"Apakah kamu tahu? Katanya ini pernikahan yang terburu-buru karena gosip-gosip tentang mempelai wanitanya," bisik salah satu tamu pada tamu yang lain.
"Serius? Aku pikir ini hanya desas-desus biasa saja," sahut tamu yang lain, dengan memalingkan wajah untuk melihat ke arah panggung pelaminan karena tertarik dengan perbincangan mengenai mempelai wanitanya."Tapi, sepertinya mereka berdua terlihat cukup bahagia di atas panggung, bukan? Terlepas dari semua itu." Tamu yang baru saja bergabung dalam percakapan, memberikan tanggapan.Meskipun terdapat desas-desus dan gosip-gosip seputar pernikahan mendadak Lidya dan Ardiansyah, para tamu tetap menikmati pesta resepsi dengan suasana yang meriah dan menyenangkan.Waktu itu, setelah kesepakatan bersama Lidya dengan Ardiansyah tercapai, atmosfer antara Lidya dan Ardiansyah menjadi tegang. Keduanya merasakan beban besar dari kesepakatan yang mereka buat, meskipun ini hanyalah sandiwara.Tapi pesta pernikahan juga langsung dirancang, dan semuanya diserahkan pada kakek Hendra yang punya banyak "tangan" hingga tak perlu waktu lama untuk sebuah pesta pernikahan yang meriah dan mewah ini bisa terwujud."Haha, ya memang. Aku rasa semuanya diatur untuk membuat drama yang luar biasa!" bisik yang lain, tapi dengan tekanan."Tapi, lihatlah suasana di sini. Acaranya begitu meriah, semuanya tampak menikmati pesta ini, yang tentunya ditunggu-tunggu semua orang.""Betul sekali. Terlepas dari semua spekulasi, pesta ini memang mengesankan. Semua terlihat begitu menyenangkan!"Para tamu saling bertukar pandangan setuju, meskipun mereka membicarakan desas-desus seputar pernikahan mendadak Lidya dengan Ardiansyah. Namun nyatanya, para tamu juga menikmati suasana pesta resepsi yang begitu meriah.Tapi mereka tetap saja membicarakan tentang gosip yang beredar tentang Lidya yang semakin santer terdengar. Bahkan, dari pihak produser yang digosipkan pacaran dengan Lidya, tidak juga memberikan klarifikasi.Sepertinya, gosip ini justru menaikkan pamor produser tersebut. Namun sayangnya, produser tersebut tidak memperhitungkan dampak negatif yang dialami Lidya."Jangan banyak mencampuri urusan pribadi, deh! Urus tuh, urusan kalian sendiri!" sindir seseorang yang sedang membicarakan gosip tentang Lidya."Iya, ih! Segitunya menggoreng berita ini." Yang lain, ikut menanggapi."Paling juga berita busuk dari orang lain yang iri pada Lidya!" ejek yang lain.Sejumlah tamu berusaha membela, mengklaim bahwa semua itu hanya fitnah yang tidak berdasar. Mereka menyerukan untuk tidak langsung percaya pada setiap gosip yang beredar, dan mendukung Lidya yang sekarang telah menikah dengan Ardiansyah.Namun, di sisi lain, sebagai tamu juga menyuarakan kekecewaan mereka. Mereka mencibir Lidya, menyatakan bahwa artis seharusnya bertanggung jawab atas tindakannya dan tak layak dihormati jika gosip-gosip itu benar.Apalagi dengan menikah dengan seorang CEO muda, yang tentunya memiliki banyak penggemar berat dengan harapan dipilih Ardiansyah sebagai pendamping."Ck! Gini amat pengen terkenal!" hujat tamu yang tidak suka."Iya, nih! Palingan buat naikin rating. Atau jangan-jangan ... emang sudah tidak laku?" sahut tamu lainnya.Komentar-komentar yang negatif terdengar cepat diantara para tamu, membuat ragam opini yang tidak konsisten terkait bisik-bisik yang tengah mencoreng nama Lidya.Sebuah polarisasi terlihat jelas di antara para tamu yang percaya pada integritas Lidya dan mereka yang langsung terpengaruh oleh gosip yang beredar, ditambah dengan pertanyaan para reporter yang memberikan pertanyaan kepada kedua mempelai.***Setelah acara resepsi selesai, suara musik perlahan mereda. Lidya dan Ardiansyah dikelilingi oleh tamu-tamu yang mengucapkan selamat dan berterima kasih atas undangannya.Seiring dengan langkah mereka yang beriringan, Lidya dan Ardiansyah berjalan menuju pintu keluar. Sorotan kamera dan kilatan lampu flash media mengiringi langkah mereka, menciptakan suasana yang hening namun penuh perhatian."Selamat ya, Tuan Ardiansyah!""Selamat untuk kalian berdua, semoga langgeng!""Terima kasih atas kedatangan dan doanya, semoga kalian semuanya juga berbahagia."Beberapa tamu terakhir menyampaikan ucapan selamat tinggal sambil memberikan senyuman kepada pasangan itu. Di luar, mobil pengantin sudah menunggu untuk membawa mereka ke rumah.Lidya mencoba tersenyum meskipun hatinya penuh dengan kebimbangan dan kekhawatiran. Ardiansyah, dengan sikapnya yang tenang, memberikan pandangan singkat ke arah Lidya sebelum mereka memasuki mobil.Mobil itu bergerak perlahan meninggalkan tempat acara. Suasana hening tercipta di dalam mobil, mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing, merenungkan apa yang akan terjadi selanjutnya setelah acara pernikahan yang rumit dan penuh drama itu selesai."Ehm, acara tadi... sungguh..." Lidya bergumam dengan suara ragu."Ya, sungguh melelahkan. Terlalu banyak orang, terlalu banyak kehebohan." Ardiansyah justru memotong dengan cepat.Momen perpisahan setelah acara resepsi membuat perasaan cemas dan bingung untuk Lidya, yang kini harus menghadapi situasi yang semakin rumit setelah pernikahannya dengan Ardiansyah.Lidya merasa cemas, karena ia akan menjadi istri dari seorang Ardiansyah. Seorang Pria yang pernah menjadi teman kecilnya, meskipun usia mereka terpaut lima tahun lebih tua darinya. "Ehm, benar. Dan, ehm, terima kasih atas... kerjasamanya hari ini." Lidya, mengucapkan terima kasihnya dengan buku gugup."Sama-sama." Ardiansyah menjawab dengan mengangguk singkat.Mereka berdua kembali terdiam, dan suasana canggung terasa sangat berat bagi Lidya. Tapi ternyata itu tidak terjadi pada Ardiansyah yang terlihat biasa saja.Atau, bisa jadi Ardiansyah juga merasakan hal yang sama. Tapi karena pria itu terbiasa menghadapi situasi yang sulit sekalipun, jadi tidak begitu tampak.Lidya melirik ke arah "suaminya" berpikir untuk memulai pembicaraan. Ia mencoba untuk memecahkan keheningan yang membuatnya merasa tidak nyaman."Apa... apa yang kita lakukan setelah ini?" tanyanya gugup."Well, menurut tradisi, kita harus pergi berbulan madu, bukan?" jawab Ardiansyah dengan balik bertanya, tapi senyuman miring terkesan memberikan ejekan."B-bulan madu? Apa... apa yang kau maksud?" tanya Lidya dengan melotot karena terkejut."Apa maksudmu? Kita baru saja menikah dan malam ini kita harus pergi berbulan madu?" tanya Lidya semakin gugup.Ardiansyah tidak menjawab. Ia hanya tersenyum misterius sembari menatap Lidya dengan tatapan tajam.Ia merasa semakin tidak nyaman dengan perasaan di dalam hatinya yang bercampur aduk. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya Ardiansyah pikirkan tentang pernikahan ini."Kita sudah berbicara tentang hal ini sebelumnya, Lidya," jawab Ardiansyah, masih dengan senyum misterius di wajahnya."Namun, aku tidak tahu persis ke mana kita akan pergi untuk berbulan madu," tambah pria dengan tampang datar tersebut.Lidya menggeleng kebingungan, ia merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini. Ia merasa tidak siap dan tidak mengerti apa yang sebenarnya akan terjadi. Ia berharap Ardiansyah akan memberikan kejelasan, tapi sayangnya, pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu hanya memberikan senyuman misterius.Ini membuat Lidya tidak ingin banyak bicara, karena hal itu menurutnya juga percu
"Dasar tak punya perasaan!" umpat Lidya kesal melihat pria itu mengacuhkannya.Gadis itu merasa resah. Ia baru saja mengetahui bahwa hadiah yang diberikan bukanlah hadiah dari suaminya untuk ulang tahunnya, melainkan hadiah dari kakek. Sementara Ardiansyah sendiri sudah masuk ke kamar mandi tanpa memberikan sepatah kata pun.Lidya terbaring di atas tempat tidur, ragu-ragu dengan apa yang harus dilakukannya. Ia tidak menyadari saat Ardiansyah sudah keluar dari kamar mandi dan sudah ada di sampingnya."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ardiansyah, membuat Lidya melompat ketakutan."Ah, kau membuatku kaget," ucap Lidya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada yang salah."Kau selalu berpura-pura, Lidya. Kamu pikir aku tidak tahu tentang gayamu yang liar dan bergonta-ganti pasangan?" tuduh pria itu dengan wajah meremehkan.Lidya merasa mulai tidak nyaman dengan perkataan Ardiansyah itu, ia merasa seperti dibidikkan pistol dan diambil hak pertanggungjawaban atas hal yang tidak pern
Beberapa saat kemudian, Lidya sudah keluar dari kamar mandi dengan mengunakan piyama tidur biasa. Ia berjalan dan duduk di sofa, berjauhan dengan Ardiansyah yang duduk di pinggir ranjang."Ehm, bagaimana... hari ini?" Lidya bertanya, mencoba memulai percakapan sebelum tidur."Sebagian besar terlalu berlebihan menurutku." Ardiansyah menjawab dengan suara dingin."Apa... apa yang seharusnya kita lakukan sekarang?" Lidya gugup, mencoba tersenyum untuk mengatasinya.Ardiansyah menatap dengan tajam, seakan-akan memberikan peringatan bahwa semuanya hanyalah akting sesuai dengan perjanjian mereka sebelumnya.Tanpa bicara lagi, Lidya menunduk. Ia merasa sangat tidak nyaman ada dalam situasi seperti ini. Keheningan mengisi ruangan, dan keduanya saling diam, namun suasana yang canggung justru semakin terasa."Kita hanya perlu berakting sesuai perjanjian, bukan? Tidak ada yang lebih." Ardiansyah tiba-tiba bicara - mengingatkan."Mungkin kita bisa... mulai belajar lebih dekat? Seperti dulu," lir
"Eghh, eh?"Lidya membuka matanya dan terkejut ketika merasakan ada tangan yang memeluk pinggangnya. Ia merasa seperti ada yang asing di sana.Hampir saja ia berteriak, tetapi kemudian teringat dengan sesuatu. Ini bukanlah tangan yang asing, tepatnya hanya tangan suaminya, Ardiansyah.Lidya memutar badannya untuk melihat wajah suaminya yang masih tertidur pulas. Lidya tersenyum sendiri dan bergumam sendiri."Andai semua terjadi, waktu itu ..."Dia memandangi suaminya yang terlihat sangat damai saat tidur. Darahnya mengalir dengan lebih hangat, dan Lidya mulai merasakan bahwa hatinya kembali tak karuan.Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, melihat bagaimana teman masa kecilnya itu tertidur dengan damai disisinya, sama seperti yang dulu sering mereka lakukan sewaktu masih kecil.Pernikahan ini hanya untuk kepentingan Ardiansyah yang didesak kakeknya, dan untuk dirinya sendiri, pernikahan ini akan menutupi gosip yang menimpanya sebagai artis yang sedang naik daun."Apakah pe
Setelah sarapan, Lidya dan Ardiansyah memutuskan untuk berjalan-jalan di taman villa mereka. Suasana di sana begitu tenang dan menenangkan."Kamu tau, aku sering membayangkan tentang kehidupan kita kalau dulu aku tidak pergi ke Belanda." Ardiansyah berbicara tiba-tiba, membuat Lidya terkejut.Lidya menoleh ke arah suaminya dan tersenyum. "Ya, meski begitu, aku merasa tidak menyesal dengan apa yang terjadi saat ini.""Haha, sungguh, kamu selalu bisa membuatku merasa seperti di masa kecil lagi." Ardiansyah menggandeng tangan Lidya pelan.Mereka berjalan beberapa saat, sambil bercanda dan tertawa bersama. Melupakan kejadian tadi dan sandiwara pernikahan mereka. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan lebat dan membuat mereka berlari ke paviliun di dekat kolam renang villa.Setelah menunggu sesaat, mereka berdua bisa merasa sedikit lega karena hujan mulai reda. Namun, tiba-tiba Lidya mengguncang-guncang badannya dan menggerakkan tangannya ke atas."Akhh, dinginnya!" teriak Lidya pelan."Hei,
Tapi begitu mereka sadar, keduanya kembali canggung. apalagi dalam keadaan basah seperti sekarang Lidya mengambil selembar tissue dari kotak tissue yang ada di atas meja dekat kolam renang dan mulai mengelap tubuhnya yang basah. Ardiansyah ikut mengambil tisu dan mengelap tubuhnya sendiri.Ada kecanggungan di antara mereka, seakan-akan suasana menjadi berubah setelah momen yang tadi."Lets go inside, kamu butuh mengganti bajumu." Ardiansyah memberi tahu Lidya."Mmm, iya." Lidya mengangguk dan mereka pun pergi ke dalam villa.Mereka menuju kamar tidur dan Ardiansyah membuka lemari baju Lidya, memilih baju untuk dibawa keluar. Tapi ia lupa jika Lidya tidak mempersiapkan baju saat bulan madu pura-pura ini.Tapi Pria itu segera ingat dengan beberapa paper bag yang entah ada di mana sekarang. Sebab saat itu, Lidya yang membereskan semuanya."Ku tak ada baju ganti, tapi beberapa paper bag kiriman kakek, pasti ada baju." Pria itu memberitahu."T-api ...""Kenapa?" tanya pria itu, memotong k
"Apa harus begini?" gumam Lidya bertanya pada dirinya sendiri."Kamu tanya apa?" tanya Ardiansyah, yang mendengar gumaman tidak jelas dari istrinya.Lidya dan Ardiansyah duduk berhadapan di meja makan, membuat Lidya merasa sedikit gugup. Ini adalah makan malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri, sebab kemarin malam mereka baru sampai dan langsung beristirahat.Lidya memainkan makanannya, mengambil beberapa suap tanpa benar-benar merasakan apa pun, sementara Ardiansyah membersihkan kerongkongannya dengan air minum sebelum berbicara lagi."Jadi, Lidya, bagaimana kalau kamu menyesuaikan diri dengan kehidupan barumu sebagai istriku?" Ardiansyah bertanya dengan asal - sebab pertanyaan yang tadi tidak dijawab."Sejujurnya, aku agak keberatan. Aku belum pernah menikah sebelumnya, dan aku tidak tahu apa yang diharapkan dari pernikahan ini." Lidya menatap Ardiansyah dari makanannya - tatapan ragu."Apakah kau menyesal?" Ardiansyah kembali bertanya.Gadis itu hanya tersenyum tipis lalu
"Lidya, hati-hati!" kata Ardiansyah sambil memeluknya erat.Lidya merasa hangat dan aman dalam pelukan suaminya, meskipun awalnya dia merasa risih."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ardiansyah dengan wajah cemas."Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih karena menolongku," ujar Lidya, memandang suaminya dengan tatapan yang lembut. Tapi langsung menundukkan wajahnya karena malu."Lupakan saja hal itu. Aku khawatir kamu terluka. Bagaimana kalau kita ke rumah sakit untuk periksa?" Ardiansyah masih merasa khawatir."Tidak! Tidak perlu," jawab Lidya panik.Gadis itu merasa sangat ceroboh karena melamun saat naik tangga hingga hampir terjatuh. Tapi ia juga merasa senang karena bisa melihat sikap Ardiansyah yang masih memiliki simpati dan perhatian padanya.Tapi jika diingat-ingat, Lidya tadi melihat Ardiansyah sudah berjalan terlebih dahulu dibandingkan dirinya. Lalu, bagaimana caranya Ardiansyah berada di belakangnya tadi?
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud
Setelah memanggil suaminya dan anaknya, Dina mengajak mereka untuk berkumpul di ruang makan dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tapi nyatanya, Lidya masih memikirkan masalah yang belum benar-benar selesai.Saat menyantap makanan, mereka makan dengan lahap tanpa banyak bicara atau pun bicarakan hal-hal yang tidak perlu. Baru setelah selesai menikmati makanan, Lidya bicara dan memberikan usulan setelah Rafael kembali bermain dengan Bu Rahma."Ard, bagaimana kalau kita pergi liburan sejenak saja? Agak jauh dari sini, tapi bukan ke villa. Ini supaya kita bisa menghilangkan rasa cemas dan tegang akhir-akhir ini," ucap Lidya sambil menatap suaminya."Emh, aku setuju, Lid. Kira-kira, kemana kita akan pergi?" tanya Ardiansyah - menanggapi usulan istrinya."Lihat saja nanti, Ard. Yang penting kita mencari tempat yang indah dan tenang untuk keluarga kita," ucap Lidya dengan senyumannya yang lembut."Ok," sahut Ardiansyah ikut tersenyum melihat istrinya yang bahagia.Mereka sepakat unt
"Hm ... aku belum yakin, Lid."Ardiansyah mengambil napas dalam-dalam, mencari jawaban atas pertanyaan istrinya. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak menyakiti orang yang tidak bersalah, apalagi asisten kakeknya itu sudah lama ikut bersama keluarga mereka - menjaga kesehatan kakek Hendra selama ini."Mungkin kita perlu memeriksa kamera pengintai yang tersembunyi di tempat-tempat penting di rumah ini, untuk mencari tahu siapa yang berusaha mencuri dokumen dan mencuri hadiah dari kakek," ujar Ardiansyah setelah memikirkan situasinya."Iya, itu ide bagus, Ard. T-api, bukannya di ruang baca kakek memang tidak ada kamera CCTV?" sahut Lidya dengan wajah tegang.Ardiansyah menghembuskan nafas panjang, lupa jika ruang baca tersebut merupakan ruang pribadi termasuk kamar tidur kakeknya. Jadi, pada saat ada pemasangan kamera CCTV untuk penjagaan pada waktu itu - dari kejahatan Beno, semua kamar tidur dan ruangan yang dianggap privasi memang tidak dipasangi ala
Sementara mereka mencari tahu siapa yang mencoba mencuri hadiah warisan dari kakek Hendra untuk mereka, berbagai praduga terus berputar di kepala Ardiansyah. Dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk berpikir ketika ia menyadari bahwa hal ini bisa jadi tidak berakhir dengan baik."Aku tidak tahu siapa yang mencoba merusak hadiah dari kakek. Tapi aku pikir ada orang terdekat yang telah memperhatikan kakek selama ini," ucap Ardiansyah, berpikir bahwa selama ini kakek Hendra tidak pernah berinteraksi secara intens dengan orang-orang, setelah memutuskan untuk tidak berkecimpung di dunia bisnis karena sakit-sakitan."Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Ard?" tanya Lidya dengan wajah yang penuh kebingungan."Apakah kita harus melapor ke polisi?" tanyanya lagi.Ardiansyah terdiam dan berpikir sejenak, mencari keputusan yang tepat untuk masalah ini - sebab tidak boleh gegabah dalam keadaan seperti ini."Sepertinya tidak perlu, Lidya. Aku tidak ingin hal ini diselesaikan dengan kekerasan