Besoknya, Ardiansyah pergi bersama dengan Lidya ke hotel pinggir kota yang sudah ditentukan. Tapi kali ini penampilan mereka berbeda dari biasanya, sebab Ardiansyah berpenampilan seperti Lidya, sedangkan Lidya berpenampilan seperti supir pribadi keluarga mereka.
Mereka sepakat untuk menyamar demi keamanan Lidya, saat bertemu dengan pria misterius yang selalu melakukan teror."Kamu yakin, Ard?" Lidya bertanya karena ragu dengan ide suaminya."Ya, asal kamu bisa berakting bagus seperti saat bermain peran. Bukankah kamu seorang artis?" Ardiansyah menemukan alasan agar istrinya tidak banyak bertanya."Ya, maaf. Aku malah membuatmu susah seperti ini," ucap Lidya yang merasa bersalah.Ardiansyah memeluk istrinya, memberikan rasa nyaman dan aman supaya lebih tenang. Hari ini mereka ingin menyelesaikan masalah yang datang menghantui Lidya, sebab dulunya tidak membagi masalahnya bersama dengan suaminya sejak awal.Tapi menurut Lidya, tindBeno tampak kesal. Ia tidak bisa menerima fakta bahwa Lidya tidak mencintainya dan akan selalu menjadi milik Ardiansyah."Tapi, Lidya. Aku bisa menghancurkan hidup kalian jika kamu tidak menuruti permintaanku. Ingat, aku punya banyak pengaruh dan kuasa," kata Beno dengan nada ancaman.Lidya merasa semakin tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia memandang ke arah suaminya, Ardiansyah, yang berdiri di sampingnya dengan tatapan tajam."Aku tidak akan pernah menyerahkan perusahaan Kusuma Group kepadamu, Beno. Dan aku siap menghadapi konsekuensi apapun yang akan kau berikan kepadaku," ucap Lidya dengan menantang.Beno mengernyitkan kening. Ia merasa semakin kesal dan tidak sabar untuk menghancurkan hidup Lidya."Aku akan membuat hidupmu hancur, Lidya. Kau akan menyesal telah menolak tawaranku," ucap Beno dengan nada tajam.Tiba-tiba, suara sirene polisi terdengar di luar kamar hotel. Lidya merasa lega dan langsung mengambil kepu
"Benarkah yang ada pada berita-berita tentang keluarga Beno? Ini bukan hoax, kan?" tanya Lidya terkejut."Aku juga kaget ragi, waktu beberapa staff membicarakan berita viral itu."Lidya dan Ardiansyah sama-sama terkejut saat mendengar berita tersebut. Mereka tidak menyangka bahwa tindakan Beno yang jumawa dan sesuka hatinya akan berdampak begitu besar pada keluarganya sendiri.Kekuasaan dan kekayaan menang tidak ada yang abadi, apalagi jika pemiliknya mengunakannya untuk kepuasan dan kepentingan pribadi."Lihatlah sekarang, dia menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri. Dia tidak pernah belajar dari kesalahan dan terus membuat permasalahan bagi dirinya dan orang lain," ucap Ardiansyah dengan nada kesal."Semoga dia kapok dan tidak mengulanginya lagi," ujar Lidya yang geram dengan tingkah laku Beno.Sebenarnya, Lidya juga merasa sedih mendengar nasib keluarga Beno yang kini harus menghadapi konsekuensi atas tindakan ayah Beno - buntut dari kakusnya Beno juga. Namun, ia juga mera
Setelah beberapa hari, Lidya dan Ardiansyah akhirnya bertemu dengan pengacara keluarga Beno. Pertemuan itu berlangsung pada hari Jumat di kantor pengacara di pusat kota. Berdasarkan surat yang mereka terima, keluarga Beno menuntutnya atas dugaan keterlibatan dalam pembobolan perusahaan keluarga Beno yang terjadi beberapa minggu yang lalu.Lidya dan Ardiansyah tidak menyangka bahwa mereka akan terlibat dalam masalah ini. Namun, pengacara keluarga Beno mengatakan bahwa ada bukti yang menunjukkan bahwa Lidya dan Ardiansyah memiliki keterlibatan dalam pembobolan perusahaan keluarga Beno."Lidya, apakah kamu tahu ini?" tanya Ardiansyah dengan nada sedih."Ini tidak mungkin. Kita tidak pernah melakukan pembobolan perusahaan mereka," ucap Lidya sambil menatap tajam pengacara keluarga Beno."Maaf, nona Lidya. Tapi kami harus mengikuti setiap bukti yang ada dalam kasus ini," jelas sang pengacara sambil menggelengkan kepalanya.Lidya dan Ardiansyah merasa sangat tertekan. Mereka tidak memiliki
Hari persidangan tiba. Lidya dan Ardiansyah bersama dengan pengacaranya telah bersiap-siap dengan matang. Mereka yakin bahwa bukti yang mereka miliki cukup kuat untuk membuktikan bahwa mereka tidak terlibat dalam kasus pembobolan perusahaan keluarga Beno.Lidya dan Ardiansyah menyusuri lorong menuju ruang sidang dengan langkah tegap, meski dalam hati mereka bergetar karena takut dihukum atas tuduhan yang tak mereka lakukan.Pengacaranya, Pak Bagus, berjalan di samping mereka, menenangkan pikiran mereka dengan kata-kata yang penuh keyakinan. Ketiganya tiba di ruang sidang dan melihat keluarga Beno beserta pengacaranya sudah menunggu di sana."Lihatlah, itu Lidya dan Ardiansyah! Mereka yang telah merugikan bisnis keluarga Beno!" teriak seorang anggota keluarga Beno yang berpakaian rapi.Wartawan yang memenuhi ruangan tersebut, langsung berdiri dan sesekali mengambil gambar Lidya dan Ardiansyah yang berdiri di depan pengadilan. Mereka menunggu hampir setengah jam sampai hakim masuk ke ru
"Aku memanggil kalian untuk berkumpul. Ada yang perlu kita bicarakan," jawab Kang Dika.Lidya dan Ardiansyah merasa penasaran tapi juga tidak nyaman. Namun, mereka tidak punya pilihan selain mengikuti Kang Dika.Kang Dika membawa mereka ke sebuah ruangan yang terletak di kawasan perumahan yang sepi. Kedua pekerja ini merasa gelisah dan takut."Apa maksudmu membawa kami ke sini?" tanya Lidya."Kami memiliki hutang lama yang harus dibayar," jawab Kang Dika."Hutang apakah itu?" tanya Ardiansyah dengan nada mendesak."Kalian berdua kelihatannya mengerti," sahut Kang Dika.Lidya dan Ardiansyah masih bingung dan tidak mengerti apa maksud Kang Dika."Apa maksudmu?" tanya Lidya dengan tak sabar."Maksudku adalah bahwa kalian berdua harus membayar hutang atas suatu kesalahan yang pernah kalian lakukan pada masa lalu," jawab Kang Dika.Lidya dan Ardiansyah kembali merasa takut dan bingung. Mereka mulai menyadari bahwa Kang Dika tidak hanya membawa mereka ke sini untuk sekedar bertemu."Apa yang
Setelah kasus dengan Beno selesai, Lidya dan Ardiansyah merasa hubungan mereka semakin mendalam. Mereka merasa bahwa mereka telah melewati banyak tantangan dan itu hanya membuat mereka lebih kuat.Meskipun awalnya mereka menikah hanya karena nikah kontrak atau sandiwara dan tidak saling "mencintai", tapi mereka "berhasil" terbuka untuk saling jatuh cinta satu sama lain seiring dengan berjalannya waktu. Mereka belajar untuk saling menghargai, saling mendukung, dan saling mencintai.Pada suatu malam, ketika mereka bersantai di rumah setelah makan malam, Ardiansyah merasa perlu membicarakan sesuatu dengan Lidya."Sayang, sudah lama kita menikah tapi belum pernah aku bilang padamu tentang perasaanku yang sesungguhnya," kata Ardiansyah serius."Apa itu, Ard? Ada apa?" tanya Lidya khawatir.Lidya merasa penasaran dan juga takut. Dia tidak tahu apa yang ingin dikatakan suaminya setelah merasa semuanya baik-baik saja."Aku mencintaimu, Lidya. Aku tahu awalnya aku tidak mencintaimu sedalam ini,
Akhirnya Ardiansyah menjelaskan pada kakeknya, bahwa ia ingin merayakan cinta mereka dengan berbulan madu. Mereka ingin melakukan perjalanan romantis ke luar negeri, sebab rencana yang dulu gagal.Lidya menambahkan bahwa mereka berdua belum pernah pergi berlibur bersama sejak menikah, dan mereka ingin memanfaatkan waktu luang mereka untuk membuat kenangan yang tak terlupakan.Kakek Hendra terlihat bingung untuk beberapa saat, kemudian ia tersenyum dan mengangguk."Baiklah cucuku, kalian harus menikmati hidup sebaik-baiknya. Tapi ada satu permintaan dari kakek, tolong bawa aku ke tempat ini juga," kata kakek Hendra sambil menunjukkan foto berwarna-warni dari sebuah objek wisata yang indah.Ardiansyah dan Lidya melihat foto itu dan sangat terkesan. Mereka berjanji untuk membawa kakek Hendra ke tempat itu juga ketika mereka pergi ke luar negeri."Ini adalah tempat yang ingin kakek kunjungi bersama mendiang nenekmu, tapi belum sempat dilakukan." Kakek Hendra menatap jauh seakan-akan menera
"Hahaha ... aku tentu bisa keluar dengan mudahnya, Ardiansyah. Kita bisa bicarakan semuanya dengan baik-baik, bukan?" tawar Beno dengan senyum sombong di wajahnya.Ardiansyah merasa marah dan kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi orang-orang yang dicintainya. Namun, ia tetap tenang dan berusaha menenangkan Lidya yang terlihat ketakutan."Jangan takut, sayang. Aku akan melindungi kamu," ucap Ardiansyah sambil menggenggam tangan Lidya erat-erat.Kakek Hendra juga terlihat tenang di sampingnya, mendukung apapun yang dilakukan oleh cucunya demi keselamatan mereka semua."Jangan khawatirkan aku, cucuku. Aku sudah tua dan siap untuk segala kemungkinan," katanya dengan suara lembut.Ardiansyah memandang Beno dengan tatapan tajam. "Apa yang kamu inginkan, Beno? Apakah kamu ingin meminta uang lagi?"Beno hanya tersenyum sinis. "Oh tidak, Ardiansyah. Aku sudah punya uangku sendiri sekarang. Yang aku inginkan hanyalah kado spesial dari Lidya.""Kado spesial apa?" tanya Ardians
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud
Setelah memanggil suaminya dan anaknya, Dina mengajak mereka untuk berkumpul di ruang makan dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tapi nyatanya, Lidya masih memikirkan masalah yang belum benar-benar selesai.Saat menyantap makanan, mereka makan dengan lahap tanpa banyak bicara atau pun bicarakan hal-hal yang tidak perlu. Baru setelah selesai menikmati makanan, Lidya bicara dan memberikan usulan setelah Rafael kembali bermain dengan Bu Rahma."Ard, bagaimana kalau kita pergi liburan sejenak saja? Agak jauh dari sini, tapi bukan ke villa. Ini supaya kita bisa menghilangkan rasa cemas dan tegang akhir-akhir ini," ucap Lidya sambil menatap suaminya."Emh, aku setuju, Lid. Kira-kira, kemana kita akan pergi?" tanya Ardiansyah - menanggapi usulan istrinya."Lihat saja nanti, Ard. Yang penting kita mencari tempat yang indah dan tenang untuk keluarga kita," ucap Lidya dengan senyumannya yang lembut."Ok," sahut Ardiansyah ikut tersenyum melihat istrinya yang bahagia.Mereka sepakat unt
"Hm ... aku belum yakin, Lid."Ardiansyah mengambil napas dalam-dalam, mencari jawaban atas pertanyaan istrinya. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak menyakiti orang yang tidak bersalah, apalagi asisten kakeknya itu sudah lama ikut bersama keluarga mereka - menjaga kesehatan kakek Hendra selama ini."Mungkin kita perlu memeriksa kamera pengintai yang tersembunyi di tempat-tempat penting di rumah ini, untuk mencari tahu siapa yang berusaha mencuri dokumen dan mencuri hadiah dari kakek," ujar Ardiansyah setelah memikirkan situasinya."Iya, itu ide bagus, Ard. T-api, bukannya di ruang baca kakek memang tidak ada kamera CCTV?" sahut Lidya dengan wajah tegang.Ardiansyah menghembuskan nafas panjang, lupa jika ruang baca tersebut merupakan ruang pribadi termasuk kamar tidur kakeknya. Jadi, pada saat ada pemasangan kamera CCTV untuk penjagaan pada waktu itu - dari kejahatan Beno, semua kamar tidur dan ruangan yang dianggap privasi memang tidak dipasangi ala
Sementara mereka mencari tahu siapa yang mencoba mencuri hadiah warisan dari kakek Hendra untuk mereka, berbagai praduga terus berputar di kepala Ardiansyah. Dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk berpikir ketika ia menyadari bahwa hal ini bisa jadi tidak berakhir dengan baik."Aku tidak tahu siapa yang mencoba merusak hadiah dari kakek. Tapi aku pikir ada orang terdekat yang telah memperhatikan kakek selama ini," ucap Ardiansyah, berpikir bahwa selama ini kakek Hendra tidak pernah berinteraksi secara intens dengan orang-orang, setelah memutuskan untuk tidak berkecimpung di dunia bisnis karena sakit-sakitan."Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Ard?" tanya Lidya dengan wajah yang penuh kebingungan."Apakah kita harus melapor ke polisi?" tanyanya lagi.Ardiansyah terdiam dan berpikir sejenak, mencari keputusan yang tepat untuk masalah ini - sebab tidak boleh gegabah dalam keadaan seperti ini."Sepertinya tidak perlu, Lidya. Aku tidak ingin hal ini diselesaikan dengan kekerasan