Share

76. Ingin Memakanmu

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 21:26:09

“Ah, omong-omong. Aku akan keluar kota selama beberapa hari.”

Janeetha menoleh cepat, tatapannya dipenuhi rasa terkejut dan waspada.

"Keluar kota? Untuk apa?" tanyanya, berusaha untuk terdengar tenang daripada perasaannya yang bergejolak.

Dikara mengangkat gelas anggur di tangannya, menyesap perlahan sebelum menjawab. "Ada urusan bisnis yang harus kuselesaikan. Penting."

Mata Janeetha menelusuri wajah suaminya, mencari tanda-tanda lebih dari sekadar urusan pekerjaan. "Berapa lama kau akan pergi?"

Satu alis Dikara terangkat. “Kenapa? Kau sudah rindu padaku?”

Bibir Janeetha seketika mengerucut, membuat spontan pria itu terkekeh pelan. “Aku belum tahu pasti. Tapi sepertinya cukup lama, karena urusannya cukup berat.”

“Kemana?” Janeetha tak dapat menghentikan rasa penasarannya. Semakin jauh suaminya pergi , semakin lama waktu yang akan ditempuh bukan?

Dikara tersenyum tipis, senyum yang lebih terasa sebagai peringatan daripada penenang. "Suatu tempat. Tapi jangan khawatir, semuanya akan di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   77. Perhatian yang Lain

    “Lihatlah, kau bahkan tak menyadari aku sudah berada di dekatmu.” Dikara menatap lekat dan dalam Janeetha.Janeetha menelan ludah dengan gugup, tubuhnya membeku di tempat. Kehangatan napas Dikara di telinganya membuatnya merasa semakin terjebak. Ia berusaha menjauh, tapi tubuhnya seperti terpaku oleh tatapan pria itu.“Dikara, jangan bercanda seperti itu,” kata Janeetha dengan suara yang lebih pelan dari yang ia harapkan, seolah kekuatan untuk berbicara lenyap.Dikara hanya tersenyum kecil, sebuah senyuman yang memiliki makna lebih dari sekadar candaan. “Siapa bilang aku bercanda, hm?”Tangannya terulur dan menyentuh dagu Janeetha, memiringkan wajahnya hingga tatapan mereka bertemu. “Kau selalu memikirkan sesuatu yang ingin kau sembunyikan dariku, tapi ekspresimu tidak pernah bisa menipu, Janeetha.”“A-aku tidak memikirkan apa pun,” jawab Janeetha buru-buru, mencoba melawan efek memabukkan dari tatapan suaminya. Ia menggigit bibirnya, menyadari betapa lemahnya ia di hadapan pria ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   78. Rapuh Sesaat

    Entah mengapa, Janeetha melihat kilat yang berbeda dari Dikara malam itu. Seperti ... menghapar sesuatu padanya. Bukan, bukan karena ingin Janeetha tunduk padanya. Tetapi lebih pada sesuatu yang dibutuhkan oleh seseorang.Jemari Janeetha bergerak begitu saja, mengelus rahang kokoh suaminya, menatapnya dengan lembut. Jauh di dalam hatinya, ia berusaha meyakinkan dirinya jika Dikara memiliki sisi lain di luar yang selalu ditampakkan.Dikara terdiam, matanya sedikit melembut ketika jemari Janeetha menyentuh rahangnya. Sentuhan itu sederhana, namun membawa nuansa yang berbeda, sesuatu yang jarang ia dapatkan.Sejenak, sorot tajam di matanya meredup, digantikan oleh sesuatu yang lebih dalam, lebih jujur.“Kau… sedang apa, Janeetha?” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan, tetapi nada itu mengandung keheranan dan mungkin—keraguan.Ia tidak terbiasa dengan kelembutan seperti ini. Apalagi dari istrinya yang biasanya penuh perlawanan atau pasrah dalam keterpaksaan.Janeetha tidak segera menjaw

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   79. Mencoba Menghubungi

    Janeetha membuka matanya perlahan, merasa sedikit segar meski perasaan aneh masih menyelimuti hatinya. Ia melirik ke sisi tempat tidur yang kosong, dan seketika mengingat percakapan semalam.‘Dikara benar-benar sudah pergi.’ Senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Mungkin akhirnya ia bisa bernapas lebih lega selama beberapa hari ke depan.Dengan semangat yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini, Janeetha segera bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajah dan membersihkan dirinya dengan cepat. Air hangat yang mengalir di kulitnya seperti memberikan energi baru. Setelah selesai, ia mengenakan pakaian yang nyaman—sebuah gaun sederhana dengan warna pastel lembut—dan menata rambutnya seadanya.Janeetha berdiri di depan cermin sesaat, menatap bayangannya sendiri. Ada sedikit harapan yang muncul di matanya, sesuatu yang sudah lama hilang.Hari ini, Janeetha memutuskan untuk tidak hanya duduk diam di kamar. Ia ingin melihat lebih banyak tentang mansion ini, ingin me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   80. Device Baru

    Janeetha terlonjak, hampir menjatuhkan gagang telepon. Ia berbalik perlahan, dan di sana berdiri Rusli, menatapnya dengan ekspresi netral tetapi penuh pengawasan. Dengan segera ia meletakkan kembali gagan telepon yang ia pegang.“Rusli…apa yang…” Janeetha menjeda, mengurungkan pertanyaan yang akan ia lontarkan. “Dikara menyuruhmu ke sini?”Rusli mengangguk sekilas. “Ya. Selama Tuan Dikara tak ada, saya akan di sini bersama Anda.”Janeetha menghela napas panjang. Ini tidak akan mudah. “Apa ini tidak terlalu berlebihan?”“Nyonya ingin menghubungi seseorang?” Rusli memutuskan untuk mengakhiri basa basi mereka."Aku... aku ingin menghubungi keluargaku," jawab Janeetha, berusaha terdengar biasa. Rusli mengerutkan kening. "Apakah Tuan Dikara sudah memberikan izin pada Nyonya untuk menggunakan telepon rumah?" Kata-kata itu membuat Janeetha kehilangan kata-kata. Hatinya berdegup kencang, tetapi ia tahu tidak bisa menunjukkan kelemahannya. "Aku hanya ingin memastikan orang tuaku baik-baik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   81. Mencoba Lagi

    Dikara duduk di kursi kulit jet pribadinya, mengenakan jas hitam sempurna yang tidak menunjukkan satu pun lipatan. Di tangannya, segelas anggur merah tergenggam. Pemandangan langit pagi yang terbentang luas di luar jendela tidak mampu mengalihkan pikiran pria itu.Wajah Janeetha muncul di benaknya, dengan begitu jelas. Bukan wajah cantiknya yang membuatnya resah, melainkan ekspresi terakhir yang ia lihat semalam.Dikara bahkan membiarkan pertanyaan Janeetha tak terjawab hingga menguap begitu saja."Sungguhan kau mau melepaskanku? Jika aku melakukannya?"Rahang Dikara mengetat sekilas seiring pikirannya menjadi rumit seketika. Segera ia mengangkat gelas anggurnya dan menengguk minuman tersebut. , merasakan cairan itu menghangatkan tenggorokannya. Namun, rasa hangat itu tidak mampu mengusir kedinginan yang menjalar di dadanya.Ia merasakan ada sesuatu dalam tatapan Janeetha saat istrinya bertanya demikian. Sesuatu yang tidak biasa. Bukan hanya kepasrahan. Ada perhitungan, bahkan keberan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   82. Bosan atau Rindu?

    Dikara menyesap anggur sekali lagi, tetapi kali ini rasanya tak semanis biasanya. Gelas kristal itu ia letakkan dengan hati-hati di meja di depannya. Matanya menatap pantulan dirinya di cermin besar. Wajahnya tampak tenang seperti biasa, tanpa cela, siap untuk menemui kliennya sekitar setengah jam lagi.Namun hanya Dikara yang tahu betapa pikirannya bergejolak. Janeetha.Nama itu terus terngiang di kepalanya, sejak Dikara meninggalkan mansion, membuat rasa tidak nyaman menjalari dirinya.Pria itu mencoba membedah apa yang sebenarnya salah, tetapi satu hal yang ia tahu pasti Janeetha semakin membuatnya gelisah.Dikara menghela napas panjang, mencoba mengusir keresahan yang tak mau pergi. Janeetha, dengan caranya yang terlalu tenang, malah membuatnya merasa seperti seseorang yang berjalan di atas es tipis. Ia merasa di luar kendali, sesuatu yang selama ini ia hindari dengan segala cara."Apa yang dia rencanakan?" gumamnya pelan, suaranya hampir seperti desisan.Dikara menutup mata se

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   83. Hadiah Lagi

    Janeetha tampak terkejut, meski hanya sesaat. Dikara melihatnya. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi, memainkan gelas anggur di tangannya sambil mengamati reaksi wanita itu.“Kau terlalu percaya diri, Dikara,” balas Janeetha akhirnya, mencoba menutupi kegugupannya dengan nada bercanda. “Aku hanya mengatakan fakta. Mansion ini memang terlalu besar untukku.”Dikara terkekeh pelan, suara baritonnya bergema lembut di ruangan tempatnya berada. “Oh, jangan seperti itu, Istriku. Kau tahu aku tidak suka hal-hal yang terasa kosong, sama seperti aku tidak suka membiarkanmu merasa sendirian.”Janeetha terdiam, dan Dikara melanjutkan, tatapannya lebih tajam. “Tapi, mungkin kau benar. Rumah itu memang terasa besar dan sunyi... terutama jika kau tidak ada di sana.”Wajah Janeetha terlihat memerah sedikit, atau mungkin itu hanya efek pencahayaan. Dikara menikmati momen itu, meski ia tahu betul permainan ini bukan hanya tentang menggoda.“Kau seharusnya bilang dari awal,” ujarnya dengan nada lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   84. Permainan Dimulai

    Janeetha sedang duduk di ruang kerja kecil yang sering ia gunakan untuk membaca. Sebuah buku terbuka di pangkuannya, tetapi pikirannya terlalu sibuk untuk benar-benar membaca. Ia terus memikirkan panggilan video dengan Dikara semalam. Pria itu selalu penuh teka-teki, terutama ketika memberi sesuatu yang terlihat seperti kebebasan. Ketukan pelan di pintu mengganggu lamunannya. “Masuk,” ucapnya sambil menutup buku dengan tenang. Pintu terbuka, dan Rusli masuk dengan ekspresi formal yang biasa. “Selamat pagi, Nyonya,” sapanya sopan. “Pagi, Rusli. Ada apa?” Janeetha mencoba terdengar santai, meskipun jantungnya sedikit berdebar. Entahlah, ia merasa semakin diawasi jika Rusli berada di sekitarnya. Rusli mendekat dengan map kecil di tangannya. “Saya diminta Tuan Dikara untuk menyampaikan hadiah ini kepada Anda,” katanya sambil meletakkan map itu di meja di depan Janeetha. Janeetha menatap map tersebut sejenak sebelum mengangkat pandangannya ke Rusli. “Hadiah?” tanyanya, menekankan kat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   128. Mari Dimulai

    "Kau pikir aku peduli dengan perhatian?!” Suara Dikara seketika naik satu oktaf membuat Rayhan semakin menciut. Ekspresi wajahnya semakin dingin dengan seringai samar terlukis di bibirnya. “Jika perlu, hancurkan seluruh Ardenton! Aku tak peduli!"Rayhan langsung mengetikkan pesan di ponselnya. "Saya akan sampaikan sekarang juga, Tuan."Dikara menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sejenak. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik sebelum matanya kembali terbuka, menatap tajam ke arah luar jendela.Janeetha... kau pikir kau bisa lari sejauh ini dariku?Tiba-tiba ponsel Rayhan bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan cermat sebelum melirik Dikara. "Tuan... mereka melaporkan seseorang yang mencurigakan di penginapan kecil dekat distrik timur. Wanita dengan ciri-ciri yang mirip Nyonya Janeetha."Dikara menoleh, ekspresinya berubah dingin. "Ciri-ciri yang mirip bukan jawaban yang ingin kudengar."Rayhan menelan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status