Sungguh, kesal sekali dengan Salma. Suami lagi bingung, bukannya dibantu malah dibikin semakin pusing. Bicara dengan Salma bukannya dapat solusi malah jadi semakin nyut-nyutan rasanya.
"Yaudah, Mas. Sekarang nikmatilah masalah yang kamu bikin sendiri dengan keluargamu. Terserah kamu mau melakukan apapun diluar sana, aku tak peduli. Jangan libatkan aku lagi, aku tak mau ikut campur dalam masalahmu," ujar Salma tenang.
"Kamu itu istriku Sal, gimana bisa kamu ngomong seperti itu. Masalahku, masalahmu juga. Kalau kamu tak bisa membantuku, terus apa artinya ada kamu. Iya kan?"
"Itu yang aku sesalkan, Mas! Entah apa yang merasukiku dulu hingga aku mau menikah den
Bab : 22Aku menegang mendengar ucapan dari arah sana. Nampak Ibu juga sama tercengang. Duh, apalagi ini?"Hei, mantu sialan! Seharusnya kamu yang pergi dari sini. Kamu jadi istri udah gak becus ngurusin suami. Suami baru pulang malah disuruh tidur diluar. Istri macam apa itu?" Sambil melotot Ibu berucap seperti itu.Tapi nampaknya Salma santai sekali. Dia keluar kamar sambil membawa gelas. Lantas mengisi gelas tersebut dengan air yang berada di dalam kulkas, lalu menenggaknya hingga tandas. Sepertinya dia kehausan setelah gelut dengan Fera tadi. Dan sekarang mau lanjut lagi perang dunia yang disponsori oleh Ibu. Duh, mau istirahat saja kok susah sekali rasanya. Tengah malam begini masih saja ribut. Membuat kepalaku pusing saja.
Bab : 23Setelah selesai membersihkan diri, aku harus segera menemui Aldo. Semoga nanti dia bisa membantuku. Biarlah, untuk saat ini ijin dulu mengajukan cuti ke kantor. Gara-gara ide gila Salma aku hampir tak bisa berpikir jernih. Salma hampir membuat kewarasanku hilang.Aku segera mengeluarkan motor kesayangan ke rumah Aldo. Ini masih pagi, sepertinya Aldo juga belum berangkat ke kantor. Seperti biasa, Ibu dan Fera tak mungkin bangun sepagi ini.Setelah sampai dirumah Aldo, aku langsung mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Nampak istrinya Aldo yang membukakan pintu rumah, semoga Aldo masih berada dirumah saat ini."Eh, Mas Rama. Ayo silahkan masuk. Tumben pagi-pagi sudah sampai sini. Sa
Bab : 24Bip … bip ….Tiba-tiba hapeku bergetar, nampak nama yang tertera memanggil membuatku kembali menegang. Ada apa Mama mertua nelpon?"Bu, Mamanya Salma telpon," ucapku yang memberitahu Ibu.Aku yang dibuat bingung pun lantas meminta saran pada Ibu. Ada masalah apa hingga Mama mertua telpon? Apakah Salma mengadu sama Mamanya?"Udah angkat aja, tapi di loudspeaker! Mungkin istrimu yang tak tahu diri itu sudah ngadu sama Mamanya," ucap Ibu yang tak kalah penasaran denganku." Assalamualaikum, Ma," ucapku setelah
Bab : 25Kelihatan berbinar sekali muka Ibu. Sungguh, perubahan Ibu kali ini membuatku sangat bahagia. Apakah ini akan menjadi awal yang baik?"Lah, kok aku? Gak mau ah, Bu! Aku disuruh bersih-bersih di rumah ini emangnya aku pembantu?" ucap Fera lantang. Matanya nampak melotot. Aku sendiri gemes dengan Fera yang beda jauh dengan Salma."Fera, kamu harus bisa mengambil hati Salma. Lihatlah, selama ini Salma sendiri yang membersihkan rumah. Apa kamu membantunya? Gak kan? Udah jangan membantah, pokoknya kamu kerjakan perintah Ibu. Salma itu rapi, kamu harus bisa mengikutinya, Ibu mau masak!" titah Ibu sambil berlalu kedapur.Fera yang merasa tak punya pilihan la
Bab : 26Seketika tubuhku terasa membeku. Apalagi yang akan direncanakan Ibu kali ini."Bu, mendingan Ibu segera mandi deh. Udah sore juga, sebentar lagi Salma juga pulang!" ucapku mengalihkan pembicaraan. Ngeri sekali melihat tatapan Ibu ketika bicara tadi.Nampak Ibu menghela nafas panjangnya. Mungkin untuk menghilangkan beban di dalam sana. Sebegitu terpuruknya Ibu sampai susah untuk dilupakan. Apa belum cukup bentuk pengabdianku untuk menghilangkan luka lamamu, Bu?"Ibu sekarang jangan mikir aneh-aneh, Bu. Lupakan yang sudah terjadi. Nikmatilah hidup Ibu sekarang," ujarku pada Ibu.Sungguh, jika Ibu mengingat masa lalu pasti ujung-ujungnya melamun
Bab : 27"Kurang apalagi sih, Sal? Batinku mulai memberontak. Kenapa susah sekali meyakinkanmu?"Sudah-sudah, mendingan kita makan dulu. Kalian udah pada laper kan? Kita sengaja lo, Sal, belum pada makan karena nungguin kamu. Kita pengen makan bareng sama kamu," ucap Ibu sembari menata piring di depan Salma dan Rani."Ayo, makanlah! Ini murni masakan Ibu sendiri kok!" ucap Ibu manis, berharap mantunya segera luluh dan makan masakan Ibu.Aku pun melihatnya dengan penuh harap. Berharap ini awal yang baik buat rumah tangga kami dan Ibu juga adikku tentunya."Tunggu! coba ibu dulu yang makan, Ibu ma
Bab : 28. Gara-gara warisan.POV SALMAMas Rama kelihatan tak berkutik saat aku mengingat kesusahanku kemarin. Sungguh, rasanya gemas sekali mendengar ucapannya tadi. Katanya senang jika aku senang, apalagi sampai mendapat uang dari Mama. Lalu disaat aku susah? Ah, aku tak mau mengingatnya lagi. Semakin ku ingat rasanya semakin sakit hati ini.Apa jangan-jangan, Ibu berubah karena aku akan mendapat warisan? Apalagi tadi Mama menelpon Mas Rama. Aku juga tak tau apa yang Mama katakan dengan Mas Rama. Tapi sepertinya mereka berubah gara-gara ini. Aku harus memancing Mas Rama, seperti apa reaksinya."Mama tahu posisi kerjamu bagus, Mas. Sedangkan aku sudah mulai kerja sekarang. Dan kamu tahu persis kan, aku tidak pernah
Bab : 29.POV SALMA"Biantara?" gumamku pelan.Kuraih hapeku lalu mencari nama yang ingin ku hubungi saat ini. Ya, aku ingin menelpon Rani sekarang. Aku harus ketemu yang namanya Biantara ini besok. Semoga Rani bisa membantuku untuk bertemu dengan Pak Biantara. Aku harus segera melepaskan diri dari keluarga benalu yang pelan-pelan akan menggerogotiku saat ini."Hai, Ran, udah tidur belum?" ucapku pada Rani setelah telepon diangkat olehnya."Belum, Say, gimana? Kamu baik-baik aja kan? Kok suaramu serak gitu?" ujar Rani. Aku hanya menghela nafas panjang mendengar pertanyaan Rani."Sal, kamu, oke?" tanya Rani