Sedikit gugup, tetapi Laila cepat mengatasinya."Kayaknya kamu salah denger, deh. Kalau kamu denger udah pasti aku juga denger, Mas. Yuk ah, ke kamar kasian Ahmad sendirian.""Jangan nuduh aku yang enggak-enggak. Selama ini aku udah berubah, loh," omel Laila sembari terus berjalan.Setengah terpaksa Hendra mengikuti Laila yang lebih dulu jalan di depannya, sesekali lelaki itu masih melihat ke arah dapur yang terhubung langsung dengan ruang cuci. "Mas, ayo ah. Aku takut loh, kamu kayak gini." Bibir Laila mengerucut, kesal.Untuk menutupi kesalahan Laila berucap demikian. Seolah-olah Hendra salah dengar, padahal dirinya pun mendengar suara ponsel berbunyi. Sudah bisa di pastikan suara itu berasal dari ponselnya. Namun, untuk mengakui kesalahannya dia tidak siap. Melihat istrinya kesal, Hendra cepat menghampiri."Maaf Sayang, kayaknya memang Mas salah denger. Maaf udah nuduh kamu yang enggak-enggak."Akhirnya Hendra menyimpulkan jika memang dirinya yang salah mendengar. Apa lagi melih
"Ya ....""Selamat pagi wanita cantik yang jauh di sana," ucap Arman bermaksud menggoda.Tentu saja Laila langsung terkikik geli. Pujian itu terasa lucu, tetapi saat mendengarnya terselip rasa bahagia. Seketika mood wanita itu kembali membaik, padahal sempat kesal karena ibu mertuanya."Selamat pagi. Aku nggak cantik loh, biasa aja." Laila merendah."Pertama ketemu aku udah terpesona, sungguh terpesona ...." Arman menirukan sebuah lagu yang sedang tren. Tawa Laila semakin jadi hingga matanya berair."Kalau aku di dekat kamu pasti bakal lebih terpesona lagi. Denger suara ketawanya aja udah bisa bayangin gimana cantiknya." Arman terus melancarkan serangan yaitu rayuan maut untuk membuat lawannya tersipu malu.Jelas saja, Laila menggigit bibir bawahnya karena terlalu bahagia. "Gombal banget kamu tuh."Sembari terus mengobrol Laila duduk di tepi ranjang, mengurungkan niatnya untuk bersiap. Sebentar lagi, Hendra pasti akan menunggu. Pikirnya.Tadi malam Laila terpaksa mengambil ponselnya d
"Mau kamu yang beli atau Hendra sama aja. Terima kasih, Nduk."Setelah mengatakan itu Bu Tari meninggalkan Laila untuk mengambil mangkuk. Sementara Laila mencibikkan bibir, tidak suka. Saat melewati ruang jahit Bu Tari melihat suaminya tampak serius bergelut dengan jarum dan benang."Pak, ada bubur dari Laila. Makan dulu yuk.""Laila udah datang, Buk?""Udah, itu di depan sama Ahmad."Senyum di bibir Pak Tono mengembang, lalu dengan semangat lelaki paruh baya itu menenteng gamis buatannya. Gamis berwarna krem berbahan katun premium. "Untuk siapa itu, Pak?"Untuk Laila. Kemarin ada kain berlebih jadi dari pada mubazir Bapak jahit untuk Laila satu, untuk Santi satu. Semoga Laila suka ya, Buk."Bu Tari mengangguk, lalu mengambil mangkuk dan menyusul sang suami yang sudah lebih dulu ke depan."Kok, modelnya jelek banget Pak. Aku nggak mau pakai itu, ah." Bu Tari mematung mendengar ucapan Laila. Hatinya sedih, Laila tidak bisa menghargai pemberian suaminya. Meski dari kain sisa penjuala
"Hai ...." Laila melambaikan tangan, sementara dia masih duduk di atas motor."Udah nunggu lama?"Laila menggeleng seraya tersenyum manis. Lelaki yang mengenakan kaos putih di padukan dengan celana jeans serta topi yang melekat di kepalanya sangat-sangat membuat Laila terpesona. Meski, cuma seorang supir. Namun, mampu menggetarkan hati. Ya, lelaki itu adalah Arman, lelaki yang baru saja di kenal, tetapi sudah sangat akrab. Rasa canggung pun tidak ada lagi. Hanya ada rasa saling mengagumi dalam hati. "Yuk kita pergi, jangan di sini.""Ke mana, Mas?" Laila mengernyit heran.Tanpa memberi jawaban, lelaki itu meminta Laila menggeser duduknya agar dia yang mengendarai motor. Bagai kerbau di cucuk hidungnya, Laila menurut tanpa banyak protes. Mereka bertemu di dekat pasar, tempat di mana pertama kali bertemu, sesuai janji keduanya. Kini, motor di kendarai dengan santai sembari menikmati suasana pagi menjelang siang. Namun, perhatian Laila teralihkan saat motor yang Arman kendarai menuju p
Wanita itu jalan mengendap-endap menuju depan rumah kontrakan. Langkah demi langkah dengan sangat hati-hati melewati selokan yang airnya telah menghitam. Beberapa kali dirinya hampir berteriak karena banyak binatang menggelikan lewat di bawah kakinya."Iss, Mas Arman mau banget deh, tinggal di tempat ini."Laila menggerutu seraya memperhatikan langkahnya. Dirinya jadi berpikir dua kali ingin menjalin kasih dengan lelaki itu. Baru saja hendak melangkah ke depan samar-samar dia mendengar seseorang bicara. Tidak salah lagi, suaranya berasal dari dalam rumah Arman. Lekas Laila menempelkan telinga di dinding yang terbuat dari papan."Nggak ada apa-apa di rumah kita, Sayang. Aku pulang cuma mau istirahat dari pasar capek banget.""Kalau nggak ada apa-apa kenapa di kunci pintunya?""Mas takut ada maling, istriku ...."Deg!Jantung Laila bagai di hujam batu besar mendengar kalimat terakhir dari Arman. Istri? Ternyata Arman telah memiliki istri. Laila geram merasa di bohongi, tetapi wanita i
Lelaki yang usianya lebih tiga puluh tahun itu merebahkan kepala di atas pangkuan sang ibu. Ingatan Hendra kembali pada saat kasus perselingkuhan Laila terbongkar."Setiap rumah tangga pasti ada masalahnya masing-masing 'kan, Buk?" Bu Tari mengangguk. "Kamu benar, Le.""Nah, begitu juga kami, ada aja masalahnya, tapi masih bisa di selesaikan. Laila udah jadi istri yang terbaik untuk Hendra juga ibu yang baik untuk Ahmad. Doakan keluarga Hendra baik-baik aja ya, Buk. Hendra mampu membimbing mereka menuju surga Allah. Biar bisa kayak Ibuk sama Bapak hidup sama-sama sampai tua," ungkap Hendra. Harapan lelaki itu hanya satu bisa bersama sang istri sampai ajal menjemput."Doa Ibuk nggak pernah putus untuk kamu, Mbak-mu. Untuk kita semua." Tangan itu tidak berhenti mengusap kepala Hendra.Hati Bu Tari mengucap syukur berkali-kali mendengar pengakuan putranya. Jadi, bisa di simpulkan jika sikap ketus Laila selama ini hanya pada dirinya serta suami. Bu Tari tidak mempermasalahkan itu asalka
Hendra menghentikan laju mobil karena sudah sampai. Dilihat istrinya tertidur lelap, begitu juga anak laki-laki yang berada di jok belakang sudah tertidur memeluk robot pemberian kakaknya.Diam-diam Hendra memandang wajah ayu Laila sembari tersenyum. Tidak tega rasanya ingin membangunkan teringat tadi Laila mengatakan jika membantu ibunya memasak.Lantas Hendra turun, lalu membuka pintu mobil dan mengangkat tubuh langsing Laila memindahkannya ke kamar mereka. Setelah itu barulah kini gilaran Ahmad yang Hendra pindahkan.Peluh membasahi tubuhnya karena naik turun tangga. Setelah mengganti pakaian sendiri juga anak dan istrinya, Hendra merebahkan tubuh di samping Laila. Tidak tunggu lama dengkuran harus terdengar menandakan si empu telah tertidur pulas.Laila mengintip dari ekor matanya, dirasa semua aman dia membuka mata. Ya, sedari tadi wanita itu pura-pura tidur, takut jika mendapat pertanyaan dari suaminya. "Huuu .... Akhirnya kamu tidur, Mas," ucap Laila dengan senyum mengembang.
Sudah lebih dari setengah jam Hendra duduk gelisah di ruang tamu, menunggu Laila pulang, tetapi nampaknya tidak ada tanda-tanda wanita itu akan datang.Hendra menghela napas kasar seraya menyugar rambut. Dirinya sedikit kesal karena entah sudah panggilan ke berapa, tetapi tak juga Laila menjawab teleponnya."Ke mana kamu, La?" Akhirnya terpaksa Hendra meninggalkan rumah untuk kembali bertemu Saka. Nanti akan Hendra tanyakan ke mana perginya sang istri setelah bertemu."Lama amat, di tungguin dari tadi juga." Saka menggerutu kesal, Hendra terlambat datang. "Maaf, maaf. Jadi gimana alat-alat bengkel apa lagi yang harus di beli?""Nggak banyak sih, cuma ya kalau di lengkapi kayak bengkel yang di sini, ya lumayan duitnya."Mereka larut dalam perbincangan untuk pengembangan bengkel cabang yang saat ini Saka kelola. Hendra berencana akan melengkapi bengkel agar bengkelnya semakin dimintai oleh banyak orang.Salah satu setrategi yang Hendra gunakan untuk menarik minat konsumen, selain tenag