Share

69. Mansion Baru

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-11-15 22:23:58

Dikara akhirnya melepaskan cengkeramannya di lengan Janeetha, namun tatapannya masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Pria itu menghela napas panjang, seolah menenangkan dirinya sendiri. “Kali ini, aku akan membiarkanmu,” ujarnya, suaranya kembali tenang tetapi tetap penuh penekanan.

“Aku sedang sangat bersemangat untuk pindah ke tempat baru. Aku tak ingin kau merusak suasana hatiku,” tambahnya, seolah menyiratkan bahwa ini adalah kesempatan langka baginya untuk menikmati momen kebahagiaan yang ia bangun—momen yang, menurutnya, Janeetha seharusnya hargai.

Janeetha hanya mengangguk pelan, merasa ada sesuatu yang tak beres di balik kalimat-kalimat itu, namun ia tak bisa berbuat banyak.

Mereka kembali ke ruang tamu di mana Gayatri dan Pradipa sudah menunggu. Segera, suasana kembali berubah, seakan mereka hanya dua pasangan suami istri bahagia yang datang untuk bersilaturahmi.

Gayatri dan Pradipa, tak curiga sedikit pun, melanjutkan percakapan santai, menyambut mereka dengan s
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   70. Istana Kecil

    "Jangan gila!" Janeetha berusaha mendorong Dikara menjauh.Dikara hanya tertawa kecil, suara rendahnya menggema seperti angin yang menusuk telinga Janeetha. Namun, tubuhnya tetap kokoh di tempat, tak bergeming sedikit pun meski Janeetha mencoba mendorongnya. Sebaliknya, ia malah semakin mendekat, menurunkan wajahnya hingga hanya beberapa inci dari wajah istrinya."Jangan gila?" ulangnya dengan nada menggoda, matanya memancarkan kilauan tajam yang membuat Janeetha semakin terpojok. "Tapi kau tahu, Janeetha... aku selalu gila ketika menyangkut dirimu."Janeetha tertegun. Perkataan itu, meski disampaikan dengan nada ringan, memiliki beban yang begitu berat. Tangannya masih menempel di dada Dikara, berusaha menciptakan jarak, tapi pria itu seperti tembok yang tak bisa digeser."Dikara... cukup," katanya pelan, suaranya bergetar, mencoba mengendalikan dirinya. "Kita di luar. Jangan mulai hal ini di sini."Dikara menatapnya lekat, seolah menimbang-nimbang apakah akan melanjutkan godaannya a

    Last Updated : 2024-11-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   71. Kolam Renang

    Dikira menatapnya dengan mata yang tajam,meski tersenyum. “Tidak, Nyonya Janeetha. Kau bebas untuk pergi kemana saja yang kau mau. Tapi, mansion ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan kita untuk menikmati waktu bersama tanpa gangguan dari luar.”Janeetha hanya terdiam sementara kekhawatiran semakin bertambah. Ia tahu bahwa kata-kata suaminya mungkin lebih merupakan peringatan halus daripada janji kebebasan.***Janeetha duduk di ruang makan yang begitu megah, matanya mengamati dekorasi yang bahkan lebih indah daripada hotel bintang lima mana pun yang pernah ia lihat.Meja panjang dengan taplak sutra putih bersih dihiasi rangkaian bunga segar. Hidangan-hidangan mewah tersaji dalam piring-piring porselen bercorak emas. “Semua ini untuk kita?” tanyanya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam gemerisik pelayan yang bergerak sigap di sekeliling mereka. “Ini untukmu,” jawab Dikara dengan nada ringan. Tatapannya mengunci Janeetha seolah memastikan bahwa ia memahami arti d

    Last Updated : 2024-11-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   72. Bermain Air

    Air di sekeliling mereka terasa lebih berat daripada yang seharusnya, seolah suasana itu menekan Janeetha dari segala sisi.Meski hati Janeetha berdebar kencang, ia tidak bisa menemukan kata-kata untuk membalas. Matanya hanya menatap Dikara dengan campuran takut dan marah yang tak terucap. Dikara menyeringai kecil, sebuah senyuman yang penuh makna. “Kau tidak akan bisa lari, Janeetha. Tidak di sini. Tidak dariku.” Dikara menundukkan wajahnya perlahan, memberikan kecupan lembut di bibir Janeetha, begitu singkat namun cukup membuatnya terdiam.Janeetha merasa dadanya berdebar keras, bukan hanya karena intensitas situasi, tetapi juga ketegangan yang merambat dari setiap sentuhan Dikara. “Dikara, jangan,” ucapnya lirih dengan nada gemetar, kedua tangannya mencoba mendorong dada suaminya agar menjauh. Tapi usaha itu seperti mendorong tembok—tak bergeming sama sekali. Dikara tidak mengatakan apa-apa, hanya menyeringai tipis sebelum memajukan tubuhnya lebih dekat.Janeetha terjepit s

    Last Updated : 2024-11-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   73. Kedinginan

    "Kau suka?" tanya Dikara dengan mata berkilat penuh kesenangan atas reaksi yang diberikan oleh Janeetha. Semuanya begitu indah di mata pria itu."Di-Dikara berhenti..." Janeetha berkata dengan sedikit terbata. Ia berusaha keras mengabaikan rasa nikmat yang menghantamnya bertubi-tubi. "Na-nanti ada yang datang..."Dikara memiringkan kepala, senyum tipisnya mengembang. Tatapan matanya tetap tajam, penuh intensitas yang membuat Janeetha semakin gelisah."Ada yang datang?" ulangnya dengan suara serak, nyaris seperti bisikan. "Siapa yang berani mengganggu kita di sini?"Janeetha mencoba mendorong dada suaminya, tetapi tubuhnya tetap terkunci oleh posisi Dikara yang tidak memberinya ruang untuk bergerak."Aku serius…" Suara Janeetha bergetar. "Bagaimana kalau pelayan—"Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Dikara menunduk lebih dekat, jarak di antara mereka semakin kecil."Tak ada seorang pun yang akan mengganggu." Pria itu berkata dengan lembut tetapi penuh penekanan. "Ini tempatku. Aturank

    Last Updated : 2024-11-17
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   74. Melanjutkan yang Tertunda

    Dikara memutar kran bathtub hingga aliran air berhenti. Suara gemericik yang memenuhi kamar mandi berganti menjadi keheningan.Ia berdiri tegak, air mengalir dari rambutnya yang basah, menetes turun ke wajah dan tubuhnya yang terbalut pakaian basah kuyup.Janeetha menatapnya dalam diam, terjebak dalam perasaan yang campur aduk.Ada sesuatu dalam cara Dikara berdiri—mantap, penuh kendali—yang membuatnya tak mampu memalingkan mata.Setiap tetes air yang meluncur di sepanjang rahang tajam suaminya, hingga menyentuh kerah bajunya yang melekat erat pada tubuhnya, seolah mempertegas kehadirannya yang dominan di ruangan itu.Dikara menangkap pandangan Janeetha, menyadari bahwa istrinya memperhatikannya.Senyuman kecil terulas di sudut bibirnya, samar namun jelas menyiratkan rasa puas. "Kau begitu terpesona, ya?" ujarnya dengan nada rendah, penuh percaya diri.Janeetha tersentak, pipinya langsung memerah. "Ti-tidak... aku hanya..." Ia kehilangan kata-kata, tubuhnya menegang saat Dikara mendek

    Last Updated : 2024-11-17
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   75. Manis?

    Tangan Dikara kembali bergerak. Kali ini, tubuh bagian atas Janeetha yang menjadi sasarannya. Denga lihai dan penu keahlian, ia memberikan pelayanan di atas sana hingga Janeetha melengkungkan punggung begitu saja.Seringai tipis Dikara terulas melihat rekasi istrinya. Kedua tangannya semakin bersemangat sementara bibirnya pun kembali menyerang bibir milik wanita itu.Setelah puas, satu tangan Dikara turun menyusuri perut secara perlahan hingga kembali bertemu dengan pusat tubuh Janeetha dan kembali bekerja di sana.“Di-Dikara…”“Hmm, panggil terus, Jani. Seperti itu…” Sementara satu tangan Dikara berusaha menurunkan celana yang ia pakai dengan cepat.Merasa istrinya telah siap, Dikara tanpa ragu segera memposisikan diri dan menyatukan tubuh mereka hingga Janeetha kembali memekikkan namanya.***Janeetha membuka matanya perlahan, menyesuaikan diri dengan suasana kamar yang remang-remang. Lampu-lampu gantung memberikan kilauan lembut, sementara keheningan mendominasi ruang besar itu. Te

    Last Updated : 2024-11-17
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   76. Ingin Memakanmu

    “Ah, omong-omong. Aku akan keluar kota selama beberapa hari.”Janeetha menoleh cepat, tatapannya dipenuhi rasa terkejut dan waspada."Keluar kota? Untuk apa?" tanyanya, berusaha untuk terdengar tenang daripada perasaannya yang bergejolak.Dikara mengangkat gelas anggur di tangannya, menyesap perlahan sebelum menjawab. "Ada urusan bisnis yang harus kuselesaikan. Penting."Mata Janeetha menelusuri wajah suaminya, mencari tanda-tanda lebih dari sekadar urusan pekerjaan. "Berapa lama kau akan pergi?"Satu alis Dikara terangkat. “Kenapa? Kau sudah rindu padaku?”Bibir Janeetha seketika mengerucut, membuat spontan pria itu terkekeh pelan. “Aku belum tahu pasti. Tapi sepertinya cukup lama, karena urusannya cukup berat.”“Kemana?” Janeetha tak dapat menghentikan rasa penasarannya. Semakin jauh suaminya pergi , semakin lama waktu yang akan ditempuh bukan?Dikara tersenyum tipis, senyum yang lebih terasa sebagai peringatan daripada penenang. "Suatu tempat. Tapi jangan khawatir, semuanya akan di

    Last Updated : 2024-11-18
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   77. Perhatian yang Lain

    “Lihatlah, kau bahkan tak menyadari aku sudah berada di dekatmu.” Dikara menatap lekat dan dalam Janeetha.Janeetha menelan ludah dengan gugup, tubuhnya membeku di tempat. Kehangatan napas Dikara di telinganya membuatnya merasa semakin terjebak. Ia berusaha menjauh, tapi tubuhnya seperti terpaku oleh tatapan pria itu.“Dikara, jangan bercanda seperti itu,” kata Janeetha dengan suara yang lebih pelan dari yang ia harapkan, seolah kekuatan untuk berbicara lenyap.Dikara hanya tersenyum kecil, sebuah senyuman yang memiliki makna lebih dari sekadar candaan. “Siapa bilang aku bercanda, hm?”Tangannya terulur dan menyentuh dagu Janeetha, memiringkan wajahnya hingga tatapan mereka bertemu. “Kau selalu memikirkan sesuatu yang ingin kau sembunyikan dariku, tapi ekspresimu tidak pernah bisa menipu, Janeetha.”“A-aku tidak memikirkan apa pun,” jawab Janeetha buru-buru, mencoba melawan efek memabukkan dari tatapan suaminya. Ia menggigit bibirnya, menyadari betapa lemahnya ia di hadapan pria ini.

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   128. Mari Dimulai

    "Kau pikir aku peduli dengan perhatian?!” Suara Dikara seketika naik satu oktaf membuat Rayhan semakin menciut. Ekspresi wajahnya semakin dingin dengan seringai samar terlukis di bibirnya. “Jika perlu, hancurkan seluruh Ardenton! Aku tak peduli!"Rayhan langsung mengetikkan pesan di ponselnya. "Saya akan sampaikan sekarang juga, Tuan."Dikara menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sejenak. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik sebelum matanya kembali terbuka, menatap tajam ke arah luar jendela.Janeetha... kau pikir kau bisa lari sejauh ini dariku?Tiba-tiba ponsel Rayhan bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan cermat sebelum melirik Dikara. "Tuan... mereka melaporkan seseorang yang mencurigakan di penginapan kecil dekat distrik timur. Wanita dengan ciri-ciri yang mirip Nyonya Janeetha."Dikara menoleh, ekspresinya berubah dingin. "Ciri-ciri yang mirip bukan jawaban yang ingin kudengar."Rayhan menelan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status