"Dia membalik serangan Raja Keannu, Jenderal," ucap Steven seraya menelan ludah dengan gugup.Jody Gardner bahkan tak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Bill. Pria itu menatap orang aneh yang sedang berlutut dengan bingung.Bill kembali berkata. "Yang Mulia, mohon hukum saya atas diri saya yang telah sampai membuat Anda bertindak seperti ini."Mendengar perkataan Bill itu, Monica Wilhelm berkedip-kedip dan hampir saja akan tertawa lagi jika suaminya tidak tiba-tiba berdiri begitu saja."Jenderal Stewart, kurasa kita tidak perlu memperpanjang masalah ini," ucap Keannu yang tak tahu lagi bagaimana membalas tindakan Bill yang tak pernah ia pikirkan itu."Yang Mulia, tapi saya bersalah. Saya pantas dihukum."Keannu pun berkata dengan jengkel, "Apa denganmu? Dari tadi kau minta dihukum?"Bill terdiam. Keannu yang tak ingin kehilangan wibawa pun berkata, "Ini semua bukan salahmu. Sudahlah, tak perlu dibahas lagi.""Apakah ini artinya Anda mengampuni saya, Yang Mulia?" Bill bertanya
Steven pun ikut tersenyum dan berpikir seperti tuannya, "Anda benar, Jenderal.""Biarkan saja mereka berseteru. Kita jadi penonton saja." Jody Gardner terlihat puas."Aku pikir aku akan repot-repot untuk berpikir cara menyingkirkan Bill Stewart dari istana ini, tapi ternyata sungguh di luar dugaan. Aku tak perlu mengotori tanganku," gumam Jody Gardner.Kau sendiri yang memasukkan dia ke dalam istana ini, Yang Mulia Raja. Memang benar, kau juga yang harus mengeluarkannya dari sini. Jody membatin senang.Sementara itu, William Mackenzie memasuki area gedung Perak. Baru saja dia dibukakan pintu oleh penjaga gedung itu, istrinya langsung berdiri dan menatapnya, seakan meminta penjelasan.Bill menoleh ke arah Andrew Reece, "Pergilah dulu, Reece. Tunggu aku di gedung latihan.""Baik, Jenderal," ucap Andrew dan ia membungkuk beberapa detik sebelum meninggalkan gedung itu.Begitu pintu ditutup kembali, Cassandra pun tidak sabar untuk bertanya, "Jelaskan padaku semuanya."Bill menghela napas p
Bill pun membalas, "Kau ... hanya terlalu banyak berpikir."Cassandra ingin bertanya lagi tapi Bill kembali berkata, "Istirahatlah. Aku harus ke gedung latihan. Aku akan kembali sore nanti."Cassandra pun mengangguk dan membiarkan suaminya pergi.Di gedung latihan, Bill mendapati sejumlah pengawal yang merupakan anak buahnya yang ikut berperang bersama dengannya kala itu. Andrew Reece berkata, "Apa Anda akan memulai latihan, Jenderal?""Ya," jawab Bill.Semua prajurit langsung saja berdiri dengan tegap, terlihat begitu segar dan tampak begitu siap melakukan latihan hari itu."Apa kalian siap berlatih?" tanya Bill."Siap, Jenderal," jawab seluruh anak buahnya.Bill mengangguk, "Antusias kalian membuatku bangga. Tapi, kali ini aku tak akan meminta kalian untuk berlatih fisik, melainkan strategi."Beberapa orang terlihat agak bingung. Salah satu dari mereka mengangkat tangan, "Kenapa tidak berlatih fisik, Jenderal?"Bill mengulas sebuah senyum tipis, "Aku tahu kalian memang luar biasa k
Sang bawahan itu pun segera saja membungkukkan badan lalu mulai meminta maaf dengan raut wajah ketakutan dan juga badan setengah gemetar, "Ampun, Yang Mulia. Baiklah, saya akan segera mencari kerajaan-kerajaan yang memiliki masalah dengan kerajaan kita." Keannu seketika menyeringai dan kini wajah bengisnya sudah tak terlihat lagi seperti beberapa saat yang lalu. "Bagus, berapa waktu yang kau perlukan?" "Tiga hari, Yang Mulia." Keannu pun kemudian mengangguk setuju, "Baiklah, tiga hari aku akan bertanya lagi kepadamu. Aku harap kau sudah menemukan kerajaan yang aku maksud." "Baik, Yang Mulia." Sang anak buah pun kemudian undur diri lalu meninggalkan istana raja. Keannu pun tertawa begitu puas karena kali ini dia mungkin memiliki firasat baik jika dia bisa membuat jenderal perang itu kehilangan nyawanya. Sebenarnya pada awalnya dia tidak ingin membunuh William Mackenzie dan malah ingin mempertahankannya di sisinya karena pasti kemampuannya sangat dibutuhkan. Sayangnya, William M
Akan tetapi, sebelum Jody Gardner berpikir lebih jauh lagi, kekhawatirannya pun menghilang begitu saja ketika dia melihat Keannu Wellington mulai meminta Penasihat Raja untuk berbicara."Sebenarnya, saya sungguh diliputi kebimbangan yang dalam ketika harus menyampaikan hal ini," ucap Larry mengawali perkataan pentingnya.Pria berusia empat pukuh tahunan itu kemudian terlihat memasang wajah sedih sekaligus bingung, "Tapi. Saya harus mengatakannya."Andrew Reece terlihat menaikkan alisnya dan William Mackenzie yang masih menggunakan identitas sebagai Bill Stewart itu pun seketika memiliki firasat tidak baik semakin dalam."Seperti yang kita ketahui, kerajaan kita berbatasan secara langsung dengan Kerajaan Fleshy di bagian barat. Dan menurut laporan, kerajaan tersebut sering kali bertindak sesuka hati di daerah perbatasan itu," ucap Larry.Andrew Reece mendesah dan menoleh ke arah sang jenderal dengan raut wajah penuh dengan kecemasan."Jadi, terpaksa kita harus menghentikan hal itu agar
"Dalam empat hari lagi," jawab Bill."Empat hari lagi? Apakah Anda yakin, Jenderal?" ucap Howard terlihat kaget dengan jawaban sang jenderal perang itu.Bill memutar arah pandang dan menatap tanpa gentar pada anak buahnya tersebut, "Tentu saja. Kenapa?""Karena menurut saya, ini terlalu cepat. Anda ... bagaimana kondisi Anda, Jenderal? Apa Anda baik-baik saja?" tanya Howard dengan tatapan penuh kecemasan.Bill pun mengulas sebuah senyum. Dulu, dia tak memiliki orang-orang yang dengan mudah mengungkapkan apa yang ada di dalam kepalanya. Di masa lalunya sebagai William Mackenzie, orang-orang terlalu takut mengomentari setiap keputusan yang dia ambil.Namun, kini semuanya berbanding terbalik. Semua orang yang mengkhawatirkannya tak menutup-nutupi itu darinya. Ah, dia pun sekarang memahami perbedaan dirinya yang dulu dan dirinya yang sekarang."Aku tak kenapa-kenapa. Yang terpenting kalian. Setelah kita membahas masalah strategi ini, kalian akan aku istirahatkan selama satu hari total."
"Ya," jawab Bill.Cassandra bertanya dengan terbata-bata, "Apakah nenek tahu akan hal ini?""Ya, aku mengungkapkan segalanya kepada nenek," jawab Bill.Cassandra Wood pun mulai tak bisa berpikir. Dia memejamkan mata sejenak lalu mulai lemas. Namun, Bill menahan istrinya tersebut dan wanita cantik itu pun tak jadi limbung."Kenapa kau baru mengatakan hal ini kepadaku sekarang? Kau ...."Cassandra mulai teringat akan perlakuan-perlakuan yang Bill terima serta bagaimana dia memperlakukan suaminya itu. Dia pun sering mengeluarkan kata-kata kasar kepada Bill.Nyatanya pria itu bukanlah pria tak berguna yang selama ini dipikirkan oleh keluarganya. Bill adalah legenda yang begitu dihormati.Namun, sekarang pertanyaan lain pun muncul dalam kepala Cassandra, "Apa orang-orang di istana ini tahu? Maksudku, Jenderal Mackenzie memakai topeng."Dia menunjuk gambar Bill yang begitu besar di sana.Bill menggeleng, "Yang mengetahui identitasku yang sebenarnya hanyalah Andrew Reece, raja dan ratu."Kal
Begitu anak panah itu melesat ke atas, petir terlihat semakin menyambar dengan begitu hebatnya. Malahan, hal itu menimbulkan kilatan luar biasa dahsyat sampai-sampai semua pemanah hebat itu mundur ke belakang beberapa langkah.Beberapa dari mereka menoleh kepada Jenderal Perang mereka yang tampak tenang, meminta penjelasan. Andrew Reece pun mewakili mereka dan segera berkata, "Jenderal, itu tak berhasil.""Siapa bilang tak berhasil?" balas Bill tanpa berpaling."Jenderal ...." Andrew Reece menampilkan ekspresi bingung.Bill kemudian maju beberapa langkah dan melihat ke arah depan tatapan menyipit. Semua anak buahnya pun semakin tak memahami apa yang sedang dilakukan oleh sang jenderal. Andrew Reece yang telah begitu dekat dengan jenderal mereka itu saja tak mengerti, apa lagi yang baru beberapa waktu mengenalnya tentu mereka tak bisa memahaminya. Sebab, jika dipikir lebih jauh, segala tindakan jenderal mereka tersebut tak pernah sesuai dugaan.Mereka pun kemudian hanya bisa terdiam
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k
Ben tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi perkataan temannya itu, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah pergi mendekati James lalu menepuk punggungnya dengan perlahan berulang kali dengan tujuan menenangkan sang sahabat.“Dia benar-benar tidak akan kembali, Ben.”“Tidak. Itu hanya-”“Dia tidak akan memberi pesan semacam itu jika dia tidak serius dengan ucapannya,” James memotong ucapan Ben.Ben mendesah pelan, “James, yang aku maksud adalah … dia mungkin tidak ingin dicari lagi karena dia ingin pulang sendiri ke istana.”Perkataan Ben tersebut membuat James yang semula begitu sangat kalut menegakkan punggungnya. Jenderal perang itu kemudian menoleh ke arah Ben dan menanggapi, “Apa maksudmu?”Ben sebetulnya tidak yakin atas apa yang dia pikirkan tapi dia tetap menyampaikan buah pikirnya itu, “Menurutku … dia hanya mau pulang sendiri.”James terdiam, berusaha mencerna ucapan temannya.“Begini saja … bagaimana kalau kita pulang saja ke istana, siapa yang tahu kalau mungkin Riley benar-
Ricky Drilon hanya bisa terbengong-bengong saat mendengarkan pertanyaan itu.Oh, dia sering kali mendapati dirinya dalam sebuah situasi yang membingungkan. Tapi, dia tidak pernah merasa tertekan sekalipun.Padahal dia pun sangat sering dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Namun, lagi-lagi hal-hal semacam itu bisa diselesaikannya dengan baik tanpa adanya pergolakan batin.Akan tetapi, satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Riley Mackenzie berhasil membuatnya berada di dalam fase tersulitnya. “Kenapa kau diam saja? Siapa yang akan kau patuhi? Aku atau Jenderal Gardner?” Riley mengulang kembali pertanyaannya itu.Ricky menelan ludah dengan kasar, semakin bingung.Dahinya pun berkerut, jelas menunjukkan sebuah kebimbangan yang sangat besar. Berulang kali dia merapikan rambutnya hanya dalam satu menit saja. Hal itu membuat Riley tersenyum aneh, “Jadi, bagaimana? Kau akan memilih untuk mematuhi siapa?” Ricky menggigit giginya sendiri.Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Dan k