Share

Kepanikan Alvan

last update Last Updated: 2022-07-10 18:18:18

Pov Alvan

Aku begitu gembira melihat peper bag berwarna merah di atas ranjang. Tepatnya di sebelah pakaianku. Alia memang selalu memberikan kejutan untukku. Tapi sayang, dia tak bisa hamil. Dan itu alasan kenapa aku menikah lagi. Ya, meski tanpa sepengetahuan darinya. Karena lelaki boleh memiliki lebih dari satu istri. Toh aku memiliki uang. Uang Alia lebih tepatnya. Tapi selama dia tak tahu tak masalah kan?

"Kamu pasti kasih surprise ya sayang?" ucapku senang.

Alia masih diam membisu, bahkan tatapannya tajam ke arahku. Ada apa ini? Tak biasanya dia seperti itu.

"Ini untuk Mas, sayang?" tanyaku lagi sambil mengambil paper bag itu.

Mataku membulat sempurna saat melihat isi peper nag berwarna merah itu. Pakaian bayi! Apa maksud Alia memberiku pakaian bayi. Apa dia tengah hamil? Atau Jangan-jangan ....

"Kenapa tegang gitu Mas? Bukankah pakaian bayi itu kamu yang beli?" tanyanya datar. Ada aura kemarahan dari ucapannya.

Ku telan saliva dengan susah payah. Siapa yang mengirim pakaian bayi ini? Apa Mega? Ah, sial*an! Bisa hancur rencanaku jika Alia tahu terlebih dahulu.

"Kenapa kamu beli pakaian bayi, Mas? Bukankah kerabat atau saudara kita tak ada baru melahirkan? Lalu untuk apa Mas beli pakaian itu?" cecarnya.

"Apa kamu selingkuh, Mas?" tanyanya lagi.

Uhuuk ... Uhuuk....

Dari mana Alia tahu jika aku telah menikah lagi? Ini gawat! Hancur sudah masa depanku!

"Jawab Mas! Kenapa kamu diam saja!"

"I-itu sayang, Mas ...." Aku bingung harus berkata apa. Mulut ini terasa kelu.

Berfikir Alvan, cari jawaban yang tepat!

Ku beri alasan jika pakaian bayi itu adalah pancingan agar Alia cepat hamil. Entahlah ini tepat tau tidak. Yang pasti hanya jawaban itu yang ada di kepalaku.

"Bukannya adopsi anak untuk pancingan agar cepat hamil ya Mas? Bukan justru beli pakaian bayi."

Aku terdiam tak mampu berkata apa pun, jawaban Alia memang benar, mana ada membeli pakaian bayi agar bisa cepat hamil. Kenapa jawabanku asal begini. Harusnya ku katakan untuk teman sekolah ku dulu. Bagaimana jika Alia curiga? Sebenarnya siapa sih yang mengirim paket setan ini!

Dalam kebingungan akhirnya aku memilih pura-pura marah. Ya, karena hanya itu cara agar Alia tak lagi membahas pakaian bayi. Aku tahu betul Alia sangat mencintaiku. Bisa dibilang cinta mati. Dia tak akan tahan jika ku diamkan begitu saja. Memang dasar wanita bod*h!

Aku keluar kamar dengan perasaan campur aduk. Ada rasa takut jika Alia mengetahui perselingkuhanku. Bisa hancur berantakan rencana yang ku susun rapi.

Ku putar ganggang pintu kamar tamu perlahan. Ku pastikan tak ada seorang pun yang tahu. Segera ku tutup kembali pintu itu dan menguncinya dari dalam.

Masuk ke kamar mandi sambil menekan dua belas digit nomor Mega. Aku ingin tahu apa benar dia yang mengirim paket baju bayi itu.

Dua kali panggilan ku diabaikan olehnya. Tak biasanya dia seperti itu. Apa Mega berusaha menghindari ku? Bisa jadi memang dialah pengirim peper bagian merah itu.

Ku hubungi lagi nomor ponselnya. Awas saja jika diabaikan lagi. Ku pastikan jatah bulanannya akan berkurang. Biar tahu rasa dia!

"Apa sih, Mas! Gara-gara kamu Aira bangun kan!" ucapnya ketus.

Terdengar suara tangis bayi mungkilku. Sebenarnya aku merasa kasihan gara-gara telepon ku Aira terbangung. Namun mau bagaimana lagi ini adalah situasi darurat. Kalau saja Alia tahu, bukan hanya aku yang rugi tapi Mega juga. Karena dia juga menikmati uang Alia.

"Kamu kirim baju bayi ke rumahku!"

"Apa Mas? Baju bayi? Kamu tidak salah ngomong kan?"

"Iya, kalau bukan kamu siapa lagi? Kamu mau aku hanya untuk kamu kan? Semua rencana kita akan hancur hanya karena paket itu. Alia mulai curiga," ucapku masih dengan suara pelan. Ingin rasanya memaki tapi tak mungkin ku lakukan. Alia bisa tahu jika aku di sini.

"Mana mungkin aku melakukan itu, Mas. Itu namanya aku bunuh diri!"

"Lalu siapa kalau bukan kamu?"

"Mana aku tahu!"

Seketika panggilan telepon di matikan sepihak olehnya. Dasar istri tak punya akhlak!

Ku acak rambut, frustasi. Kalau bukan Mega siapa lagi? Hanya dia wanita yang menginginkan diriku seutuhnya.

Argghh...

Aku keluar kamar tamu dengan hati-hati. Tingkahku sudah seperti maling saja. Sama-sama terdengar suara tangisan seseorang. Dan aku hafal betul itu suara Alia. Kenapa dia menangis? Apa jangan-jangan dia sudah tahu jika aku beristri dua? Astaga! Tamatlah riwayat ku.

Melangkah dengan degup jantung yang kian tak menentu. Prasangka buruk mendominasi pikiran. Bagaimana nasibku jika Alia benar tahu pengkhianatanku.

Mati! Mati! Mati sudah hidupku kini!

Ku lihat Alia menangis terisak. Pelukan erat darinya membuat kekhawatiranku menguap seketika. Alia justru meminta maaf padaku. Dasar bod*h, dengan mudah dia ku bohongi. Teruslah seperti ini Alia sayang. Keluguanmu adalah kunci kesuksesan diriku. Aku tersenyum penuh kemenangan sambil memeluk tubuhnya yang gendut itu.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Choddam House Tiny
kenapa bab selanjutnya diputusin sih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Salah Kirim Paket   Kepanikan Alvan 2

    Pov AlvanSenyum merekah saat aku membuka mata. Bukan, bukan karena kecupan dari Alia tapi karena hari ini aku akan bertemu Aira, anak kesayanganku. Tak sabar ingin segera menggendong buah hatiku dengan Mega. Ting... Satu pesan masuk dari nomor Mega. Sengaja tak ku simpan nomornya agar Alia tak mencurigai. Meski dia tak akan bisa membuka ponsel karena sudah ku beri sandi. Dan ia tak akan tahu,karena sandinya adalah hari kelahiran putri cantikku. [Paket baju bayi itu dari Sasya.]Darahku mendidih seketika setelah membaca pesan dari istriku itu. Memang dasar adik tak tahu terima kasih. Untung saja Alia tak curiga, kalau saja dia tahu. Akan ku hajar Sasya, tak perduli jika dia adik kandungku sendiri. Amarah ku mereda saat Mega kembali mengirimkan pesan padaku. Sebuah foto Aira yang sangat mengemaskan membuatku tersenyum sendiri. Aku sampai tak menghiraukan keberadaan Alia yang ada di sampingku. Memang dasar dia bod*h, sama sekali dia tak curiga jika aku tengah berkirim pesan dengan M

    Last Updated : 2022-07-11
  • Salah Kirim Paket   Alia Mulai Beraksi

    "Maafkan aku sayang, bukan maksud memarahimu tadi. Aku hanya panik karena Sasya merengek di dalam telepon." Mas Alvan mencoba menyentuh tangan tapi segera kutepis. Tak sudi tangannya menyentuh tubuhku. "Mana koper kamu, Mas? Katanya tidak jadi ke luar kota?" Sejak menginjakkan kaki di kamar benda itulah yang ku cari. Namun tak ku temukan. Aku yakin dia berdusta. Memang dari awal dia tak ada tugas ke luar kota. Pasti dia sedang berada di rumah perempuan itu. Perempuan yang telah menghancurkan kehidupanku. "Itu sayang, koper ketinggalan di rumah ibu. Tadi kan mengantar ibu dulu."Aku hanya menggeleng dengan jawaban suamiku. Katanya sarjana tapi mencari alasan yang logis saja tidak bisa. Jarak antara salon dan rumah ibu mertua memerlukan waktu hampir satu jam dengan kecepatan sedang.Belum dari rumah ibu mertua ke mari. Dari sini saja kamu terlihat sedang berbohong, Mas. Ya begitulah jika orang suka berbohong. Selamanya akan terus berbohong hingga pada akhirnya kebohongan itu terkuak d

    Last Updated : 2022-07-11
  • Salah Kirim Paket   Alia Mulai Beraksi 2

    "Bik Sum!" Kucari asisten rumah tangga ke dapur. Jam segini adalah saat wanita paruh baya itu memulai aktifitas memasak. "Ibu cari saya?" tanyanya sambil mematikan kompor. Bau aroma nila goreng menyeruak masuk ke indera penciuman. Rasa lapar hadir dengan sendirinya. Ah, tapi aku tak boleh sarapan di sini. Takut Mas Alvan bangun dan menghalangiku pergi ke kantor. "Bik, kalau bapak tanya saya mau ke rumah Mama." Bik Sum menatapku dari ujung kaki hingga kepala. Dia seperti bingung dengan penampilanku yang terkesan formal. "Ada acara dengan Mama bik, mau bertemu teman Mama." Bik Sum menganggukkan kepala, mengerti dengan intruksi yang ku berikan. Jalan masih terbilang sepi saat aku melewatinya. Maklum jarum jam masih menunjukkan angka enam. Sengaja aku ingin datang lebih pagi agar bisa memantau siapa saja yang datang terlambat. Aku yakin Mas Alvan tak pernah memperhatikan itu karena dia selalu berangkat pukul delapan dari rumah. Sangat jauh berbeda dengan kebiasaanku yang selalu bera

    Last Updated : 2022-07-12
  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    Aneh, kenapa dia bisa secepat ini datang ke kantor? Bukannya tadi dia masih tidur dengan nyenyak. Atau jangan-jangan ada orang yang memberitahu jika aku ada di kantor. Lalu siapa yang kata-kata itu? Bik Sum kah? Atau mungkin orang kantor. Tapi siapa?Berbagai pertanyaan silih berganti memenuhi pikiranku. "Alia!" Lelaki yang memakai pakaian tak matching berjalan mendekat dengan dada naik turun menahan emosi. Kulihat seksama Mas Alvan. Aku ingin tertawa melihat dia memakai kemeja kotak-kotak lengan pendek berwarna merah dengan celana biru tua. Tak lupa jas berwarna biru senada dengan celananya. Itu adalah penampilan terburuk suamiku. Dari mana dia memiliki kemeja itu. Seingatku aku tak pernah membelikannya. Aku lebih suka memberikannya kemeja tanpa motif dengan warna kalem. "Hahahaha ...." Lepas sudah apa yang sedari tadi ku tahan. "Kenapa kamu tertawa?" bentak Mas Alvan saat melihatku memegangi perut karena tertawa terpingkal-pingkal. Ya Allah, bagaimana bisa aku mempunyai suami m

    Last Updated : 2022-07-13
  • Salah Kirim Paket   Mencoba Kuat

    Ku ambil ganggang telepon lalu segera menekan nomor telepon kantor polisi. Biar Mas Alvan tahu rasa setelah main-main denganku. Biar kapok! Terdengar suara sambungan telepon tapi belum juga diangkat. Tak berselang lama terdengar suara pria. "Hallo Pak ...."Tuutt... Tuuutt... Tuuutt. Sambungan telepon diputus sepihak oleh suamiku. "Jangan telepon polisi Al!" Mas Alvan mengiba."Biar Pak Dahlan di penjara,Mas. Aku tak mau kamu difitnah. Biar semua orang tahu kebenarannya." Kutekan lagi nomor yang sama.Mas Alvan kembali menggagalkan panggilan teleponku."Kenapa sih, Mas? Aku ingin tahu kebenarannya.""Aku yang mengambil uang itu," ucapnya sambil menundukkan kepala. Akhirnya kamu mengaku juga, Mas. Gertakan sedikit saja sudah membuatmu ketakutan. Payah. "Untuk apa uang itu, Mas?"Mas Alvan diam, bahkan ia tak berani menatap mataku. "Untuk apa uang sebanyak itu, Mas?" tanyaku lagi dengan intonasi tinggi. Tak perduli masih ada Pak Dahlan di ruangan ini. Seenaknya dia mengmbil uang

    Last Updated : 2022-07-13
  • Salah Kirim Paket   Dia dengan siapa?

    "Are you okay?" tanyanya dengan wajah cemas. Kenapa dia selalu tahu jika aku tak baik-baik saja? Kenapa hanya dia yang selalu mengerti perasaanku. "Aku baik-baik saja. Apa kamu tidak bisa lihat aku tersenyum." Kuberi seulas senyum meski terasa begitu berat. Aku hanya tak ingin ia khawatir. "Bohong!"Ya Tuhan, ternyata susah berbohong darinya? Dia memang seseorang yang mampu mengerti perasaanku setelah mama. Ya,mereka berdua adalah keluaraga yang begitu berarti bagiku. Abang Rizal adalah kakak laki-lakiku. Dia adalah orang yang sangat tahu perasaanku. Dengan mudah ia bisa menebak apa yang tengah aku pikirkan. Kami berdua memiliki ikatan batin yang kuat. Dialah pelindungku selama ini. Bahkan melebihi Mas Alvan, suamiku. Meski kita sudah jarang bertemu. Namun dia selalu ada di saat aku butuhkan. Seperti saat ini. "Kamu ada masalah kan? Alvan ngapain kamu? Dia bentak kamu? Dia selingkuh?"Aku hanya diam, tak membantah atau mengiyakan. Ya, meski semua yang ia katakan benar. Namun ak

    Last Updated : 2022-07-14
  • Salah Kirim Paket   Gagal

    Kami mulai asyik bercerita sambil menikmati masakan khas Negeri Sakura. Mataku membulat sempurna saat melihat seseorang yang sangat ku kenal berjalan menuju kasir bersama seorang wanita yang tidak ku kenal. Tapi aku tak bisa melihat wajahnya. Tempat duduk yang terletak di pojok sangat menguntungkanku. Aku bebas melihat tanpa ada yang menyadari keberadaanku. Tubuh tegap Bang Rizal mampu menyembunyikan tubuhku yang sedikit gempal. Bukan sedikit, memang nyatanya gempal.Setelah kedatangan Sasya mulailah berdatangan orang hingga memenuhi meja di dalam restoran. Lagi-lagi keadaan ini sangat menguntungkan. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku. Dua wanita itu tengah duduk di kursi tunggu tak jauh dari kasir. Sepertinya mereka sedang memesan makanan untuk di bawa pulang. Sasya sangat akrab dengan wanita itu. Siapa sebenarnya wanita itu? Apa jangan-jangan dialah istri kedua Mas Alvan. Aku harus mengikuti Sasya agar tahu dimana Mas Alvan menyembunyikan gundiknya itu. Dengan begitu

    Last Updated : 2022-07-15
  • Salah Kirim Paket   Permintaan Rahmawati

    Mobil yang dikendarai Rizal telah berhenti di halaman rumah Rahmawati. Sambil bercanda kedua kakak beradik itu melangkah ke rumah masa kecil mereka. Senyum merekah nampak jelas di wajah keduanya. Alia memang sering berkunjung ke rumah ibunya. Namun tanpa kehadiran Rizal, rumah itu terasa sunyi. Dan sekarang ketika sang kakak berada di sana.Rumah megah itu terasa hidup kembali. Rizal adalah sosok periang dan penyayang saat bersama keluarganya. Itu yang membuat Alia selalu merindukan kehadiaran kakak lelakinya. Bagi kebanyakan wanita cinta pertama adalah sang ayah. Namun tidak bagi Alia. Justru cinta pertamanya adalah sang kakak lelaki. Untuk sesaat Alia melupakan masalah besar yang menerpa hidupnya. Kehadiran Rizal bagai pengobat lara. Luka yang masih mengangga mampu ditutup sementara karena kehadiaran lelaki penuh kharisma itu. "Masih ingat almari hias ini bang?" Alia menunjuk alamari hias yang terbuat dari kayu jati asli. Almari yang berada di ruang tamu. Rizal tersenyum meli

    Last Updated : 2022-07-18

Latest chapter

  • Salah Kirim Paket   Ending

    Tumpukan berkas dan laporan sudah berada di atas meja keja. Aku menghela napas kemudian menjatuhkan bobot di kursi kebesaran. Satu persatu laporan kubuka lalu membaca setiap kata yang tersusun di atas kertas itu. Sesekali memijit kepala yang berdenyut. Ada sedikit perbedaan di dalam laporan keuangan. Apa jangan-jangan Alvan kumat lagi? Apa mungkin dia kembali melakukan kecurangan? Sungguh tak tahu malu jika dia melakukan itu? Aku membuang napas. Dengan kasar kuambil telepon di atas meja. "Suruh Alvan kemari!""Iya, Pak."Panggilan telepon kumatikan setelah mendengar kata iya dari mulut Mia. Sambil menunggu Alvan datang, kembali kuperiksa berkas lainnya. Pekerjaanku kian menumpuk setelah kematian Ibu. Beberapa bulan aku terlalu terbuai dalam rasa bersalah hingga mengabaikan tanggung jawab. Untung masih ada Alia yang membantu mengurus semuanya. Dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun. Terlepas dari cerewetnya. Pintu diketuk tiga kali. Aku yakin itu pasti Alvan. "Masuk!"Pin

  • Salah Kirim Paket   Surat Bu Nur

    Pov RizalRumah sudah penuh dengan beberapa tetangga saat aku tiba. Jenazah ibu segera diangkat lalu dibaringkan di ruang tamu. Sempat kulihat tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang. Namun aku memilih acuh. Sudah menjadi rahasia umum jika aku hanyalah anak angkat Ibu Rahmawati. Lalu kini aku membawa seorang wanita paruh baya yang sudah terbujur kaku. Siapa yang tak bertanya-tanya. "Kita salatkan, Bang. Beri penghormatan terakhir untuk Ibu." Aku mengangguk lalu melangkah masuk untuk berwudhu. Kami mulai menyalatkan jenazah Ibu. Bulir bening kembali jatuh setelah mengucapkan salam. Ini adalah penghormatan pertama dan terakhir dariku. Setelah selesai disalatkan. Jenazah ibu segera dikebumikan. "Kamu di rumah saja, Al.""Tapi, Bang.""Kamu sedang hamil. Pasti lelah sedari tadi mengurusi ini dan itu. Makasih untuk semuanya."Alia mendekat lalu memeluk tubuhku erat. Aku sentuh pundaknya hingga seraya menghirup aroma tubuh yang menenangkan. Terima kasih, kamu sudah menjadi istri, a

  • Salah Kirim Paket   Memaafkan

    Pov RizalAku segera beranjak, meninggalkan nasi yang masih tersisa setengahnya. "Mas!" panggil pelayan rumah makan. Aku terpaksa berhenti menanti lelaki itu mendekat ke arahku. "Ada apa, Mas?""Masnya belum bayar, kan?"Aku menghela napas, menahan amarah yang sebentar lagi meledak. Dia memanggilku hanya untuk ini. Uang merah di atas meja apa tak terlihat olehnya? Apa ia taj tahu aku sedang terburu-buru. "Uangnya di atas meja,Mas. Coba dilihat dulu.""Jangan ke mana-mana, Mas. Awas kalau sampai kabur."Pelayan itu membalikkan badan. Kemudian tersenyum saat melihat selembar uang berwarna merah. Aku memutar tubuh lalu melangkah pergi. Tak kuhiraukan teriakannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa kali aku hampir menabrak kendaraan lain. Dadaku bergetar, perasaan bersalah kian mendominasi hati. Ego menolak memaafkan tapi hati... Ah, tak bisa kujelaskan. Kakiku melangkah cepat menuju ruang ICU. Menerobos rombongan ibu-ibu yang akan menjenguk pasien. Hingga akhirnya kak

  • Salah Kirim Paket   Bimbang

    Pov RizalSudah tiga hari Alia memilih tidur di lantai atas. Sudah tiga hari pula dia mengunci mulut rapat. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya. Bahkan dia selalu membuang muka saat berpapasan denganku. Sebegitu marahkah dia? Alia marah karena aku tak mau menjenguk Bu Nur. Ah, harusnya ia tahu apa yang aku rasakan. Dibuang wanita bergelar ibu sangatlah menyakitkan. Lebih baik dikhianati teman dari pada dibuang oleh wanita yang telah melahirkan kita. Malam semakin larut tapi mata tak kunjung terpejam. Rasa kantuk seakan hilang dibawa kehampaan. Tak ada Alia membuat aku tidak mampu tidur nyenyak. Ingin aku masuk lalu memeluknya dari belakang. Menciumi harum tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Kuambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dengan cepat jari-jari ini menari di layar ponsel. Membuka aplikasi berwarna biru dengan logo F itu. Berbagai postingan muncul di berandaku. Dari yang bermutu hingga yang tak pantas dilihat semua muncul begitu saja. Sesekali aku beristigfa

  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    "Hallo, Al. Kamu bilang apa tadi?" Aku mendengus kesal, disaat seperti ini kenapa ucapanku tak ia perhatikan? Menyebalkan. "Cepat ke rumah sakit. Ibu kamu kritis!""Astagfirullah... Mama kritis, Al? Kenapa bisa? Tadi pagi Mama masih baik-baik saja kok."Astaga! Lama-lama kumaki juga Bang Rizal itu. Aku bilang Ibu bukan mama. "Ibu kamu, Mas. Bu Nur bukan Mama.""Alhamdulillah kalau Mama tidak kenapa-napa, Al."Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin segera kulayangkan ke wajahnya. Ibunya sedang kritis tapi ia pura-pura tak mendengar ucapanku. "Bu Kritis, Mas!" teriakku. "O, ya sudah kalau begitu. Mas ada meeting lagi." Seketika panggilan telepon ia matikan. "Mbak." Aku menoleh, seorang satpam berdiri di sampingku. Tatapan matanya tajam, membuat nyaliku menciut dalam sekejap. "Jangan berisik, ini rumah sakit!"Aku menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati aku merutuki sikap cuek Bang Rizal hingga akhirnya aku dimarahi satpam. "Ma-maaf, Pak."Lelaki itu hanya diam kemudian me

  • Salah Kirim Paket   Kritis

    Aku mulai sibuk mempersiapkan acara empat bulanan yang tinggal tiga hari lagi. Acara syukuran sekaligus doa untuk calon anak kami akan diadakan di rumah. Tak banyak yang kami undang, hanya keluarga inti, tetangga dan beberapa anak panti asuhan. "Catering sudah, kan, Al?" tanya Mama. "Sudah,Ma. Tinggal bingkisan untuk dibawa pulang saja. Enaknya apa, ya?"Aku dan Mama saling diam, bingung memikirkan bingkisan apa yang cocok dibawa pulang. "Kalau pesan kue gimana, Al?" usul Mama sambil menatapku. "Boleh, Ma.""Kalau gitu kita pesan sekarang saja. Kita ke tokonya." Mama begitu antusias. Momen seperti ini sudah lama Mama nantikan. Tak heran jika kini Mama begitu antusias menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilanku. Semua dekorasi, catering hingga bingkisan Mama yang memilih. Aku hanya membantu memesankan saja. "Ayo, Al! Kita siap-siap!"Aku segera melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian. Begitu pula dengan Mama. Belum sempat memakai hijab sebuah panggilan masuk. Segera

  • Salah Kirim Paket   Penolakan Rizal

    Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan tidaklah muda. Seperti itulah yang Bang Rizal rasakan. Dia tersiksa dengan rasa benci dan amarah. Semenjak pengakuanku, Bang Rizal memilih diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara seperlunya, selebihnya dia memilih membisu. "Abang marah?" tanyaku saat kami berada di kamar. "Tidak."Menghela napas saat kudengar jawabannya. Singkat, padat dan datar. Sikapnya semakin dingin terhadapku. Apa aku benar-benar salah melakukan tes DNA itu? Aku hanya ingin memastikan. "Maaf jika sikapku lancang, Bang.""Aku lelah, Al. Bisakah kita bicara besok. Abang ingin tidur." Bang Rizal membalikkan badan, dia membelakangiku. Jarum seakan tak bergerak. Sikap dinginnya membuat aku tak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang sempat mendera hilang dalam sekejap mata. Mata semakin tak bisa terpejam saat hasrat makan seketika muncul, bahkan terasa menggebu. Aku beranjak dari ranjang. Perlahan kakiku melangkah menuju dapur. Semoga saja ma

  • Salah Kirim Paket   Hasil Tes DNA

    "Siapa, Al? Kenapa syok begitu?" Bang Rizal menatapku penuh tanda tanya."Itu... Anu ...."Mulut ini mendadak kelu, apa kukatakan saja sekarang? Namun jika menimbulkan keributan bagaimana? "Alia sayang, kenapa diam? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu padaku, kan?"Mungkin saatnya Bang Rizal mengetahui kenyataan ini. Entah bagaimana tanggapannya nanti. "Alia.""Nanti Alia jelaskan, tapi tidak di sini, Bang."Setelah cukup lama berbincang dengan Syasya dan Bu Nur, akhirnya kami berpamitan pulang. "Apa yang mau kamu katakan, Al?" tanyanya sambil mengemudikan mobil. "Jalan dulu, Bang! Nanti kuatur mau belok ke mana." Bang Rizal mengangguk lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku mulai mengarahkan ke mana mobil harus berjalan. Kadang belok kanan atau belok ke kiri. Bang Rizal menurut tanpa banyak protes. "Ini bukannya alamat ke rumah Mia, Al?""Iya, Bang. Kita akan ke rumah Mia." Bang Rizal menautkan dua alis tapi enggan bertanya lebih jauh lagi. Pintu kuketuk pelan, tak lama

  • Salah Kirim Paket   Sama

    "Bagaimana, Mia?""Aman, Mbak. Tinggal menunggu hasilnya."Aku bernapas lega. Langkah untuk mengetahui kebenaran sudah berada di depan mata. Semenjak mendengar perkataan Bu Nur, entah kenapa aku ingin memastikan apakah dia ibu kandung Bang Rizal atau bukan. Jujur mata Bu Nur begitu mirip dengan mata Bang Rizal. Itu yang membuatku yakin jika mereka memiliki ikatan darah. "Aku tunggu kabar baiknya.""Telepon siapa, Sayang?" tanya Bang Rizal setelah keluar dari kamar mandi. Bang Rizal berjalan mendekat, air dari rambutnya menetes hingga ke lantai."Mia telepon tadi.""Ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget." Bang Rizal mendekat lalu memelukku dari belakang. Tetes demi tetes air menempel di pundakku. "Basah, Bang!" Aku lepas tangan yang melingkar di perutku. "Biarin, Abang lagi pengen kaya gini. Sudah lama kita sehangat ini, kan?"Aku diam, mendengarkan degup jantungnya begitu keras. Kuhirup aroma shampoo yang mengudara hingga menimbulkan rasa nyaman. Benar yang dikatakan Bang

DMCA.com Protection Status