan aku. Gara-gara aku kau jadi tidak bisa beristirahat. Baiklah, silakan ambil waktumu.”Gary Davis tersenyum penuh terima kasih dan segera memejamkan mata.“Selamat beristirahat, kawan!” kata Nick kala dia melihat kedua mata Gary telah terpejam.Tidak lupa dia menambahkan, “Kita bisa lanjut mengobrol nanti.”Tidak usah, tidak perlu, Gary membatin sambil masih memejamkan mata.Dia tentu saja tidak mau repot-repot membalas ucapan Nick dan tetap berpura-pura tidur. Padahal sesungguhnya
Pemuda berusia 23 tahun itu melonggarkan bagian kerah kemejanya dan kemudian duduk dengan nyaman. Wajahnya tampak cerah penuh senyuman. Bahkan, salah seorang penumpang lain yang duduk satu kompartemen dengannya merasa bila pemuda yang membawa tas ransel dengan lambang Kerajaan Ans De Lou itu merupakan pria muda yang sangat ceria.“Maaf, di mana Anda akan turun?” Gary bertanya untuk sekedar berbasa-basi dengan teman satu kompartemennya itu.Pria yang terlihat seusia dengannya itu pun menjawab, “Vues Hill.”Gary mengangguk, “Oh, Anda berarti turun sebelum saya.”“Anda memang turun di mana?” pria itu bertanya balik. “Ah, saya akan turun di stasiun terakhir, Wenderstein,” jawab Gary.Pria itu mengerutkan dahi, “Wenderstein? Anda berasal dari daerah … yang pernah menjadi milik Kerajaan Sealand rupanya.”Gary tersenyum ramah dan mengangguk, “Anda sepertinya mengetahui daerah saya.”Pria itu langsung manggut-manggut, “Tentu saja. Saya pernah pergi ke sana beberapa kali.”Gary sebetulnya en
“Mohon ampuni saya, Yang Mulia. Saya … akan berhenti berbicara dan mendengarkan Anda,” kata Gary Davis yang setelah mengucapkan hal itu segera menutup mulutnya rapat-rapat. Lelaki muda itu pun juga menundukkan kepala seolah takut bila dirinya akan membuat sang raja muda murka kepadanya.Xylan mendesah pelan melihat kepatuhan asisten pribadinya itu dan kemudian menanggapi, “Gary, aku … sudah mengingkari janjiku. Aku tidak bisa membuatmu menempati posisi penting di istana ini.”Dia mengamati ekspresi wajah Gary yang sialnya tidak terlihat olehnya karena kepalanya tertunduk agak dalam.Tetapi, melihat Gary yang tidak bergerak sedikitpun Xylan yakin Gary mendengarkan semua perkataannya dengan baik-baik.“Tapi … bukan berarti aku tidak bisa melakukannya selamanya,” Xylan melanjutkan.Perkataan Xylan berhasil membuat Gary sedikit menggerakkan kepalanya tapi masih tetap dalam posisi tertunduk.Xylan tersenyum samar dan menambahkan, “Iya, Gary. Kau tidak salah mendengar. Aku hanya menunda pe
“Jenderal Gardner, kau selalu bisa membaca apa yang ada di dalam otakku,” Xylan menjawab pelan.Sudut bibir James pun terangkat sedikit membentuk sebuah senyuman tipis.“Katakanlah, Yang Mulia! Saya siap membantu Anda,” James berujar santai.Xylan menganggukkan kepala, “Ini tentang kau.”“Tentang saya?” James mengulang dengan ekspresi terkejut.Pria muda itu sama sekali tidak mengira bahwa jawaban dari sang raja justru mengenai dirinya. Dia pikir yang dimaksud Xylan adalah kekhawatirannya terhadap pemerintahan. Dengan nada bingung dia bertanya, “Apakah ada sesuatu yang saya lakukan mengganggu Anda, Yang Mulia?” Xylan menggelengkan kepala dengan tegas, “Tidak. Kau justru lebih banyak membantuku dan itu sudah di luar ekspektasiku.”Hal itu tentu semakin membuat James tidak mengerti, “Lantas apa yang Anda pikirkan tentang saya?”“Ini soal perjanjian kita sebelum aku dilantik,” jawab Xylan.Dahi lebar James mengerut, tapi dia segera menyadari dengan cepat tentang apa yang dimaksud oleh
Seorang staf wanita dari kementerian lain seketika menertawakan perkataan Celine Klein. Wanita muda itu adalah Lucy Berry.Tetapi Celine, wanita muda berusia dua puluh lima tahun itu hanya menatapnya dengan alis terangkat sebelah. Dia tidak tampak terganggu sama sekali, justru penasaran.Beberapa orang juga akhirnya ikut tertawa bersama wanita yang juga terlihat seusia dengan Celine.Dikarenakan tidak mendapatkan tanggapan sesuai yang dia inginkan, Lucy berkata dengan nada sinis, “Kenapa kalau Raja Xylan memilih seorang wanita dari kalangan biasa? Apa … kau berminat menjadi istrinya?”Celine hendak menjawab, tapi Lucy menertawakan dirinya lagi dan berujar, “Jangan terlalu banyak berharap! Meskipun Raja Xylan memilih seorang wanita yang bukan berasal dari anggota keluarga kerajaan, dia tetap tidak mungkin melirik seorang staf biasa sepertimu.”Tatapan matanya pada Celine jelas sangat meremehkan, namun Celine tetap terlihat tenang dan santai.Wanita muda itu malah dengan berani berkata,
Perkataan Perdana Menteri Kerajaan Ans De Lou yang telah berjasa banyak untuk negeri itu seketika membuat sebagian besar menteri di istana itu menjadi terkesima.Banyak di antara mereka yang takut bernapas. Bahkan, ada juga yang tidak berani hanya sekedar menggerakkan bola mata mereka. Hal itu lantaran menurut mereka Philip Crawford terlalu berani sehingga mereka berpendapat bahwa kali itu raja muda yang baru saja dilantik itu pasti akan kehilangan kesabarannya dan marah besar.Reiner Anderson, salah satu komandan perang di negeri itu hampir merasa jika hal itu adalah akhir dari perdebatan yang terjadi antara dua orang yang berbeda generasi itu.“Perdana Menteri Crawford pasti tamat kali ini. Raja Xylan tidak mungkin membiarkannya,” kata Reiner dengan nada suara terdengar penuh kengerian.Josh Cleve mengedipkan mata dan berkata, “Kau benar, Rei. Tuduhan itu sedikit keterlaluan menurutku. Kalau begitu caranya, raja muda itu pasti akan mendepak si tua Crawford.”Benedict Arkitson yang
Philip Crawford pun menjawab, “Yang Mulia, Anda telah melakukan kesalahan besar.”Semua orang menahan napas mendengar jawaban yang sangat berani yang dikatakan oleh Philip.Bahkan, Ashton Rowles tampak terkejut setengah mati hingga lupa menutup mulutnya yang terbuka lebar.“Astaga! Apa Perdana Menteri sudah hilang akal?” gumam seorang menteri yang berdiri tidak jauh dari Ashton.Seorang temannya yang juga merupakan menteri pun membalas, “Dia memang sudah gila.”“Aku rasa dia berani membantah raja karena dia tidak rela kehilangan jabatannya,” sahut menteri lain.Seorang staf kementerian kehutanan mengangguk, “Anda semua benar, menteri. Sepertinya Perdana Menteri Crawford tidak bisa menerima keputusan raja.”“Itu sudah jelas. Hanya saja … kalau aku menjadi Perdana Menteri, aku akan melakukan hal yang sama,” kata seorang staf kementerian yang lain.Menteri Sosial menanggapi, “Mengapa?”Orang itu mengangkat bahu, “Masalahnya adalah … dia digantikan oleh seorang yang memiliki kriteria jauh
“Tidak, sudah aku katakan dia tidak mungkin melakukannya, Perdana Menteri,” Ashton Rowles berkata pelan.Namun, dari nada suaranya, Philip merasakan bila Ashton pun tidak yakin dengan apa yang dia katakan.Hal itu membuat Philip mendecakkan lidah, sedangkan Ashton sendiri juga sebenarnya mulai tidak yakin dan keheranan.Akan tetapi, dia tidak akan mengungkapkan keraguannya itu pada Philip karena tidak mau seniornya tersebut merasa kesal.“Sudahlah, kalau dia memang berniat memecatku, aku akan terima. Mungkin ini memang sudah waktunya aku pensiun dari istana,” kata Philip dengan nada terdengar muram.Ashton sontak merasa kasihan tapi dia tahu dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu keputusan raja.“Jabatan Perdana Menteri Kerajaan Ans De Lou tetap akan dipegang Philip Crawford yang telah berjasa begitu banyak untuk kerajaan ini,” kata Xylan.Philip melongo tak percaya.Sementara Ashton langsung tertawa lega dan berkata, “Aku benar kan, Perdana Menteri? Dia tidak memecatmu.”“Sel