"Hahhh, syukurlah."
Lidya merasa campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega karena Ardiansyah menolak untuk menikah dengannya. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran karena situasi ini semakin rumit. Hatinya berdebar-debar tak menentu."Tapi, perkataan kakek Hendra juga benar. Jika aku menikah dengan Ardi, setidaknya aku bisa berlindung di bawah nama besarnya." Lidya, kembali bimbang."Hm, aku berharap kakek bisa mencari jalan keluar. Hanya kakek Hendra yang bisa aku andalkan saat ini," gumam gadis itu.Lidya duduk di balkon apartemennya, menatap gemerlap kota dari kejauhan. Perasaannya bercampur aduk."Kenapa aku merasa lega dengan penolakan Ardiansyah? Bukankah ini justru membuktikan bahwa aku tidak siap untuk pernikahan ini?" tanyanya dengan ragu."Apakah aku salah telah membayangkan sesuatu yang tak mungkin terjadi?" tanya gadis itu dalam kebingungannya.Ternyata, gadis itu juga merasa sedikit kecewa atas penolakan yang diterimanya. Ia merasa tidak pantas mendapatkan kebahagiaan dalam hal apapun.Lidya masih berdiri di depan jendela kamarnya, memandangi langit yang telah gelap sempurna. Pikirannya melayang ke masa lalu, teringat momen-momen manis bersama Ardiansyah sewaktu masih kecil dulu.Setiap kali mereka bertemu, Lidya selalu merasa kikuk dan takut untuk menunjukkan perasaannya."Mengapa aku tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku padanya?" gumam Lidya pada dirinya sendiri.Dia tahu betul bagaimana kondisi Ardiansyah yang jarang terbuka pada orang lain, terutama pada wanita. Status sosial dan kedekatannya dengan keluarganya menjadi penghalang besar dalam hati Lidya.Sebenarnya, Lidya menyukai Ardiansyah sejak lama tapi ia tidak ingin mengungkapkan perasaannya karena tahu bahwa Ardiansyah bukanlah orang yang mudah untuk diraih. Selain konglomerat, Ardiansyah juga anak dari majikan ayahnya yang kini telah sama-sama tiada karena kecelakaan maut."Apakah dia benar-benar tidak percaya padaku? Apakah dia sudah memutuskan sebelumnya?" pikir Lidya, hatinya remuk.Gadis itu merasa seperti diberi label penolakan tanpa ada kesempatan untuk membuktikan kejujurannya.Sementara itu - ditempat lain, Ardiansyah duduk sendiri di ruangannya. Pria itu merenungkan kembali keputusan yang dibuatnya, saat mendapatkan tawaran dari sang kakek.Keputusannya menolak pernikahan telah membuatnya merasa campur aduk. Kakeknya pasti merasa kecewa, tetapi dia tidak bisa memaksa dirinya untuk menikahi seseorang yang tidak dicintainya.Dalam keheningan, pikiran Ardiansyah melayang ke masa kecilnya bersama Kakek Hendro. Kebersamaan mereka yang penuh kasih dan pelajaran hidup yang berharga."Bagaimana aku bisa mengecewakan Kakek seperti ini?" pikir Ardiansyah, dengan perasaan bersalah yang menghantuinya."Atau, aku buat saja kesepakatan dengan gadis jelek itu?" gumam Ardiansyah, merasa telah menemukan jalan keluar.Pada kenyataannya, pikiran Lidya dan Ardiansyah bertabrakan dalam keraguan masing-masing. Mereka sama-sama terjebak dalam pertarungan batin, antara keinginan untuk memenuhi harapan orang lain dan keinginan untuk mengikuti hati mereka sendiri.Sementara itu, Ardiansyah masih duduk termenung di ruang kerjanya, merenungkan keputusannya yang membuatnya menolak pernikahan yang diatur oleh kakeknya. Dia merasa adanya sesuatu yang tidak terungkap, suatu perasaan yang selama ini ia sembunyikan."Mengapa aku selalu menjaga jarak? Apakah aku terlalu takut pada perasaanku sendiri?" Ardiansyah bertanya pada dirinya sendiri.Pria itu menyadari betapa sulitnya untuk membuka hatinya pada Lidya, takut akan konsekuensi dari hubungan yang melibatkan perbedaan status dan ekspektasi keluarga.Ardiansyah juga tidak bisa mengungkapkan perasaannya pada Lidya karena terlalu egois dan tidak menyukai latar belakang Lidya yang kerja dalam dunia keartisan."Ah, dunia artis itu bebas. Dia juga pasti begitu," tuduh Pria itu, menyapu rata."T-api, sejak dulu aku mengenalnya. Dan aku lihat ... dua bukanlah orang yang gampang terbujuk rayuan," gumam Pria itu yang mulai berpikir.Tapi cepat pria itu menggeleng. Menurutnya, gadis itu pasti sudah tidak virgin lagi atau gosip-gosip yang beredar bahwa Lidya ada main dengan produser ataupun sutradara itu benar. Hal itu yang membuatnya tidak bisa menerima tawaran kakeknya untuk menikah.Sekarang, pria itu membalikkan pesan dari Kakek Hendra di ponselnya. Di dalam hatinya, ada perasaan campur aduk yang sulit untuk diungkapkan. Dia telah terlalu lama memendam ketidaksetujuannya terhadap dunia keartisan, termasuk Lidya."Lidya pasti tidak sepolos yang terlihat. Bagaimana mungkin seseorang di dunia keartisan bisa bersih dari segala kontroversi?" pikir Ardiansyah dalam kebimbangan."Hm, sebaiknya aku bertemu dengan gadis jelek itu lebih dulu untuk sebuah kesepakatan." Ardiansyah tersenyum tipis, setelah menemukan jalan keluar."Awas saja jika ia menolak! Tapi, aku pikir dia tidak akan bisa menolaknya jika dalam keadaan seperti ini."Gosip-gosip tentang hubungan Lidya dengan produser atau sutradara telah mempengaruhi pandangannya terhadap kepribadian Lidya, yang sebenarnya sudah dikenalinya sejak kecil.Tapi demi sang kakek, Ardiansyah ingin bertemu dengan Lidya terlebih dahulu untuk berbicara secara khusus. Ia ingin membicarakan sesuatu hal yang penting terkait tawaran sang kakek untuk mereka.Di balik keputusan tersebut, Ardiansyah tidak ingin kakeknya tahu jika pembicaraannya dengan Lidya bukanlah membicarakan masa depan mereka dengan terjadinya pernikahan. Tapi Ardiansyah akan meminta pada Lidya supaya berpura-pura menikah dengannya, tapi dengan catatan dan perjanjian pernikahan yang hanya mereka saja yang tahu.***Sementara itu, Lidya masih saja terdiam di depan jendela kamarnya. Pikirannya terus menggali kenangan tentang Ardiansyah. Dia merasa kecewa, sakit atas penolakan tersebut saat menyadari betapa Ardiansyah tidak sepenuhnya menerima dirinya."Sialan kau, Ardi. Bisa-bisanya kau menolakku tanpa pertimbangan, atau setidaknya bertemu denganku terlebih dahulu!" geram gadis tersebut dengan rahang mengeras.Tapi gadis itu juga tampak tersenyum tipis, di saat ingat semua yang pernah ia lakukan bersama Ardiansyah di masa kecil mereka."Hahhh ... a-ku, rindu masa-masa kecil yang tanpa beban dewasa seperti sekarang."Namun, apa yang gadis itu tahu tentang prasangka yang Ardiansyah miliki tentangnya?"Lidya," ucap Ardiansyah dengan suara tegas, saat menyapa.Pria itu memasuki ruangan dengan langkah mantap, tatapannya serius saat dia duduk di depan Lidya. Sedangkan gadis tersebut merasakan tegangnya suasana, menunggu pembicaraan yang akan mereka lakukan."Aku tahu kakek Hendra ingin kita membicarakan pernikahan. Tapi, aku memiliki sebuah permohonan." Pria itu, berkata dengan sikapnya yang mendominasi."Permohonan?" Lidya memandang Ardiansyah dengan tatapan bingung."Aku ingin kita berdua berpura-pura menikah. Tapi hanya kita yang tahu bahwa ini hanyalah sandiwara. Kakekku tidak boleh tahu," ucap Ardiansyah dengan tegas, matanya menatap tajam ke arah Lidya.Lidya terkejut mendengar penjelasan yang diberikan oleh pria tersebut. Dia tidak pernah menyangka jika masalahnya justru semakin rumit seperti ini.Lidah gadis itu tiba-tiba kaku, seolah-olah susah untuk digerakkan untuk mengajukan pertanyaan guna meminta penjelasan yang lebih detail."Ber... berpura-pura menikah?" tanya Gadis it
"Apakah kamu tahu? Katanya ini pernikahan yang terburu-buru karena gosip-gosip tentang mempelai wanitanya," bisik salah satu tamu pada tamu yang lain."Serius? Aku pikir ini hanya desas-desus biasa saja," sahut tamu yang lain, dengan memalingkan wajah untuk melihat ke arah panggung pelaminan karena tertarik dengan perbincangan mengenai mempelai wanitanya."Tapi, sepertinya mereka berdua terlihat cukup bahagia di atas panggung, bukan? Terlepas dari semua itu." Tamu yang baru saja bergabung dalam percakapan, memberikan tanggapan.Meskipun terdapat desas-desus dan gosip-gosip seputar pernikahan mendadak Lidya dan Ardiansyah, para tamu tetap menikmati pesta resepsi dengan suasana yang meriah dan menyenangkan.Waktu itu, setelah kesepakatan bersama Lidya dengan Ardiansyah tercapai, atmosfer antara Lidya dan Ardiansyah menjadi tegang. Keduanya merasakan beban besar dari kesepakatan yang mereka buat, meskipun ini hanyalah sandiwara.Tapi pesta pernikahan juga langsung dirancang, dan semuanya
"Apa maksudmu? Kita baru saja menikah dan malam ini kita harus pergi berbulan madu?" tanya Lidya semakin gugup.Ardiansyah tidak menjawab. Ia hanya tersenyum misterius sembari menatap Lidya dengan tatapan tajam.Ia merasa semakin tidak nyaman dengan perasaan di dalam hatinya yang bercampur aduk. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya Ardiansyah pikirkan tentang pernikahan ini."Kita sudah berbicara tentang hal ini sebelumnya, Lidya," jawab Ardiansyah, masih dengan senyum misterius di wajahnya."Namun, aku tidak tahu persis ke mana kita akan pergi untuk berbulan madu," tambah pria dengan tampang datar tersebut.Lidya menggeleng kebingungan, ia merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini. Ia merasa tidak siap dan tidak mengerti apa yang sebenarnya akan terjadi. Ia berharap Ardiansyah akan memberikan kejelasan, tapi sayangnya, pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu hanya memberikan senyuman misterius.Ini membuat Lidya tidak ingin banyak bicara, karena hal itu menurutnya juga percu
"Dasar tak punya perasaan!" umpat Lidya kesal melihat pria itu mengacuhkannya.Gadis itu merasa resah. Ia baru saja mengetahui bahwa hadiah yang diberikan bukanlah hadiah dari suaminya untuk ulang tahunnya, melainkan hadiah dari kakek. Sementara Ardiansyah sendiri sudah masuk ke kamar mandi tanpa memberikan sepatah kata pun.Lidya terbaring di atas tempat tidur, ragu-ragu dengan apa yang harus dilakukannya. Ia tidak menyadari saat Ardiansyah sudah keluar dari kamar mandi dan sudah ada di sampingnya."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ardiansyah, membuat Lidya melompat ketakutan."Ah, kau membuatku kaget," ucap Lidya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada yang salah."Kau selalu berpura-pura, Lidya. Kamu pikir aku tidak tahu tentang gayamu yang liar dan bergonta-ganti pasangan?" tuduh pria itu dengan wajah meremehkan.Lidya merasa mulai tidak nyaman dengan perkataan Ardiansyah itu, ia merasa seperti dibidikkan pistol dan diambil hak pertanggungjawaban atas hal yang tidak pern
Beberapa saat kemudian, Lidya sudah keluar dari kamar mandi dengan mengunakan piyama tidur biasa. Ia berjalan dan duduk di sofa, berjauhan dengan Ardiansyah yang duduk di pinggir ranjang."Ehm, bagaimana... hari ini?" Lidya bertanya, mencoba memulai percakapan sebelum tidur."Sebagian besar terlalu berlebihan menurutku." Ardiansyah menjawab dengan suara dingin."Apa... apa yang seharusnya kita lakukan sekarang?" Lidya gugup, mencoba tersenyum untuk mengatasinya.Ardiansyah menatap dengan tajam, seakan-akan memberikan peringatan bahwa semuanya hanyalah akting sesuai dengan perjanjian mereka sebelumnya.Tanpa bicara lagi, Lidya menunduk. Ia merasa sangat tidak nyaman ada dalam situasi seperti ini. Keheningan mengisi ruangan, dan keduanya saling diam, namun suasana yang canggung justru semakin terasa."Kita hanya perlu berakting sesuai perjanjian, bukan? Tidak ada yang lebih." Ardiansyah tiba-tiba bicara - mengingatkan."Mungkin kita bisa... mulai belajar lebih dekat? Seperti dulu," lir
"Eghh, eh?"Lidya membuka matanya dan terkejut ketika merasakan ada tangan yang memeluk pinggangnya. Ia merasa seperti ada yang asing di sana.Hampir saja ia berteriak, tetapi kemudian teringat dengan sesuatu. Ini bukanlah tangan yang asing, tepatnya hanya tangan suaminya, Ardiansyah.Lidya memutar badannya untuk melihat wajah suaminya yang masih tertidur pulas. Lidya tersenyum sendiri dan bergumam sendiri."Andai semua terjadi, waktu itu ..."Dia memandangi suaminya yang terlihat sangat damai saat tidur. Darahnya mengalir dengan lebih hangat, dan Lidya mulai merasakan bahwa hatinya kembali tak karuan.Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, melihat bagaimana teman masa kecilnya itu tertidur dengan damai disisinya, sama seperti yang dulu sering mereka lakukan sewaktu masih kecil.Pernikahan ini hanya untuk kepentingan Ardiansyah yang didesak kakeknya, dan untuk dirinya sendiri, pernikahan ini akan menutupi gosip yang menimpanya sebagai artis yang sedang naik daun."Apakah pe
Setelah sarapan, Lidya dan Ardiansyah memutuskan untuk berjalan-jalan di taman villa mereka. Suasana di sana begitu tenang dan menenangkan."Kamu tau, aku sering membayangkan tentang kehidupan kita kalau dulu aku tidak pergi ke Belanda." Ardiansyah berbicara tiba-tiba, membuat Lidya terkejut.Lidya menoleh ke arah suaminya dan tersenyum. "Ya, meski begitu, aku merasa tidak menyesal dengan apa yang terjadi saat ini.""Haha, sungguh, kamu selalu bisa membuatku merasa seperti di masa kecil lagi." Ardiansyah menggandeng tangan Lidya pelan.Mereka berjalan beberapa saat, sambil bercanda dan tertawa bersama. Melupakan kejadian tadi dan sandiwara pernikahan mereka. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan lebat dan membuat mereka berlari ke paviliun di dekat kolam renang villa.Setelah menunggu sesaat, mereka berdua bisa merasa sedikit lega karena hujan mulai reda. Namun, tiba-tiba Lidya mengguncang-guncang badannya dan menggerakkan tangannya ke atas."Akhh, dinginnya!" teriak Lidya pelan."Hei,
Tapi begitu mereka sadar, keduanya kembali canggung. apalagi dalam keadaan basah seperti sekarang Lidya mengambil selembar tissue dari kotak tissue yang ada di atas meja dekat kolam renang dan mulai mengelap tubuhnya yang basah. Ardiansyah ikut mengambil tisu dan mengelap tubuhnya sendiri.Ada kecanggungan di antara mereka, seakan-akan suasana menjadi berubah setelah momen yang tadi."Lets go inside, kamu butuh mengganti bajumu." Ardiansyah memberi tahu Lidya."Mmm, iya." Lidya mengangguk dan mereka pun pergi ke dalam villa.Mereka menuju kamar tidur dan Ardiansyah membuka lemari baju Lidya, memilih baju untuk dibawa keluar. Tapi ia lupa jika Lidya tidak mempersiapkan baju saat bulan madu pura-pura ini.Tapi Pria itu segera ingat dengan beberapa paper bag yang entah ada di mana sekarang. Sebab saat itu, Lidya yang membereskan semuanya."Ku tak ada baju ganti, tapi beberapa paper bag kiriman kakek, pasti ada baju." Pria itu memberitahu."T-api ...""Kenapa?" tanya pria itu, memotong k
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud
Setelah memanggil suaminya dan anaknya, Dina mengajak mereka untuk berkumpul di ruang makan dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tapi nyatanya, Lidya masih memikirkan masalah yang belum benar-benar selesai.Saat menyantap makanan, mereka makan dengan lahap tanpa banyak bicara atau pun bicarakan hal-hal yang tidak perlu. Baru setelah selesai menikmati makanan, Lidya bicara dan memberikan usulan setelah Rafael kembali bermain dengan Bu Rahma."Ard, bagaimana kalau kita pergi liburan sejenak saja? Agak jauh dari sini, tapi bukan ke villa. Ini supaya kita bisa menghilangkan rasa cemas dan tegang akhir-akhir ini," ucap Lidya sambil menatap suaminya."Emh, aku setuju, Lid. Kira-kira, kemana kita akan pergi?" tanya Ardiansyah - menanggapi usulan istrinya."Lihat saja nanti, Ard. Yang penting kita mencari tempat yang indah dan tenang untuk keluarga kita," ucap Lidya dengan senyumannya yang lembut."Ok," sahut Ardiansyah ikut tersenyum melihat istrinya yang bahagia.Mereka sepakat unt
"Hm ... aku belum yakin, Lid."Ardiansyah mengambil napas dalam-dalam, mencari jawaban atas pertanyaan istrinya. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak menyakiti orang yang tidak bersalah, apalagi asisten kakeknya itu sudah lama ikut bersama keluarga mereka - menjaga kesehatan kakek Hendra selama ini."Mungkin kita perlu memeriksa kamera pengintai yang tersembunyi di tempat-tempat penting di rumah ini, untuk mencari tahu siapa yang berusaha mencuri dokumen dan mencuri hadiah dari kakek," ujar Ardiansyah setelah memikirkan situasinya."Iya, itu ide bagus, Ard. T-api, bukannya di ruang baca kakek memang tidak ada kamera CCTV?" sahut Lidya dengan wajah tegang.Ardiansyah menghembuskan nafas panjang, lupa jika ruang baca tersebut merupakan ruang pribadi termasuk kamar tidur kakeknya. Jadi, pada saat ada pemasangan kamera CCTV untuk penjagaan pada waktu itu - dari kejahatan Beno, semua kamar tidur dan ruangan yang dianggap privasi memang tidak dipasangi ala
Sementara mereka mencari tahu siapa yang mencoba mencuri hadiah warisan dari kakek Hendra untuk mereka, berbagai praduga terus berputar di kepala Ardiansyah. Dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk berpikir ketika ia menyadari bahwa hal ini bisa jadi tidak berakhir dengan baik."Aku tidak tahu siapa yang mencoba merusak hadiah dari kakek. Tapi aku pikir ada orang terdekat yang telah memperhatikan kakek selama ini," ucap Ardiansyah, berpikir bahwa selama ini kakek Hendra tidak pernah berinteraksi secara intens dengan orang-orang, setelah memutuskan untuk tidak berkecimpung di dunia bisnis karena sakit-sakitan."Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Ard?" tanya Lidya dengan wajah yang penuh kebingungan."Apakah kita harus melapor ke polisi?" tanyanya lagi.Ardiansyah terdiam dan berpikir sejenak, mencari keputusan yang tepat untuk masalah ini - sebab tidak boleh gegabah dalam keadaan seperti ini."Sepertinya tidak perlu, Lidya. Aku tidak ingin hal ini diselesaikan dengan kekerasan