Share

30. Jejak yang Terpantau

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-10-22 11:00:06

Janeetha terdiam, pikirannya langsung terpecah. Ia melirik ke arah pintu kamar tempat ayahnya terbaring. “Sekarang?”

Seketika dirinya menjadi bimbang. Antara kewajibannya sebagai anak dan rencana kebebasannya.

“Ya, sekarang. Ia hanya punya waktu hari ini. Aku takut dia akan kembali menghilang dan tak dapat dihubungi.”

Mendapati Janeetha tak langsung memberi keputusan, di seberang sana Fabian menghela napas membuat Janeetha merasa situasi ini semakin berat.

“Jani, kalau kau nggak temui dia sekarang, kesempatan ini bisa hilang. Kamu tahu ini penting. Aku tahu situasimu saat ini sulit, tapi kamu harus pilih. Orang ini tidak dapat menunggu lama.”

Perasaan Janeetha semakin kalut dan ia hanya bisa terpaku di tempat duduknya. Ia takut jika berkata terlalu banyak, Fabian akan semakin khawatir dan ingin berada di sini bersamanya. Dan Janeetha tahu, semakin lama ia menunda, situasinya semakin rumit.

“Jani? Kenapa? Apa Dikara membuat masalah lagi denga

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
DSL
Baru sadar banyak typo ......... haloo terima kasih yang sudah baca sampe sinj yaaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   31. Pertemuan yang Tak Sesuai Harapan

    Janeetha melangkah dengan hati-hati, memasuki sebuah bangunan tua yang tampak tak terawat.Fabian mengatakan ini adalah tempat yang aman, tempat Janeetha bisa bertemu dengan seseorang yang akan membantunya melarikan diri. Namun, semakin dekat ia menuju pintu masuk, rasa ragu menyelinap di hatinya.Kafe kecil yang Janeetha masuki tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang duduk dengan gelas kopi mereka.Di sudut ruangan, seorang pria berusia paruh baya duduk sendirian, ekspresinya keras dan tidak bersahabat.Janeetha menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri menghampirinya. Sepertinya pria itu cocok dengan ciri-ciri yang Fabian kirimkan padanya."Apakah Anda orang yang direkomendasikan Fabian?" tanya Janeetha nyaris lirih. Ia menggenggam erat jemarinya sendiri.Pria itu mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan dingin. "Siapa namamu?" tanyanya singkat tanpa basa-basi.“Janeetha."Masih dengan tatapan dingin, pria itu memberi isyarat Janeetha duduk dengan dagunya yang langsung dip

    Last Updated : 2024-10-23
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   32. Pulang. Sekarang.

    Setelah membayar taksi, Janeetha berlari secepat yang ia mampu menuju tempat ayahnya berada.Napasnya tersengal, detak jantungnya yang seakan ingin meledak. Ia berharap dirinya tidak lebih terlambat dari Dikara hingga membuat pria itu murka.Saat Janeetha telah melihat pintu ruang ICU, ia memperlambat langkahnya sembari mengatur napas. Kecemasan begitu mencengkeram kuat dirinya saat ia mendorong pintu ruang tunggu tersebut.Dan Janeetha semakin menegang karena yang ia lihat hanyalah Dikara yang sedang duduk di kursi penunggu. Sementara Rusli berdiri tak jauh darinya.Rusli menjadi orang pertama yang mengetahui kedatangan Janeetha. Tatapannya singkat tetapi penuh makna, meskipun pria itu tidak berkata apa-apa. Ada sesuatu dari cara pria itu memandangnya, tetapi ia terlalu tegang untuk memikirkan hal itu lebih lanjut.Fokusnya langsung tertuju pada Dikara. Pria itu masih tampak tenang, dengan tablet di tangannya. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun dan itu hanya membuat Janeetha sem

    Last Updated : 2024-10-23
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   33. Keadaan Mencekam

    Ketika mobil melaju meninggalkan rumah sakit, Janeetha duduk di kursi penumpang, matanya menatap kosong ke luar jendela.Bayangan wajah ayahnya yang terbaring lemah di ICU masih terpatri kuat dalam ingatannya.Namun, bukan hanya itu yang menghantui pikirannya—tapi juga apa yang akan menantinya di rumah.Dikara duduk di sampingnya, mengemudi dengan tenang. Keheningan di antara mereka begitu tegang, seolah-olah setiap tarikan napas mereka dapat memicu ledakan baru.Janeetha dapat merasakan aura mengancam yang terpancar dari suaminya, meski pria itu tidak berkata sepatah kata pun sejak meninggalkan rumah sakit.Seluruh tubuh Janeetha mulai gemetar, tetapi ia berusaha keras menahan. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan suaminya—tidak lagi.Bagaimanapun, di balik ketakutannya, ada dorongan kuat untuk bertahan, untuk mencari celah yang bisa ia gunakan melarikan diri dari pria yang mengendalikan hidupnya.Tiba-tiba, Dikara berbicar

    Last Updated : 2024-10-24
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   34.

    Janeetha menelan ludah, tubuhnya kaku di bawah sentuhan Dikara yang dingin tetapi penuh kendali. Napasnya terasa berat. Ia tahu pertanyaan suaminya bukan sekadar pertanyaan biasa, melainkan sebuah peringatan.“S-siap untuk apa?” suara Janeetha terdengar bergetar, meski ia berusaha keras untuk tetap tenang.Dikara kembali tersenyum tipis, tatapannya menyelidik melalui pantulan di cermin. Kedua tangan yang menggenggam bahu Janeetha mulai bergerak pelan, turun ke lengannya, memaksa tubuhnya untuk bereaksi dengan ketegangan yang semakin memuncak."Kau tahu apa yang kumaksud, Janeetha," Dikara berbisik lagi, membuat Janeetha semakin terjepit di antara rasa takut dan kepasrahan.Janeetha tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, menatap pantulan dirinya yang tampak semakin kecil dan tak berdaya. Seolah dirinya yang di dalam cermin itu bukanlah dirinya yang sebenarnya—melainkan bayangan dari seorang wanita yang hilang kendali.Dikara tertawa kecil, tawa yang terasa seolah mencemooh ke

    Last Updated : 2024-10-24
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   35. Kepuasan

    "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau melawan lagi, bukan?" Ia melontarkan pertanyaan yang tak memerlukan jawaban.Janeetha tahu, Dikara selalu punya cara untuk memastikan ia tak bisa lari. Tak ada yang luput dari kendali pria itu—baik tubuh maupun pikirannya sudah lama menjadi milik Dikara.Sayangnya, kali ini Janeetha menolak menyerah sepenuhnya.“Aku tahu,” jawab Janeetha pelan, suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat Dikara merasa puas.Dikara tersenyum kecil, kemenangan terpancar di wajahnya. "Bagus."Sebelum pria itu bangkit dari tempat tidur, ia sempat mencium bibir Janeetha sekali lagi, lalu berjalan menuju jendela kamar.Janeetha yang masih berusaha menguasai dirinya, mengamati punggung suaminya yang terlihat seperti monster dalam bayangan malam.Dengan gerakan perlahan Dikara membuka tirai, seolah memperlihatkan bahwa dunia di luar itu miliknya—dan Janeetha, hanyalah boneka yang tak punya tempat selain di sampingnya.“Kau boleh istirahat malam ini,” lanjut

    Last Updated : 2024-10-25
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   36.

    Pagi itu, Janeetha terbangun dengan tubuh yang masih terasa lelah, seolah-olah jejak malam sebelumnya belum sepenuhnya menghilang dari dirinya. Ia duduk sejenak di tepi ranjang, menghela napas sebelum memaksakan diri untuk bangkit dan membersihkan diri.Setelah mencuci muka, Janeetha melangkah keluar kamar, disambut oleh aroma makanan yang menggelitik indera penciumannya dengan cara yang hampir mengganggu.Menelusuri sumber aroma itu, Janeetha melangkah pelan menuju dapur. Di sana, ia mendapati Dikara, berdiri di depan kompor dengan ekspresi serius yang tak biasa. Tangannya cekatan, seolah ia sudah terbiasa memasak.Pemandangan ini membuat Janeetha tertegun; lelaki ini jarang sekali berada di dapur, apalagi dengan begitu tenang dan fokus.Tanpa menoleh, Dikara menyadari kehadirannya. Ia perlahan menatap Janeetha, matanya tajam tetapi ada sekilas kehangatan yang terasa ambigu.“Selamat pagi,” sapanya singkat. Tanpa basa-basi, ia meletakkan piring penuh makanan di meja makan. “Dudukla

    Last Updated : 2024-10-26
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   37.

    Janeetha menatapnya, kali ini dengan keberanian yang mulai tumbuh. “Ini bukan tentang itu, Mas. Ini tentang hakku untuk hidup tanpa ketakutan, tanpa tekanan yang tak pernah aku pilih!”Wajah Dikara mengeras, tetapi Janeetha bisa melihat sesuatu yang lain di matanya, semacam kerentanan yang begitu langka ia temui dari pria ini.Namun, Janeetha tahu dirinya tidak boleh terbuai. Segalanya bisa berubah dalam sekejap dengan Dikara atau mungkin saja itu semua ada kedok yang sengaja pria itu pakai. Setiap detik yang mereka lalui bersama selalu mengandung kemungkinan konflik yang lebih besar. Dikara menghela napas panjang, kemudian berbalik, meninggalkan Janeetha sendirian di ruang makan. Janeetha kembali bertanya-tanya atas sikap Dikara yang mulai mengurangi kekerasan fisik padanya.Sebelum Dikara benar-benar keluar dari ruangan, ia berkata tanpa menoleh, “Jangan berpikir ini sudah selesai, Janeetha. Kau bisa berkata apa saja dan berbuat apa saja, tapi pada akhirnya, kau akan tetap di sini.

    Last Updated : 2024-10-27
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   38.

    Janeetha merasakan tatapan tajam Dikara yang membuat tengkuknya meremang.Saat dering ponsel dari Fabian bergema lagi, Janeetha menggeleng pelan, menolak dengan hati-hati.Namun, Dikara hanya mengulurkan tangannya dengan dingin, isyarat yang tak bisa diabaikan."Angkat," katanya dengan nada rendah yang mengandung ancaman terselubung.Janeetha menggenggam ponselnya dengan erat, hatinya berdebar kencang. "Tidak perlu. Aku akan bilang nanti padanya kalau—""Atau aku yang menjawabnya?"Dikara memotong, suaranya semakin rendah dan menusuk.Janeetha menelan ludah, menyadari bahwa tak ada ruang untuk berdebat. Dengan tangan bergetar, ia menjawab panggilan itu sambil berharap bisa menjaga ketenangannya.Dikara menggerakkan jemarinya, menunjuk layar ponsel, memerintah Janeetha tanpa kata-kata untuk mengaktifkan mode loudspeaker. Tak ada pilihan lain—Janeetha melakukannya, dan suara Fabian langsung terdengar, penuh kekhawatiran.“Ja

    Last Updated : 2024-10-28

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   148. Pergi!

    Ketika Ketika Janeetha membuka matanya, ruangan putih terang menyambutnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya lemah, dan ada rasa sakit luar biasa di perutnya.Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungnya. Infus terpasang di tangannya, dan tubuhnya terasa begitu lemah, seolah hanya tersisa separuh jiwa dalam dirinya.Kemudian, ingatan itu kembali.Darah.Rasa sakit.Jeritan yang tidak terdengar.Tangannya perlahan bergerak ke perutnya yang datar.Tidak…Tidak mungkin…Matanya membelalak saat kepanikan merayapi tubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya menolak. Air matanya mulai menggenang di sudut mata.“Bayi…” suaranya hampir tak terdengar. “Bayi ku…”Maria, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya dengan erat. “Janeetha… aku di sini.”

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   147. Tidak Akan Pergi

    “Dasar bajingan! Pergi kau!”Dikara tersentak.Suara itu begitu familiar, mengandung kemarahan yang meledak-ledak. Sebelum ia bisa sepenuhnya mengangkat kepalanya, seseorang sudah menarik kerah bajunya dengan kasar, hampir membuatnya terjatuh dari kursi.Fabian.Pria itu berdiri di depannya dengan wajah merah padam, tatapan penuh kebencian terpancang kuat di matanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seolah menahan emosi yang hendak meledak.“Sudah cukup kau menghancurkan hidupnya! Apa kau belum puas?!” Fabian menggeram, suaranya bergetar oleh amarah. “Dia hampir mati, Dikara! Kau dengar itu? HAMPIR MATI karena kau!”Dikara hanya menatapnya, matanya kosong.Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, ia mungkin sudah membalas Fabian dengan kepalan tangan. Ia mungkin sudah melayangkan tinju ke wajah pria itu tanpa pikir panjang.Tetapi malam ini… tidak ada amarah dalam dirinya. Hanya keham

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   146. Rapuh

    Setelah semalaman berjaga, Dikara berdiri dengan tubuh tegang di depan ruang ICU, menunggu dokter yang baru saja masuk untuk memeriksa Janeetha. Begitu juga Maria dan Sam.Pikiran pria itu berkecamuk, memutar kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi. Keguguran. Trauma. Janeetha telah kehilangan bayinya. Anak mereka.Suatu kenyataan yang menghantamnya tanpa ampun.Pintu ICU terbuka, dan Dokter Arief melangkah keluar dengan ekspresi lebih tenang dari sebelumnya. “Kondisinya mulai stabil. Jika tidak ada komplikasi lain, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dalam beberapa jam.”Dikara mengangguk pelan, meskipun perasaannya masih berantakan.Maria, yang berdiri tak jauh darinya, bersedekap dengan tatapan tajam. “Bagus. Itu artinya kau tak perlu di sini lagi.”Dikara menoleh, menatap Maria dengan pandangan dingin. “Aku akan tetap di sini.”Sam, yang berdiri di samping Maria, mendengus sinis. &l

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   145. Kehilangan

    Maria menatapnya penuh kebencian. “Kau tidak bisa mengambilnya kembali begitu saja.”Dikara menatapnya sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat.“Aku tidak mengambil apa pun.” Suaranya rendah, tetapi ada nada mengancam di dalamnya. “Aku hanya datang untuk menjemput istriku.”Maria mengepalkan tangannya, sementara Sam berdiri lebih dekat di sampingnya.Di balik pintu ruang operasi, Janeetha sedang berjuang antara hidup dan mati.Suara alat-alat medis yang berbunyi nyaring, berpadu dengan suara dokter dan perawat yang berusaha menyelamatkan dua nyawa sekaligus.Tubuh Janeetha terbaring tak berdaya di atas meja operasi, darah masih mengalir dari tubuhnya meskipun tim medis sudah berusaha menghentikannya.Dokter yang bertugas berdiri di dekat kepala Janeetha, menatap monitor dengan rahang mengatup rapat. “Tekanan darahnya turun drastis! Beri tambahan cairan!”Seorang perawat buru-buru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   144. Di Ambang Bahaya

    Malam semakin larut, hujan turun perlahan di luar jendela klinik kecil itu. Di dalam ruangan yang remang, Janeetha terbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat pasi. Napasnya pendek dan tersengal, sementara tangannya menggenggam erat sprei ranjang seakan mencoba menahan rasa sakit yang semakin menggigit perutnya.Maria duduk di sisi ranjang, memegang tangan Janeetha dengan erat. Sam mondar-mandir di ruangan dengan wajah tegang, sesekali menoleh ke arah dokter Arief yang sedang memeriksa tekanan darah Janeetha.Beberapa waktu lalu Janeetha kembali mengeluh kesakitan dan tampak lebih parah dari sebelumnya karena itu Sam segera memanggil dokter Arief.Tiba-tiba, tubuh Janeetha menegang. Napasnya memburu, dan bibirnya mengeluarkan erangan tertahan sebelum tubuhnya mulai bergetar hebat.“Maria… sakit…” Suaranya nyaris tidak terdengar.Maria langsung menegang, sementara Sam menghentikan langkahnya dan bergegas mendekat.&

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   143. Semakin Dekat

    Sam memapah Janeetha keluar dari rumah persembunyian mereka. Langkah Janeetha lemah, tubuhnya nyaris limbung jika saja Sam tidak menggenggamnya erat.Maria berjalan cepat di depan, sesekali menoleh dengan wajah tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa sembarangan ke rumah sakit besar—terlalu berisiko.“Kita harus menemukan tempat yang aman untuk memeriksanya,” gumam Maria sambil melihat layar ponselnya. “Ada sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Aku punya kenalan di sana. Dia bisa membantu tanpa terlalu banyak bertanya.”Sam mengangguk tanpa ragu. “Ayo.”Mereka menaiki mobil tua yang telah disiapkan Maria sebelumnya. Sam duduk di belakang bersama Janeetha, memastikan kepalanya bersandar nyaman di bahunya. Wanita itu tampak semakin pucat, bibirnya sedikit gemetar akibat kehilangan darah.“Bertahanlah,” bisik Sam pelan.Janeetha hanya mengangguk lemah, matanya mengerjap samar. Setiap detik ya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   142. Rahasia yang Terungkap

    "Ya Tuhan, Janeetha!" Maria buru-buru melangkah keluar, mendekat dengan wajah panik. Tatapannya langsung tertuju pada wanita itu yang hampir tidak bisa berdiri tanpa dukungan Sam. "Apa yang terjadi?"Sam menghela napas berat. "Dia terluka, tapi dia menolak untuk mendapatkan pertolongan medis."Maria mengumpat pelan sebelum meraih lengan Janeetha dengan lembut, mencoba menuntunnya masuk. "Kita tidak bisa membiarkanmu dalam keadaan seperti ini. Kau butuh dokter.""Tidak," gumam Janeetha lemah, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang semakin tajam di perutnya. "Kita tidak bisa pergi ke rumah sakit. Dikara pasti akan menemukanku."Maria mengatupkan rahangnya dengan frustasi. "Dan kau pikir apa yang akan terjadi jika kau mati di sini?!" suaranya sedikit meninggi. "Ini bukan tentang Dikara lagi, Janeetha. Ini tentang kau. Tentang nyawamu!"Janeetha menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang bercampur dengan rasa sakit. Ia s

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   141. Tidak Ada Pilihan

    Sam membantu Janeetha memasuki sebuah mobil kecil yang mereka dapatkan dari seseorang yang bersedia mengantarkan mereka ke luar kota dengan imbalan cukup besar.Pria paruh baya yang mengemudikan mobil itu tidak banyak bicara—hanya sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion dengan ekspresi waspada.Duduk di kursi belakang, Janeetha bersandar lemah pada jendela. Napasnya pendek-pendek, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya meskipun udara di dalam mobil terasa dingin. Sam, yang duduk di sampingnya, tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahannya."Janeetha, kau harus bilang apa yang sebenarnya terjadi," ujar Sam pelan, tapi dengan tekanan yang jelas.Janeetha mengerjap, mencoba menegakkan tubuhnya, tapi rasa sakit yang menusuk perutnya semakin menjadi. "Aku baik-baik saja," gumamnya, meski suaranya hampir tak terdengar.Sam tidak lagi percaya. Tadi di terminal, dia melihatnya berdarah—dan itu bukan sesuatu yang bisa diabaika

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   140. Tidak Ada Waktu

    Angin dingin menusuk kulit saat Janeetha turun dari bus dengan langkah goyah. Hujan gerimis masih turun, membuat jalanan becek dan licin.Sam berjalan di sampingnya, sesekali melirik dengan khawatir. Wajah Janeetha pucat, bibirnya tampak lebih kering dari biasanya, dan sorot matanya mengisyaratkan kelelahan yang amat sangat. Sekilas, ia tampak seperti seseorang yang bisa roboh kapan saja.Di sekitar mereka, terminal kecil itu masih cukup ramai meski hari sudah mulai menginjak petang. Orang-orang berlalu lalang dengan jaket atau payung seadanya, beberapa tampak bergegas menuju bus yang siap berangkat, sementara yang lain sibuk berbincang dengan pedagang kaki lima di sekitar area tunggu.Sam menoleh ke Janeetha, kemudian menarik lengannya pelan. “Kita harus cari tempat istirahat sebentar,” katanya, mencoba berbicara selembut mungkin agar Janeetha tidak langsung menolaknya.Seperti yang sudah diduga, Janeetha segera menggeleng cepat. “Tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status