POV SALMA
"Sal, aku anterin aja, gimana? ucap Daffa menatapku.
"Gak usah, Daff, aku bawa motor, tuh," ujarku dengan menunjuk motor yang berada di garasi Rani.
"Biar aja disini dulu, aku pengen kenalan sama Sania. Iya gak sayang, mau gak pulang sama Om ganteng?" tanya Daffa pada Sania yang sepertinya terlihat senang.
"Jangan, Daff, aku gak enak ah. Gapapa kita pulang sendiri aja," ujarku pada Daffa.
Sungguh rasanya sangat tak nyaman. Apalagi kalo diantar sampai rumah, apa kata Ibu dan Fera nanti. Walaupun
Bab : 34. Rama Kalang KabutPOV SALMA"Sal, tolong ini ditaruh di kamarmu. Disini tikusnya serem, rakus lagi!" ujar Mama sambil menyodorkan beberapa kantong buah, dan donat yang tinggal satu box. Lantas aku segera menerimanya dan bergegas masuk ke kamar."Maafkan anak saya, Bu besan," ujar Ibu. Mungkin Ibu malu."Ah, tak apa, Bu. Biar nanti saya belikan lagi untuk Sania cucuku. Biasalah, Salma itu kan lama banget gak berkunjung ke rumah, Papanya sampai kangen. Apalagi sekarang sedang sibuk-sibuknya, niatnya juga untuk mengajak Salma kesana, Bu," ujar Mama manis. Aku yang baru dari kamar lantas duduk di sebelah Mama.
Bab : 35. Pengusiran Massal.POV SALMA"Gak bisa seperti itu, Ma. Sampai detik ini aku masih suami Salma. Mama tak bisa seenaknya mengusirku dari sini. Mama mau setiap langkah Salma dikutuk oleh malaikat lantaran telah berbuat kurang ajar pada suaminya? Karena aku gak ridho, Ma!" ujar Mas Rama.Mama terlihat mengepalkan tangannya, begitu juga aku yang sangat geram mendengar ucapan Mas Rama kali ini. Kulihat Fera dan Ibu nampak tersenyum puas melihat Mas Rama bisa berdalih. Sedangkan Pak RT hanya menggelengkan kepala melihat ucapan Mas Rama."Jangan ngomong sok bijak di depanku. Kamu sendiri sebagai suami, apa yang bisa kamu lakukan pada Salma selain menyakitinya. Se
Bab : 36. Tempat Tinggal BaruPOV RAMAAku berjalan gontai mengikuti langkah Pak RT. Nampak Ibu menuntun Fera yang masih tertawa gak jelas. Pak RT membantuku membawa barang-barang yang ingin aku bawa malam ini. Ya, mau tak mau kita semua terpaksa menempati kontrakan yang ditawarkan oleh Pak RT untuk istirahat malam ini."Pak Rama, yang sabar ya," ujar Pak RT sambil mengusap punggungku.Aku hanya mengangguk lemah. Memang sekarang aku jadi menyedihkan seperti ini."Pak RT aja mengasihaniku, terus kenapa hatimu seperti mati, Sal?" Batinku bingung dengan jalan pikiran Salma.
Bab : 37. Penangkapan Fera"Cepat tangkap sekarang juga, Pak. Karena saya sudah menyerahkan bukti. Saya siap memperkarakan dia di pengadilan!" ucap seseorang dari arah sana yang membuat jantungku berdetak tak karuan. Ya, ternyata Mama sudah berdiri disini untuk menangkap Fera.Polisi berjaket hitam itu menyuruh salah satu temannya masuk ke dalam untuk menangkap Fera. Lantas membawa Fera dengan paksa keluar rumah. Ibu yang melihat Fera ditangkap paksa menjerit histeris. Tapi anehnya Fera malah tertawa terbahak-bahak hingga membuatku merinding."Ha ha ha … kalian semua gak tahu ya, kalau aku lebih cantik dari Mbak Salma. Mbak Salma wanita tak tahu diri itu gak ada apa-apanya sama aku. Coba aja suruh ngaca, pasti n
Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik IbukuBab : 38. Mulai NgutangKulaju motor ini dengan sangat kencang. Entahlah, kemana angin akan membawa hati yang sudah hancur ini. Aku hanya mengikutinya.Aku tak pernah melihat Salma tersenyum manis seperti itu padaku. Tapi tadi jelas kulihat dia dengan pria asing saling melempar tawa. Benar-benar tak habis pikir, disaat keluargaku menderita Salma malah bahagia dan tertawa dengan orang lain.Dan lebih pedihnya, dengan seorang cowok yang melihatnya dengan pandangan tak biasa. Aku tahu tatapan itu adalah tatapan cinta. Pengacara tapi sok ganteng. Walaupun dia masih muda, tapi tetap saja masih kalah jauh denganku. Jelaslah masih gantengan aku kemana-man
Bab : 39. Kehilangan Pekerjaan.Akhirnya sampai juga setelah membawa motor dengan ngebut. Setelah motor terparkir dengan manis, lantas aku berjalan menuju kantor dengan hati yang berdetak tak karuan. Mau bertemu dengan Pak Hendi aja rasanya seperti mau perang dalam pertempuran besar. Entahlah, rasa takut dan firasat buruk selalu menghantui sejak tadi.Tok tok tok ….Kuketuk pintu ruangan yang bertuliskan ruang direktur ini dengan hati yang berdebar-debar."Masuk!"Terdengar suara dari dalam ruangan, yang sepertinya itu suara Pak Hendi. Lantas kuputar handle pintu dan masuk menemui Pak Hendi.
Bab : 40. Selalu Bikin UlahAku menatap tajam ke arah Ibu yang nampak gelagapan karena ketakutan. Sedangkan Mak Warsih nampak melotot dengan berkacak pinggang di depanku."Duh, Bu, kenapa selalu bikin ulah sih," ucapku yang pusing dengan kelakuan Ibu yang sepertinya tak ada habisnya. Namun Ibu cuek saja mendengar perkataanku."Mak, tolong sabar dulu. Nanti pasti kubayar, tapi nanti ya, Mak. Untuk saat ini saya belum ada uang," ucapku berusaha meredam emosi Mak Warsih. Rasanya sungguh malu membahas hutang Ibu yang belum mampu kubayar ini. Apalagi mulai jadi tontonan Ibu-ibu disini."Nah, gitu kan enak, jadi jelas ini hutang arahnya kemana. Iya meman
Bab : 41. Beradu Mulut.Aku masuk ke tengah-tengah kerumunan, lantas menarik tangan Ibu yang sedang beradu mulut dengan Bu Siti. Namun sebelum pulang aku harus meminta kejelasan pada Bu Siti. Dan ingin meminta maaf dengan Bu Siti jika Ibu yang salah. Tapi feelingku mengatakan Ibu lah yang salah. Kalau bertanya sama Ibu, jelas banyak gak nyambungnya. Dan jelas akan selalu membela diri dan selalu merasa benar."Maaf, Bu Siti, sebenarnya ada masalah apa?" tanyaku setelah semua terdiam. Ya, Ibu langsung diam ketika aku datang, dan otomatis Bu Siti juga diam hingga tak ada lagi suara beradu mulut."Bagus deh kamu segera datang. Aku kasih tau ya, Ibumu kesini ngomongnya mau belanja, giliran barang udah dihitung semua katanya