Sekitar jam 12 lebih sepuluh menit Serena telah sampai di kafe milik kakaknya untuk menepati janjinya bertemu dengan Dirga. Serena datang seorang diri karena Gibran sedang ada acara pembukaan cabang kafe barunya di luar kota. Awalnya Gibran meminta Dewa untuk menemani Serena bertemu Dirga, namun Serena menolak dengan alasan masalahnya dengan Dirga adalah masalah keluarga yang harus di selesaikan antara mereka berdua tanpa adanya orang lain. Seorang pelayan kafe langsung menghampirinya sesaat setelah ia memasuki kafe, "Mbak Serena, ada laki-laki yang menunggu Mbak Serena," beritahu pelayan wanita yang sudah sangat ia kenal. "Iya." jawab Serena sambil tersenyum tipis, "Sekarang dimana dia?" tanyanya sambil mengendarkan pandangannya ke seluruh kafe. "Di pojok Mbak, dekat kaca." jawab sang pelayan sambil menunjukkan arah dimana Dirga duduk sambil menundukkan kepalanya sibuk dengan ponselnya. "Terima kasih," ucap Serena pada pelayaan sebelum berjalan menemui Dirga. "Khem" Serena be
"Foto-foto itu ditemukan di dalam mobil Kak Kaisar ketika dia mengalami kecelakaan beberapa bulan yang lalu." jawab Serena sambil menahan air mata yang sudah berkumpul di kedua matanya. "Kaisar?" Dirga memastikan jika dia tidak salah dengar. "Iya." Jawab Serena mengangguk. Dirga memicingkan mata lalu bertanya, "kenapa dia bisa memiliki foto-fotoku? Apa dia memata-matai aku?" "Iya. Kak Kaisar memerintahkan orang kepercayaannya untuk mengawasimu. Setelah dia tidak sengaja melihat aku dan Zena merayakan ulang tahun Zena bersama Dewa. Dia merasa curiga mengapa kami bersama Dewa, tidak bersama kamu." Serena menjelaskan. "Sejak saat itu dia menyuruh orang untuk mencari informasi tentang keluarga kita. Kak Kaisar memerintahkan beberapa orang untuk mengawasi semua yang aku dan kamu lakukan. Sampai akhirnya dia menerima laporan jika aku dan Zena kembali dari rumah orang tuamu hanya berdua saja dengan menggunakan taksi online. Saat itu Karena merasa khawatir dia bergegas menyusul kami, nam
Pov Serena. "Serena tunggu!" terdengar derap kaki dari arah belakangku ketika aku sampai di parkiran."Serena," panggilnya sambil mencekal tanganku. "Lepas," Aku menepis tangannya dari lengan kiriku. "Kita belum selesai bicara," ujarnya berdiri di depanku untuk menghalangiku pergi. "Aku tidak peduli kamu mau memenjarakan aku atau apapun itu, yang pasti aku hanya akan mendatangani surat cerai jika Zena ikut denganku," katanya lagi bersikap egois seperti biasanya. "Kenapa? Selama ini kamu tidak pernah peduli pada Zena, kenapa sekarang bersikap seolah begitu mencintainya?" Aku menajamkan tatapan ku padanya. Rasanya ingin sekali aku mencekiknya sampai mat* agar dia tidak berpikir untuk merebut Zena dariku. Hari ini aku baru menyadari seperti apa sifat Dirgantara Putra yang sebenarnya, laki-laki yang sudah aku nikahi 8 tahun ini. Dia benar-benar laki-laki egois dan tidak punya hati. "Karena kamu tidak bisa merawatnya." jawabnya dengan memandangku datar. Aku menyipitkan mataku, "Apa
"Jangan melakukan kesalahan yang sama! Tolong beri aku kesempatan, setidaknya untuk Zena," Ucap Dirga yang membuat Serena berbalik dan kembali menatapnya. Serena tersenyum tipis kearah Dirga, "Ya, kamu benar. Kali ini aku tidak akan melakukan kesalahan lagi," ujarnya lalu berlbalik dan meneruskan langkahnya meninggalkan Dirga yang masih berteriak memanggilnya. "Sedang memikirkan apa?" Suara Gibran menyadarkan Serena dari lamunannya tentang kejadian beberapa jam yang lalu. "Masih memikirkan pria brengsek itu?" sambung Gibran mengambil duduk di samping Serena. Mereka sedang duduk di kursi panjang di halaman belakang rumah sambil mengawasi tiga anak kecil yang sedang bermain ayunan tidak jauh dari posisi mereka duduk. Serena menghela nafas panjang, "Dia Papanya Zena ,Mas." sahut Serena mengingatkan. "Jangan memanggilnya seperti itu kalau Zena dengar bagaimana?" sambungnya lalu mengalihkan pandangannya pada tanaman sayur yang sengaja ditanam oleh bundanya di halaman belakang rumah mere
Siang ini Serena datang ke rumah sakit bersama Nurida. Seperti apa yang sudah ia bicarakan dengan Gibran, jika ia akan menemui Kaisar terlebih dahulu sebelum meninggalkan kota yang sudah memberinya banyak kenangan indah juga pahit ini. Sekar yang berada di depan ruang perawatan Kaisar langsung menyambut Serena dengan pelukan begitu melihat wanita yang sangat dicintai oleh putranya itu datang. "Apa kabar?" tanya Serena pada Aira yang menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya ketika dirinya datang menjenguk Kaisar. "Baik, aku harap kamu juga baik." Jawab Aira menyambut uluran tangan Serena. Serena selalu merasa kagum pada wanita di depannya itu. Hatinya begitu sabar dan ikhlas menerima kedatangannya yang sudah pasti membuat luka di hati wanita itu. "Bagaimana keadaan Kak Kaisar tante?" Serena mengalihkan pandanganya pada wanita paruh baya yang menatapnya sendu sejak kedatangannya beberapa menit yang lalu. "Kondisinya tidak stabil Rena." jawabnya sambil menghela nafas, "Be
"Ja ngan ter lalu lama sedihnya. Lanjut kan hidupmu melodi cintaku, Serena Ayu Anjani aku mencintai mu sampai a ku mati. Akkk...." Tiba-tiba suara Kaisar tercekat. "Kak ,," jerit Serena sambil memegang lengan kaisar yang sudah tidak bisa bicara dan hanya membuka mulut dan matanya saja. Aira yang panik langsung berlari keluar untuk meminta pertolongan. Aditama segera berlari masuk ke dalam setelah melihat wajah panik menantunya, diikuti oleh Anton dan seorang ustadz yang sengaja diminta datang oleh Aditama. "Tolong panggil Dokter!" pinta Sekar pada Nurida sebelum ikut menyusul masuk ke dalam. Aditama dan seorang Ustadz segera menuntun Kaisar yang sedang mengalami sakarotul maut untuk membaca kalimat shahadat. Sedangkan Sekar segera menarik mundur Serena yang menangis sembari mengucapkan kata maaf berulang kali. Serena hanya bisa pasrah ketika Sekar menariknya menjauh dari Kaisar. Kakinya seperti melemah sehingga membuat tubuhnya meluruh dan terduduk di lantai. "Ikhlaskan Kaisar sa
Sudah satu minggu sejak kepergian Kaisar untuk selamanya. Serena masih sama seperti hari di mana Kaisar pergi untuk selamanya, murung dan hanya melamun saja kerjanya. Setiap hari dia hanya duduk melamun di halaman belakang rumah. mematung dengan tatapan kosong seperti orang yang kehilangan semangat hidup. Tidak sekali dua kali Rahma dan Indira berusaha untuk mengajak bicara dan menghibur Serena, namun hasilnya nihil. Serena tetap diam dan tak jarang malah menangis. Serena merasa bersalah dan menganggap kematian Kaisar karena kesalahannya. Meski sudah berulang kali Rahma mengatakan jika semua yang terjadi bukan kesalahannya melainkan takdir dari Tuhan. Akan tetapi Serena masih saja murung dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Kaisar. Hanya jika bersama Zena, maka Serena akan memperlihatkan senyumnya dan bersikap biasa. Selain itu Serena hanya akan melamun dan tak jarang ia akan tiba-tiba menangis dan mengucapkan kata maaf berulang-ulang. Gibran sudah tidak tahu lagi harus be
Hari ini Serena kembali mendatangi makam Kaisar sama seperti sebelumnya Ia selalu datang setiap kali jam menunjukkan pukul empat sore. Sudah satu minggu ini Serena tidak pernah absen datang ke tempat peristirahatan mantan kekasihnya itu. "Tolong maafkan aku!" bisiknya yang mungkin sudah ke seratus kali terhitung sejak saat pertama kali datang ke makam Kaisar. Setiap hari Serena datang hanya untuk mengucapkan dua kata 'Maafkan aku' . Tak ada kata lain yang diucapkannya selain dua kata tersebut. Hari ini Ia datang untuk berpamitan pada Kaisar. Serena sudah memutuskan untuk memulai hidup baru di tempat baru juga. Ia menatap sendu pada batu nisan yang bertuliskan Kaisar Danu Atmajda. Perlahan tangannya terulur hendak menyentuh batu nisan tersebut. Namun diurungkannya, sama seperti hari-hari sebelumnya. Sekalipun Serena tidak pernah menyentuh batu nisan atau makam Kaisar. Setiap kali Serena datang ke makam Kaisar, ia akan duduk di tanah samping makam sambil menangis dan mengucapakan maaf