Lelaki yang usianya lebih tiga puluh tahun itu merebahkan kepala di atas pangkuan sang ibu. Ingatan Hendra kembali pada saat kasus perselingkuhan Laila terbongkar."Setiap rumah tangga pasti ada masalahnya masing-masing 'kan, Buk?" Bu Tari mengangguk. "Kamu benar, Le.""Nah, begitu juga kami, ada aja masalahnya, tapi masih bisa di selesaikan. Laila udah jadi istri yang terbaik untuk Hendra juga ibu yang baik untuk Ahmad. Doakan keluarga Hendra baik-baik aja ya, Buk. Hendra mampu membimbing mereka menuju surga Allah. Biar bisa kayak Ibuk sama Bapak hidup sama-sama sampai tua," ungkap Hendra. Harapan lelaki itu hanya satu bisa bersama sang istri sampai ajal menjemput."Doa Ibuk nggak pernah putus untuk kamu, Mbak-mu. Untuk kita semua." Tangan itu tidak berhenti mengusap kepala Hendra.Hati Bu Tari mengucap syukur berkali-kali mendengar pengakuan putranya. Jadi, bisa di simpulkan jika sikap ketus Laila selama ini hanya pada dirinya serta suami. Bu Tari tidak mempermasalahkan itu asalka
Hendra menghentikan laju mobil karena sudah sampai. Dilihat istrinya tertidur lelap, begitu juga anak laki-laki yang berada di jok belakang sudah tertidur memeluk robot pemberian kakaknya.Diam-diam Hendra memandang wajah ayu Laila sembari tersenyum. Tidak tega rasanya ingin membangunkan teringat tadi Laila mengatakan jika membantu ibunya memasak.Lantas Hendra turun, lalu membuka pintu mobil dan mengangkat tubuh langsing Laila memindahkannya ke kamar mereka. Setelah itu barulah kini gilaran Ahmad yang Hendra pindahkan.Peluh membasahi tubuhnya karena naik turun tangga. Setelah mengganti pakaian sendiri juga anak dan istrinya, Hendra merebahkan tubuh di samping Laila. Tidak tunggu lama dengkuran harus terdengar menandakan si empu telah tertidur pulas.Laila mengintip dari ekor matanya, dirasa semua aman dia membuka mata. Ya, sedari tadi wanita itu pura-pura tidur, takut jika mendapat pertanyaan dari suaminya. "Huuu .... Akhirnya kamu tidur, Mas," ucap Laila dengan senyum mengembang.
Sudah lebih dari setengah jam Hendra duduk gelisah di ruang tamu, menunggu Laila pulang, tetapi nampaknya tidak ada tanda-tanda wanita itu akan datang.Hendra menghela napas kasar seraya menyugar rambut. Dirinya sedikit kesal karena entah sudah panggilan ke berapa, tetapi tak juga Laila menjawab teleponnya."Ke mana kamu, La?" Akhirnya terpaksa Hendra meninggalkan rumah untuk kembali bertemu Saka. Nanti akan Hendra tanyakan ke mana perginya sang istri setelah bertemu."Lama amat, di tungguin dari tadi juga." Saka menggerutu kesal, Hendra terlambat datang. "Maaf, maaf. Jadi gimana alat-alat bengkel apa lagi yang harus di beli?""Nggak banyak sih, cuma ya kalau di lengkapi kayak bengkel yang di sini, ya lumayan duitnya."Mereka larut dalam perbincangan untuk pengembangan bengkel cabang yang saat ini Saka kelola. Hendra berencana akan melengkapi bengkel agar bengkelnya semakin dimintai oleh banyak orang.Salah satu setrategi yang Hendra gunakan untuk menarik minat konsumen, selain tenag
"Kamu dari mana, La? Tubuh Laila seakan terpaku mendengar suara bariton khas milik suaminya. Memang dia pulang terlambat. Namun, tidak menyangka lelaki itu mengunggu kedatangannya. Sekilas dilirik jam tangan, baru pukul lima. Biasanya Hendra akan pulang jam setengah enam atau kadang lebih lama lagi. Sepertinya tuhan tidak berpihak padanya. Laila memilin ujung kerudung, tidak tahu akan memberi alasan apa.Ya, Hendra pulang lebih awal karena rasa khawatir yang tak kunjung hilang, tetapi sesampainya di rumah, rumah masih dalam keadaan kosong. Lelaki itu kini duduk menyilangkan kaki di atas sofa. Meski kesal dan marah menguasai hati, tetapi dia masih bisa mengontrol emosi. Agar lebih tenang, dia menyandarkan punggung dan banyak-banyak menghirup oksigen."Kamu dari mana, Sayang?" Suara Hendra terdengar lembut. Namun, di telinga Laila terdengar sangat menakutkan.Wanita itu tahu betul jika saat ini suaminya tengah menahan amarah. Terlihat dari wajah suaminya yang memerah, juga beberapa k
Sudah satu jam yang lalu Hendra pergi bekerja kini tinggallah Laila bersama Ahmad di rumah.Wanita yang masih mengenakan daster sebagai baju kebesarannya itu memilih duduk menonton TV sembari makan cemilan yang di beli beberapa waktu lalu dari pada membersihkan rumah dan mengurus anak.Beginilah Laila jika sang suami bekerja dia akan bersantai ria, tidak perduli keadaan rumah bagai kapal pecah atau anak belum mandi, sungguh Laila tidak perduli. Laila hanya perduli dengan ponsel yang bisa menghubungkan dirinya dengan kekasih haramnya. Ya, hubungan mereka terus berlanjut, tanpa ada rasa takut akan dosa di hati keduanya. Mereka sangat-sangat menikmati kecurangan itu.Dering ponsel mengalihkan matanya dari televisi, lalu melihat dengan ekor mata siapa yang menelepon. Dia berdecak saat tahu siapa yang menelepon."Ahmad ...." panggil Laila dengan suara kuat."Iya, Bu ...." Ahmad berlari dari taman untuk memenuhi panggilan ibunya.Laila langsung menyodorkan ponsel. "Nenekmu."Dengan wajah
"Eh, Ibuk sama Bapak." Alih-alih menjawab pertanyaan suaminya, dia bangkit setelah menguasai diri, lalu menyalami kedua mertuanya dengan senyum menghiasi bibir. Tentu saja senyum itu, terpaksa dilakukan karena merasa tertangkap basah sedang bersantai. "Ayo Buk, Pak kita makan." Hendra membimbing kedua orang tuanya ke meja makan. Namun, Pak Tono menolak karena ingin makan lesehan katanya. Tentu saja Hendra segera menuruti kemauan orang tuanya. Sebab, jarang sekali orang tuanya mau datang. Apalagi sampai makan bersama."Sayang, tolong ambilkan karpet, ya. Nanti kita makan di sini aja."Meski terpaksa, Laila mengambil karpet di gudang."Datang-datang buat susah aja. Kenapa nggak aku tolak aja tadi." Sepanjang membawa karpet tidak henti-hentinya Laila mengomel.Karpet berukuran mini itu sudah terbentang, dengan sigap Bu Tari membuka rantang bawaannya."La, tolong ambilkan wadah," ujar Bu Tari.Cepat Laila mengambil mangkuk serta piring sesuai perintah mertuanya. Tetapi, tiba-tiba Hendra
"Aku nggak mau kamu main-main di belakangku, ya ...." teriak wanita bertubuh tambun itu. Siapa lagi jika bukan istri Arman.Wanita itu meradang kala mendengar suaminya berbicara dengan nada mesrah. Dia yakin dan sangat yakin suaminya berbicara dengan seorang perempuan. Namun, sayangnya dia tidak bisa melihat siapa perempuan itu. Sebab, suaminya cepat menutup layar ponsel."Nggak, Sayang. Aku mana berani khianati kamu." Arman mencoba merayu sang istri. Diraihnya tangan wanita bernama Puja itu, tetapi cepat ditepis."Bohong! Aku denger sendiri itu suara perempuan!""Itu cuma video di toktok, Mami Sayang ...."Masih belum percaya juga, wanita itu meraih ponsel milik suaminya di atas meja. Tentu saja Arman panik. Secepat kilat dia mencegah."Untuk apa, Sayang?" tanya Arman diiringi senyum canggung. Kemudian sedikit paksa merebut kembali ponselnya."Sini aku mau lihat bener cuma video toktok, apa itu cuma alesan kamu. Sini HP-nya!" Melihat wajah istrinya merah padam Arman segera membuka
Selepas asar, Hendra dan Laila menjemput anak mereka di rumah Bu Tari. Tadinya Laila enggan ikut, tetapi karena Hendra memaksa, akhirnya wanita itu ikut. Jalanan cukup padat karena bertepatan jam pulang kerja. Sehingga Hendra mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Sedangkan Laila sedari tadi diam karena masih kesal dengan suaminya yang memaksa untuk ikut. Padahal dia berencana akan menghubungi Arman untuk mengetahui kelanjutan dari usaha yang akan mereka bangun. Dia harus mencari kesempatan lain untuk bisa berkomunikasi dengan Arman, karena tidak mungkin sekarang ini. Bisa-bisa suaminya akan mengetahui segalanya."Oya, pas kamu pergi jalan-jalan sama Ahmad, Mas dapet notif pembayaran di kafe, jumlahnya banyak. Apa kamu makan di sana sampai sebanyak itu?" Hendra memulai obrolan.Sudah lama ingin menanyakan masalah ini, tetapi lupa. Baru hari ini ingat kembali.Laila yang tadi bersandar kini menegakkan tubuhnya. Pertanyaan Hendra yang tiba-tiba membuat sekujur tubuh panas dingin.