Kelihatan berbinar sekali muka Ibu. Sungguh, perubahan Ibu kali ini membuatku sangat bahagia. Apakah ini akan menjadi awal yang baik?
"Lah, kok aku? Gak mau ah, Bu! Aku disuruh bersih-bersih di rumah ini emangnya aku pembantu?" ucap Fera lantang. Matanya nampak melotot. Aku sendiri gemes dengan Fera yang beda jauh dengan Salma.
"Fera, kamu harus bisa mengambil hati Salma. Lihatlah, selama ini Salma sendiri yang membersihkan rumah. Apa kamu membantunya? Gak kan? Udah jangan membantah, pokoknya kamu kerjakan perintah Ibu. Salma itu rapi, kamu harus bisa mengikutinya, Ibu mau masak!" titah Ibu sambil berlalu kedapur.
Fera yang merasa tak punya pilihan la
Bab : 26Seketika tubuhku terasa membeku. Apalagi yang akan direncanakan Ibu kali ini."Bu, mendingan Ibu segera mandi deh. Udah sore juga, sebentar lagi Salma juga pulang!" ucapku mengalihkan pembicaraan. Ngeri sekali melihat tatapan Ibu ketika bicara tadi.Nampak Ibu menghela nafas panjangnya. Mungkin untuk menghilangkan beban di dalam sana. Sebegitu terpuruknya Ibu sampai susah untuk dilupakan. Apa belum cukup bentuk pengabdianku untuk menghilangkan luka lamamu, Bu?"Ibu sekarang jangan mikir aneh-aneh, Bu. Lupakan yang sudah terjadi. Nikmatilah hidup Ibu sekarang," ujarku pada Ibu.Sungguh, jika Ibu mengingat masa lalu pasti ujung-ujungnya melamun
Bab : 27"Kurang apalagi sih, Sal? Batinku mulai memberontak. Kenapa susah sekali meyakinkanmu?"Sudah-sudah, mendingan kita makan dulu. Kalian udah pada laper kan? Kita sengaja lo, Sal, belum pada makan karena nungguin kamu. Kita pengen makan bareng sama kamu," ucap Ibu sembari menata piring di depan Salma dan Rani."Ayo, makanlah! Ini murni masakan Ibu sendiri kok!" ucap Ibu manis, berharap mantunya segera luluh dan makan masakan Ibu.Aku pun melihatnya dengan penuh harap. Berharap ini awal yang baik buat rumah tangga kami dan Ibu juga adikku tentunya."Tunggu! coba ibu dulu yang makan, Ibu ma
Bab : 28. Gara-gara warisan.POV SALMAMas Rama kelihatan tak berkutik saat aku mengingat kesusahanku kemarin. Sungguh, rasanya gemas sekali mendengar ucapannya tadi. Katanya senang jika aku senang, apalagi sampai mendapat uang dari Mama. Lalu disaat aku susah? Ah, aku tak mau mengingatnya lagi. Semakin ku ingat rasanya semakin sakit hati ini.Apa jangan-jangan, Ibu berubah karena aku akan mendapat warisan? Apalagi tadi Mama menelpon Mas Rama. Aku juga tak tau apa yang Mama katakan dengan Mas Rama. Tapi sepertinya mereka berubah gara-gara ini. Aku harus memancing Mas Rama, seperti apa reaksinya."Mama tahu posisi kerjamu bagus, Mas. Sedangkan aku sudah mulai kerja sekarang. Dan kamu tahu persis kan, aku tidak pernah
Bab : 29.POV SALMA"Biantara?" gumamku pelan.Kuraih hapeku lalu mencari nama yang ingin ku hubungi saat ini. Ya, aku ingin menelpon Rani sekarang. Aku harus ketemu yang namanya Biantara ini besok. Semoga Rani bisa membantuku untuk bertemu dengan Pak Biantara. Aku harus segera melepaskan diri dari keluarga benalu yang pelan-pelan akan menggerogotiku saat ini."Hai, Ran, udah tidur belum?" ucapku pada Rani setelah telepon diangkat olehnya."Belum, Say, gimana? Kamu baik-baik aja kan? Kok suaramu serak gitu?" ujar Rani. Aku hanya menghela nafas panjang mendengar pertanyaan Rani."Sal, kamu, oke?" tanya Rani
Bab : 30. Bertemu Pak BiantaraAku tak mau mengambil resiko. Ibu tahu hari ini Mama akan datang kesini. Dan saat ini aku sedang janjian dengan Pak Biantara. Lebih baik aku segera pergi dari sini. Kutinggal Ibu yang mematung di depan kamarku, lalu ku tuntun Sania keluar dari kamar dan melewati Ibu yang bengong memperhatikanku."Bu, aku berangkat dulu. Soalnya ada hal penting yang akan ku-urus. Ibu sarapan aja dulu," ucapku pelan sambil melangkah keluar tempat motor kesayangan berada."Hargailah sedikit masakan Ibu, Sal. Ibu dah capek-capek masak lo, pagi ini, kok malah diabaikan," ucap Ibu yang kelihatan sewot."Iya, Mbak Salma ini gimana, sih? Ibu lo, udah ber
Bab : 31. Daffa BiantaraTes.Segera ku-usap air mata yang dengan sialnya lolos tanpa bisa dicegah."Kalian … saling kenal?" tanya Mas Haikal.Daffa seolah tergagap menyadari pertanyaan Mas Haikal. Lantas dia menghampiri Mas Haikal yang kebingungan dari tadi."Hai, bro, gimana?" tanya Daffa pada Mas Haikal sambil bersalaman gaya mereka. Namun dengan cepat tangan Daffa mengusap matanya yang nampak berkaca."Alhamdulillah. Lo juga, sekarang gimana, udah ada perkembangan? Apa masih jadi jomblowan sejati?" canda Mas Haikal. Namun Daffa han
Bab : 32. Masa Lalu Yang MenyakitkanDalam perjalanan hanya diam membisu yang menemani. Ruang dalam mobil ini sangatlah dingin, namun tidak dengan hatiku. Dan rasa lega seketika menghinggapi setelah kita sampai di depan rumah Rani. Ya, sepanjang perjalanan yang tak seberapa jauh ini terasa sangat lama bagiku.Aku bernafas lega ketika mobil berhenti. Dan ketika ingin turun, Daffa mencekal pergelangan tanganku. Seketika jantungku berpacu cepat melihatnya seperti ini, walaupun tak kupungkiri ada rasa yang berdesir halus di dalam sini. Namun aku sadar, saat ini keadaan sudah berbeda.Aku harus segera keluar dari situasi yang tak biasa ini. Namun ketika ingin melepaskan, cekalannya semakin kuat. Nampak sekali tatapannya sangat sendu, hingga membuat matanya berkaca-kaca.
Bab : 33. Ketika Hati Dan Pikiran BerperangPOV SALMA"Sal, aku anterin aja, gimana? ucap Daffa menatapku."Gak usah, Daff, aku bawa motor, tuh," ujarku dengan menunjuk motor yang berada di garasi Rani."Biar aja disini dulu, aku pengen kenalan sama Sania. Iya gak sayang, mau gak pulang sama Om ganteng?" tanya Daffa pada Sania yang sepertinya terlihat senang."Jangan, Daff, aku gak enak ah. Gapapa kita pulang sendiri aja," ujarku pada Daffa.Sungguh rasanya sangat tak nyaman. Apalagi kalo diantar sampai rumah, apa kata Ibu dan Fera nanti. Walaupun