Pov Serena. "Serena tunggu!" terdengar derap kaki dari arah belakangku ketika aku sampai di parkiran."Serena," panggilnya sambil mencekal tanganku. "Lepas," Aku menepis tangannya dari lengan kiriku. "Kita belum selesai bicara," ujarnya berdiri di depanku untuk menghalangiku pergi. "Aku tidak peduli kamu mau memenjarakan aku atau apapun itu, yang pasti aku hanya akan mendatangani surat cerai jika Zena ikut denganku," katanya lagi bersikap egois seperti biasanya. "Kenapa? Selama ini kamu tidak pernah peduli pada Zena, kenapa sekarang bersikap seolah begitu mencintainya?" Aku menajamkan tatapan ku padanya. Rasanya ingin sekali aku mencekiknya sampai mat* agar dia tidak berpikir untuk merebut Zena dariku. Hari ini aku baru menyadari seperti apa sifat Dirgantara Putra yang sebenarnya, laki-laki yang sudah aku nikahi 8 tahun ini. Dia benar-benar laki-laki egois dan tidak punya hati. "Karena kamu tidak bisa merawatnya." jawabnya dengan memandangku datar. Aku menyipitkan mataku, "Apa
"Jangan melakukan kesalahan yang sama! Tolong beri aku kesempatan, setidaknya untuk Zena," Ucap Dirga yang membuat Serena berbalik dan kembali menatapnya. Serena tersenyum tipis kearah Dirga, "Ya, kamu benar. Kali ini aku tidak akan melakukan kesalahan lagi," ujarnya lalu berlbalik dan meneruskan langkahnya meninggalkan Dirga yang masih berteriak memanggilnya. "Sedang memikirkan apa?" Suara Gibran menyadarkan Serena dari lamunannya tentang kejadian beberapa jam yang lalu. "Masih memikirkan pria brengsek itu?" sambung Gibran mengambil duduk di samping Serena. Mereka sedang duduk di kursi panjang di halaman belakang rumah sambil mengawasi tiga anak kecil yang sedang bermain ayunan tidak jauh dari posisi mereka duduk. Serena menghela nafas panjang, "Dia Papanya Zena ,Mas." sahut Serena mengingatkan. "Jangan memanggilnya seperti itu kalau Zena dengar bagaimana?" sambungnya lalu mengalihkan pandangannya pada tanaman sayur yang sengaja ditanam oleh bundanya di halaman belakang rumah mere
Siang ini Serena datang ke rumah sakit bersama Nurida. Seperti apa yang sudah ia bicarakan dengan Gibran, jika ia akan menemui Kaisar terlebih dahulu sebelum meninggalkan kota yang sudah memberinya banyak kenangan indah juga pahit ini. Sekar yang berada di depan ruang perawatan Kaisar langsung menyambut Serena dengan pelukan begitu melihat wanita yang sangat dicintai oleh putranya itu datang. "Apa kabar?" tanya Serena pada Aira yang menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya ketika dirinya datang menjenguk Kaisar. "Baik, aku harap kamu juga baik." Jawab Aira menyambut uluran tangan Serena. Serena selalu merasa kagum pada wanita di depannya itu. Hatinya begitu sabar dan ikhlas menerima kedatangannya yang sudah pasti membuat luka di hati wanita itu. "Bagaimana keadaan Kak Kaisar tante?" Serena mengalihkan pandanganya pada wanita paruh baya yang menatapnya sendu sejak kedatangannya beberapa menit yang lalu. "Kondisinya tidak stabil Rena." jawabnya sambil menghela nafas, "Be
"Ja ngan ter lalu lama sedihnya. Lanjut kan hidupmu melodi cintaku, Serena Ayu Anjani aku mencintai mu sampai a ku mati. Akkk...." Tiba-tiba suara Kaisar tercekat. "Kak ,," jerit Serena sambil memegang lengan kaisar yang sudah tidak bisa bicara dan hanya membuka mulut dan matanya saja. Aira yang panik langsung berlari keluar untuk meminta pertolongan. Aditama segera berlari masuk ke dalam setelah melihat wajah panik menantunya, diikuti oleh Anton dan seorang ustadz yang sengaja diminta datang oleh Aditama. "Tolong panggil Dokter!" pinta Sekar pada Nurida sebelum ikut menyusul masuk ke dalam. Aditama dan seorang Ustadz segera menuntun Kaisar yang sedang mengalami sakarotul maut untuk membaca kalimat shahadat. Sedangkan Sekar segera menarik mundur Serena yang menangis sembari mengucapkan kata maaf berulang kali. Serena hanya bisa pasrah ketika Sekar menariknya menjauh dari Kaisar. Kakinya seperti melemah sehingga membuat tubuhnya meluruh dan terduduk di lantai. "Ikhlaskan Kaisar sa
Sudah satu minggu sejak kepergian Kaisar untuk selamanya. Serena masih sama seperti hari di mana Kaisar pergi untuk selamanya, murung dan hanya melamun saja kerjanya. Setiap hari dia hanya duduk melamun di halaman belakang rumah. mematung dengan tatapan kosong seperti orang yang kehilangan semangat hidup. Tidak sekali dua kali Rahma dan Indira berusaha untuk mengajak bicara dan menghibur Serena, namun hasilnya nihil. Serena tetap diam dan tak jarang malah menangis. Serena merasa bersalah dan menganggap kematian Kaisar karena kesalahannya. Meski sudah berulang kali Rahma mengatakan jika semua yang terjadi bukan kesalahannya melainkan takdir dari Tuhan. Akan tetapi Serena masih saja murung dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Kaisar. Hanya jika bersama Zena, maka Serena akan memperlihatkan senyumnya dan bersikap biasa. Selain itu Serena hanya akan melamun dan tak jarang ia akan tiba-tiba menangis dan mengucapkan kata maaf berulang-ulang. Gibran sudah tidak tahu lagi harus be
Hari ini Serena kembali mendatangi makam Kaisar sama seperti sebelumnya Ia selalu datang setiap kali jam menunjukkan pukul empat sore. Sudah satu minggu ini Serena tidak pernah absen datang ke tempat peristirahatan mantan kekasihnya itu. "Tolong maafkan aku!" bisiknya yang mungkin sudah ke seratus kali terhitung sejak saat pertama kali datang ke makam Kaisar. Setiap hari Serena datang hanya untuk mengucapkan dua kata 'Maafkan aku' . Tak ada kata lain yang diucapkannya selain dua kata tersebut. Hari ini Ia datang untuk berpamitan pada Kaisar. Serena sudah memutuskan untuk memulai hidup baru di tempat baru juga. Ia menatap sendu pada batu nisan yang bertuliskan Kaisar Danu Atmajda. Perlahan tangannya terulur hendak menyentuh batu nisan tersebut. Namun diurungkannya, sama seperti hari-hari sebelumnya. Sekalipun Serena tidak pernah menyentuh batu nisan atau makam Kaisar. Setiap kali Serena datang ke makam Kaisar, ia akan duduk di tanah samping makam sambil menangis dan mengucapakan maaf
Pov Dirga. Beberapa hari ini aku sangat sibuk dengan bisnis baru yang sedang aku rintis bersama tiga temanku. Aku sudah mengundurkan diri dari perusahaan tempatku bekerja. Perusahaan yang telah membuatku menjadi seorang manager dengan gaji yang cukup besar yang membuatku dapat memiliki rumah, mobil dan tabungan yang lebih dari cukup untuk bisa aku nikmati di hari tua. Pekerjaan itu juga yang membuatku kehilangan banyak waktu bersama anak dan istriku. Terkadang aku merasa menjadi orang yang sangat bodoh. Aku mencari uang untuk keluargaku namun karena terlalu sibuk mencari uang sekarang aku hampir kehilangan keluargaku. Aku sibuk mengejar karir sampai-sampai aku melupakan tugasku sebagai seorang suami dan ayah. Dengan alasan pekerjaan aku membuat jarak antara aku dan putri semata wayang kami. Aku tidak pernah mengajaknya bercanda apalagi memanjakannya, sehingga membuat Zena putri kami lebih dekat dengan Dewa, sahabat istriku di banding denganku. Aku juga tidak punya waktu untuk seked
Pov Dirga. "Tapi Anita mengatakan jika kalian dalam proses perceraian sejak setahun yang lalu," kata Meysa yang membuat emosi tersulut. Ternyata benar apa yang di katakan Serena adikku itu tidak seperti yang aku kira. Anita benar-benar membuatku kecewa kali ini. "Itu bohong." sahutku dengan nada tinggi. "Aku sangat mencintai istriku. Jadi, tidak mungkin aku akan menceraikan dia," Aku berbicara dengan serius."Mana aku tahu jika Anita berbohong, aku pikir kamu memang ingin bercerai. Serena sendiri membenarkan jika kalian sedang proses perceraian." jawabnya membela diri. "Itu karena ucapanmu yang mengatakan kita ada hubungan dan berencana menikah," Aku menatapnya tajam, "Seharusnya kamu tidak mengatakan kata-kata yang sudah membuat istriku terluka. Aku kecewa padamu, bisa-bisanya kamu memberinya saran agar bercerai denganku." Aku benar-benar kesal padanya. Aku mengnggapnya sebagai teman baik, seharusnya di tahu cara menghargai persahabatan kami dengan tidak saling mencampuri urus