Jm 6 pagi Serena sudah bersiap untuk berangkat ke pengadilan. Serena berniat menitipkan Zena di rumah Bundanya sebelum berangkat ke pengadilan karena itu mereka berangkat lebih awal dari jadwal yang di sidang perceraiannya.''Serena kamu sudah siap?" Gibran mengetuk kamar Serena. "Iya." jawab Serena setelah keluar dari kamarnya. "Kita sarapan di rumah Bunda saja. Zena sudah kangen kari ayam bikinan Bunda katanya." ujarnya sambil melirik putrinya yang sudah berdiri di dekat sofa sambil tersenyum. "Hore,,,,ke rumah Oma." pekiknya girang. "Sudah siap ketemu Bunda?" tanya Gibran menatap dalam adik bungsunya itu. Serena sontak mengangguk sambil tersenyum seperti biasanya. Tidak pernah menunjukkan kesedihannya. "Semuanya pasti akan segera berlalu. Setelah semuanya selesai, mulailah hidup baru bersama Zena!" ucap Gibran menepuk pundak sang adik lalu berbalik dan menggendong Zena membawanya keluar kamar apartemen. Ya, beberapa hari ini Serena tinggal di appartemen milik Gibran untuk se
"Sebenarnya dulu Bunda dan Papanya Kaisar saling mengenal. Kami sangat dekat. Saat itu Bunda mengira jika Aditama memiliki perasaan yang sama dengan yang Bunda rasakan tapi ternyata Aditama mendekati Bunda karena menyukai kakak sepupuku, Marisa." Rahma mengungkapkan apa yang selama ini ia rahasiakan. Sontak membuat ketiga anaknya tercengang setelah mendengar pengakuan Rahma. "Bunda serius?" Kali ini Indira yang bertanya. Sedangkan Serena dan Gibran hanya menatap lekat wanita yang mereka panggil Bunda itu. Rahma menghela nafas panjang sebelum menceritakan apa yang disimpan rapat selama ini, "Aditama adalah senior Bunda di kampus. Bunda dan Aditama sering pergi bersama bahkan dia sering membelikan hadiah dan sangat perhatian sama Bunda. Akan tetapi ternyata itu semua dilakukannya agar bisa mencari tahu tentang Marisa. Aditama tidak lagi menemuiku setelah mengenal Marisa. Pada akhirnya Bunda melihat sendiri Aditama dan Marisa menjalin kasih bahkan mereka menikah tanpa memberitahuku. K
"Aku mohon padamu! Mas Kaisar ingin sekali bertemu denganmu," mohon Aira dengan suara memelas. "Serena!!! Aku mohon,," Suara Aira kembali terdengar memohon dengan diiringi isak tangis yang membuat hati Serena terenyuh hingga tanpa sadar meneteskan air matanya. "Dia ingin sekali bertemu denganmu. Tolonglah bantu aku membalas kebaikannya kepadaku dan Raka. Aku akan menemui suamimu jika itu yang membuatmu tidak mau datang kesini. Aku akan meminta izin padanya. Aku akan menemuinya sekarang," bujuk Aira tanpa menyerah. "Tidak perlu," jawab Serena akhirnya. Lalu menutup matanya sebentar, 'Bismillahirrokhmanirrokhim,' lanjutnya dalam hati. "Aku akan datang." Terdengar helaan nafas lega dari Aira, "Terima kasih! Terima kasih banyak Serena. Kamu memang orang baik, aku akan menunggumu," Suara Aira terdengar serak. Serena menghela nafas sepenuh dadanya setelah sambungan telfonnya dengan Aira terputus. Entah benar atau salah keputusannya kali ini. Namun kali ini dia tidak bisa lagi menghind
"Kalau begitu mintalah maaf padaku! Mintalah maaf karena kamu tidak bisa menepati janji kita dulu." Kaisar menatap dengan senyum yang terus tersungging di wajahnya. Senyum yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah lagi terlihat nampak di wajah tampan itu. Melihat senyum Kaisar membuat Sekarang tanpa sadar menghela nafas lega. "Akhirnya kamu bisa tersenyum lagi," gumam Sekar lirih. Serena menatap penuh penyesalan pada Kaisar. Pria yang dulu pernah mengisi hari-harinya selama empat tahun kebersamaan mereka. Sejak mereka masih berseragam putih abu-abu hingga menginjakkan kakinya di perguruan tinggi diman hubungan mereka akhirnya berakhir. Serena masih berusaha mencerna maksud dari kata-kata Kaisar ketika Aira menyahut. "Mas Kaisar menunggu janjimu saat kalian masih bersama." Aira ikut berbicara. "Dia bertahan karena janjimu," tambahnya memberitahu. "Jika memang, kamu sudah benar benar yakin dengan di a. Min ta maaflah pa daku,,, untuk tidak me nepa ti janji kita dulu." Tutur Kais
"Mas Kaisar..." pekik Aira panik "Mas harus bertahan! Aku sudah membawa Serena kembali untukmu, jadi kamu juga harus menepati janjimu," Indira memegang tangan Kaisar. "Tenanglah Bu, pasien hanya pingsan." Dokter menjelaskan setelah memeriksa keadaan Kaisar. "Sepertinya pasien butuh istirahat. Kondisinya kembali menurun jadi kami akan memindahkan ke ruang icu." sambungnya. Setelah mendengar penjelasan Dokter, Serena menghela nafas lega, kemudian berbalik hendak melangkah menuju pintu. Tanpa sengaja pandangan matanya bertabrakan dengan tatapan tajam milik Dirga. Serena terkejut dan menghentikan langkahnya beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan tatapannya lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruang perawatan. Sebenarnya dalam hati Serena, ia tidak tega meninggalkan kaisar dalam keadaan seperti ini. Namun ia sadar jika dirinya tidak berhak berada di samping Kaisar karena ada orang lain yang lebih berhak bersama Kaisar yaitu Aira, istri sah Kaisar. Setelah melihat sikap dan
Baru setengah jam Serena mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya ketika terdengar suara keributan dari depan rumahnya. Dengan malas Serena bangun dari tidurannya lalu begegas keluar kamar untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Di ruang tengah nampak Zena dan kedua keponakannya sedang asyik menonton karton bocah kembar berkepala botak kesukaan mereka di televisi. Serena menghela nafas panjang setelah ia sampai keluar rumah. Terlihat pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu menjadi sumber keributan sehingga membuat semua penghuni rumahnya keluar. 'Apa lagi yang kamu inginkan?' batin Serena kesal. Di halaman rumah nampak Dirga sedang meronta dan berteriak-teriak karena di pegang dua satpam rumah. Sedangkan Gibran berdiri di teras rumah sambil bertolak pinggang beserta Indira dan Rahma yang berdiri tidak jauh dari Gibran. "Serena." panggil Dirga begitu melihat Serena yang baru keluar dari dalam rumah. "Kita harus bicara berdua. Aku mohon, kita selesaikan masalah
Aira menghela nafas sesaat setelah ia membuka pintu kamar rawat inap yang ditempati oleh Kaisar. Dilihatnya suaminya itu sedang mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Mungkin Kaisar sedang melamun sehingga dia tidak bereaksi apa-apa saat Aira membuka pintu, pikir Aira. "Mas sedang memikirkan Serena?" tanya Aira sambil berjalan mendekati ranjang pasien di mana kaisar berbaring. Kaisar hanya melirik sebentar tanpa berniat menjawab pertanyaan Aira dan kembali melihat keluar jendela. "Dia sedang ada masalah dengan suaminya, aku dengar dari Dewa suaminya sempat memukul Serena." Aira sengaja memancing emosi Kaisar. "Mas harus segera sembuh, agar bisa merebut kembali Serena." tambahnya memperhatikan ekspresi Kaisar yang masih terlihat tenang dan datar. Aira tidak heran melihat ekspresi tenang seorang Kaisar. Sejak mereka menikah, Aira hampir tidak pernah melihat ekspresi lain di wajah Kaisar selain ekspresi tenang dan datar. Bahkan kepada Raka pun, Kaisar juga tidak pernah tersenyum.
Sekitar jam 12 lebih sepuluh menit Serena telah sampai di kafe milik kakaknya untuk menepati janjinya bertemu dengan Dirga. Serena datang seorang diri karena Gibran sedang ada acara pembukaan cabang kafe barunya di luar kota. Awalnya Gibran meminta Dewa untuk menemani Serena bertemu Dirga, namun Serena menolak dengan alasan masalahnya dengan Dirga adalah masalah keluarga yang harus di selesaikan antara mereka berdua tanpa adanya orang lain. Seorang pelayan kafe langsung menghampirinya sesaat setelah ia memasuki kafe, "Mbak Serena, ada laki-laki yang menunggu Mbak Serena," beritahu pelayan wanita yang sudah sangat ia kenal. "Iya." jawab Serena sambil tersenyum tipis, "Sekarang dimana dia?" tanyanya sambil mengendarkan pandangannya ke seluruh kafe. "Di pojok Mbak, dekat kaca." jawab sang pelayan sambil menunjukkan arah dimana Dirga duduk sambil menundukkan kepalanya sibuk dengan ponselnya. "Terima kasih," ucap Serena pada pelayaan sebelum berjalan menemui Dirga. "Khem" Serena be