Asisten itu tersenyum dan mengangguk mengiyakan, tapi ia juga menggelengkan kepalanya perlahan-lahan."Maaf, Tuan Muda. Saya memang seorang dokter, tapi saya lebih baik menunggu di sini sebagai backup dan membiarkan tim medis di rumah sakit ini mengerjakan tugasnya. Saya sudah memberitahu, dan jika tim medis membutuhkan bantuan tambahan saya siap.""Hahhh, baiklah."Ardiansyah menarik napas panjang mendengar jawaban tersebut. Tapi ia tetap saja merasa cemas akan kondisi kakeknya. Sementara Lidya tetap terisak-isak, mengkhawatirkan kakek Hendra yang ada di ruangan ICU.Dengan sabar, Ardiansyah mencoba menenangkannya dengan mengelus-elus rambut istrinya. Membisikkan kata-kata supaya Lidya bisa lebih tenang."Sayang, semua akan baik-baik saja. Kita harus tetap kuat dan berdoa agar kakek cepat pulih, ya?" bujuk Ardiansyah lembut."Hiks, Ard ... hiks," isak Lidya tetap ada, sebab ia tidak bisa menahan tangisnya.Beberapa meni
Beberapa saat kemudian, Ardiansyah memutuskan untuk pergi ke ruang ICU sebentar untuk mengecek kondisi kakeknya secara langsung. Lidya masih tertidur, jadi ia pergi sendiri dan menitipkan istrinya pada perawat yang berjaga di luar ruangan.Setelah melewati beberapa ruangan, pria itu akhirnya sampai ke depan pintu ruang ICU. Seorang perawat meminta izin Ardiansyah untuk memastikan bahwa ia keluarga dari pasien yang ada di dalam ruangan."Ya, saya cucunya pasien atas nama Hendra Kusuma." Ardiansyah memperkenalkan diri."Oh, baiklah. Silahkan," ujar perawat memberikan izin.Kemungkinan perawat tersebut adalah petugas baru atau pergantian siff kerja, jadi tidak tahu jika Ardiansyah sudah beberapa kali datang ke ruang ICU ini.Setelah diberi izin, Ardiansyah masuk dan melihat kakek Hendra terbaring lemah di ranjang. Detak jantungnya terlihat stabil di mesin medis, meskipun tidak terlalu kuat. Kondisi kakeknya masih dalam keadaan kritis, tapi A
Beberapa saat setelah berjalan, Ardiansyah akhirnya masuk ke kantin rumah sakit bersama Ryan. Mereka memilih menu makanan yang mereka inginkan, lalu mencari tempat duduk di samping kana yang posisinya lebih ke sudut ruangan kantin.Kebetulan kantin sedang tidak begitu ramai, jadi mereka lebih leluasa untuk memilih tempat duduk. Dengan demikian, mereka bisa berbincang lebih santai tanpa gangguan dari pengunjung kantin."Bagaimana kabar yang lain setelah lulus SMA?" tanya Ardiansyah, membuka pembicaraan."Aku juga tidak begitu tahu, Ardi. Setelah lulus SMA, aku pergi ke Batam bersama orang tuaku. Jadi, kabar teman-teman juga aku tidak tahu. Hanya sesekali aku lihat mereka dari postingan di media sosial," ujar Ryan memberikan jawaban."Oh, sekarang kamu ada di Jakarta. Kapan sampai di Jakarta, atau kamu memang sudah tinggal di sini?" Ardiansyah kembali bertanya.Ryan tersenyum tipis, lalu sedikit memberikan informasi tentang perjalanan hidup
"Sus, ada apa sebenarnya? Kenapa suster tampak cemas?" tanya Ardiansyah, mencoba untuk mencari tahu.Sejak memanggilnya, Ardiansyah melihat wajah perawat jaga yang terlihat cemas dan tergesa-gesa sehingga ini membuatnya juga ikut merasa khawatir. Ia mulai curiga dengan merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dan mungkin saja ada kejadian yang tidak diharapkan."Maaf, Pak. Saya hanya sedang mencari dokter agar dapat mengecek kondisi istri Pak Ardi," jawab perawat dengan suara yang terdengar gugup.Ardiansyah menyipitkan matanya - semakin curiga. Dia mulai merasakan detak jantungnya berdegup kencang - khawatir dengan keadaan sang istri.Tanpa menunggu jawaban dari perawat tersebut, Ardiansyah segera membuka pintu ruangan dengan cepat. Dan ternyata, di dalam ruangan rawat inap istrinya ada seorang pria berpakaian putih yang sedang berbicara dengan istrinya. Kemungkinan pria itu adalah seorang dokter - yang tadi dicari perawat.Tapi melihat Lidya yang terlihat cemas dan ketakutan - semen
"Ard, aku ..."Ardiansyah langsung memeluk istrinya yang masih merasa ketakutan. Meskipun semuanya sudah berlalu dan diatasi pihak km rumah sakit.Sekarang, Lidya kembali berbaring setelah lebih tenang, sementara Ardiansyah tetap duduk di sisi ranjang - menggenggam tangan istrinya."Kamu tenang, ya? Sudah sudah membaik," kata Ardiansyah, mencoba untuk menenangkan istrinya.Lidya tersenyum tipis dengan menganggukkan kepalanya, tapi tetap saja terlihat ketakutan setelah kejadian tadi. Dan itu gambar jelas di wajahnya."Jangan khawatir lagi, sayang. Semuanya sudah berakhir," ucap Ardiansyah untuk memberikan semangat pada istrinya."Tapi, aku takut Ard. Apakah ini semacam teror?" Lidya justru memiliki pemikiran lain tentang kejadian yang dialami - negatif thinking.Wanita itu tidak bisa menghilangkan perasaan cemas di dalam pikirannya, dari apa yang baru saja terjadi. Ia masih merasa takut dan khawatir jika ini akan terjadi lagi ke kemudian hari.Tapi Ardiansyah tentunya tidak ingin istr
"Tapi kenapa, sayang? Hm ..." Ardiansyah bertanya dengan lembut lalu mengusap lembut wajah istrinya."Lihatlah kondisimu sekarang, Ard! Gara-gara aku sakit, kamu tidak merawat dirimu sendiri. Aku hanya menjadi beban dan merepotkan kamu sejak," jawab Lidya dengan suara parau menahan tangisnya."Apa-apaan kamu, sayang? Hai, aku tidak pernah merasa kamu merepotkan atau menjadi bebanku. Kita ini suami istri yang memang sudah seharusnya saling mendukung dan itu yang terpenting," jawab Ardiansyah, mencoba meyakinkan istrinya yang dalam keadaan labil.Namun Lidya tetap merasa bersalah dan khawatir. Ia merasa bahwa kejadian seperti ini tidak seharusnya terjadi jika dirinya lebih kuat dan sehat sehingga ia juga bisa terus hamil.Tangisan Lidya justru semakin kencang mengingat kembali tentang keadaannya yang baru saja lewat. Kehilangan calon bayinya, operasi kista dan kini ditambah dengan kondisi kakek Hendra yang tidak sehat.Wanita itu merasa sangat bersalah dan menyesal karena semua ini terj
"Bagaimana bisa?" tanya Ardiansyah setelah membaca pesan tersebut.Lidya, yang baru saja merasakan kebahagiaan dan kelegaan karena kakeknya membaik, merasa kebingungan melihat suaminya yang terlihat sedang panik."Ada apa, Ard? Kenapa kamu terlihat panik begitu?" tanya Lidya - ikutan cemas."Aku tidak tahu, tapi ternyata orang yang pernah masuk ke ruangan rawat inapmu kemarin itu, dia bunuh diri di sel tahanan," kata Ardiansyah dengan wajah tegang."A-pa?" Lidya merasakan nafasnya yang terasa sesak dan jantungnya juga berdegup dengan kencang. Ia langsung ingat pada saat-saat itu, dan rasanya mengerikan ketika seseorang masuk ke kamar rawat inapnya di rumah sakit dan mencoba melakukan sesuatu yang tidak pantas padanya dengan berpura-pura menjadi dokter.Tapi sekarang orang itu justru bunuh diri di dalam tahanan, sedangkan kasusnya belum juga diselesaikan secara penuh.Apa maksudnya ini? Dan kenapa Ardiansyah terlihat begitu khawatir?"Mungkin kita harus bicara dengan seseorang yang bi
"Emh ... Ard, kamu ingat apa yang terjadi pada kita saat pertama kali datang ke villa ini?" tanya Lidya dengan suara lembut tapi wajahnya juga memerah.Ardiansyah mengangkat alisnya, tampak bingung dengan pertanyaan istrinya barusan. Namun, ketika Lidya baru saja memberikan menjelaskan sedikit saja, ia langsung paham hingga ikutan tersenyum sambil menggelengkan kepala."Tentu saja aku ingat, sayang. Saat itu kamu terlihat begitu tegang dan malu-malu ketika kamu menyadari bahwa ini villa milikku," tutur Ardiansyah - ingat dengan respon istrinya."Apalagi dengan semua isi paper bag yang ada di kamar, hahaha ..." imbuh Ardiansyah menggoda istrinya - lagi. Wajah Lidya semakin memerah karena diingatkan kembali pada waktu itu. Ia merasa sangat takut dengan pernikahan mereka yang sudah tidak benar sedari awal, hanya karena ingin melindungi nama baiknya sebagai seorang artis yang terkena gosip murahan.Lidya juga ingat bahwa ia tempat menolak tawaran kakek Hendra untuk menikah dengan cucunya