"Mas Kaisar..." pekik Aira panik "Mas harus bertahan! Aku sudah membawa Serena kembali untukmu, jadi kamu juga harus menepati janjimu," Indira memegang tangan Kaisar. "Tenanglah Bu, pasien hanya pingsan." Dokter menjelaskan setelah memeriksa keadaan Kaisar. "Sepertinya pasien butuh istirahat. Kondisinya kembali menurun jadi kami akan memindahkan ke ruang icu." sambungnya. Setelah mendengar penjelasan Dokter, Serena menghela nafas lega, kemudian berbalik hendak melangkah menuju pintu. Tanpa sengaja pandangan matanya bertabrakan dengan tatapan tajam milik Dirga. Serena terkejut dan menghentikan langkahnya beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan tatapannya lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruang perawatan. Sebenarnya dalam hati Serena, ia tidak tega meninggalkan kaisar dalam keadaan seperti ini. Namun ia sadar jika dirinya tidak berhak berada di samping Kaisar karena ada orang lain yang lebih berhak bersama Kaisar yaitu Aira, istri sah Kaisar. Setelah melihat sikap dan
Baru setengah jam Serena mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya ketika terdengar suara keributan dari depan rumahnya. Dengan malas Serena bangun dari tidurannya lalu begegas keluar kamar untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Di ruang tengah nampak Zena dan kedua keponakannya sedang asyik menonton karton bocah kembar berkepala botak kesukaan mereka di televisi. Serena menghela nafas panjang setelah ia sampai keluar rumah. Terlihat pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu menjadi sumber keributan sehingga membuat semua penghuni rumahnya keluar. 'Apa lagi yang kamu inginkan?' batin Serena kesal. Di halaman rumah nampak Dirga sedang meronta dan berteriak-teriak karena di pegang dua satpam rumah. Sedangkan Gibran berdiri di teras rumah sambil bertolak pinggang beserta Indira dan Rahma yang berdiri tidak jauh dari Gibran. "Serena." panggil Dirga begitu melihat Serena yang baru keluar dari dalam rumah. "Kita harus bicara berdua. Aku mohon, kita selesaikan masalah
Aira menghela nafas sesaat setelah ia membuka pintu kamar rawat inap yang ditempati oleh Kaisar. Dilihatnya suaminya itu sedang mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Mungkin Kaisar sedang melamun sehingga dia tidak bereaksi apa-apa saat Aira membuka pintu, pikir Aira. "Mas sedang memikirkan Serena?" tanya Aira sambil berjalan mendekati ranjang pasien di mana kaisar berbaring. Kaisar hanya melirik sebentar tanpa berniat menjawab pertanyaan Aira dan kembali melihat keluar jendela. "Dia sedang ada masalah dengan suaminya, aku dengar dari Dewa suaminya sempat memukul Serena." Aira sengaja memancing emosi Kaisar. "Mas harus segera sembuh, agar bisa merebut kembali Serena." tambahnya memperhatikan ekspresi Kaisar yang masih terlihat tenang dan datar. Aira tidak heran melihat ekspresi tenang seorang Kaisar. Sejak mereka menikah, Aira hampir tidak pernah melihat ekspresi lain di wajah Kaisar selain ekspresi tenang dan datar. Bahkan kepada Raka pun, Kaisar juga tidak pernah tersenyum.
Sekitar jam 12 lebih sepuluh menit Serena telah sampai di kafe milik kakaknya untuk menepati janjinya bertemu dengan Dirga. Serena datang seorang diri karena Gibran sedang ada acara pembukaan cabang kafe barunya di luar kota. Awalnya Gibran meminta Dewa untuk menemani Serena bertemu Dirga, namun Serena menolak dengan alasan masalahnya dengan Dirga adalah masalah keluarga yang harus di selesaikan antara mereka berdua tanpa adanya orang lain. Seorang pelayan kafe langsung menghampirinya sesaat setelah ia memasuki kafe, "Mbak Serena, ada laki-laki yang menunggu Mbak Serena," beritahu pelayan wanita yang sudah sangat ia kenal. "Iya." jawab Serena sambil tersenyum tipis, "Sekarang dimana dia?" tanyanya sambil mengendarkan pandangannya ke seluruh kafe. "Di pojok Mbak, dekat kaca." jawab sang pelayan sambil menunjukkan arah dimana Dirga duduk sambil menundukkan kepalanya sibuk dengan ponselnya. "Terima kasih," ucap Serena pada pelayaan sebelum berjalan menemui Dirga. "Khem" Serena be
"Foto-foto itu ditemukan di dalam mobil Kak Kaisar ketika dia mengalami kecelakaan beberapa bulan yang lalu." jawab Serena sambil menahan air mata yang sudah berkumpul di kedua matanya. "Kaisar?" Dirga memastikan jika dia tidak salah dengar. "Iya." Jawab Serena mengangguk. Dirga memicingkan mata lalu bertanya, "kenapa dia bisa memiliki foto-fotoku? Apa dia memata-matai aku?" "Iya. Kak Kaisar memerintahkan orang kepercayaannya untuk mengawasimu. Setelah dia tidak sengaja melihat aku dan Zena merayakan ulang tahun Zena bersama Dewa. Dia merasa curiga mengapa kami bersama Dewa, tidak bersama kamu." Serena menjelaskan. "Sejak saat itu dia menyuruh orang untuk mencari informasi tentang keluarga kita. Kak Kaisar memerintahkan beberapa orang untuk mengawasi semua yang aku dan kamu lakukan. Sampai akhirnya dia menerima laporan jika aku dan Zena kembali dari rumah orang tuamu hanya berdua saja dengan menggunakan taksi online. Saat itu Karena merasa khawatir dia bergegas menyusul kami, nam
Pov Serena. "Serena tunggu!" terdengar derap kaki dari arah belakangku ketika aku sampai di parkiran."Serena," panggilnya sambil mencekal tanganku. "Lepas," Aku menepis tangannya dari lengan kiriku. "Kita belum selesai bicara," ujarnya berdiri di depanku untuk menghalangiku pergi. "Aku tidak peduli kamu mau memenjarakan aku atau apapun itu, yang pasti aku hanya akan mendatangani surat cerai jika Zena ikut denganku," katanya lagi bersikap egois seperti biasanya. "Kenapa? Selama ini kamu tidak pernah peduli pada Zena, kenapa sekarang bersikap seolah begitu mencintainya?" Aku menajamkan tatapan ku padanya. Rasanya ingin sekali aku mencekiknya sampai mat* agar dia tidak berpikir untuk merebut Zena dariku. Hari ini aku baru menyadari seperti apa sifat Dirgantara Putra yang sebenarnya, laki-laki yang sudah aku nikahi 8 tahun ini. Dia benar-benar laki-laki egois dan tidak punya hati. "Karena kamu tidak bisa merawatnya." jawabnya dengan memandangku datar. Aku menyipitkan mataku, "Apa
"Jangan melakukan kesalahan yang sama! Tolong beri aku kesempatan, setidaknya untuk Zena," Ucap Dirga yang membuat Serena berbalik dan kembali menatapnya. Serena tersenyum tipis kearah Dirga, "Ya, kamu benar. Kali ini aku tidak akan melakukan kesalahan lagi," ujarnya lalu berlbalik dan meneruskan langkahnya meninggalkan Dirga yang masih berteriak memanggilnya. "Sedang memikirkan apa?" Suara Gibran menyadarkan Serena dari lamunannya tentang kejadian beberapa jam yang lalu. "Masih memikirkan pria brengsek itu?" sambung Gibran mengambil duduk di samping Serena. Mereka sedang duduk di kursi panjang di halaman belakang rumah sambil mengawasi tiga anak kecil yang sedang bermain ayunan tidak jauh dari posisi mereka duduk. Serena menghela nafas panjang, "Dia Papanya Zena ,Mas." sahut Serena mengingatkan. "Jangan memanggilnya seperti itu kalau Zena dengar bagaimana?" sambungnya lalu mengalihkan pandangannya pada tanaman sayur yang sengaja ditanam oleh bundanya di halaman belakang rumah mere
Siang ini Serena datang ke rumah sakit bersama Nurida. Seperti apa yang sudah ia bicarakan dengan Gibran, jika ia akan menemui Kaisar terlebih dahulu sebelum meninggalkan kota yang sudah memberinya banyak kenangan indah juga pahit ini. Sekar yang berada di depan ruang perawatan Kaisar langsung menyambut Serena dengan pelukan begitu melihat wanita yang sangat dicintai oleh putranya itu datang. "Apa kabar?" tanya Serena pada Aira yang menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya ketika dirinya datang menjenguk Kaisar. "Baik, aku harap kamu juga baik." Jawab Aira menyambut uluran tangan Serena. Serena selalu merasa kagum pada wanita di depannya itu. Hatinya begitu sabar dan ikhlas menerima kedatangannya yang sudah pasti membuat luka di hati wanita itu. "Bagaimana keadaan Kak Kaisar tante?" Serena mengalihkan pandanganya pada wanita paruh baya yang menatapnya sendu sejak kedatangannya beberapa menit yang lalu. "Kondisinya tidak stabil Rena." jawabnya sambil menghela nafas, "Be