Di dalam sebuah rumah dengan sinar lampu temaram, seorang pria lengkap dengan setelan kantornya terlihat memasuki area dapur rumah itu.
Argantara Pratama, meletakkan tasnya di atas meja makan lalu melepasnya jasnya. Suasana rumah terlihat sepi, karena ini sudah menunjukkan waktu pukul 10 malam. Istri dan anaknya pasti sudah tidur.Menggulung lengan kemeja hingga sebatas siku, lantas Arga pun berjalan menuju lemari pendingin itu. Mengambil satu botol air dingin, lalu menegukknya dengan cukup tergesa.Pria itu tampak letih. Terbukti dari satu satu botol air mineral yang ia teguk hingga habis.Bersamaan dengan habisnya air dalam botol, tiba-tiba saja lampu dapur pun menyala. Seorang perempuan menggunakan baju tidur berbahan satin dengan rambut disanggul asal itu tampak melipat tangannya di depan dada sembari menatap jenggah ke arah Arga."Masih ingat jalan pulang?" Ujarnya terdengar seperti sebuah sindiran."Apa sih, Ra? Aku lelah dan tak ingin berdebat." Balas Arga yang ikut terdengar jenggah sembari menutup lemari pendingin lalu mengusak dasinya dengan sedikit kasar."Malam ini Fiola menangis lagi!" Balas Kiara terdengar geram."Memangnya kenapa lagi?" Sahut Arga terdengar ringan dan seakan tak peduli."Kenapa lagi?" Ujar Kiara seakan tak percaya ketika sang suami justru menanggapinya dengan tenang."Kamu janji akan pulang cepat, Mas Arga! Fiola menunggumu!"Arga yang kini justru berbalik geram setelah mendengar pekikan itu, rahangnya pun terlihat mengeras. Tubuhnya lelah, dan ia kembali di sambut dengan pertikaian seperti ini."Bukankah sudah ku bilang, kalau aku akan pulang telat!" Ujarnya terdengar dingin."Ia tak mau mendengar," sahut Kiara.Berdecak kasar, terlihat sekali guratan lelah di wajah tampannya itu. Bahkan rambutnya juga terlihat berantakan."Seharusnya kamu yang lebih berusaha memberi pengertian padanya lagi, Ra!" Balas Arga dengan suara yang lebih meninggi dari sebelumnya."Pengertian katamu?" Balas Kiara terlihat nanar. Wanita yang kini berusia 29 tahun itu tampak menggerakkan tangannya. Menahan laju air mata yang siap tumpah saat ini juga.Menggerakkan tangannya erat, lalu wanita itupun setengah berteriak."Untuk apa aku memberikan pengertian terus-menerus jika Mas saja tak pernah berusaha untuk mengerti kami!" Ujar Kiara setengah memekik. Air mata yang ia tahan pun akhirnya luruh juga."Lebih baik Mas nggak usah pulang sekalian! Hidup saja dengan sahabat wanitamu itu!" Ujarnya sembari membalikkan tubuhnya meninggalkan sang suami dengan langkah penuh kecewa."Sialan!" Umpat Arga sembari memukul lemari pendingin yang tak salah apapun itu.Arga baru saja selesai membersihkan tubuhnya, menggunakan piyama tidur berwarna senada dengan wanita yang kini tampak tidur membelakanginya. Pria itu tahu jika Kiara belum tidur.Ada perasaan bersalah menumpuk dalam hatinya. Iya, dirinya mengaku salah. Dan bodohnya ia justru melimpahkan kesalahannya pada istrinya sendiri. Menitik beratkan permasalahan yang sudah jelas adalah dirinya yang paling bersalah di sini. "Sayang, kamu marah?" Ujar pria itu setelah ikut berbaring tepat di belakang Kiara. Melingkarkan tangan kanannya di pinggang wanita yang masih terlihat ramping meskipun sudah melahirkan satu orang anak.Tak ada jawaban apapun dari Kiara, dan hal itu membuat Arga semakin resah saja. Tidak, ia tidak bisa jika harus saling berdiam seperti ini. "Maafin aku, Ra. Aku terlalu terbawa emosi, aku sungguh lelah hari ini. Maaf," ujar Arga sembari menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Kiara dari belakang. Ia rindu, rindu sekali sebenarnya. Sudah tiga hari ia tak pulang.Keduanya salin
Seorang gadis kecil memakai seragam sekolah dan berkepang dua itu tampak berlari menuju meja makan. Gurat wajahnya terlihat sangat ceria sekali. "Ayah! Hari ini Ayah yang akan mengantarku ke sekolah bukan?" Ujarnya terdengar riang sembari mendekat ke arah sang ayah yang tengah memimum kopinya. "Tentu dong, princessnya Ayah!" Ujar Arga sembari menunduk dan mengusap kedua pipi anaknya itu dengan gemas.Arga sangat beruntung memiliki putri secantik dan sepintar Fiola. Tadi pagi saat ia sudah meminta maaf pada putri kecilnya itu. "Yes!" Teriak Fiola begitu antusias. Bahkan ia sampai lompat-lompat karena terlalu senang. "Cepat duduk Fio, lalu makan sarapanmu," ujar Kiara sembari meletakkan segelas susu di dekat piring Fiola. Wanita itu juga sudah rapi dengan kemejanya, karena Kiara juga berprofesi sebagai guru di Taman Kanak-Kanak. Berjalan mendekati sang suami, lantas Kiara pun berujar, "Ku pasangkan dasimu dulu, Mas. Sini!" Ucap Kiara. Menatap penuh cinta pada sang istri, lalu Arg
Argantara Pratama, dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku pria itu tampak keluar dari dalam kamar mandi kamar inap mewah itu. Berjalan pelan menuju bangsal yang kini ditempati oleh seorang wanita cantik yang memakai baju pasien itu. "Kenapa nggak dihabisin makanannya, Bi?" Ujar Arga setelah ia berada di samping Bianca. Mendudukkan dirinya di bangsal milik Bianca sembari menatap puan cantik berambut hitam panjang itu. Bianca Lisa menggeleng pelan. "Nggak enak, Ga! Makanan rumah sakit rasanya hambar," ujar wanita itu sembari mengerucutkan bibirnya. "Makan, Bi. Lihat tubuhmu udah makin kurus," ujar Arga yang tampak khawatir dengan kondisi Bianca. Setelah pulang dari kantornya, Arga memang lebih mengutamakan untuk menemani Bianca. Bahkan tak jarang pria itu harus membawa pekerjaannya ke rumah sakit atau ke apartemen Bianca ketika sahabatnya ini tengah kambuh. Wanita itu tampak berdecak mendengar ucapan Arga. "Memangnya kenapa kalau aku kurus? Nggak sexy lagi begitu?" Balasny
"Aku bahkan tahu ukuran bra-mu, Bi." Bisik Argantara Pratama yang sontak menimbulkan guratan merah di pipi Bianca. "Brengsek! Diam kamu Argantara Pratama!" Pekik Bianca sembari mendorong tubuh pria itu agar menjauh darinya. "Aku heran, kenapa Kiara bisa mau dengan pria kayak kamu!" Ucap Bianca menatap kesal ke arah Arga yang justru tengah tertawa lebar itu. "Karena aku tampan," balasnya sembari menggedikkan bahu. "Percaya diri sekali kau!" Sahut Bianca. "Akuin aja, Bi. Memang benar kalau aku tampankan?" Balas Arga disertai kekehan dari wajah tampannya. Ia selalu suka ketika berdebat dengan Bianca seperti ini. "Aku pergi dulu, telfon aku kalau kamu membutuhkan sesuatu." Ujar Arga sebelum ia akhirnya meninggalkan Bianca sendirian untuk pulang. Tak bohong, jika ia juga merasa rindu pada Kiara dan juga Fiola. Astaga, ia harus benar-benar meminta maaf pada anak perempuannya itu. ~~~~••••~~~~ Senyum Arga tampak mengembang saat memasuki rumah mewah yang sudah ia tempati selama 8 tah
Arga terlihat lebih segar dengan piyama tidurnya saat menuruni anak tangga. Berjalan pelan menghampiri sang istri yang sedang mengaduk secangkir teh hangat di sana. "Minum ini, biar tubuhmu hangat." Ujar Kiara sembari menyodorkan satu cangkir teh yang sengaja ia buat untuk suaminya itu. Mandi di tengah malam seperti ini pasti sangat dingin. Berjalan ke arah kursi, lalu wanita yang memakai piyama dan dibalut cardigan itu pun tampak duduk dengan tenang di kursi meja makan. Memperhatikan sang suami yang sedang meneguk teh hangatnya. "Sudah lebih tenang?" Ujar Kiara disaat Arga berjalan ke arahnya. Berjongkok disampingnya sembari melingkarkan tangannya pada pinggang ramping milik istrinya itu. Menenggelamkan wajahnya pada perut Kiara. Arga hanya mengangguk tanpa berucap. Ia rindu, ingin memeluk wanitanya. Dalam diamnya, Arga benar-benar merasa bersyukur memiliki wanita seperti Kiara Maharani.Tangan Kiara tak hanya diam, namun juga mengusap punggung lebar pria itu dengan lembut. "Sek
Selama tiga hari ini Kiara merasakan kembali kehangatan dan keharmonisan rumah tangganya. Arga memilih untuk membawa pekerjaannya di rumah sekaligus menjaga Fiola. Bahkan hari ini Arga yang mengantar Fiola untuk pergi ke sekolah. Senang dan bahagia, tentu saja yang Kiara rasakan.Pria itu seakan kembali padanya, pada keluarga kecilnya. Senyum dan tawa Fiola saat bersama sang ayah seakan menjadi obat segala rasa lelah karena pekerjaannya. Siang ini Kiara berniat untuk menjenguk Bianca. Sangat tidak sopan jika dirinya hanya mengabaikan sahabat yang sudah berjasa sekali untuk suaminya itu. Dengan membawa bingkisan di tangannya, Kiara pun mulai melangkahkan kakinya masuk ke salah satu gedung rumah sakit terbaik di negeri ini.Kiara sedikit mengernyit manakala ruangan Bianca berada di lantai paling atas, yang merupakan kamar dengan fasilitas terbaik dari Rumah Sakit.Tapi Kiara segera menepis pemikirannya itu. Bianca adalah salah satu model sekaligus influencer yang populer di negeri ini
"Kalau begitu cepatlah menikah, Kak!" Sahut Kiara dengan cepat. "M-maksudku, jika segera menikah. Pasti Kak Bianca akan cepat memiliki anak dan bisa bermain dengannya," ujar Kiara sembari tersenyum hangat.'Dan cepat menjauh dari suamiku juga!' Ujarnya menambahkan dalam hati. Bianca pun hanya tersenyum tipis. "Kekasihku pria yang sibuk sekali, Ra. Kami belum memikirkan tentang pernikahan," ujar wanita itu membuat Kiara agak terkejut dengan pengakuannya.Kekasih? Jadi selama ini Bianca sudah memiliki kekasih? Lalu siapa dia? Mengapa harus suaminya yang mengurus segala keperluannya. "Kapan-kapan Kak Bianca harus mengenalkannya pada kami," ujar Kiara sembari melirik ke arah suaminya yang berdiri bersebrangan dengannya. "T-tentu saja," jawab Bianca terdengar sedikit gugup. "Um, sayang kenapa kamu nggak hubungin aku aku dulu kalau mau ke sini?" Ujar Arga seakan memotong pembicaraan perihal kekasih Bianca. "Katanya kamu sibuk dengan proyek barumu, Mas." Ujar Kiara menatap Arga dengan
"Sampai kapan kamu mau terus ada di sini, bos ?" Ujar seorang pria terdengar sinis.Pria dengan celana pendek berwarna hitam serta kaos pendek berwarna putih itu tampak memberengut kesal lantaran sudah hampir empat hari ini pria yang berstatus sebagai atasannya itu menginap di apartemennya.Pria dengan setelan kantor itu tampak mendongak. Menatap datar ke arah Zidan Alfian, sekretarisnya. Di tangan kanannya masih ada satu batang rokok yang menyala, serta di depannya ada satu botol alkohol yang sudah ia teguk sampai setengahnya."Kamu nggak seneng aku ada disini?" Ujar Arga sembari menghisap nikotin yang terbakar itu. Zidan yang baru saja selesai mandi pun berjalan mendekat ke arah pantry dapurnya. Mengambil botol wine yang ada di depan Arga, lalu menyimpannya kembali ke dalam lemari pendingin miliknya. "Apartemenku bukan bar, Ga! Kalau kangen sama istrimu ya pulang sana! Jangan malah mabuk di sini, nyusahin!" Ujar Zidan setengah menggeram. Tentu saja, tuan rumah mana yang tak geram