Para calon prajurit dari kelompok empat itu memberi tatapan tidak suka pada James, tapi kemudian mereka mendengar Jason ikut berbicara, "Riley yang pintar, dia ketuanya. Aku yakin dia juga yang menyusun strategi itu."James benci mengakui pendapat Jason yang sialnya benar menurutnya, sehingga dia hanya berdeham kecil dan berujar, "Sudahlah, tak perlu memikirkan kemampuan kelompok lain. Kita susun strategi yang tak kalah hebat. Ayo! Cepat berkumpulah kembali dan dengarkan aku!"Dikarenakan memang tak memiliki pilihan lain, mereka pun segera memusatkan perhatian mereka pada James lagi.Kelompok lain yang juga merasa terintimidasi dengan strategi yang dimiliki oleh kelompok Riley dan Justin pun segera memutuskan untuk merubah strategi mereka agar mereka tak kalah.Sementara di dalam hutan sendiri, Riley memerintah, "Berpencar sekarang! Dan ingat jika kita sudah mendapatkan jumlah bendera sesuai target segera berhenti dan melakukan misi yang kedua.""Siap, dimengerti," para calon prajurit
"Hei, aku yang seharusnya berkata begitu. Kau berbelok dengan tiba-tiba," ucap orang itu dengan sengit, masih belum berdiri.Tak mau kalah, Alen membalas lagi sembari memeriksa tangannya yang agak nyeri setelah bertabrakan, "Memang aku harus memberi tanda apa? Dan bagaimana caranya aku memberi tanda? Ini bukan jalan raya dan aku tak bisa membunyikan klakson untuk memberi peringatan.""Kau tak punya senter atau bagaimana?" anggota kelompok itu juga tak mau kalah dari Alen.Riley yang tak mau hal itu menjadi sebuah masalah besar pun segera berkata, "Alen, sudahlah!""Craig, berhentilah!" seorang anggota lain berkata setelah dia mengambil tas kecilnya yang terjatuh.Meskipun di bagian daerah itu tidak terlalu terang, tapi Riley masih bisa melihat wajah pria muda yang baru saja membuka mulut itu. Itu adalah Justin Donovan.Justin menatap ke arah dua orang itu dan terlihat terkejut, sama seperti Riley yang tidak menduga mereka akan berpapasan."Oh ... Riley Wood." Justin berkata sembari t
Alen membalas, "Kami yang melihatnya dulu. Kalian-""Tapi kami yang tiba terlebih dulu, jadi kau tak bisa mengatai kami licik," sang pemuda dengan tubuh besar dan tergolong cukup tinggi itu menjawab sembari menahan senyum menyebalkan.Alen hendak membalas tapi Riley mendahuluinya dengan berkata, "Ayo kita pergi ke tempat lain!""Riley, ayolah!" Alen berkata dengan ekspresi memelas sekaligus gemas, dia tahu Riley hendak mengalah lagi."Alen, ayo!" Riley berkata dengan nada yang seolah tidak ingin dibantah.Dengan begitu terpaksa Alen pun berbalik dan mengikuti Riley pergi. Bersamaan dengan mereka yang baru saja berlari itu, para kawanan yang licik itu menertawakan mereka berdua.Alen mengertakkan gigi, "Dengarlah! Mereka sedang menertawakan kita.""Aku tidak peduli," Riley menjawab sambil berlari. Dia tetap memeriksa daerah sekelilingnya."Tapi aku peduli, aku tidak mau kita diejek dan diremehkan seperti itu, Riley," Alen menjawab dengan kesal.Riley menghela napas, "Lalu kau mau kita
"Kalian ikut aku dan jangan banyak bertanya," Jason menjawab dengan tergesa-gesa, tak mau membuang waktu lebih banyak lagi. Kelompok mereka, kelompok empat sudah mengumpulkan 16 bendera yang artinya mereka masih harus menemukan 4 bendera lainnya. Sesungguhnya dia tahu James membenci kekalahan dan meskipun dia begitu kesal James yang merupakan ketua kelompoknya itu meninggalkan mereka tanpa berkata apapun, Jason tidak bisa memprotesnya. Seolah dia bisa memahami tindakan James. Sembari mencari-cari, secara tiba-tiba mereka mendengar pengumuman lagi bila kelompok dua telah berhasil menyelesaikan misi pertama itu dan menjadi kelompok pertama yang sudah memulai untuk melanjutkan misi yang kedua. "Astaga! Kenapa mereka cepat sekali?" salah seorang anggota kelompok empat itu mengeluh. "Mereka memiliki strategi yang lebih baik. Oh, aku kesal mengapa kita harus dipimpin oleh Gardner," sambung temannya yang lain yang kini dengan kesal mengangkat batu-batu. Orang pertama yang berkomentar t
"Iya, mereka sudah menemukannya." Riley bergegas mengambil pin milik Alen lagi dan melihat petunjuk yang berupa denah tentang keberadaan gudang makanan, yang kemudian muncul beberapa detik kemudian. Alen ikut menatap ke arah pin kecil itu dengan pandangan takjub, "Wah! Ini luar biasa!"Riley mengangguk setuju, benar-benar senang dengan hasil yang mereka capai saat ini. Bersamaan dengan hal itu, nama kelompok mereka pun juga telah diumumkan sebagai salah satu kelompok yang telah menemukan gudang makanan. "Ayo, kita ke gudang itu! Kau pasti haus dan lapar kan?" ucap Riley dengan senyum tipis.Alen mengangguk dengan antusias, "Tentu saja. Aku hanya meminum beberapa tetes air dan makan roti secuil. Bagaimana aku tidak lapar?"Riley terkekeh pelan dan segera berlari-lari kecil sambil melihat ke arah denah agar mereka tidak tersesat saat menemukan gudang makanan itu.Di tengah-tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan beberapa kelompok lain dan terlihat sekali beberapa dari mereka menat
"Kena kau," Alen berujar ketika dia berhasil menarik tangan salah satu dari kelima calon prajurit itu. Namun, sayangnya sang prajurit tidak menyerah begitu saja dan melakukan perlawanan yang sengit. Alen berusaha mengunci lengannya, tapi ternyata sang calon prajurit dengan bendera berwarna ungu itu masih berhasil melepaskan diri. Dia lalu berlari cepat."Oh, tidak. Aku tidak akan melepaskanmu," Alen berkata sembari mengejarnya dengan penuh semangat.Sementara itu, Riley sudah berhasil menjatuhkan seorang pemuda dengan wajah lonjong dan memiliki tubuh yang jauh lebih pendek darinya. Segera dia menahan kedua tangan lawannya itu agar dia tak bisa bergerak."Lepaskan aku, sialan!" sang lawan mengumpat tapi Riley mengabaikannya dan dengan gerakan gesit mengikat kedua tangan calon prajurit yang memberontak mati-matian itu."Brengsek, apa yang sedang kau lakukan?" mata sang prajurit yang memiliki pin musang sebagai lambangnya itu melotot dengan sempurna.Riley pun hanya berkata, "Tenanglah!
Riley tidak membalas dan malah segera berjongkok untuk memeriksa luka Warren. Begitu Riley memegang kaki Warren yang masih meneteskan darah itu, Warren seketika meringis, "Oh, apa kau sedang menambah penderitaanku?"Sekali lagi Riley tidak membalas perkataan temannya itu dan malah menoleh ke arah Dean, teman mereka yang bersama dengan Warren itu, "Dean, bagaimana kejadian yang sebenarnya?"Dean sontak mendesah dan mulai bercerita, "Kami baru saja dari gudang makanan dan ketika kami hendak menyusul kalian, ada beberapa orang yang menyerang kami, ingin merampas pin milikku. Warren berusaha menghalanginya dan berhasil. Ya, sayangnya ada salah satu dari mereka yang memiliki pisau dan dengan agresif menyerang Warren."Alen ternganga. "Ini gila! Yang memiliki pisau itu bukan hanya dia, Riley juga punya. Tapi ... dia tidak pernah menggunakannya untuk menyerang calon prajurit lain."Warren berujar, "Tapi ... akhirnya mereka kabur, dasar pengecut!"Pria muda tertawa renyah meskipun kemudian la
Warren mengertakkan gigi, "Sukarela? Apa kau pikir kami selemah itu?""Kami memiliki ketua yang menempati peringkat satu, kalau kalian lupa," Alen berkata dengan tatapan menantang.Salah seorang dari mereka meludah begitu mendengar ucapan Alen, seolah bermaksud menghina Alen dan kawan-kawannya itu. Alen mengepalkan tangan sementara pria muda yang meludah itu menyeringai, "Dan di mana si Wood itu? Kenapa aku tak melihatnya? Bukankah tadi dia bersama dengan kalian?"Dean hendak menjawab tapi si pria kurang ajar yang sekarang mendecih itu kembali berkata, "Dia pasti kabur dan meninggalkan kalian di sini."Suara tawa mengejek pun membahana di antara sekelompok calon prajurit yang berasal dari kelompok 3 dengan tanda kain merah di lengan mereka itu."Oh, sudahlah. Tak perlu membuang waktu, ayo kita ambil pin mereka dan segera pergi dari sini," ucap salah seorang anggota kelompok yang sudah tidak sabar.Dia pun memberi instruksi pada teman-temannya untuk segera menyerang tiga orang lawan m
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k