Bab : 14
POV AUTHOR
Rama akhirnya berangkat dengan perasaan yang berkecamuk. Hatinya gundah memikirkan masalah rumah yang tak ada habisnya. Apalagi pagi ini dia tak sarapan sama sekali. Kejadian tadi pagi dan perutnya yang keroncongan membuat pikirannya kalut luar biasa.
Sementara di sisi lain, Bu Retno dan Fera masih berdebat masalah rumah. Mereka meributkan masalah dapur yang berantakan karena ulah Rama, sehingga tak menyadari bahwa Rama sudah pergi tanpa pamit dengan mereka.
Fera merasa dia adalah adik kandung Rama satu-satunya, sedangkan Salma statusnya hanya istri. Ia ingin berkuasa dan menjadi ratu di rumah itu. Yang tak lain sebenarnya adalah rumah Salma. Pikiran jelek pun terlintas di dalam benaknya.
Bab : 15POV AUTHOR"Kalian lagi ngapain?" ucap seseorang yang sedang menghampiri mereka, membuat mereka berhenti dan menoleh seketika.Mereka dikagetkan oleh seseorang, yang tidak lain adalah Bu Siti, tetangga di sebelah rumahnya. Walaupun Bu Retno jarang sekali keluar rumah, Bu Retno mengenal Bu Siti, karena beberapa kali sering berpapasan di depan rumah.Sedangkan Bu Siti yang sedang ada keperluan, sepertinya mengenali wajah mereka. Dan ternyata benar, yang berada ditempat yang sama dengan Bu Siti adalah Bu Retno, mertua Salma. Bu Siti mengenal Salma dengan sangat baik, sehingga dia segera menyapa mertua Salma yang kini tengah berbelanja.
Bab : 16Oleh : Enik WahyuniPOV AUTHORFera dan Bu Retno serasa mendapat angin segar dengan pertanyaan Bu Sandra. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Bu Retno pun melancarkan aksinya."Iya, Bu Sandra. Entah kenapa feelingku juga mengatakan seperti itu," ujar Bu Retno semangat."Bagaimana kalau kita pertemukan dulu saja, siapa tau mereka berjodoh. Aku juga pengen lihat Rama sekarang, lama sekali gak pernah berkomunikasi," ujar Bu Sandra.Silvia yang mendengarkan ucapan Ibunya seketika langsung mendongak. Tak dapat dipungkiri, hatinya langsung menghangat h
Bab : 17POV RAMASamar-samar kudengar suara berisik pagi ini. Aku mengerjap, pelan kubuka mata, nampak Sania sedang memainkan boneka barunya. Dia berbicara sendiri seolah-olah boneka itu bisa ngomong. Ah, anakku memang lucu kadang-kadang.Tapi aku heran, uang dari mana Salma bisa membeli boneka sebanyak itu? Juga barang-barang Sania yang lain. Aku harus bertanya sama Salma."Sal, Sania punya boneka sebanyak itu dari mana?" tanyaku."Pokoknya bukan pake uangmu, Mas,""Kalau bukan dariku, terus dari mana?" Aku ikutan meninggi karena ulah Salma.
Bab : 18POV RAMA"Duh, Rama, Ibu sudah membayangkan nanti kalau kamu menikah dengan Silvia, pasti hidupmu akan bahagia. Pokoknya nanti pestanya harus dibikin mewah!," ujar Ibu yang kelihatan bersemangat sekali.Ya, sekarang kita sedang menuju ke tempat dimana Ibu dan Bu Sandra janjian. Ibu memintaku untuk menyewa mobil, biar kelihatan keren dimata Bu Sandra, katanya. Tadinya aku mengajak naik ojek online saja, namun Ibu menolak."Gengsi dong, Rama, mau ketemu calon besan kaya masa naik motor. Ibu gak mau! Udah tenang aja sih, nanti kalau kamu sudah menikah dengan Silvia juga pasti dibelikan mobil sendiri. Mereka lo, orang kaya. Apalagi Silvia wanita karir, sudah pasti apa yang kamu mau pasti akan diberikan." Teringat ucapa
Bab : 19POV RAMA"Tunggu, Bu Sandra! Ini makanannya belum dibayar!" ucapku mencegah Bu Sandra pergi, namun senyuman sinis Bu Sandra membuat jantungku berdetak lebih cepat."Anggap saja itu ganti rugi karena Ibumu telah membohongiku, Rama. Ayo Silvia, kita pergi!" Sejenak Silvia menoleh ke arahku, lantas Bu Sandra menarik tangan Silvia berlalu meninggalkan kita disini.Sungguh, aku bingung sekali dengan keadaan ini. Bagaimana membayar semua makanan ini? Aku sudah tak memegang uang sama sekali. Duh, malu sekali rasanya jika nanti benar-benar tak bisa membayarnya."Gimana ini, Bu?" tanyaku pada Ibu berharap dapat solusi.
Bab : 20Ucapan Fera seperti memberi harapan baru dalam semua kekalutan ini. Ya, sepertinya Salma bisa membantuku. Biarlah, nanti aku minta bantuan Salma. Kasihan juga Vino yang sudah mulai ngantuk.Ketika kita sedang berjalan sambil menunggu mobil online yang sudah dipesan oleh Fera, nampak disana ada seekor anjing yang lepas. Kemudian anjing tersebut lari ke arah sini. Aku semakin deg-degan kala anjing itu semakin mendekat."Ini sepertinya bukan anjing liar, tapi kemana tuannya?" Gumamku pelan. Nampak Ibu dan Fera semakin ketakutan.Guk … guk!Hus … hus!Aku beru
Bab : 21Sungguh, kesal sekali dengan Salma. Suami lagi bingung, bukannya dibantu malah dibikin semakin pusing. Bicara dengan Salma bukannya dapat solusi malah jadi semakin nyut-nyutan rasanya."Yaudah, Mas. Sekarang nikmatilah masalah yang kamu bikin sendiri dengan keluargamu. Terserah kamu mau melakukan apapun diluar sana, aku tak peduli. Jangan libatkan aku lagi, aku tak mau ikut campur dalam masalahmu," ujar Salma tenang."Kamu itu istriku Sal, gimana bisa kamu ngomong seperti itu. Masalahku, masalahmu juga. Kalau kamu tak bisa membantuku, terus apa artinya ada kamu. Iya kan?""Itu yang aku sesalkan, Mas! Entah apa yang merasukiku dulu hingga aku mau menikah den
Bab : 22Aku menegang mendengar ucapan dari arah sana. Nampak Ibu juga sama tercengang. Duh, apalagi ini?"Hei, mantu sialan! Seharusnya kamu yang pergi dari sini. Kamu jadi istri udah gak becus ngurusin suami. Suami baru pulang malah disuruh tidur diluar. Istri macam apa itu?" Sambil melotot Ibu berucap seperti itu.Tapi nampaknya Salma santai sekali. Dia keluar kamar sambil membawa gelas. Lantas mengisi gelas tersebut dengan air yang berada di dalam kulkas, lalu menenggaknya hingga tandas. Sepertinya dia kehausan setelah gelut dengan Fera tadi. Dan sekarang mau lanjut lagi perang dunia yang disponsori oleh Ibu. Duh, mau istirahat saja kok susah sekali rasanya. Tengah malam begini masih saja ribut. Membuat kepalaku pusing saja.