Bibir William terangkat ke atas sekali lagi, membentuk sebuah senyuman hangat.“James, tanpa aku menjelaskannya, kau … pasti tahu sendiri kan?” William berkata pelan.Setelah itu sang lelaki tua yang dulu pernah menjadi seorang prajurit terkuat di kerajaan itu pun menepuk punggung belakang James dan kemudian pergi meninggalkan James yang termenung.Pria muda itu menelan ludah secara susah payah. Tiba-tiba saja dia teringat semua hal tentang Riley, lebih tepatnya persahabatan mereka yang telah mereka jalin sejak awal.Semua kenangan-kenangan itu kembali muncul. Salah satu kenangan yang mengusiknya adalah ketika mereka masih belum resmi dilantik menjadi prajurit. Saat itu dia kesal dan mengambil keputusan bodoh dan nekad yakni menyerang musuh sebagai pembuktian bahwa dia berbeda dari sang ayah. Lalu, satu-satunya orang yang benar-benar peduli terhadapnya adalah Riley. Dialah yang mengorbankan diri untuk menyelamatkannya. Pada waktu itu, dia dan Riley sama-sama berstatus sebagai seoran
“Pasti bisa, Diego,” jawab James.“Dia pasti bisa menunggu,” James mengulang lagi dengan penekanan.Diego justru terlihat tidak yakin mendengar jawaban James.James biasanya enggan menjelaskan terlalu detail tentang apa yang dia pikirkan. Namun, Diego adalah salah satu sahabat baiknya sehingga dia pun tidak ingin membuat sahabatnya bingung.Maka, James pun berkata, “Dia bukan orang yang mudah dikalahkan, Diego. Dan … ada satu hal yang perlu kau tahu.”“Apa itu?” Diego bertanya dengan alis naik sebelah.“Ayahnya sendiri, maksudku Jenderal Mackenzie berkata padaku bahwa putranya … tidak akan mati dengan mudah,” jelas James.Diego tercengang sampai tidak berani membalas.James seketika yakin tugasnya menjelaskannya telah selesai, tapi dia tetap menambahkan, “Kalau seorang jenderal besar dan terkuat yang pernah ada di Kerajaan Ans De Lou saja mengatakan demikian, bukankah kemungkinannya memang sangat besar kalau Riley masih hidup di luar sana.”Diego terdiam selama beberapa saat.Tetapi,
Alen tidak langsung menjawab pertanyaan seorang senior sekaligus teman baiknya itu. Dia terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya memberikan sebuah jawaban, “Kau seperti tidak mengenal James saja.”“Apa maksudmu?” Shin membalas sambil berkedip-kedip.Alen mendengus dengan tidak sabar, “Shin, James itu tidak bisa ditebak. Kau juga pasti tahu kalau kadang kala dia bisa melakukan apa yang tidak pernah orang pikirkan. Jadi, mana bisa aku menebak apa yang mungkin dia lakukan?”Shin pun terhenyak. Pria muda itu tersenyum masam, “Sialan, kau benar soal itu. Dia memang sulit diprediksi.”Pada akhirnya kedua orang itu tidak melontarkan pertanyaan tentang apa yang mereka bahas tersebut pada James. Ketika pemakaman telah selesai digelar, mereka semua kembali ke tempat mereka masing-masing. Namun, tidak dengan James Gardner. Pria muda yang merupakan jenderal perang Kerajaan Ans De Lou saat itu malah terlihat berjalan menuju ke arah kediaman Xylan Wellington.Tentu saja hal itu menimbulkan berb
“Tentu saja begitu. Kalau tidak, mana mungkin bisnis kafenya itu sukses?” sahut Diego yang terlihat seakan puas dengan hasil yang dicapai oleh James, sahabat baiknya.Reiner semakin tertarik, “Bagaimana caranya? Maksudku … kau tahu dia kan … yah, tidak bisa sopan dan cenderung selalu membuat orang jengkel. Lalu, perubahan yang dia lakukan?”Diego terlihat akan segera menjawab, tapi Shin tiba-tiba berkata dengan nada tidak percaya, “Oh, tunggu dulu. Dia mengelola bisnis kafe itu bersama dengan ibunya kan? Ah, aku yakin para pelanggannya itu ke tempatnya karena ibunya yang baik.”Ben mengangguk setuju, “Aku memang belum pernah bertemu dengan ibu James, tapi … mengingat James yang sifatnya seperti itu, aku lebih percaya ucapan Shin.”Diego langsung memasang ekspresi masam, terlihat agak jengkel. Sebab, ternyata teman-temannya sendiri rupanya tidak terlalu mengenal James dengan baik.Akan tetapi, dialah yang menjadi saksi tentang bagaimana perubahan besar yang terjadi pada James sehingga
Mendengar jawaban Gary Davis, Xylan Wellington sontak mengernyitkan dahi.Apa benar ini pemuda yang sama yang selalu memberikan solusi-solusi bagus kepadaku? Xylan membatin.Sang calon raja tersebut semakin dalam menatap Gary dan akhirnya mengangkat alis kanan ketika dia sadar dia telah berpikir sesuatu yang bodoh.Semakin lama Xylan semakin menyadari bahwa Gary Davis mungkin memang cerdas dan cekatan serta memiliki pengetahuan yang cukup luas. Tapi, seseorang yang cerdas seperti itu juga bisa saja memiliki sifat polos seperti yang baru saja ditunjukkan oleh pemuda itu pada dirinya.“Yang Mulia, mengapa Anda tidak menjawab pertanyaan saya? Apakah saya-”“Lupakan saja!” Xylan memotong cepat.Gary pun menggaruk belakang telinganya karena kebingungan.Xylan menghela napas dan berujar, “Gary. apa kau cemas menunggu pengumuman perubahan staf dan pejabat istana nanti?”Gary berjengit, cukup terkejut dengan pertanyaan Xylan.Pemuda itu membuka mulut dan terbata-bata berkata, “Yang Mulia, sa
Gary Davis pun menjawab dengan ekspresi serius, “Yang Mulia, saya mohon maaf jika perkataan saya Anda anggap lancang, namun ….”“Katakan saja! Katakan semua yang ingin kau katakan!” Xylan memerintah.Dari nada suaranya, Xylan jelas terdengar sudah tidak sabar. “Aku siap mendengarkan! Dan … aku tidak akan marah kepadamu, jangan khawatir!” Xylan menambahkan setelah dia melihat raut wajah Gary yang terlihat ragu-ragu.Xylan berpikir mungkin Gary takut jika dia akan dihukum jika mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya sehingga salon calon raja tersebut harus meyakinkan Gary agar pria muda itu menjadi lebih berani.Gary mengangguk, terlihat lega. Setidaknya dia memiliki sebuah jaminan bahwa dia tidak akan dihukum. “Yang Mulia, Anda … akan diangkat menjadi raja baru Kerajaan Ans De Lou. Anda masih sangat muda dan Anda sendiri juga pasti sudah bisa menebak bahwa … itu … saya ….”Xylan mendecak lidah dengan tidak sabar, “Katakan saja! Aku tidak masalah. Tenang saja!”Sekali lagi Gary kem
Hening.Gary Davis terdiam, namun tampak terlihat sedang berpikir serius.“Apa lagi yang kau pikirkan, Gary?” Xylan Wellington berkata dengan nada terdengar sangat lelah. Dia bahkan juga memperlihatkan ekspresi yang tidak sabar.Hal tersebut membuat Gary meringis. “Yang Mulia, tapi Jenderal Gardner hanyalah seorang Jenderal Perang pengganti. Apakah-”“Iya, iya kau benar. Dia memang seorang jenderal pengganti,” Xylan memotong perkataan Gary cepat-cepat.Gary mendengarkan, tidak berniat menyela dan malah menunggu Xylan menjelaskan lebih lanjut.Xylan mendesah pelan, “Tapi … dia juga bukan orang yang bisa dianggap remeh. Semua orang menghormatinya. Terlebih lagi dialah yang menyelamatkan kerajaan kita. Dia memenangkan peperangan yang bahkan kakak iparku tidak bisa melakukannya.”Pria muda itu membasahi bibir sebentar dan melanjutkan sembari mengerutkan dahi, “Dengan prestasi yang besar itu, aku sangat yakin tidak akan ada yang berani menentangnya. Dan aku … akan aman selama dia menjadi
Dengan begitu santainya James menjawab, “Tidak ada apa-apa.”Gary tentu saja tidak percaya. Pria muda itu menatap James dengan tatapan penuh ingin tahu.Dikarenakan tidak ingin membuat Gary curiga, James pun berkata, “Aku hanya tidak menyangka kalau kau … ternyata begitu sangat dekat Pangeran Xylan.”“Sudah berapa lama kau melayani Pangeran Xylan?” James menambahkan.“Baru beberapa tahun, Jenderal Gardner. Kurang lebih tiga tahun,” jelas Gary.James manggut-manggut. Sang jenderal perang tersebut langsung berpikir serius. Tapi, kali itu dia mencoba menggali sesuatu dari Gary Davis sehingga dia memilih untuk melempar sebuah pernyataan untuk asisten pribadi Xylan Wellington yang mencurigakan itu.“Kau bukan berasal dari kalangan pejabat istana, juga tidak memiliki latar belakang yang menakjubkan tapi … Pangeran Xylan begitu sangat percaya kepadamu. Kau … pasti memiliki kelebihan yang lain sampai Pangeran Xylan memilihmu,” kata James dengan nada senormal mungkin agar Gary tetap tidak wasp
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k
Ben tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi perkataan temannya itu, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah pergi mendekati James lalu menepuk punggungnya dengan perlahan berulang kali dengan tujuan menenangkan sang sahabat.“Dia benar-benar tidak akan kembali, Ben.”“Tidak. Itu hanya-”“Dia tidak akan memberi pesan semacam itu jika dia tidak serius dengan ucapannya,” James memotong ucapan Ben.Ben mendesah pelan, “James, yang aku maksud adalah … dia mungkin tidak ingin dicari lagi karena dia ingin pulang sendiri ke istana.”Perkataan Ben tersebut membuat James yang semula begitu sangat kalut menegakkan punggungnya. Jenderal perang itu kemudian menoleh ke arah Ben dan menanggapi, “Apa maksudmu?”Ben sebetulnya tidak yakin atas apa yang dia pikirkan tapi dia tetap menyampaikan buah pikirnya itu, “Menurutku … dia hanya mau pulang sendiri.”James terdiam, berusaha mencerna ucapan temannya.“Begini saja … bagaimana kalau kita pulang saja ke istana, siapa yang tahu kalau mungkin Riley benar-
Ricky Drilon hanya bisa terbengong-bengong saat mendengarkan pertanyaan itu.Oh, dia sering kali mendapati dirinya dalam sebuah situasi yang membingungkan. Tapi, dia tidak pernah merasa tertekan sekalipun.Padahal dia pun sangat sering dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Namun, lagi-lagi hal-hal semacam itu bisa diselesaikannya dengan baik tanpa adanya pergolakan batin.Akan tetapi, satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Riley Mackenzie berhasil membuatnya berada di dalam fase tersulitnya. “Kenapa kau diam saja? Siapa yang akan kau patuhi? Aku atau Jenderal Gardner?” Riley mengulang kembali pertanyaannya itu.Ricky menelan ludah dengan kasar, semakin bingung.Dahinya pun berkerut, jelas menunjukkan sebuah kebimbangan yang sangat besar. Berulang kali dia merapikan rambutnya hanya dalam satu menit saja. Hal itu membuat Riley tersenyum aneh, “Jadi, bagaimana? Kau akan memilih untuk mematuhi siapa?” Ricky menggigit giginya sendiri.Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Dan k
Ricky tidak langsung menjawab pertanyaan James, dia justru kembali menoleh ke arah Steven, saudara laki-lakinya. Dari tatapan matanya, terlihat sangat jelas laki-laki muda itu meminta persetujuan dari Ricky.Rupanya, kebiasaan itu disadari oleh James Gardner sehingga dengan raut wajah jengkel dia pun berkomentar, “Ayolah! Apa kalian harus berdiskusi terlebih dulu sebelum menjawab pertanyaan sederhana seperti yang aku tanyakan tadi?”“Apa kalian tidak memiliki pendapat kalian sendiri?” James melanjutkan dengan nada dingin.Wajah Ricky dan Steven memerah dengan sempurna.Ben meringis melihat ketegasan James itu tapi dia tidak membuat sebuah interupsi. Tidak ingin membuat James menjadi semakin marah, pada akhirnya Ricky pun menjawab, “Jika itu orang biasa, kemungkinan besar kita masih bisa mengejarnya. Namun, jika itu Jenderal Mackenzie, saya ….”Pria muda itu tidak berani melanjutkan perkataannya. Dari raut wajahnya dia terlihat ragu-ragu hingga James yang melanjutkan perkataannya deng
Benedict Arkitson seketika terdiam membeku seperti sebuah patung seolah tidak berani menggerakkan badannya sedikitpun. Prajurit senior kelas satu yang usianya telah menginjak tiga puluh empat tahun itu hanya bisa terhenyak tanpa bisa mengeluarkan sebuah bantahan apapun terhadap penjelasan prajurit junior itu.Dia berpikir jika dia tidak memiliki alasan lagi untuk meragukan perkataan Lory Blackwell. Sedangkan James Gardner yang anehnya luar biasa terlihat muram itu malah membuang muka ke arah lain, seakan enggan menatap mata Lory Blackwell yang sedang menatap dirinya dengan tatapan polos. Sang jenderal perang muda itu kemudian berkata, “Itu Riley. Itu pasti dia, tidak mungkin salah.”Lory tersenyum puas dan mengangguk dengan penuh kelegaan. Pemuda itu menghela napas panjang setelah pernyataannya tidak diragukan lagi.Akan tetapi, dia justru melihat raut wajah sedih James Gardner yang tidak bisa disembunyikan oleh sang jenderal perang.Dia bahkan mendengar James bergumam pelan, “Itu