Riley tidak membalas dan malah segera berjongkok untuk memeriksa luka Warren. Begitu Riley memegang kaki Warren yang masih meneteskan darah itu, Warren seketika meringis, "Oh, apa kau sedang menambah penderitaanku?"Sekali lagi Riley tidak membalas perkataan temannya itu dan malah menoleh ke arah Dean, teman mereka yang bersama dengan Warren itu, "Dean, bagaimana kejadian yang sebenarnya?"Dean sontak mendesah dan mulai bercerita, "Kami baru saja dari gudang makanan dan ketika kami hendak menyusul kalian, ada beberapa orang yang menyerang kami, ingin merampas pin milikku. Warren berusaha menghalanginya dan berhasil. Ya, sayangnya ada salah satu dari mereka yang memiliki pisau dan dengan agresif menyerang Warren."Alen ternganga. "Ini gila! Yang memiliki pisau itu bukan hanya dia, Riley juga punya. Tapi ... dia tidak pernah menggunakannya untuk menyerang calon prajurit lain."Warren berujar, "Tapi ... akhirnya mereka kabur, dasar pengecut!"Pria muda tertawa renyah meskipun kemudian la
Warren mengertakkan gigi, "Sukarela? Apa kau pikir kami selemah itu?""Kami memiliki ketua yang menempati peringkat satu, kalau kalian lupa," Alen berkata dengan tatapan menantang.Salah seorang dari mereka meludah begitu mendengar ucapan Alen, seolah bermaksud menghina Alen dan kawan-kawannya itu. Alen mengepalkan tangan sementara pria muda yang meludah itu menyeringai, "Dan di mana si Wood itu? Kenapa aku tak melihatnya? Bukankah tadi dia bersama dengan kalian?"Dean hendak menjawab tapi si pria kurang ajar yang sekarang mendecih itu kembali berkata, "Dia pasti kabur dan meninggalkan kalian di sini."Suara tawa mengejek pun membahana di antara sekelompok calon prajurit yang berasal dari kelompok 3 dengan tanda kain merah di lengan mereka itu."Oh, sudahlah. Tak perlu membuang waktu, ayo kita ambil pin mereka dan segera pergi dari sini," ucap salah seorang anggota kelompok yang sudah tidak sabar.Dia pun memberi instruksi pada teman-temannya untuk segera menyerang tiga orang lawan m
Sayangnya, meskipun tiga orang itu menyerang Riley secara bersamaan, mereka masih tak bisa mengalahkan Riley. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, Riley berhasil meringkus mereka.Riley mengikat mereka dengan tali sambil menahan serangan yang datang dari anggota kelompok tiga itu yang cukup membabi buta. Akan tapi, lagi-lagi Riley menunjukkan kemampuan yang mengagumkan saat dia berhasil membuat enam orang terikat pada pohon hanya dalam waktu yang sangat singkat.Kini, tinggal empat orang lawannya yang menatap penuh takjub, heran sekaligus ngeri ke arah Riley. "Ba-bagaimana dia bisa melakukannya?" Damian bertanya dengan kaki bergetar.Dia memang melihat bagaimana Riley menendang tapi tangannya juga sibuk mencengkeram temannya yang lain dan secara bersamaan dia juga menyikut lawannya yang lain. Sungguh, dia bisa melakukan pertahanan diri sembari menyerang tanpa terluka sedikit pun."Dia ... sangat cepat dan tangkas. Aku ... aku tak berani," salah seorang dari mereka menelan ludah.Da
Warren sontak bersiap-siap, seolah akan menyerang James. Tapi, ternyata di luar prediksi mereka, James malah mengangkat kedua tangan.Riley sontak mendesah, sementara Dean saling lempar pandang dengan Warren yang terlihat juga bingung arti dari gerakan itu.Sedangkan Riley bertanya dengan nada heran, "Kau sendirian?""Hm," jawab James singkat, masih dengan tangan terangkat."Lalu, di mana anggota kelompokmu?" tanya Alen yang celingukan mencari-cari teman satu kelompok James. Tapi tak dia temukan siapapun di belakang James. Pria muda itu benar-benar sendirian.James malah balas balik bertanya, "Omong-omong sampai kapan aku harus mengangkat tanganku?"Riley mendengus, "Dan siapa yang menyuruhmu untuk mengangkat tangan?""Oh, sialan!" umpat James.Dia menurunkan kedua tangannya dengan jengkel.Pria itu berjalan mendekat ke arah mereka dengan begitu santai.Hal itu membuat Warren melotot kaget, "Apa yang mau kau lakukan?""Riley, kenapa kau diam saja?" Dean bertanya penuh kebingungan.Ja
Greg mengangkat bahu, "Dia terlihat terlalu akrab dengan putra Jody Gardner. Kau lihat sendiri kan, Jenderal? Dia bahkan tidak menyerang James Gardner dan malah menghindarinya."Andrew menggelengkan kepala dan membuang napas dengan kasar. Sementara Keannu berujar tanpa menoleh pada perkiraan yang juga dia anggap sebagai tebakan konyol itu, "Kalau dia memang putra dari salah satu anak buah Jody Gardner dulu, dia pasti akan langsung mengungkap kesetiaannya secara terang-terangan.""Yang Mulia, kalau masalah itu bisa saja dia memang diperingatkan oleh ayahnya kalau dia tak boleh terlalu terus terang berada di pihak James Gardner," bantah Greg, masih yakin akan tebakannya.Andrew tidak tahan lagi mendengarnya, "Astaga! Kau ini bodoh atau bagaimana?""Brengsek! Kau memang jenderal perang, tapi ....""Nyatanya kau memang bodoh, Greg." Andrew berkata dengan nada malas.Greg mengertakkan gigi, "Kalau bukan putra dari salah satu pengikut si pengkhianat kerajaan itu, lalu dia putra siapa?"And
William seketika menoleh ke arah sang istri dan memegang bahunya, mencoba menenangkan istrinya meskipun dirinya sendiri mulai tidak tenang.Dia lalu kembali memutar arah pandang ke arah gadis muda yang merupakan putri dari sahabatnya itu. "Mary, kau tidak salah soal ini kan? Jody Gardner ... memiliki seorang putra? Mengapa dulu aku tak pernah mendengar tentang hal itu?" William masih terdengar sulit mempercayainya. Mary pun menjelaskan, "Kami tidak tahu bagaimana tepatnya, Jenderal Mackenzie. Namun, jika dilihat dari catatan kelahiran milik James Gardner, kemungkinan besar, ibunya, Dorothy Winks pergi dari istana saat dalam keadaan sedang mengandung. Dan ... ada kemungkinan jika Jody Gardner sendiri tidak tahu kalau kekasihnya sedang hamil."William pun mengerutkan kening, seolah mencoba menggali ingatannya kembali. Kejadian itu memang sudah terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu, tapi dia yakin bisa mengingat kejadian. Samar-samar dia pun teringat bila saat itu Dorothy Winks memang
"Ya," William lagi-lagi menjawab singkat.Sebelum Mary sempat mengajukan pertanyaan pada sang jenderal perang yang pernah mendapatkan julukan "Dewa Maut" itu, Cassandra yang telah hidup bersama suaminya selama hampir dua puluh lima tahun itu bertanya dengan mata menyorot setengah tidak percaya, "Kau akan merahasiakan kedatanganmu ke istana, Bill?"William menyungging sebuah senyum samar pada sang istri, "Kau benar-benar mengenalku dengan sangat baik, Cassie."Cassandra mendengus, "Kita berdua sudah hidup bersama selama hampir separuh hidupku, tentu saja aku bisa menebak jalan pikiranmu.""Tapi ... mengapa kau ingin merahasiakannya?" Cassandra kini bertanya dengan alis tebalnya terangkat ke atas."Karena aku hanya ingin berbicara dengan Riley, bukan bertemu dengan orang-orang di dalam istana," jelas William dengan tegas.Dia masih tetap pada prinsipnya, tak mau berurusan terlalu dalam dengan kehidupan istana yang telah lama dia tinggalkan. Yang dia pedulikan hanyalah hal yang menyangku
"Saat ini yang paling penting bagi kita adalah kita harus mendapatkan dua pin yang tersisa itu. Kehilangan dua pin saat ini tidak akan membawa dampak yang buruk," jelas Riley masuk akal.Alen mengedipkan mata, "Oh, iya. Benar juga. Jumlah pin yang telah diambil dari kita memang tidak ketahui, tapi ... aku masih yakin jumlah yang kita dapatkan jauh lebih besar.""Hm, masalah jumlah pin yang diambil musuh hanya akan mempengaruhi peringkat akhir kita kan? Tak ada hubungannya dengan kita bisa lolos atau tidak," ujar Dean.Warren yang sudah bisa berpikir jernih itu pun akhirnya berkata, "Kalau begitu, pergilah. Dapatkan pin yang tersisa! Kami akan coba mempertahankan pin yang masih kita miliki, tapi jika tidak bisa ....""Tak akan jadi masalah," lanjut Riley mencoba menenangkan Warren.Warren pun mengangguk dengan ekspresi agak canggung. Dan setelah kesepakatan itu, Riley meninggalkan tiga temannya itu di area dekat gudang makanan.Riley bergerak cepat dengan mata tajam selalu mengawasi se
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k