"Kenapa tiba-tiba kamu bertanya seperti itu, sayang?" Ardiansyah terkejut dengan pertanyaan istrinya.Lidya menghela napas, mencoba melepaskan sesak yang ada di dalam dadanya."Aku merasa terlalu banyak tekanan dan harapan yang membuatku takut gagal, Ard. Apalagi dengan permintaan dari kakek tentang memiliki anak," ungkapnya dengan wajah sendu."Apa kau tidak lagi memikirkan karirmu?" Ardiansyah bertanya dengan serius, mengenai keputusan istrinya.Lidya memandang suaminya dengan lembut, kemudian menggeleng perlahan-lahan. Ia tidak tahu apa yang menjadi jawaban pasti dari pertanyaan tersebut."Tentu saja suka dengan pekerjaanku ini, Ard. Tapi kadang-kadang rasanya terlalu berat untuk dijalani, karena apa yang dikatakan kakak itu benar." Lidya memahami dengan keinginan kakek Hendra."Sayang, aku mendukungmu sepenuhnya, tapi aku juga mendukungmu jika kamu ingin mencari jalan yang berbeda. Aku tahu bahwa kamu adalah seorang pejuang dan tidak akan mundur begitu saja." Ardiansyah mengambil n
Lidya menarik nafas dalam-dalam, merasakan aroma yang familiar dari suaminya yang sedang memeluknya erat karena rasa bahagia mendengar keputusannya."Ard, aku merindukanmu," kata Lidya pada suaminya, sambil tersenyum malu-malu."Oh, sayang... Aku juga merindukanmu," ucap Ardiansyah sambil mencium bibir istrinya.Lidya tersenyum dan menyambut ciuman suaminya dengan lembut. Merasakan hembusan nafas dan sentuhan-sentuhan suaminya yang mulai bergerak dengan bebas keseluruhan bagian tubuhnya.Momen romantis dan intim akhirnya tak bisa dielakkan. Mereka menikmati kebersamaan tersebut dengan cara mereka sendiri, mengekplorasi beberapa titik yang sudah sangat mereka kenali untuk memuaskan satu sama lain.Setelah beberapa lama kemudian, sesi intim mereka selesai. Kini mereka saling berpelukan dan bersandar di atas tempat tidur. Ardiansyah memeluk Lidya dengan penuh kehangatan."Lidya, aku cinta kamu," ucap Ardiansyah dengan mengecup pucuk
Keesokan harinya, Lidya melakukan operasi. Sementara Ardiansyah dan kakek Hendra menemani sepanjang proses operasi tersebut. Mereka memohon kepada Yang Maha Kuasa agar semuanya berjalan dengan baik dan Lidya cepat pulih kembali.Setelah beberapa jam operasi, dokter keluar dari ruangan operasi dengan senyuman lega di wajahnya. Lalu Ardiansyah segera untuk mengetahui penjelasan yang akan diberikan dokter."Semuanya berjalan lancar dan nyonya Lidya sehat, hanya menunggu dia sadar pasca operasi. Kista telah berhasil diangkat tanpa ada komplikasi yang serius," kata dokter dengan senang."Hahhh ... syukurlah. Terima kasih, Dok."Ardiansyah merasa sangat senang mendengar kabar tersebut, lalu mengucapkan terima kasih atas kerja keras dokter. Setelah begitu lama menunggu dengan rasa khawatir tentang kondisi istrinya, kini ia bisa bernafas lebih lega.Di tempatnya duduk, kakek Hendra juga ikut tersenyum lega. Meskipun dia tidak mendengar secara lan
Ardiansyah hanya bisa mengangguk dengan tersenyum miris, mengingat semua yang terjadi saat ini hingga terlihat jelas ia tampak lelah. Dan itu tergambar di wajahnya. Tapi setidaknya ia masih bisa bernapas lega karena kakeknya itu masih bisa bertahan hidup. Tetapi di sisi lain, ia merasa bersalah dengan segala permasalahan yang menimpanya akhir-akhir ini.Ia berjalan perlahan-lahan menuju ke ruang ICU, diikuti oleh asisten pribadi kakek Hendra yang juga tampak khawatir dengan keadaan majikannya itu.Ketika mereka berdua memasuki ruangan ICU, mereka bisa melihat kakek Hendra yang tertidur pulas dengan banyaknya peralatan medis melekat pada tubuhnya. Lalu Ardiansyah mengambil tempat duduk di samping tempat tidur kakeknya, kemudian menggenggam tangan kakek Hendra - menatap wajah sang kakek yang terpejam dengan tenang."Kakek, bertahanlah. Bukankah kakek ingin memiliki cicit?" Ardiansyah bertanya dengan suara pelan, seakan-akan sedang berbicara pada diri sendir
"Pasien tadi sudah meninggal, Tuan Muda," jawab sang asisten dengan suara bergetar."Meninggal?" Ardiansyah tidak yakin dengan pendengarannya sendiri."Ya," jawab asisten sang kakek.Menurut informasi yang diterimanya, pasien tadi mengeluarkan banyak cairan yang harus segera dibersihkan dari ruangan ICU. Itulah sebabnya, semua yang tidak ada kepentingan - selain itu medis, dilarang masuk.Dan untuk antisipasi para penunggu pasien yang keluarganya ada di ruang ICU, pihak rumah sakit menempatkan security yang berjaga di depan pintu masuk.Ardiansyah tak bisa berkata apa-apa. Ia terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Semua terasa begitu cepat terjadi, dan ia merasa dunianya teralihkan, bahwa ada pasien yang meninggal dan pasien itu tepat di ruang sebelah kakeknya."T-api, kakek baik-baik saja, kan?" Lidya mengkhawatirkan kondisi kakek Hendra."Ya, Tuan Besar dalam keadaan stabil, nona." Asisten pribadi sang kakek mengangguk."Lalu apa yang terjadi selanjutny
Asisten itu tersenyum dan mengangguk mengiyakan, tapi ia juga menggelengkan kepalanya perlahan-lahan."Maaf, Tuan Muda. Saya memang seorang dokter, tapi saya lebih baik menunggu di sini sebagai backup dan membiarkan tim medis di rumah sakit ini mengerjakan tugasnya. Saya sudah memberitahu, dan jika tim medis membutuhkan bantuan tambahan saya siap.""Hahhh, baiklah."Ardiansyah menarik napas panjang mendengar jawaban tersebut. Tapi ia tetap saja merasa cemas akan kondisi kakeknya. Sementara Lidya tetap terisak-isak, mengkhawatirkan kakek Hendra yang ada di ruangan ICU.Dengan sabar, Ardiansyah mencoba menenangkannya dengan mengelus-elus rambut istrinya. Membisikkan kata-kata supaya Lidya bisa lebih tenang."Sayang, semua akan baik-baik saja. Kita harus tetap kuat dan berdoa agar kakek cepat pulih, ya?" bujuk Ardiansyah lembut."Hiks, Ard ... hiks," isak Lidya tetap ada, sebab ia tidak bisa menahan tangisnya.Beberapa meni
Beberapa saat kemudian, Ardiansyah memutuskan untuk pergi ke ruang ICU sebentar untuk mengecek kondisi kakeknya secara langsung. Lidya masih tertidur, jadi ia pergi sendiri dan menitipkan istrinya pada perawat yang berjaga di luar ruangan.Setelah melewati beberapa ruangan, pria itu akhirnya sampai ke depan pintu ruang ICU. Seorang perawat meminta izin Ardiansyah untuk memastikan bahwa ia keluarga dari pasien yang ada di dalam ruangan."Ya, saya cucunya pasien atas nama Hendra Kusuma." Ardiansyah memperkenalkan diri."Oh, baiklah. Silahkan," ujar perawat memberikan izin.Kemungkinan perawat tersebut adalah petugas baru atau pergantian siff kerja, jadi tidak tahu jika Ardiansyah sudah beberapa kali datang ke ruang ICU ini.Setelah diberi izin, Ardiansyah masuk dan melihat kakek Hendra terbaring lemah di ranjang. Detak jantungnya terlihat stabil di mesin medis, meskipun tidak terlalu kuat. Kondisi kakeknya masih dalam keadaan kritis, tapi A
Beberapa saat setelah berjalan, Ardiansyah akhirnya masuk ke kantin rumah sakit bersama Ryan. Mereka memilih menu makanan yang mereka inginkan, lalu mencari tempat duduk di samping kana yang posisinya lebih ke sudut ruangan kantin.Kebetulan kantin sedang tidak begitu ramai, jadi mereka lebih leluasa untuk memilih tempat duduk. Dengan demikian, mereka bisa berbincang lebih santai tanpa gangguan dari pengunjung kantin."Bagaimana kabar yang lain setelah lulus SMA?" tanya Ardiansyah, membuka pembicaraan."Aku juga tidak begitu tahu, Ardi. Setelah lulus SMA, aku pergi ke Batam bersama orang tuaku. Jadi, kabar teman-teman juga aku tidak tahu. Hanya sesekali aku lihat mereka dari postingan di media sosial," ujar Ryan memberikan jawaban."Oh, sekarang kamu ada di Jakarta. Kapan sampai di Jakarta, atau kamu memang sudah tinggal di sini?" Ardiansyah kembali bertanya.Ryan tersenyum tipis, lalu sedikit memberikan informasi tentang perjalanan hidup