Share

Di unung Senja

Author: Purwa ningsih
last update Last Updated: 2022-05-29 01:00:03

"Bi...!"

Arum menghela napas barat, lalu menatap wajah Bibinya, terlihat jelas wajah Arum yang begitu pucat.

"Kenapa Nak, ceritakan biar kau lega."

Sesaat Arum merasa seperti ada yang hilang. Entahlah begitu berat jika ia harus berpisah dengan Damar, tak bisa dipungkiri mereka sudah lama hidup bersama. Tak mudah bagi Arum melupakannya begitu saja.

"Ayo, ceritakan pada Bibi," ucap Bibi Fatma menenangkan Arum yang begitu sedih.

Wanita cantik itu mengangguk. "Entahlah, Bi, Rum begitu sakit. Arum rindu, Mas Elang."

Wanita paruh baya itu mengusap rambut Arum dengan pelan. "Kau merindukannya?"

"Iya Bi, biasanya jika Rum sedih, mas Elang selalu ada," jelas Arum yang begitu merindukan kakaknya.

"Sabarlah, pasti nanti bisa ketemu lagi."

"Apa, mas Elang enggak sayang sama Arum Bi?" tanya Arum dengan pelupuk mata yang sudah digenangi air mata.

"Jangan bilang begitu, dia begitu sayang kan sama kamu hingga dia pergi menjauh." Perkataan sang Bibi membuat Arum curiga.

"Maksudnya apa Bi, karena Rum?" tanyanya lagi penasaran.

"Kau tahu Rum, kau wanita hebat dan tegar, percayalah jika talak itu bukan talak tiga. Mungkin saja mudah bagi kalian buat rujuk, namun ini beda Nak," lirih Bibinya pelan mengalihkan pembicaraan.

"Arum tahu Bi, cuma Rum hanya rindu sama mas Elang. Semuanya ini membuat Arum tak bisa berpikir."

Namun, ada rasa resah yang bersemayam di hati Arum. Kemudian ia mengingatkan dirinya bahwa memang sudah seharusnya ia mulai membiasakan diri. Agar nantinya enggak terlalu sakit saat harus melepas semuanya kenangan yang begitu menyakitkan.

Bibi Fatma tersenyum, "Wudhulah, Rum, temui kekasihMU minta petunjukNYA."

Arum tersenyum. "Baiklah, Bi. Terima kasih sudah mengingatkan Arum."

"Iya, Nak."

Arum berjalan mengambil air wudhu dan kembali mengambil mukena menjalankan ibadah shalat isya' dan diakhiri dengan dzikir juga doa.

'Ya Allah, ya Robbana beri aku kekuatan untuk segera bangkit, saat aku terjatuh , jangan biarkan aku menjadi orang yang lemah'

Dalam setiap hubungan akan selalu menginginkan waktu berdua untuk keluarganya. Baik untuk melepas rindu, atau pun hanya sekedar ingin memandang wajah kakaknya saja. Semoga saja doanya diijabah ia bisa bertemu dengan kakaknya.

Tidak bisa dipungkiri sejak sang ayah meninggal, kakaknya lah yang selalu menyayangi Arum. Saat ini Arum memiliki semua itu. Akan tetapi ia harus merelakan Elang sudah tak peduli lagi padanya. Arum menyadari, jika saat itu Elang menentang keras pernikahannya. Wajar kalau Elang menghilang bagai ditelan bumi.

****

Sayub-sayub terdengar Suara adzan menggema dari sudut ruangan. Wanita itu beringsut masuk ke kamar mandi dan menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba. Semoga nasib baik berpihak pada wanita itu, yang mempunyai komitmen kuat dan selalu percaya bahwa tidak ada yang mustahil jika Allah mengizinkan.

Arum harus percaya, akan ada hasil indah yang menanti disetiap perjuangan yang ia lalui, karena Allah itu Maha Adil. Arum harus terus bersabar, berdoa, dan berusaha. Keadaan ini pun tak lepas dari takdir Allah.

Wanita itu berjalan mendekati jendela, terlihat embun pagi masih menyelimuti dan juga dedaunan yang melambai tertiup angin dipagi hari. Entah ... ia tak sanggup menatap hari-harinya ke depan. Mungkin saja wanita itu harus belajar dari embun pagi. Sederhana, menyejukkan namun tidak merusak dedaunan tempat di mana ia berpijak. layaknya embun di dalam pagi hari yang menyejukkan. Karena embun pagi tak pernah salah.

Arum menuju dapur membantu Bibi Fatma, menyiapkan sarapan pagi. Ia memotong sayuran dengan perasaan yang entah...

"Pagi, Arum, gimana sudah lebih baik?" tanya sang Bibi.

Arum mengangguk senang dan memeluk tubuh erat Bibinya. "Alhamdulillah, rumah sudah sedikit lega Bi."

"Syukurlah, semangat ya," Bibi Fatma senang mendengar ucapan Arum.

Tumis kangkung, ayam goreng juga tahu goreng sudah siap di meja makanan.

"Rum,ayo sarapan," ucap Bi Fatma membuat Arum menatap wajah sang bibi dan mengangguk.

"Iya Bi." Wanita itu berjalan dan duduk di depan Bibinya.

"Rum, bekal kamu sudah Bibi siapkan."

Arum tersenyum sambil menyantap hidangannya. "Iya Bi, Rum, selalu merepotkan 'kan?"

"Tidak Rum, tenanglah."

****

Hati Bibi Fatma bergetar, beliau berusaha menguasai detak jantung yang naik turun, senyuman Arum membuatnya merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Selama ini ia menyembunyikan jati dirinya sebagai Ibu kandung Arum, wanita itu bahagia apapun akan ia lakukan asal anak kandungnya ini bisa bahagia.

"Kau yang membuat anak kita kecarunan, Hah," teriak lelaki tampan itu dengan amarah yang membuncah waktu itu.

"Mas Dibyo, apa aku setega itu. Percayalah bukan aku pelakunya," jawab Fatma kala itu dengan tangan gemetaran. Saat melihat putranya dengan mulut berbusa.

Wajah Dibyo memerah. "Tinggalkan aku dan anakku Fatma, kau wanita yang berbahaya." Dibyo mengusir Fatma tanpa. Menoleh ke arah Fatma sedikitpun.

Fatma menangis histeris. "Mas ... ini tidak adil untukku? Bukan aku pelakunya kumohon jangan pisahkan aku dari anak kita?"

"Keputusanku sudah bulat, pergilah sebelum aku panggilkan polisi."

Fatma melangkah pergi, meninggalkan luka yang tidak berdarah.

Entah apa, kenapa suaminya berubah seperti ini. Entah suaminya senang atau tidak dengan tuduhannya kali ini. Keluarganya selalu menfitnah Fatma agar keluar dari rumah mewah itu. Dengan berbagai cara mereka berusaha mengusir Fatma.

Dibyo kusumo menatap wajah Fatma dengan hati yang tergores, Fatma laksana sebuah lukisan di awan, cerah membingkai ufuk senja. Pemaksaan yang dilakukan keluarganya memang sangatlah menjadi misteri. Entahlah toh ... perkataan Dibyo sudah terucap, mengusir Fatma dari rumah mewah itu.

"Bekerjalah Fatma, biar Mbak yang akan mengurus dan mengangkat Arum sebagai anak kami."

"Tapi Mbak Ningsih...!"

"Percayalah, aku akan menjaga anakmu dengan baik. Anak ini akan selamat jika tak bersamamu. Keluarga Dibyo begitu kejam bukan?"

Fatma mengangguk. "Baiklah, Mbak. Terima kasih."

Sesaat hujan air mata tumpah dihati Bibi Fatma, menyembunyikan identitas sebagai seorang ibu, demi menyelamatkan putrinya. Saat Dibyo mengusirnya Ia telah hamil beberapa bulan.

"Bi, Rum berangkat dulu ya?" pamit Arum menyadarkan lamunannya.

Wanita paruh baya itu mengangguk, matanya berkaca- kaca. " Iya hati-hati Nak."

Akan Fatma genggam tangan anaknya Arum. untuk meninggalkan kenangan pahit bersama suaminya, yang sulit untuk dilupakannya. Fatma tahu betul rasanya disakiti. Lebih baik memulai hal yang baru maka luka itu sedikit demi sedikit akan menghilang. Fatma berjanji akan memeluk dan membuat Arum nyaman bersamanya.

****

Arum diantar oleh Bibi Fatma, hari ini beliau jadwalnya mengunjungi butik kecilnya. Sesaat mereka terdiam, Arum menatap kedua teduh manik mata sang Bibi yang begitu menyimpan luka. Mobil berhenti di depan perusahaan tempat kerja Arum. Dan Arum mengambil tas dan mencium punggung tangan Bibinya.

"Bi, Arum masuk ya." pamit Arum.

"Iya nak, nanti pulang Bibi jemput," ucap Bibinya.

Arum mengangguk. "Iya Bi."

Sesaat Levin terpana melihat wajah Arum yang keluar dari mobil. Dres bermotif biru sebatas lutut membuat penampilan wanita itu sangat berbeda dari biasanya. Anggun dan cantik.

"Hey... siapa wanita tadi? Wajahnya hampir mirip denganmu?" tanya Levin penasaran.

"Oh, itu Bibiku Pak."

"Cantik, sama sepetimu."

Arum hanya diam dan tersenyum.

"Calon ibu mertuaku, berarti," ucap Levin lembut dan merayu.

'Mulai lagi lebainya keluar'

Arum menggeleng. "Tuh, pacar pak Levin datang." Tunjuk Arum pada wanita seksi berjalan mendekatinya.

"Yah dia lagi," ucap Levin berdecak kesal.

Arum menatap Levin lekat. "Jangan sakiti hati wanita pak."

Levin menggeleng cepat.

Arum menarik napas lega, dan tersenyum lalu berjalan meninggalkan Levin. setidaknya Levin tidak akan menyakiti wanita. Arum hanya ingin bosnya menjadi tipikal pria yang setia.

****

"Hey berhenti ...." Panggil wanita itu pada Arum.

Arum menoleh, mencari dimana arah suara yang memanggilnya. "Ada apa?"

"Dengar ya Levin adalah milikku, jangan berani mendekatinya."

Arum menarik nafas berat, berusaha agar tak tersulut emosi. "Kenapa, apa aku seperti wanita penggoda. Aku rasa aku tak pernah menggoda Pak Levin."

"Dasar ya." Wanita itu berusaha untuk mendorong tubuh Arum. Namun Lestari dengan sigab menopang tubuh sahabatnya.

Arum kembali memalingkan wajahnya, bersama rasa sakit yang kian menembus dadanya. Ia mengusap kasar airmata yang kembali mengalir deras membasahi wajah. Kenapa ini terjadi padanya.

"Dasar wanita bar-bar," bentak Lestari pada wanita bertubuh sinyal itu.

"Hah kenapa, jika kau mendekati Levin itu akibatnya."

"Dasar ya, gila wanita ini."

"Aghh sakit ... perutku sakit sekali Tari."

Wanita itu dan Lestari melotot kaget melihat kaki Arum penuh darah. Lestari begitu panik dan berteriak meminta tolong.

"Ada apa ini? Arum...." Levin begitu khawatir tentang keadaaan Arum.

"Entahlah ... wanita itu mendorong tubuh Arum pak tadi." Jelas Lestari pada Levin.

"Awas ya jika terjadi apa-apa sama Arum, aku tidak akan memaafkanmu."

Wajah panik Levin, perasaan entah ... yang jelas ia punya rasa sayang yang lebih pada Arum entah perasaaan suka atau tidak. Yang jelas saat ini lebih ingin menjaga dan mengayomi Arum. Ia mengangkat tubuh Arum dan menggendongnya menuju mobil. Levin sangat panik karena darahnya begitu banyak yang keluar, terlihat dari kakinya.

"Bertahanlah Arum."

Sesaat Arum tak sadarkan diri.

Mobil melaju pesat, Levin gemetar melihat Arum sudah tak sadarkan diri. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arum?

****

"What ….!" Damar takjub dengan keadaan rumahnya. Berantakan dan kotor di mana-mana.

Pakaian menumpuk di atas sofa. Panci, piring, gelas dan sendok menumpuk di wastafel. pakaian kotor terlihat menumpuk di samping mesin cuci. Belum lagi sisa-sisa makanan dan bungkus snack bertebaran di beberapa bagian rumah.

Berapa hari Ibu dan kakaknya tidak beres-beres. Loh kok bisa? Astaga.

Damar memijit pelipisnya yang begitu berat. Selama dua hari, ia meeting di luar kota. Dan beginilah keadaan rumahnya sekarang, saat ia pulang keadaan rumahnya bak kapal pecah saja. Biasanya rumah ini sangat bersih dan wangi saat Arum berada di sini. Ya ternyata selama ini Arumpun dimanfaatkan sama Ibu juga kakaknya. Astaga, Damar mendengus kesal.

Ponsel dalam saku Damar berbunyi, lantas dia mengangkatnya.

[Damar...! Kamu sudah di rumah?] Terdengar suara teriakan cemas dari Herlin.

[Aku di rumah!] jawab Damar kesal.

[Ibu, dirumah sakit. Jatuh tadi]

[Apa]

Sejurus kemudian, Damar melihat jam di pergelangan tangannya, dan berangkat menuju rumah sakit dengan hati yang tak karuan.

Related chapters

  • Saat Istri Memilih Pergi   Ke rumah sakit

    Levin mengangkat tubuh Arum yang masih tak sadarkan diri. Rasa panik menghantuinya, entah, sepertinya ia sudah mengenal Arum begitu lama wanita ini. Jika terjadi sesuatu padanya apa yang harus dilakukan. "Maaf permisi keluarga dari pasien yang mana?" tanya salah satu perawat. "Sebentar lagi sus," jawab Lestari cemas karena ia sudah menghubungi Bibinya Arum yang masih dalam perjalanan. "Aduh ... pasien harus segera ditangani pendarahannya cukup banyak.""Apa yang dibutuhkan, Sus, saya kakak dari pasien." Bohong Levin pada sang suster. "Baiklah, ikut saya, Bapak harus tanda tangan, segera akan dilakukan kuret karena janinnya tak bisa terselematkan." Jelas sang suster pada Levin. "Apa... jadi dia hamil, sus?" tanya penasaran Lestari. "Iya, Mbak. Mari ikut saya,Pak."Jantung Levin naik turun, ia gemeteran wanita itu begitu menderita. Bagaimana bisa lelaki itu menyakiti wanita sebaik Arum. Ia segera menandatanganinya karena ia tidak ingin melihat Arum kehilangan nyawa dan tak bisa se

    Last Updated : 2022-05-29
  • Saat Istri Memilih Pergi   Kehilangan sang buah hati

    Damar berlari saat mengetahui jika Arum pun dirawat di tempat yang sama. Saat ia menjenguk Ibunya, ia melihat Bibi Fatma membelikan bubur untuk Arum. Dan saat Damar mengikuti ternyata benar Arum yang sakit. Rasa penasaran Damar kian tersulut, sakit apa sebenarnya Arum? "Pak Levin, ada apa dengan Arum?" tanya Damar sambil berusaha mengatur nafasnya yang habis berlari. Levin memanas, rahangnya mengeras, selama ini dia memang mengenal banyak gadis namun saat melihat air mata Arum hatinya begitu terluka, seolah diri nya ikut merasakan sakit yang Arum rasakan. "Pak, Aku mohon, beritahu ada apa dengan Arum?" tanyanya lagi sambil memohon. Levin tak bisa mengendalikan emosinya. Tangannya mengepal sejurus kemudian melayang menghantam ke wajah Damar dengan sangat keras. "Bughh...."Darah segar mengalir dari sudut bibir Damar. "Aghh, ada apa ini pak Levin.""Coba kau tidak melukainya, Mungkin kandungannya akan baik-baik saja. Lihatlah karena dia stres janinnya tidak bisa berkembang. Suami

    Last Updated : 2022-05-29
  • Saat Istri Memilih Pergi   Penyesalan

    "Dia yang memberikan aku talak tiga. Hani, demi kekasihnya yang beberapa tahun akhir-akhir ini muncul di hidupnya." Tukas Arum menceritakan semua pada sahabatnya itu.Terlihat Hani begitu syok. Ia tak tahu jika Damar kekasihnya adalah suami sahabatnya terbaiknya Arum. "Oh. Su ... suami kamu, Rum?" tanya Hani tak percaya. Arum masih mengusap sudut matanya yang basah, dan mengangguk. "Iya.""Demi Tuhan, aku minta maaf, Rum." Lagi-lagi Damar memohon"Maksud Mas Damar?" tanya Arum tidak mengerti. Arum telah sadar, apakah wanita itu Hani? Ya, dia ingat betul vidio yang diberikan oleh Lestari. Wajahnya seperti tidak asing saat itu. Kekecewaan yang teramat dalam membuat bibir wanita itu seakan kelu. "Katakan sesuatu, Mas Damar? dan kamu Hani plis? Apa kalian ada hubungan?" tanya Arum lagi kepada keduanya. Damar masih diam layaknya patung. Hanya bibirnya yang kemudian bergetar, menahan sesak yang merelungi hatinya. "Rum, maaf....""Aku lelah, benar-benar tak percaya, Mas, jadi Hani saha

    Last Updated : 2022-05-29
  • Saat Istri Memilih Pergi   Anak kecil itu

    Sementara hari berganti hari, dan bulan berganti bulan. Arum sedang diapotik membeli obat pesanan Bibi Fatma, ia mengantre setelah namanya dipanggil ia kedepan dan menebus obatnya. Selesai ia berjalan menunggu taksi lewat, kebetulan hari ini ia tidak membawa kendaraan. Arum berjalan mendekati jalan utama dan duduk sambil menunggu, sesaat ia melihat ada gadis kecil mau berlari kearah jalan raya. Sementara ada mobil yang berjalan cepat kearahnya. Arum kaget dan langsung berlari menarik tangan gadis kecil itu, hingga ia tersungkur jatuh di tepi jalanan. "Aghh.... " Teriak Arum kesakitan tangannya berdarah. "Maaf, Tante tidak apa-apa?" tanya gadis kecil itu. "Iya, Tante baik-baik saja Nak.""Aduh maaf ya mbak, terima kasih banyak ya, sudah menolong non Naura. Jika tidak ada mbak. Mugkin Bibi bisa dipecat.""Sama-sama Bi. Lain kali jagainnya hati-hati ya.""Baik Mbak."Selang beberapa menit Levin datang menghampiri, dan meraih tangannya berusaha membangunkan Arum. "Ada-ada saja kamu in

    Last Updated : 2022-05-29
  • Saat Istri Memilih Pergi   Lelah

    Levin membersihkan luka di siku tangan Arum dengan pelan dan telaten, luka itu terus ditiup bersamaan dengan kapas yang terus meratakan Betadine. Hingga perih dirasakan Arum sambil menggigit bibir bawahnya, namun saat ini luka yang sedang diobati masih sakit luka hatinya. Bibi Fatma memberikan kotak dan gunting, dan kotak P3K yang diberikan pada Levin. Setelah selesai membersihkan kuka Aum. Terakhir, Levin menempelkan kain kasa ke luka tangan Arum. "Nah, sudah selesai. Ingat Rum, membantu boleh asal nyawa kamu juga harus dipikirkan," ucap Levin seraya memotong gulungan plester perekat dengan gunting.Arum trenyuh. Bos galaknya bisa bicara sebijak ini. Bibi Fatma datang membawa dua gelas jus jeruk, untuk Arum juga Levin. "Memangnya kenapa nak? Kenapa bisa lukanya dalam begitu?" tanya Bibi Fatma cemas. "Sok jadi pahlwan sih Bi, masa nolongin anak kecil yang mau tertabrak mobil, ya jadinya gini dia sendiri kan, yang kena musibah." Adu Levi pada sang Bibi. "Sudahlah pak Levin, janga

    Last Updated : 2022-06-08
  • Saat Istri Memilih Pergi   Sakit sekali

    "Tari, ko pengen makan baso ya. Kita beli di ujung jalan itu yuk, kayaknya enak deh. Rame terus soalnya." Ajak Arum pada sahabatnya. "Aku juga lapar sih, tadi siang kan kita cuma makan roti saja," jawan Tari cemberut."Sudah aku yang traktir deh, kayaknya lagi bokek kan'?"Tari tersenyum malu. "Kok tahu sih, habisnya banyak pengeluaran bulan ini Rum.""Ya ayo, kita makan."Saat mereka mau berangkat Levin datang menghalagi. "Maaf ya Rum, ga bisa nganterin kamu ada meeting soalnya."Arum mengangguk. "Siap pak. Gapapa kok.""Salam buat Bibi ya!"Arum tersenyum. "Iya pak."Mereka sudah sampai di depan warung baso yang sangat ramai. Banyak pengunjung, Arum pengen mampir kesini namun baru kali ini sempat mampir. Dua porsi baso jumbo dipesan Arum juga Tari. Pramusaji datang mengantarkannya. Mereka berdua sedang asyik memanjakan lidah mereka dengan rasa baso yang sangat lezat juga punya ciri khas. Kuahnya sangat kental dilidah. Tak jauh dari kursi yang diduduki Arum dan Lestari ada sepasang

    Last Updated : 2022-06-08
  • Saat Istri Memilih Pergi   Rahasia masa lalu

    "Rum...?" panggil Elang lagi."Apa masih ada, yang kamu sembunyikan, Mas?" tanya Arum penasaran. Elang menarik nafas pelan, ia tahu jika wanita ini sedang terluka. Apa gunanya menutupi rahasia, toh akhirnya Arum akan tahu juga. "Iya, Bibi Fatma adalah Ibu kandungmu."Tangisan itu makin deras, Arum begitu syok mendengar perkataan Elang. Arum menggeleng kasar. "Tidak ... kau bohong, Mas," elak Arum. Elang memberikan sebuah foto usang yang ada di tangannya, Arum pandang kembali dengan perasaan entah. Hanya selembar foto lecek itulah satu-satunya kenangan yang dilihatnya sekarang dengan sang Bibi bersama dirinya. Akan tetapi, gambar itu sudah tidak mampu lagi menghapuskan kesedihannya. Kenapa banyak kebohongan dalam hidupnya. Rasa rindu yang semakin lama semakin mengimpit dadanya, sehingga menjadi gumpalan sesak yang tak tertahankan. Membayangkan lelaki yang sangat ia kagumi ternyata bukan siapa-siapanya. Seolah dunia Arum telah runtuh. Ini lebih menyakitkan dari ditalak Damar. "Rum,

    Last Updated : 2022-06-08
  • Saat Istri Memilih Pergi   Salah Tingkah

    "Aku minta maaf Rum, karena pergi menjauh darimu. Tapi bukan maksud aku menyakitimu."Elang merasakan jika tangan Arum begitu dingin. Ia terus menggosok dengan tangannya agar tubuh Arum kembali mengahangat. Namun, tangan Elang gemetar. Matanya berkaca-kaca. Rasa haru menyelimuti hatinya yang kian terkikis oleh rindu."Kenapa kamu tega mas, sama Arum?" tanyanya sambil terisak. "Maaf Rum.""Kasih tahu alasan Ibu, Eh Bibi Fatma menitipkan aku ke Ibu Ningsih mas." Arum berusaha bangkit dari tidurnya dan duduk bersandar di ranjang. Elang mengelap pipi Arum yang basah, sungguh perhatian Elang dari dulu selalu membuat hati Arum melambung tinggi ke angkasa, seolah dialah wanita yang paling bahagia saat berada di dekat kakaknya ini. "Bibi Arum melakukan yang terbaik Rum, beliau inginkan kau selamat dari keluarga papamu kala itu.""Oh.""Percayalah tidak ada seorang Ibu yang tega terhadap putrinya. Bukankah Bibi selalu baik padamu dari kecil." Elang mengusap rambut Arum dan menenagkannya. A

    Last Updated : 2022-06-08

Latest chapter

  • Saat Istri Memilih Pergi   Indah pada akhirnya End

    Cakrawala memancarkan warna, dan tiba-tiba matahari muncul berada diantara percakapan Erlan dan Reni. Sejenak Erlan bernafas lega melihat wajah gadis itu, lalu menunduk lagi tangannya mencekeram kuat ujung kursi roda yang ia duduki. Seolah harinya begitu ragu akan ketulusan hati Reni. "Karena wanita itu, yang bernama Kamila, kau jadi kecelakaan, Pak?"Reni mendecih, sedangkan Erlan tidak melakukan tindakan apapun. Tidak mengiyakan tidak pula menentang. Merasa ucapan Reni tepat dia mengujar lagi, pertanyaan yang diluar dugaan. "Sudah kubilang, tidak karena siapa-siapa. Kenapa kau bertanya seperti itu? Sudahlah.""Bisa-bisanya kau menghilang dariku, Pak. Terus mengapa jadi begini? Kenapa jadi lumpuh dikursi roda, Pak?"Erlan meremas rambutnya dengan kasar. Agar Reni mau menghentikan ocehannya. Ia begitu kesal oleh sikap Reni yang tidak menghargainya. "Sudahlah Ren, bukan urusanmu."Reni tersenyum jahat. "Maksudku aku akan menikah lagi. Pak"Kali ini Erlan membulatkan matanya, bahk

  • Saat Istri Memilih Pergi   menuju bahagia

    "Mas, kenapa tak memberi tahu Mbak Reni, padahal dia sudah kesini beberapa kali mencari, Mas."Erlan terdiam. Merasakan detak jantung yang meningkat cepat. Kenapa Dimas tiba-tiba bertanya itu?"Apa aku pantas untuk sekedar dicintai, bahkan untuk berjalan saja aku tak bisa, Dim."Dimas mengehela nafas berat. " Ga boleh putus asa begitu, Mas. Bukankah dokter Reyga juga memberi tahu bahwa untuk kesembuhan, Mas sangatlah besar."Erlan menatap jendela dari balik kamarnya. "Entahlah Dimas, aku merindukan Alifa."Dimas tersenyum, sejak kapan kakaknya ini berubah baik. Bahkan ia tahu jika sang kakak selama ini tak pernah peduli dengan Alifa sang keponakan. "Iya, kapan-kapan kita ke sana ya.""Tidak, Dimas. Aku tak mau membuat Kamila susah dengan hadirku."Dimas tersenyum. "Mas, pikir mbak Kamila orangnya pendendam. Satu hal, Mas. Hati Mbak Kamila itu bagaikan sutra sangat lembut, jadi kayaknya ga ada masalah kalau kita menemui Alifa. Lagian bukankah Alifa adalah masih tanggung jawab Mas Erla

  • Saat Istri Memilih Pergi   mencintaimu

    Ponsel di tangan Dimas hampir terjatuh saat melihat wanita yang tengah melintas di depannya. Dimas sambil mendorong kursi roda sang kakak Erlan. Mudah-mudahan kakaknya tak mengetahuinya. Namun, sepertinya ia tahu jika Kamila berjalan bersama seorang dokter yang tak lain adalah suaminya. Erlan terdiam, seketika ingatannya tertarik jauh ke masa lalu. Ia pikir selama sepuluh tahun adalah waktu yang cukup untuk melupakan sosok Kamila. Ternyata, Erlan salah dan salah. Ia begitu terluka saat melihat ke arah sang mantan istri yang terlihat begitu cantik. Bagaimanapun pedihnya luka yang pernah ditorehkannya dulu, tetap saja kenangan indah sebelum luka itu ada, kembali hadir. Dengan cepatnya rasa itu muncul menembus batas pertahanan yang selama ini mereka pertahankan. Namun pecah dihantam gelombang perceraian. Memakai pashmina hitam dan masih sama, wajahnya tampak lebih sangat cantik dan begitu dewasa. Berbagai pikiran berkecamuk antara ingin menegur juga tak ingin bertemu dengannya. Untung

  • Saat Istri Memilih Pergi   Bayangan semu

    "Pak, meeting sudah mau dimulai.""Baiklah, ayo."Dengan hitungan langkah Erlan menuju tempat yang telah disediakan oleh Reni. Hati Erlan terasa berkeping-keping melirik Kamila yang tak melepas genggaman suaminya, Erlan terlihat kesal tidak dapat berdusta jika hatinya belum pulih sepenuhnya melupakan Kamila.Angin senja menerbak membelai wajah Erlan,yang menerpa angin berganti dengan semburat kuning di ujung langit. Ia telah selesai meeting hari hampir magrib. Entah mengapa Erlan begitu sibuk hingga tidak sedikitpun melirik jam di pergelangan tangannya. Saat menoleh Kamila dan suaminya telah pergi dari kafe itu. Dan sudah tak terlihat lagi. Kalaupun saat ini dia berkerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sang Ibu. Semenjak kejadian itu Erlan tak pernah pulang ke rumah. Tak sekalipun dia melihat ponsel sejak kejadian itu, untuk sekedar menjawab panggilan dari adiknya. Hal yang tidak pernah absen dilakukan Erlan selama ini, menuruti perintah sang Ibu. Duh, hari ini rasanya rindu d

  • Saat Istri Memilih Pergi   Penyesalan

    Brakk! Erlan membanting pintu rumah Reni. "Pak sabarlah, mungkin Ibu Pak Erlan masih bergabung. Sudahlah jangan marah-marah terus.""Aku malas selalu dipojokkan, Ren.""Iya aku tahu Pak. Sabar ya." Reni menenangkan Erlan. Erlan berjalan ke arah kamar, sedangkan Reni ke dapur membuat kopi. Terdengar suara barang jatuh cukup keras dari arah kamar, disusul suara dentingan beberapa alat yang berjatuhan, membuat Reni terkejut."Pak ...!"Reni memanggilnya, namun, tak ada jawaban, seketika kamar terasa hening membuat perasaan Reni mulai tidak enak.Khawatir terjadi sesuatu pada Erlan, Reni berjalan cepat kearah kamar, tampak tubuh Erlan yang tersungkur dilantai, dengan mata tertutup."Ya Tuhan, Pak Erlan!"Reni menghampirinya, langsung meraih kepalanya dan meletakkannya di atas pangkuan, Reni berusaha tenang ia tahu jika Erlan lagi banyak masalah. Meskipun hati sangat cemas. "Pak! Ayo ke ranjang." Panggilnya pelan.Ia hanya mengangguk. "Kau sakit, Pak?" tanya Reni lagiErlan memegang ke

  • Saat Istri Memilih Pergi   Kesalahan

    Erlan berjalan melewati jalanan yang sudah sangat ia hapal tiap kelokannya. Beberapa motor melintas mendahului mobil Erlan di sepanjang jalan ia hanya terpaku tak percaya oleh Kamila dan Alifa bersama lelaki itu yang baru sama terlihat sari pandangannya. Perasaannya yang semakin hancur tatakala menginggat semua kejadian saat pernikahaannya dengan wanita yang sangat ia sayangi yang kini sudah hancur. Entah apa yang terjadi dengannya saat ini, Erlan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan cepat. Mobil berjalan di depan rumah Kamila. Seperti dulu, saat masih kecil, Erlan mencuri waktu untuk bertemu Kamila. Dulu, Ayah Kamila sering terlihat marah karena Erlan menemuinya. Sekarang semuanya sudah berbeda, Ayah Kamila telah pergi, dan saat sang Ibu sudah memberi kebebasan, namun Erlan menghianatinya dan beliau mungkin sudah tidak berdaya. Lucunya, tak pernah sekalipun Erlan meminta maaf pada wanita yang sangat ia sayangi itu. Ah, Erlan mendengus kesal sambil membanting setir mobilnya, kadan

  • Saat Istri Memilih Pergi   Mencintaimu

    Malam semakin larut, sunyi sepi setelah anak-anak tertidur, Kamila langsung menuju kamar. Reyga sudah menunggu di dalam kamar."Sayang, sudah tidur jangan kecapekan," pinta Reyga pada Kamila untuk beristirahat."Iya Mas, aku baru saja nemenin anak-anak tidur," jawabnya ikut duduk di samping sang suami. "Oh, Mama sudah tidur?""Sudah, Mas." "Sayang terima kasih ya sudah mau menjadi ibu untuk anak-anakku," ucapnya pada Kamila. Kamila saat ini berada pada dada bidang Reyga. Ia menikmati wangi tubuh sang suami, entah akhir-akhir ini Kamila lebih suka berada di bawah ketiak sang suami. Kamila menarik tangan Reyga lalu meletakkan telapak tangan di atas perutnya."Mama sepertinya betah disini, sayang." Kamila mengangkat kepalanya, lalu menumpu dagunya di bahu sang suami. Reyga mengusap pelan perut yang mulai membuncit. Menikmati keanehan yang terasa di dalam perut Kamila saat tangan Reyga berada di sana."Alhamdulillah, itu yang Kamila harapkan, Mas."Reyga mengangguk. "Mungkin, ini aka

  • Saat Istri Memilih Pergi   Arum melahirkan

    Angga berteriak, Elang dan Bu Fatma panik. Elangengbil akih Arum dan menggendongnya ke dalam mobil sedangkan Angga berlari menyetir mobil. Dan mobil meninggalkan rumah milik. arum Dan Elang."Ya Allah, Arum! bangun, Nak! jangan tidur buka matamu, Rum!" Bu Ftama begitu cemas. Elang menepuk-nepuk pelan pipi istrinya. "Mama Arum, ga apa-apa kan, Bu?" tanya Elang.Bu Fatma tak sanggup menjawab, hanya mampu memeluk kepala putrinya itu dengan erat. "Arum, kenapa, Elang?" tanya Angga dari depan."Tadi juga ga papa kok, Mas Angga," jawab Elang ketakutan dengan suara bergetar."Ya Allah ... sabar dikit lagi kita sampai. Bismillah ... mudahkan ya Allah ...." Angga terus memacu mobilnya menembus jalanan kota yang ramai. Motor-motor didepan masih terus merangsek membelah jalanan yang dipenuhi kendaraan yang padat. Lalu lintas ibu kota yang tau sendirilah padatnya seperti apa.Bu Fatma terus berdzikir benar-benar berada dalam titik pasrah kepada Allah. Pengharapan tertinggi saat ini hanya mem

  • Saat Istri Memilih Pergi   Berlibur

    "Bangun, Mila. Sudah aku masakan air hangat untukmu."Kamila masih menggeliat dan mengucek matanya yang masih terpejam. "Harusnya ga usah repot masakin air segala, Rey," tukas Kamila. "Ya sekali-kali ga papa kan, kan selama ini kamu yang mengurusku. Apa mau aku gendong?"Pagi buta Kamila mendengar gombalan romantis dari suaminya, tiba-tiba bibir Kamila tersenyum kecut mendengarnya."Ayo sudah keburu dingin air hangatnya.""Iya... iya." Gerutu Kamila malas. Kamila menghela nafas pelan. Sekali lagi tersenyum dan melangkah keluar kamar mandi dan bersiap menjadi makmum untuk menjalankan salat Subuh berjamaaah dengan suaminya. Di akhiri dengan doa sebagai penutup, Kamila melipat mukena dan kembali menaruhnya di atas nakas. Ia berjalan ke dekat jendela dan menyibak gorden kamarnya. Saat buka pintu jendela suasana masih gelap. Di langit timur nampak semburat warna jingga menebar dari balik bukit nan jauh di sana. Membuat Kamila tersenyum lalu menatap suaminya yang masih bertilawah. "Kami

DMCA.com Protection Status