Lidya menarik nafas dalam-dalam, merasakan aroma yang familiar dari suaminya yang sedang memeluknya erat karena rasa bahagia mendengar keputusannya.
"Ard, aku merindukanmu," kata Lidya pada suaminya, sambil tersenyum malu-malu."Oh, sayang... Aku juga merindukanmu," ucap Ardiansyah sambil mencium bibir istrinya.Lidya tersenyum dan menyambut ciuman suaminya dengan lembut. Merasakan hembusan nafas dan sentuhan-sentuhan suaminya yang mulai bergerak dengan bebas keseluruhan bagian tubuhnya.Momen romantis dan intim akhirnya tak bisa dielakkan. Mereka menikmati kebersamaan tersebut dengan cara mereka sendiri, mengekplorasi beberapa titik yang sudah sangat mereka kenali untuk memuaskan satu sama lain.Setelah beberapa lama kemudian, sesi intim mereka selesai. Kini mereka saling berpelukan dan bersandar di atas tempat tidur. Ardiansyah memeluk Lidya dengan penuh kehangatan."Lidya, aku cinta kamu," ucap Ardiansyah dengan mengecup pucukKeesokan harinya, Lidya melakukan operasi. Sementara Ardiansyah dan kakek Hendra menemani sepanjang proses operasi tersebut. Mereka memohon kepada Yang Maha Kuasa agar semuanya berjalan dengan baik dan Lidya cepat pulih kembali.Setelah beberapa jam operasi, dokter keluar dari ruangan operasi dengan senyuman lega di wajahnya. Lalu Ardiansyah segera untuk mengetahui penjelasan yang akan diberikan dokter."Semuanya berjalan lancar dan nyonya Lidya sehat, hanya menunggu dia sadar pasca operasi. Kista telah berhasil diangkat tanpa ada komplikasi yang serius," kata dokter dengan senang."Hahhh ... syukurlah. Terima kasih, Dok."Ardiansyah merasa sangat senang mendengar kabar tersebut, lalu mengucapkan terima kasih atas kerja keras dokter. Setelah begitu lama menunggu dengan rasa khawatir tentang kondisi istrinya, kini ia bisa bernafas lebih lega.Di tempatnya duduk, kakek Hendra juga ikut tersenyum lega. Meskipun dia tidak mendengar secara lan
Ardiansyah hanya bisa mengangguk dengan tersenyum miris, mengingat semua yang terjadi saat ini hingga terlihat jelas ia tampak lelah. Dan itu tergambar di wajahnya. Tapi setidaknya ia masih bisa bernapas lega karena kakeknya itu masih bisa bertahan hidup. Tetapi di sisi lain, ia merasa bersalah dengan segala permasalahan yang menimpanya akhir-akhir ini.Ia berjalan perlahan-lahan menuju ke ruang ICU, diikuti oleh asisten pribadi kakek Hendra yang juga tampak khawatir dengan keadaan majikannya itu.Ketika mereka berdua memasuki ruangan ICU, mereka bisa melihat kakek Hendra yang tertidur pulas dengan banyaknya peralatan medis melekat pada tubuhnya. Lalu Ardiansyah mengambil tempat duduk di samping tempat tidur kakeknya, kemudian menggenggam tangan kakek Hendra - menatap wajah sang kakek yang terpejam dengan tenang."Kakek, bertahanlah. Bukankah kakek ingin memiliki cicit?" Ardiansyah bertanya dengan suara pelan, seakan-akan sedang berbicara pada diri sendir
"Pasien tadi sudah meninggal, Tuan Muda," jawab sang asisten dengan suara bergetar."Meninggal?" Ardiansyah tidak yakin dengan pendengarannya sendiri."Ya," jawab asisten sang kakek.Menurut informasi yang diterimanya, pasien tadi mengeluarkan banyak cairan yang harus segera dibersihkan dari ruangan ICU. Itulah sebabnya, semua yang tidak ada kepentingan - selain itu medis, dilarang masuk.Dan untuk antisipasi para penunggu pasien yang keluarganya ada di ruang ICU, pihak rumah sakit menempatkan security yang berjaga di depan pintu masuk.Ardiansyah tak bisa berkata apa-apa. Ia terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Semua terasa begitu cepat terjadi, dan ia merasa dunianya teralihkan, bahwa ada pasien yang meninggal dan pasien itu tepat di ruang sebelah kakeknya."T-api, kakek baik-baik saja, kan?" Lidya mengkhawatirkan kondisi kakek Hendra."Ya, Tuan Besar dalam keadaan stabil, nona." Asisten pribadi sang kakek mengangguk."Lalu apa yang terjadi selanjutny
Asisten itu tersenyum dan mengangguk mengiyakan, tapi ia juga menggelengkan kepalanya perlahan-lahan."Maaf, Tuan Muda. Saya memang seorang dokter, tapi saya lebih baik menunggu di sini sebagai backup dan membiarkan tim medis di rumah sakit ini mengerjakan tugasnya. Saya sudah memberitahu, dan jika tim medis membutuhkan bantuan tambahan saya siap.""Hahhh, baiklah."Ardiansyah menarik napas panjang mendengar jawaban tersebut. Tapi ia tetap saja merasa cemas akan kondisi kakeknya. Sementara Lidya tetap terisak-isak, mengkhawatirkan kakek Hendra yang ada di ruangan ICU.Dengan sabar, Ardiansyah mencoba menenangkannya dengan mengelus-elus rambut istrinya. Membisikkan kata-kata supaya Lidya bisa lebih tenang."Sayang, semua akan baik-baik saja. Kita harus tetap kuat dan berdoa agar kakek cepat pulih, ya?" bujuk Ardiansyah lembut."Hiks, Ard ... hiks," isak Lidya tetap ada, sebab ia tidak bisa menahan tangisnya.Beberapa meni
Beberapa saat kemudian, Ardiansyah memutuskan untuk pergi ke ruang ICU sebentar untuk mengecek kondisi kakeknya secara langsung. Lidya masih tertidur, jadi ia pergi sendiri dan menitipkan istrinya pada perawat yang berjaga di luar ruangan.Setelah melewati beberapa ruangan, pria itu akhirnya sampai ke depan pintu ruang ICU. Seorang perawat meminta izin Ardiansyah untuk memastikan bahwa ia keluarga dari pasien yang ada di dalam ruangan."Ya, saya cucunya pasien atas nama Hendra Kusuma." Ardiansyah memperkenalkan diri."Oh, baiklah. Silahkan," ujar perawat memberikan izin.Kemungkinan perawat tersebut adalah petugas baru atau pergantian siff kerja, jadi tidak tahu jika Ardiansyah sudah beberapa kali datang ke ruang ICU ini.Setelah diberi izin, Ardiansyah masuk dan melihat kakek Hendra terbaring lemah di ranjang. Detak jantungnya terlihat stabil di mesin medis, meskipun tidak terlalu kuat. Kondisi kakeknya masih dalam keadaan kritis, tapi A
Beberapa saat setelah berjalan, Ardiansyah akhirnya masuk ke kantin rumah sakit bersama Ryan. Mereka memilih menu makanan yang mereka inginkan, lalu mencari tempat duduk di samping kana yang posisinya lebih ke sudut ruangan kantin.Kebetulan kantin sedang tidak begitu ramai, jadi mereka lebih leluasa untuk memilih tempat duduk. Dengan demikian, mereka bisa berbincang lebih santai tanpa gangguan dari pengunjung kantin."Bagaimana kabar yang lain setelah lulus SMA?" tanya Ardiansyah, membuka pembicaraan."Aku juga tidak begitu tahu, Ardi. Setelah lulus SMA, aku pergi ke Batam bersama orang tuaku. Jadi, kabar teman-teman juga aku tidak tahu. Hanya sesekali aku lihat mereka dari postingan di media sosial," ujar Ryan memberikan jawaban."Oh, sekarang kamu ada di Jakarta. Kapan sampai di Jakarta, atau kamu memang sudah tinggal di sini?" Ardiansyah kembali bertanya.Ryan tersenyum tipis, lalu sedikit memberikan informasi tentang perjalanan hidup
"Sus, ada apa sebenarnya? Kenapa suster tampak cemas?" tanya Ardiansyah, mencoba untuk mencari tahu.Sejak memanggilnya, Ardiansyah melihat wajah perawat jaga yang terlihat cemas dan tergesa-gesa sehingga ini membuatnya juga ikut merasa khawatir. Ia mulai curiga dengan merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dan mungkin saja ada kejadian yang tidak diharapkan."Maaf, Pak. Saya hanya sedang mencari dokter agar dapat mengecek kondisi istri Pak Ardi," jawab perawat dengan suara yang terdengar gugup.Ardiansyah menyipitkan matanya - semakin curiga. Dia mulai merasakan detak jantungnya berdegup kencang - khawatir dengan keadaan sang istri.Tanpa menunggu jawaban dari perawat tersebut, Ardiansyah segera membuka pintu ruangan dengan cepat. Dan ternyata, di dalam ruangan rawat inap istrinya ada seorang pria berpakaian putih yang sedang berbicara dengan istrinya. Kemungkinan pria itu adalah seorang dokter - yang tadi dicari perawat.Tapi melihat Lidya yang terlihat cemas dan ketakutan - semen
"Ard, aku ..."Ardiansyah langsung memeluk istrinya yang masih merasa ketakutan. Meskipun semuanya sudah berlalu dan diatasi pihak km rumah sakit.Sekarang, Lidya kembali berbaring setelah lebih tenang, sementara Ardiansyah tetap duduk di sisi ranjang - menggenggam tangan istrinya."Kamu tenang, ya? Sudah sudah membaik," kata Ardiansyah, mencoba untuk menenangkan istrinya.Lidya tersenyum tipis dengan menganggukkan kepalanya, tapi tetap saja terlihat ketakutan setelah kejadian tadi. Dan itu gambar jelas di wajahnya."Jangan khawatir lagi, sayang. Semuanya sudah berakhir," ucap Ardiansyah untuk memberikan semangat pada istrinya."Tapi, aku takut Ard. Apakah ini semacam teror?" Lidya justru memiliki pemikiran lain tentang kejadian yang dialami - negatif thinking.Wanita itu tidak bisa menghilangkan perasaan cemas di dalam pikirannya, dari apa yang baru saja terjadi. Ia masih merasa takut dan khawatir jika ini akan terjadi lagi ke kemudian hari.Tapi Ardiansyah tentunya tidak ingin istr
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud
Setelah memanggil suaminya dan anaknya, Dina mengajak mereka untuk berkumpul di ruang makan dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tapi nyatanya, Lidya masih memikirkan masalah yang belum benar-benar selesai.Saat menyantap makanan, mereka makan dengan lahap tanpa banyak bicara atau pun bicarakan hal-hal yang tidak perlu. Baru setelah selesai menikmati makanan, Lidya bicara dan memberikan usulan setelah Rafael kembali bermain dengan Bu Rahma."Ard, bagaimana kalau kita pergi liburan sejenak saja? Agak jauh dari sini, tapi bukan ke villa. Ini supaya kita bisa menghilangkan rasa cemas dan tegang akhir-akhir ini," ucap Lidya sambil menatap suaminya."Emh, aku setuju, Lid. Kira-kira, kemana kita akan pergi?" tanya Ardiansyah - menanggapi usulan istrinya."Lihat saja nanti, Ard. Yang penting kita mencari tempat yang indah dan tenang untuk keluarga kita," ucap Lidya dengan senyumannya yang lembut."Ok," sahut Ardiansyah ikut tersenyum melihat istrinya yang bahagia.Mereka sepakat unt
"Hm ... aku belum yakin, Lid."Ardiansyah mengambil napas dalam-dalam, mencari jawaban atas pertanyaan istrinya. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak menyakiti orang yang tidak bersalah, apalagi asisten kakeknya itu sudah lama ikut bersama keluarga mereka - menjaga kesehatan kakek Hendra selama ini."Mungkin kita perlu memeriksa kamera pengintai yang tersembunyi di tempat-tempat penting di rumah ini, untuk mencari tahu siapa yang berusaha mencuri dokumen dan mencuri hadiah dari kakek," ujar Ardiansyah setelah memikirkan situasinya."Iya, itu ide bagus, Ard. T-api, bukannya di ruang baca kakek memang tidak ada kamera CCTV?" sahut Lidya dengan wajah tegang.Ardiansyah menghembuskan nafas panjang, lupa jika ruang baca tersebut merupakan ruang pribadi termasuk kamar tidur kakeknya. Jadi, pada saat ada pemasangan kamera CCTV untuk penjagaan pada waktu itu - dari kejahatan Beno, semua kamar tidur dan ruangan yang dianggap privasi memang tidak dipasangi ala
Sementara mereka mencari tahu siapa yang mencoba mencuri hadiah warisan dari kakek Hendra untuk mereka, berbagai praduga terus berputar di kepala Ardiansyah. Dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk berpikir ketika ia menyadari bahwa hal ini bisa jadi tidak berakhir dengan baik."Aku tidak tahu siapa yang mencoba merusak hadiah dari kakek. Tapi aku pikir ada orang terdekat yang telah memperhatikan kakek selama ini," ucap Ardiansyah, berpikir bahwa selama ini kakek Hendra tidak pernah berinteraksi secara intens dengan orang-orang, setelah memutuskan untuk tidak berkecimpung di dunia bisnis karena sakit-sakitan."Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Ard?" tanya Lidya dengan wajah yang penuh kebingungan."Apakah kita harus melapor ke polisi?" tanyanya lagi.Ardiansyah terdiam dan berpikir sejenak, mencari keputusan yang tepat untuk masalah ini - sebab tidak boleh gegabah dalam keadaan seperti ini."Sepertinya tidak perlu, Lidya. Aku tidak ingin hal ini diselesaikan dengan kekerasan