Share

Kecelakaan

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-25 07:13:08

Pov Rizal

"Kartika ...."

Wanita yang sudah kuanggap adik itu menoleh lalu tersenyum ke arahku. Perlahan ia beranjak, berjalan mendekatiku yang masih berdiri di dekat pintu.

"Lama banget sih, Zal?"

"Macet, Ka."

"Aku udah lama nunggu tau!"

Kartika mencondongkan wajahnya saat berdiri di depanku. Seketika aku melangkah mundur, gerakan yang tiba-tiba membuat ia hilang keseimbangan lalu terhuyung jatuh di lantai. Wajahnya tepat mencium lantai berwarna cream itu.

"Sakit tau, Zal" ucap Kartika kesal. Dia membalikkan badan tapi masih tergeletak di atas lantai.

Aku menahan tawa melihat bentuk rambut Kartika yang berantakan.

"Ha ha ha...." Tawa itu lepas tak terkendali. Kartika menatapku kesal.

"Dibantu kek! Ini malah diketawain!" ucapnya kesal.

"Sini aku bantu!" Aku ulurkan tangan kanan ini. Dengan cepat Kartika menarik tanganku. Gerakan Kartika yang mendadak membuat aku ambruk hingga menimpa tubuhnya.

Kartika sempat menjerit dan refleks memeluk tubuh ini erat. Sesaat kami terpaku. Wan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Salah Kirim Paket   Permintaan Syasya

    Pov Rizal"Astaga, Syasya!""Mas mengenalnya?" tanya seorang lelaki yang tadi menggedor kaca mobilku. "Dia ....""Dia pacar Mas, ya? Kenapa ditabrak? Wanita ini selingkuh kemudian Mas marah lalu sengaja menabraknya, kan?" tuduh lelaki bertubuh gempal.Astaga, lelaki kebanyakan menonton sinetron hingga ucapannya tidak bermutu seperti itu. Apa dia pikir aku sejahat itu? "Benar itu, Mas?"Seketika semua mata tertuju padaku. Ucapan lelaki itu bagai magnet yang menarik benda mendekat. "Dia bukan pacar saya, saya ini sudah memiliki istri.""Dia selingkuhan Mas, ya?" tanya lelaki itu lagi. Astagfirullah di saat genting seperti ini justru lelaki itu membuat masalah. Dia waras atau tidak? "Tolong angkat Syasya ke dalan mobil, dia harus segera di bawa ke rumah sakit."Dua orang lelaki membantu mengangkat Syasya kemudian menidurkannya di kursi bagian belakang. Adik kandung Alvan itu pingsan, ada memar di bagian dahi dan tangannya. Setelah menidurkan Syasya, aku segera membuka pintu depan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Salah Kirim Paket   Penolakan

    Pov Rizal"Aku tidak mau pulang, izinkan aku menginap di rumah Mbak Alia beberapa hari saja.""APA!""Aku mau numpang tinggal di rumah Mbak Alia.""Jangan ngadi-ngadi, kamu, ya!"Seketika dadaku naik turun, rasa kesal menelusup masuk hingga ke relung hati. Wanita di depanku benar-benar tidak tahu malu. Dia berani meminta menginap setelah apa yang ia lakukan pada Alia. Apa ancamanku dulu tak ia dengarkan! Astaga, kenapa aku harus berurusan dengan orang tak waras macam Alvan dan keluarganya? "Tidak! Akan kuantar kamu ke rumah!"Aku menatap ke depan, dengan cepat memutar anak kunci ke kanan. Perlahan kendaraan roda empatku berjalan meninggalkan halaman rumah sakit. Sepanjang jalan Syasya diam, tapi wajahnya menegang kala jarak rumah kian dekat. Sebenarnya apa yang membuat wanita ini takut pulang ke rumah? Bukankah rumah adalah tujuan untuk pulang? "Berhenti!" Seketika kuinjak pedal rem. Bunyi gesekkan ban dan aspal sampai terdengar jelas. Beruntung tak ada mobil di belakang. Kalau ad

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Salah Kirim Paket   Jawaban Syasya

    Pov Alia"Kenapa dia ke sini? Masih kurang dia menyakiti Alia selama ini?" Mama menatap tajam Syasya. Aku sendiri memilih bungkam, ucapan Mama memang benar. Kenapa wanita itu datang lagi kemari? Tak cukupkah penderitaan yang ia berikan padaku? Pada keluargaku? Sebuah tanda tanya memenuhi isi kepalaku. Kenapa Bang Rizal mau membawa dia kemari? Sedang suamiku sangat membenci Syasya. Apa yang terjadi di antara mereka selain kecelakaan? Kecurigaan terlintas begitu saja di benakku. Pernah dikhianati membuatku berpikir yang tidak-tidak. Sekuat tenaga aku menepis rasa itu, tapi tetap terselip keraguan dalam sanubari. Mama menjatuhkan bobot di sampingku, netranya terus menatap tajam ke arah Syasya. Sementara wanita itu hanya diam membisu. Menatap kami saja dia tak sanggup. "Rizal bisa jelaskan pada kami? Kenapa wanita itu di sini?""Rizal tak sengaja menabraknya, Ma.""Hanya menabrak lalu kamu membawanya kemari? Kamu tahu alamatnya, kan? Bisa kamu antar, kan?" Akhirnya Mama menanyakan h

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Salah Kirim Paket   Menerima

    Pov AliaAku menggeleng tak percaya mendengar jawaban Syasya. Bapak Mas Alvan tega menjual putrinya demi uang. Apa ini benar atau cerita palsunya? Entahlah, aku tak mampu membaca pikiran orang lain. Dalamnya lautan mungkin bisa diukur tapi tidak dengan hati seseorang. Kutatap lekat manik bening yang masih meneteskan air mata itu. Sedikit pun tak terlihat kebohongan di sana. Ya Tuhan ... Benarkah itu? Waktu seakan berhenti, semua memilih diam, tak terkecuali Bang Rizal. "Boleh, kan, Mbak aku tinggal di sini. Aku tidak mau dijual lagi oleh bapak. Aku lelah menjadi mesin pencetak uangnya. Aku lelah melayani lelaki yang haus belaian."Berbagai macam pertanyaan menari di kepala tapi sekuat tenaga kutahan agar tidak lepas dari mulut ini. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk mendesak Syasya. Tubuh dan hatinya sudah lelah, biarlah dia merebahkan tubuh barang sebentar saja. "Kamu sudah makan, Sya?" Wanita itu menggeleng. "Makan dulu, Sya. Setelah itu istirahat di kamar tamu.""Aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-29
  • Salah Kirim Paket   Membuka Lembaran Kelam

    Pov Syasya"Syasya...," panggil Mbak Alia, matanya melotot melihatku. Raut tak percaya tergambar jelas di sana.Aku tahu Mbak Alia terkejut melihat aku berdiri di depan kompor sambil membawa spatula. Seumur-umur baru kali ini aku berada di dapur untuk memasak. Dulu ibu yang selalu menyiapkan makanan untuk kami. Aku selalu dimanja, meski hidup kekurangan, hingga akhirnya Mas Alvan menikah dengan Mbak Alia. Limpahan harta yang Mbak Alia berikan membuatku lupa daratan. Aku semakin menjadi wanita angkuh dan egois. Rasa bersyukur yang harusnya tertanam justru hilang. Bahkan timbul rasa iri pada wanita berhati malaikat seperti Mbak Alia. Nasi sudah menjadi bubur, aku tak mampu mengulang waktu. Hanya tinggal penyesalan yang selalu menghantui hidupku. "Kamu masak, Sya?" pertanyaannya menyentakku dari lamunan. "Iya, Mbak. Maaf hanya nasi goreng, aku tidak bisa memasak. Ini saja pakai bumbu siap saji.""Harusnya kamu istirahat, kamu tamu di sini bukan pembantu yang harus mengerjakan ini dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-30
  • Salah Kirim Paket   Mengunjungi Mas Alvan

    Pov Syasya"Apa benar Bapak melakukan itu, Sya?" tanya Mbak Alia karena sedari tadi aku hanya membisu. Dadaku menjadi sesak, seakan pasokan oksigen tak mampu mengalir ke seluruh tubuh. Pertanyaan Mbak Alia tak ubahnya membuka luka yang baru saja kututup. "Kamu siapa? Bapak, tolong!" teriakku kala seorang lelaki masuk kemudian mengunci pintu kamar rapat-rapat. Aku terus berteriak tapi ibu dan bapak seolah tak mendengar, padahal mereka ada. Jelas-jelas aku melihat bapak berdiri di belakang lelaki itu. Namun kenapa mereka tak menolongku. "Diamlah, Sayang, Bapakmu sudah menjual kamu padaku. Malam ini kamu harus memuaskan aku!""Tidak, pergi kataku!" Aku mundur hingga tubuh ini menempel pada dinding kamar. Lelaki itu mendekat, dengan cepat ia melucuti semua pakaiannya hingga meninggalkan celana kolor. Aku berteriak meminta tolong tapi nihil, ibu dan bapak seolah tak mendengar lebih tepatnya pura-pura tak mendengar.Dengan nafsu lelaki itu melampiaskan hasratnya. Dia tak perduli aku me

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Salah Kirim Paket   Tuduhan Alvan

    Pov Syasya"Aira baik-baik saja, kan, Sya?"Aku diam tak tahu harus menjawab apa. Aira dibawa ke panti asuhan oleh Bapak tepat sebelum perisitiwa mengerikan terjadi padaku. Bapak merasa kehadiran Aira adalah malapetaka baginya. "Kenapa bengong, Sya? Kamu dengar Mas ngomong, kan?"Aku mengangkat kepala, Mas Alvan menatapku dengan penuh tanda tanya. Namun mulut ini kembali bungkam. Kalimat yang sempat tersusun rapi berjatuhan satu persatu hingga habis tak tersisa. “Syasya, ada yang kamu sembunyikan dari Mas?”Mas Alvan seolah tahu apa yang ada di kepalaku. Dia tahu aku tengah menyembunyikan masalah besar. Aku atur napas yang kian terasa sesak. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengatakan kebenarannya. Namun apa Mas Alvan kuat mendengar kenyataan ini? Ada perdebatan dalam hati hingga membuatku merasa ragu.“Aira ... Aira dibawa pergi Bapak,Mas.”“Ke mana,Sya? Aira baik-baik saja,kan? Bapak tidak berbuat gila,kan?” cecar Mas Alvan membuatku sesak napas. Wajah kakakku kian tegang. Ini y

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-02
  • Salah Kirim Paket   Syasya Pergi

    Pov Syasya"Assalamualaikum ...." Mataku membola melihat tamu itu. "Masuk, Sya. Sini duduk!" Mbak Alia melambaikan tangan. Aku membatu, kakiku enggan melangkah mendekati mereka. Kalau bisa menghilang, saat ini juga aku akan pergi dari sini. Sayang, aku tak memiliki ajian itu. Mau tidak mau aku harus ke sana. "Perkenalkan ini Syasya, adik aku," ucap Mbak Alia datar. Wajah tidak suka tergambar jelas di sana. "Bisma," ucapnya seraya mengulurkan tangan. Aku masih diam, enggan menyentuh tangan lelaki itu. Tangan yang telah menghancurkan masa depanku. Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan kembali dengan dia? Lelaki yang telah merebut kesucian ini. "Sya," panggilan Mbak Alia menyentakku dari lamunan kelam. "Syasya," ucapku menerima uluran tangan tapi secepat kilat tangan ini kutarik, enggan berlama-lama menyentuhnya. "Syasya ke kamar dulu, Mbak." Aku beranjak berdiri. Tak sudi duduk berhadapan dengan lelaki bej*ngan itu. "Tidak temani Mbak dulu, Sya?" ucap Mbak Alia dengan sorot mat

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04

Bab terbaru

  • Salah Kirim Paket   Ending

    Tumpukan berkas dan laporan sudah berada di atas meja keja. Aku menghela napas kemudian menjatuhkan bobot di kursi kebesaran. Satu persatu laporan kubuka lalu membaca setiap kata yang tersusun di atas kertas itu. Sesekali memijit kepala yang berdenyut. Ada sedikit perbedaan di dalam laporan keuangan. Apa jangan-jangan Alvan kumat lagi? Apa mungkin dia kembali melakukan kecurangan? Sungguh tak tahu malu jika dia melakukan itu? Aku membuang napas. Dengan kasar kuambil telepon di atas meja. "Suruh Alvan kemari!""Iya, Pak."Panggilan telepon kumatikan setelah mendengar kata iya dari mulut Mia. Sambil menunggu Alvan datang, kembali kuperiksa berkas lainnya. Pekerjaanku kian menumpuk setelah kematian Ibu. Beberapa bulan aku terlalu terbuai dalam rasa bersalah hingga mengabaikan tanggung jawab. Untung masih ada Alia yang membantu mengurus semuanya. Dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun. Terlepas dari cerewetnya. Pintu diketuk tiga kali. Aku yakin itu pasti Alvan. "Masuk!"Pin

  • Salah Kirim Paket   Surat Bu Nur

    Pov RizalRumah sudah penuh dengan beberapa tetangga saat aku tiba. Jenazah ibu segera diangkat lalu dibaringkan di ruang tamu. Sempat kulihat tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang. Namun aku memilih acuh. Sudah menjadi rahasia umum jika aku hanyalah anak angkat Ibu Rahmawati. Lalu kini aku membawa seorang wanita paruh baya yang sudah terbujur kaku. Siapa yang tak bertanya-tanya. "Kita salatkan, Bang. Beri penghormatan terakhir untuk Ibu." Aku mengangguk lalu melangkah masuk untuk berwudhu. Kami mulai menyalatkan jenazah Ibu. Bulir bening kembali jatuh setelah mengucapkan salam. Ini adalah penghormatan pertama dan terakhir dariku. Setelah selesai disalatkan. Jenazah ibu segera dikebumikan. "Kamu di rumah saja, Al.""Tapi, Bang.""Kamu sedang hamil. Pasti lelah sedari tadi mengurusi ini dan itu. Makasih untuk semuanya."Alia mendekat lalu memeluk tubuhku erat. Aku sentuh pundaknya hingga seraya menghirup aroma tubuh yang menenangkan. Terima kasih, kamu sudah menjadi istri, a

  • Salah Kirim Paket   Memaafkan

    Pov RizalAku segera beranjak, meninggalkan nasi yang masih tersisa setengahnya. "Mas!" panggil pelayan rumah makan. Aku terpaksa berhenti menanti lelaki itu mendekat ke arahku. "Ada apa, Mas?""Masnya belum bayar, kan?"Aku menghela napas, menahan amarah yang sebentar lagi meledak. Dia memanggilku hanya untuk ini. Uang merah di atas meja apa tak terlihat olehnya? Apa ia taj tahu aku sedang terburu-buru. "Uangnya di atas meja,Mas. Coba dilihat dulu.""Jangan ke mana-mana, Mas. Awas kalau sampai kabur."Pelayan itu membalikkan badan. Kemudian tersenyum saat melihat selembar uang berwarna merah. Aku memutar tubuh lalu melangkah pergi. Tak kuhiraukan teriakannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa kali aku hampir menabrak kendaraan lain. Dadaku bergetar, perasaan bersalah kian mendominasi hati. Ego menolak memaafkan tapi hati... Ah, tak bisa kujelaskan. Kakiku melangkah cepat menuju ruang ICU. Menerobos rombongan ibu-ibu yang akan menjenguk pasien. Hingga akhirnya kak

  • Salah Kirim Paket   Bimbang

    Pov RizalSudah tiga hari Alia memilih tidur di lantai atas. Sudah tiga hari pula dia mengunci mulut rapat. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya. Bahkan dia selalu membuang muka saat berpapasan denganku. Sebegitu marahkah dia? Alia marah karena aku tak mau menjenguk Bu Nur. Ah, harusnya ia tahu apa yang aku rasakan. Dibuang wanita bergelar ibu sangatlah menyakitkan. Lebih baik dikhianati teman dari pada dibuang oleh wanita yang telah melahirkan kita. Malam semakin larut tapi mata tak kunjung terpejam. Rasa kantuk seakan hilang dibawa kehampaan. Tak ada Alia membuat aku tidak mampu tidur nyenyak. Ingin aku masuk lalu memeluknya dari belakang. Menciumi harum tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Kuambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dengan cepat jari-jari ini menari di layar ponsel. Membuka aplikasi berwarna biru dengan logo F itu. Berbagai postingan muncul di berandaku. Dari yang bermutu hingga yang tak pantas dilihat semua muncul begitu saja. Sesekali aku beristigfa

  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    "Hallo, Al. Kamu bilang apa tadi?" Aku mendengus kesal, disaat seperti ini kenapa ucapanku tak ia perhatikan? Menyebalkan. "Cepat ke rumah sakit. Ibu kamu kritis!""Astagfirullah... Mama kritis, Al? Kenapa bisa? Tadi pagi Mama masih baik-baik saja kok."Astaga! Lama-lama kumaki juga Bang Rizal itu. Aku bilang Ibu bukan mama. "Ibu kamu, Mas. Bu Nur bukan Mama.""Alhamdulillah kalau Mama tidak kenapa-napa, Al."Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin segera kulayangkan ke wajahnya. Ibunya sedang kritis tapi ia pura-pura tak mendengar ucapanku. "Bu Kritis, Mas!" teriakku. "O, ya sudah kalau begitu. Mas ada meeting lagi." Seketika panggilan telepon ia matikan. "Mbak." Aku menoleh, seorang satpam berdiri di sampingku. Tatapan matanya tajam, membuat nyaliku menciut dalam sekejap. "Jangan berisik, ini rumah sakit!"Aku menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati aku merutuki sikap cuek Bang Rizal hingga akhirnya aku dimarahi satpam. "Ma-maaf, Pak."Lelaki itu hanya diam kemudian me

  • Salah Kirim Paket   Kritis

    Aku mulai sibuk mempersiapkan acara empat bulanan yang tinggal tiga hari lagi. Acara syukuran sekaligus doa untuk calon anak kami akan diadakan di rumah. Tak banyak yang kami undang, hanya keluarga inti, tetangga dan beberapa anak panti asuhan. "Catering sudah, kan, Al?" tanya Mama. "Sudah,Ma. Tinggal bingkisan untuk dibawa pulang saja. Enaknya apa, ya?"Aku dan Mama saling diam, bingung memikirkan bingkisan apa yang cocok dibawa pulang. "Kalau pesan kue gimana, Al?" usul Mama sambil menatapku. "Boleh, Ma.""Kalau gitu kita pesan sekarang saja. Kita ke tokonya." Mama begitu antusias. Momen seperti ini sudah lama Mama nantikan. Tak heran jika kini Mama begitu antusias menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilanku. Semua dekorasi, catering hingga bingkisan Mama yang memilih. Aku hanya membantu memesankan saja. "Ayo, Al! Kita siap-siap!"Aku segera melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian. Begitu pula dengan Mama. Belum sempat memakai hijab sebuah panggilan masuk. Segera

  • Salah Kirim Paket   Penolakan Rizal

    Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan tidaklah muda. Seperti itulah yang Bang Rizal rasakan. Dia tersiksa dengan rasa benci dan amarah. Semenjak pengakuanku, Bang Rizal memilih diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara seperlunya, selebihnya dia memilih membisu. "Abang marah?" tanyaku saat kami berada di kamar. "Tidak."Menghela napas saat kudengar jawabannya. Singkat, padat dan datar. Sikapnya semakin dingin terhadapku. Apa aku benar-benar salah melakukan tes DNA itu? Aku hanya ingin memastikan. "Maaf jika sikapku lancang, Bang.""Aku lelah, Al. Bisakah kita bicara besok. Abang ingin tidur." Bang Rizal membalikkan badan, dia membelakangiku. Jarum seakan tak bergerak. Sikap dinginnya membuat aku tak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang sempat mendera hilang dalam sekejap mata. Mata semakin tak bisa terpejam saat hasrat makan seketika muncul, bahkan terasa menggebu. Aku beranjak dari ranjang. Perlahan kakiku melangkah menuju dapur. Semoga saja ma

  • Salah Kirim Paket   Hasil Tes DNA

    "Siapa, Al? Kenapa syok begitu?" Bang Rizal menatapku penuh tanda tanya."Itu... Anu ...."Mulut ini mendadak kelu, apa kukatakan saja sekarang? Namun jika menimbulkan keributan bagaimana? "Alia sayang, kenapa diam? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu padaku, kan?"Mungkin saatnya Bang Rizal mengetahui kenyataan ini. Entah bagaimana tanggapannya nanti. "Alia.""Nanti Alia jelaskan, tapi tidak di sini, Bang."Setelah cukup lama berbincang dengan Syasya dan Bu Nur, akhirnya kami berpamitan pulang. "Apa yang mau kamu katakan, Al?" tanyanya sambil mengemudikan mobil. "Jalan dulu, Bang! Nanti kuatur mau belok ke mana." Bang Rizal mengangguk lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku mulai mengarahkan ke mana mobil harus berjalan. Kadang belok kanan atau belok ke kiri. Bang Rizal menurut tanpa banyak protes. "Ini bukannya alamat ke rumah Mia, Al?""Iya, Bang. Kita akan ke rumah Mia." Bang Rizal menautkan dua alis tapi enggan bertanya lebih jauh lagi. Pintu kuketuk pelan, tak lama

  • Salah Kirim Paket   Sama

    "Bagaimana, Mia?""Aman, Mbak. Tinggal menunggu hasilnya."Aku bernapas lega. Langkah untuk mengetahui kebenaran sudah berada di depan mata. Semenjak mendengar perkataan Bu Nur, entah kenapa aku ingin memastikan apakah dia ibu kandung Bang Rizal atau bukan. Jujur mata Bu Nur begitu mirip dengan mata Bang Rizal. Itu yang membuatku yakin jika mereka memiliki ikatan darah. "Aku tunggu kabar baiknya.""Telepon siapa, Sayang?" tanya Bang Rizal setelah keluar dari kamar mandi. Bang Rizal berjalan mendekat, air dari rambutnya menetes hingga ke lantai."Mia telepon tadi.""Ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget." Bang Rizal mendekat lalu memelukku dari belakang. Tetes demi tetes air menempel di pundakku. "Basah, Bang!" Aku lepas tangan yang melingkar di perutku. "Biarin, Abang lagi pengen kaya gini. Sudah lama kita sehangat ini, kan?"Aku diam, mendengarkan degup jantungnya begitu keras. Kuhirup aroma shampoo yang mengudara hingga menimbulkan rasa nyaman. Benar yang dikatakan Bang

DMCA.com Protection Status