Saat ini keluarga Wood sedang berkumpul bersama di ruang keluarga mereka setelah melakukan prosesi acara pertunangan antara Shirley, si bungsu dari keluarga Wood dan Peter Green, seorang putra dari pemilik tambang emas di Carlo Hill. Cassandra Wood, istri Bill sedang duduk di bagian pinggir dan terlihat tidak terlalu menyukai berada di sana. Beberapa kali ia melihat suaminya diperintah oleh keluarganya dan hanya menurut. Ia kesal. Sangat kesal. Bagaimana tidak, suaminya itu tidak memiliki wibawa sedikit pun dan kerap menjadi bulan-bulanan keluarganya. Ia begitu ingin sekali melihat suaminya melawan, setidaknya sekali saja. Tapi, nyatanya sampai mereka menikah selama hampir tiga tahun lamanya, Bill masih juga sama. Masih menjadi seorang pencundang yang tidak berguna. "Cepat isi gelas ini, Bill!" perintah Shirley pada kakak iparnya. Bill dengan tenang mengambil botol wine merah dan membukanya dengan cepat lalu mengisi gelas Shirley kembali. Dia lalu berdiri di samping lelaki tua yang
Lelaki itu sudah tersulut emosi. Christopher yang begitu terkejut segera bertanya, "Kenapa kau berteriak pada Peter, Bill?" Bill menunjuk Peter dengan jari telunjuknya dengan amarah yang tidak terkendali. "Dia-" "Apa yang kau lakukan? Kenapa menunjuk Peter seperti itu?" ucap Shirley, sudah mendekat ke arah calon suaminya, terlihat kesal dengan tingkah kakak iparnya. "Dia bilang mau mendekati Cassandra," ucap Bill sambil menggeram marah. Shirley terbelalak kaget dan langsung mengangkat tangan, berniat menampar Bill. Tapi dengan sigap, Bill berhasil menepisnya. "Kau. Berani sekali kau menuduh hal kotor seperti itu. Dia tidak serendah kau, Bill!" ujar Shirley kesal luar biasa. "Dia yang mengatakannya sendiri. Dia-" "Cukup, Bill!" teriak Christopher, terlihat begitu murka. Bill menghela napas panjang. Dadanya kembang kempis, menandakan ia begitu marah. Peter berkata, "Apa maksudmu berkata seperti itu? Aku hanya mengatakan istrimu cantik. Apakah itu salah?" Ia beralih pada Chistop
Bill duduk di depan kios buah Emma sampai pagi. Sang pemilik kios itu cukup terkejut saat melihat Bill berada di sana dengan pakaian yang sama. Tapi, dia tidak bertanya apapun lantaran melihat ekspresi Bill yang agak kusut. Saat Bill membereskan buah-buah yang berserakan di lantai, seorang pembeli buah yang sedari tadi sudah berada di sana sejak kejadian sebelum Bill datang itu mendekat kepadanya. Bill menoleh kepadanya dengan tatapan heran. "Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?" "Ada, Jenderal." Pupil Bill sontak membesar mendengar panggilan itu. Kenapa orang ini memanggilnya 'Jenderal'? Apakah dia mengenal dirinya? Tapi bagaimana mungkin?Bill segera saja menaruh keranjang buah itu dan menatap laki-laki muda berpenampilan rapi itu dengan pandangan penuh selidik. "Siapa kau? Kenapa kau memanggilku 'Jenderal'?" Pria muda yang Bill tebak usianya berbeda jauh di bawahnya itu berkata, "Ini saya, Jenderal. Anak buah Anda. Andrew." Bill menyipitkan mata, sambil mencoba mengingat-ng
Esok malamnya, saat dia baru saja mengunci kios milik Emma, tiba-tiba saja dia didatangi oleh sejumlah laki-laki berbadan besar yang Bill tebak merupakan preman biasa. "Aku sedang lelah, jangan ganggu aku sekarang!" ucap Bill dengan wajah yang memang terlihat begitu letih. Seorang preman yang terlihat sebagai pemimpin mereka maju ke depan sambil membawa barbel. Bill mengeryit, "Apa yang akan kau lakukan dengan itu?" "Kau kan yang sudah mematahkan tangan Baron kemarin?" tanya preman bertampang sangar. Bill mengernyitkan dahi tiba-tiba teringat akan seorang preman yang pernah datang ke kios Emma dan berniat mengacaukan kios itu. "Ah, aku tidak tahu kalau ternyata mematahkannya." "Hajar dia!" perintah sang pemimpin, murka. Bill dengan santai meladeni orang-orang itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Beberapa pukulan berhasil ia layangkan tepat sasaran. Namun, Bill sempat lengah karena ponselnya yang tiba-tiba saja bergetar. Sang pemimpin menggunakan ketidaksiapan Bill dan memukul p
Bill berjalan menuju rumah keluarga Wood dengan penuh kebingungan. Ia ingin membantu istrinya tapi ia masih belum tahu apa yang harus ia lakukan. Di tengah-tengah kebingungan yang menderanya, Andrew Reece yang merupakan anak buah kepercayaannya itu pun datang kembali. "Jangan, Jenderal!" ucap Andrew. "Istriku di dalam. Aku harus membantunya." "Jenderal, bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tanya Andrew. Bill mengerutkan kening, "Kesepakatan apa?" "Jika Anda bersedia kembali, kami akan membantu Anda, Jenderal." Bill membuang napas dengan kasar, sadar jika di dunia ini tidak ada yang gratis. Dengan sangat terpaksa, Bill berkata, "Baiklah, aku akan kembali." Andrew tersenyum senang. ***"Selamat pagi, Jenderal!" sapa Andrew di hari kembalinya Bill. "Bagaimana kabar Anda hari ini, Jenderal?" tanya pria muda itu dengan senyum cerah. "Tak usah berbasa-basi. Langsung saja, Reece." Andrew bahkan tersenyum gugup akibat terlalu senang, "Siap, Jenderal." "Tapi sebelum itu, aku
"Putar, Reece!" ucap Bill.Perintah itu terdengar sangat jelas tapi Andrew terlihat agak ragu."Cepat!" ujar Bill lagi.Andrew pun segera membanting stir kemudi dan berhadapan dengan dua mobil di belakang mereka. Hanya dalam hitungan detik, Andrew melihat Bill melakukan tembakan demi tembakan yang tak satu pun meleset. Semuanya tepat sasaran. Kedua mobil itu bertabrakan dan menimbulkan suara yang begitu menyakiti telinga siapapun yang mendengarnya.Setelahnya, suara ledakan dari kedua mobil yang terbakar itu ikut menambah kebisingan di area itu. Andrew sontak ternganga melihat hal menakjubkan yang baru saja terjadi di depan matanya."Jenderal, Anda luar biasa!" ujar Andrew dengan mata yang masih belum berkedip, terlalu kagum."Cepat bereskan itu, Reece! Jangan sampai ada berita macam-macam tersebar!" titah Bill, tidak menanggapi ucapan Andrew.Andrew segera tersadar dan melakukan tugasnya. Ia menghubungi dua orang yang ia beri instruksi dengan jelas. "Ingat, tidak ada yang boleh tahu
"Yang Mulia," ujar Bill tiba-tiba. Ia membungkuk di depan rajanya, memberi sebuah penghormatan. "Senang sekali saya mendapat sebuah penghormatan bisa bertemu dengan pemimpin negeri ini."Raja Keannu mengerutkan dahi, agak bingung. Tapi, saat ia melihat ekspresi Bill yang seakan melempar sebuah kode kepadanya, sang raja pun mengerti."Yang Mulia, dia ini-""Jenderal Gardner, tidak perlu diperpanjang lagi," potong Keannu tegas."Tapi, Yang Mulia. Laki-laki ini-""Dia tamuku, Jenderal. Tamuku, berarti dia berada di bawah pengawasanku. Apa kau sekarang mengerti?" tanya Keannu.Jody ingin sekali berkata sesuatu yang lain tapi secara mendadak sang raja kembali berkata, "Aku ingin berbicara dengan tamuku sebentar saja, Jenderal."Jelas itu sebuah perintah yang menyuruh Jody menjauh dari sana, pria itu mengerti dengan cepat. Meskipun, rasa penasaran telah menguasi dirinya, Jody memilih untuk mundur."Saya undur diri, Yang Mulia," pamit Jody.Pria itu membungkuk lalu meninggalkan gedung itu d
Kata-kata Bill terdengar seperti sebuah ancaman, tetapi sebenarnya bukan itu maksud Bill. Ia hanya tidak ingin bermasalah dengan Jody Gardner.Sang raja pun dengan segera menjawab, "Tentu saja aku lebih memilih kau ada di sisiku, Jenderal. Baiklah, jadi posisi apa yang kau inginkan?"Bill tersenyum puas, "Jadikan aku penasihat Jody Gardner."Andrew terbengong-bengong mendengar jawaban Bill, sementara mulut Amanda Clark bahkan terbuka lebar.Raja Keannu berkedip tidak percaya, "Penasihat Jody Gardner? Bagaimana mungkin? Mana bisa?""Bisa, Yang Mulia. Saya akan memberikan saran terbaik untuk Jody, sama saja saya juga ikut melindungi Anda dan kerajaan ini, bukan?""Tapi, Jenderal. Ini ...."William Mackenzie membungkuk hormat, seakan ingin Keannu segera menyetujui keinginannya.Melihat sikap Bill, Keannu sadar ia tidak memiliki pilihan, maka ia pun dengan berat berujar, "Baiklah, kau bisa mengambil tempat sebagai penasihatnya. Kapan kau ingin memulai?""Besok tidak masalah, Yang Mulia."
Hening.Gary Davis terdiam, namun tampak terlihat sedang berpikir serius.“Apa lagi yang kau pikirkan, Gary?” Xylan Wellington berkata dengan nada terdengar sangat lelah. Dia bahkan juga memperlihatkan ekspresi yang tidak sabar.Hal tersebut membuat Gary meringis. “Yang Mulia, tapi Jenderal Gardner hanyalah seorang Jenderal Perang pengganti. Apakah-”“Iya, iya kau benar. Dia memang seorang jenderal pengganti,” Xylan memotong perkataan Gary cepat-cepat.Gary mendengarkan, tidak berniat menyela dan malah menunggu Xylan menjelaskan lebih lanjut.Xylan mendesah pelan, “Tapi … dia juga bukan orang yang bisa dianggap remeh. Semua orang menghormatinya. Terlebih lagi dialah yang menyelamatkan kerajaan kita. Dia memenangkan peperangan yang bahkan kakak iparku tidak bisa melakukannya.”Pria muda itu membasahi bibir sebentar dan melanjutkan sembari mengerutkan dahi, “Dengan prestasi yang besar itu, aku sangat yakin tidak akan ada yang berani menentangnya. Dan aku … akan aman selama dia menjadi
Gary Davis pun menjawab dengan ekspresi serius, “Yang Mulia, saya mohon maaf jika perkataan saya Anda anggap lancang, namun ….”“Katakan saja! Katakan semua yang ingin kau katakan!” Xylan memerintah.Dari nada suaranya, Xylan jelas terdengar sudah tidak sabar. “Aku siap mendengarkan! Dan … aku tidak akan marah kepadamu, jangan khawatir!” Xylan menambahkan setelah dia melihat raut wajah Gary yang terlihat ragu-ragu.Xylan berpikir mungkin Gary takut jika dia akan dihukum jika mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya sehingga salon calon raja tersebut harus meyakinkan Gary agar pria muda itu menjadi lebih berani.Gary mengangguk, terlihat lega. Setidaknya dia memiliki sebuah jaminan bahwa dia tidak akan dihukum. “Yang Mulia, Anda … akan diangkat menjadi raja baru Kerajaan Ans De Lou. Anda masih sangat muda dan Anda sendiri juga pasti sudah bisa menebak bahwa … itu … saya ….”Xylan mendecak lidah dengan tidak sabar, “Katakan saja! Aku tidak masalah. Tenang saja!”Sekali lagi Gary kem
Mendengar jawaban Gary Davis, Xylan Wellington sontak mengernyitkan dahi.Apa benar ini pemuda yang sama yang selalu memberikan solusi-solusi bagus kepadaku? Xylan membatin.Sang calon raja tersebut semakin dalam menatap Gary dan akhirnya mengangkat alis kanan ketika dia sadar dia telah berpikir sesuatu yang bodoh.Semakin lama Xylan semakin menyadari bahwa Gary Davis mungkin memang cerdas dan cekatan serta memiliki pengetahuan yang cukup luas. Tapi, seseorang yang cerdas seperti itu juga bisa saja memiliki sifat polos seperti yang baru saja ditunjukkan oleh pemuda itu pada dirinya.“Yang Mulia, mengapa Anda tidak menjawab pertanyaan saya? Apakah saya-”“Lupakan saja!” Xylan memotong cepat.Gary pun menggaruk belakang telinganya karena kebingungan.Xylan menghela napas dan berujar, “Gary. apa kau cemas menunggu pengumuman perubahan staf dan pejabat istana nanti?”Gary berjengit, cukup terkejut dengan pertanyaan Xylan.Pemuda itu membuka mulut dan terbata-bata berkata, “Yang Mulia, sa
“Tentu saja begitu. Kalau tidak, mana mungkin bisnis kafenya itu sukses?” sahut Diego yang terlihat seakan puas dengan hasil yang dicapai oleh James, sahabat baiknya.Reiner semakin tertarik, “Bagaimana caranya? Maksudku … kau tahu dia kan … yah, tidak bisa sopan dan cenderung selalu membuat orang jengkel. Lalu, perubahan yang dia lakukan?”Diego terlihat akan segera menjawab, tapi Shin tiba-tiba berkata dengan nada tidak percaya, “Oh, tunggu dulu. Dia mengelola bisnis kafe itu bersama dengan ibunya kan? Ah, aku yakin para pelanggannya itu ke tempatnya karena ibunya yang baik.”Ben mengangguk setuju, “Aku memang belum pernah bertemu dengan ibu James, tapi … mengingat James yang sifatnya seperti itu, aku lebih percaya ucapan Shin.”Diego langsung memasang ekspresi masam, terlihat agak jengkel. Sebab, ternyata teman-temannya sendiri rupanya tidak terlalu mengenal James dengan baik.Akan tetapi, dialah yang menjadi saksi tentang bagaimana perubahan besar yang terjadi pada James sehingga
Alen tidak langsung menjawab pertanyaan seorang senior sekaligus teman baiknya itu. Dia terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya memberikan sebuah jawaban, “Kau seperti tidak mengenal James saja.”“Apa maksudmu?” Shin membalas sambil berkedip-kedip.Alen mendengus dengan tidak sabar, “Shin, James itu tidak bisa ditebak. Kau juga pasti tahu kalau kadang kala dia bisa melakukan apa yang tidak pernah orang pikirkan. Jadi, mana bisa aku menebak apa yang mungkin dia lakukan?”Shin pun terhenyak. Pria muda itu tersenyum masam, “Sialan, kau benar soal itu. Dia memang sulit diprediksi.”Pada akhirnya kedua orang itu tidak melontarkan pertanyaan tentang apa yang mereka bahas tersebut pada James. Ketika pemakaman telah selesai digelar, mereka semua kembali ke tempat mereka masing-masing. Namun, tidak dengan James Gardner. Pria muda yang merupakan jenderal perang Kerajaan Ans De Lou saat itu malah terlihat berjalan menuju ke arah kediaman Xylan Wellington.Tentu saja hal itu menimbulkan berb
“Pasti bisa, Diego,” jawab James.“Dia pasti bisa menunggu,” James mengulang lagi dengan penekanan.Diego justru terlihat tidak yakin mendengar jawaban James.James biasanya enggan menjelaskan terlalu detail tentang apa yang dia pikirkan. Namun, Diego adalah salah satu sahabat baiknya sehingga dia pun tidak ingin membuat sahabatnya bingung.Maka, James pun berkata, “Dia bukan orang yang mudah dikalahkan, Diego. Dan … ada satu hal yang perlu kau tahu.”“Apa itu?” Diego bertanya dengan alis naik sebelah.“Ayahnya sendiri, maksudku Jenderal Mackenzie berkata padaku bahwa putranya … tidak akan mati dengan mudah,” jelas James.Diego tercengang sampai tidak berani membalas.James seketika yakin tugasnya menjelaskannya telah selesai, tapi dia tetap menambahkan, “Kalau seorang jenderal besar dan terkuat yang pernah ada di Kerajaan Ans De Lou saja mengatakan demikian, bukankah kemungkinannya memang sangat besar kalau Riley masih hidup di luar sana.”Diego terdiam selama beberapa saat.Tetapi,
Bibir William terangkat ke atas sekali lagi, membentuk sebuah senyuman hangat.“James, tanpa aku menjelaskannya, kau … pasti tahu sendiri kan?” William berkata pelan.Setelah itu sang lelaki tua yang dulu pernah menjadi seorang prajurit terkuat di kerajaan itu pun menepuk punggung belakang James dan kemudian pergi meninggalkan James yang termenung.Pria muda itu menelan ludah secara susah payah. Tiba-tiba saja dia teringat semua hal tentang Riley, lebih tepatnya persahabatan mereka yang telah mereka jalin sejak awal.Semua kenangan-kenangan itu kembali muncul. Salah satu kenangan yang mengusiknya adalah ketika mereka masih belum resmi dilantik menjadi prajurit. Saat itu dia kesal dan mengambil keputusan bodoh dan nekad yakni menyerang musuh sebagai pembuktian bahwa dia berbeda dari sang ayah. Lalu, satu-satunya orang yang benar-benar peduli terhadapnya adalah Riley. Dialah yang mengorbankan diri untuk menyelamatkannya. Pada waktu itu, dia dan Riley sama-sama berstatus sebagai seoran
James Gardner pun mengangguk, “Iya, Yang Mulia. Bolehkah saya melakukannya?”Xylan Wellington dengan cepat mengangguk, “Pergilah, Jenderal Gardner. Kau bisa berbicara dengannya.”James bersyukur lantaran Xylan tidak menahannya.“Terima kasih, Yang Mulia,” kata James yang kemudian dia segera meninggalkan sang putra mahkota bersama dengan tiga orang prajurit kelas satu untuk menjaganya.Sesungguhnya tiga prajurit itu tentu tidak sebanding dengannya. Namun, dia memilih untuk mempercayai mereka bertiga.Beruntung, rupanya William Mackenzie yang terlihat jauh lebih tua beberapa tahun itu ternyata juga sedang mencarinya sehingga pertemuan mereka pun tidak mengalami rintangan apapun.“Jenderal Mackenzie,” James menyapa ayah dari sahabatnya itu dengan hormat.William Mackenzie tersenyum samar dan membalas, “Jenderal Gardner.”James mengangguk, “Anda … Anda baik-baik saja, Jenderal?”William kembali mengulas sebuah senyuman dan berkata dengan nada pelan, “Bagaimana aku bisa baik-baik saja keti
James sontak Gardner tersenyum miring. Dia tahu ternyata memang tidak mudah menjadi perisai Xylan Wellington. Tapi, dia sungguh-sungguh tidak menyangka bila putra mahkota yang menurutnya sangat pintar itu ternyata juga sangat polos.Kepintarannya rupanya berbanding terbalik dengan pengetahuannya dalam hal memahami dunia sekitarnya.Namun, dia sudah memutuskan untuk menggantikan Riley demi menebus beberapa tahun waktunya yang dia sia-siakan sehingga dia harus mencoba bersabar.Jadi, dengan penuh ketenangan dia menjawab, “Anda harus mulai memikirkan masalah pendapat mereka semua, Yang Mulia.”“Kenapa aku harus?” balas Xylan yang terlihat tidak terima dengan perkataan James.James menggigit bibir bawah, merasa memang harus lebih menekan rasa jengkelnya. Ayolah, James. Jangan mudah menyerah! James membatin.“Karena Anda adalah calon raja dan sebentar lagi akan segera mewarisi tahta negeri ini. Jadi, sudah seharusnya Anda mulai memikirkan apa yang mereka pikirkan tentang Anda,” jawab Jam